3. Liberalisasi Perdagangan Tepung Terigu

23 Negara penghasil sektor pertanian seperti Belgia, Jerman, Itali, Spanyol, Amerika Serikat, dan Inggris menetapkan kebijakan khusus, antara lain; penetapan harga dasar, pembangunan infrastruktur angkutan, penelitian dan pengembangan, menanamkan rasa berbisnis business sense, serta pendanaan melalui bank dengan suku bunga yang relatif rendah, sehingga komoditasnya mampu menembus pasar dunia, termasuk Indonesia Kartasasmita dalam Kompas, 2004 3

2. 3. Liberalisasi Perdagangan Tepung Terigu

Dengan adanya intervensi, pasar biji gandum dan tepung terigu dunia didominasi oleh kebijakan proteksi dan subsidi, baik dari negara importir maupun eksportir. Negara yang menginginkan industri domestik tepung terigunya tetap berdiri, berusaha dengan maksimal mempertahankan industrinya dengan berbagai proteksi seperti pengenaan tarif bea masuk. Disisi lain, negara produsen biji gandum berusaha mempertahankanmelindungi petani biji gandum dengan kebijakan subsidinya, sehingga petani tetap dapat memperoleh hasil dari usaha tani. Dengan kebijakan subsidinya, harga biji gandum menjadi lebih rendah dan dapat menekan harga sehingga mampu bersaing dengan produksi negara lain. Kesepakatan tentang konsensi tarif dan ketentuan-ketentuan perdagangan menjadi awal kesepakatan General Agreement on Tariif s and Trade Kesepakatan Umum tentang Tarif dan PerdaganganGATT yang berlaku sebagai kesepakatan sementara sejak 1 Januari 1948. Selanjutnya, GATT bertujuan menjadikan usaha pertanian yang lebih transparan dan mengurangi dukungan terhadap usaha 24 pertanian itu sendiri. Sesuai dengan kesepakatan Putaran Uruguay di Marrakesh pada tanggal 15 April 1994, ada tiga hal utama dalam aturan GATT yang berhubungan dengan pertanian yakni dukungan domestik, akses pasar, dan persaingan ekspor yang mempunyai dampak mendistorsi perdagangan. Terlepas dari status yang masih bersifat sementara, GATT kemudian terbukti sebagai satu- satunya instrumen paling efektif dalam proses liberalisasi perdagangan dunia yang berlangsung sejak tahun 1948 hingga terbentuknya World Trade Organization WTO ditahun 1995. Sebelum GATT digantikan dengan WTO, GATT hampir tidak berubah, kecuali penambahan dalam bentuk kesepakatan yang mencakup keanggotaan sukarela dan segala kesepakatan lain sebagai upaya untuk terus menerus menurunkan tarif melalui serangkaian putaran perundingan perdagangan, fungsi GATT masih tetap terbatas hanya kepada pengaturan perdagangan barang saja. Biji gandum dan tepung terigu sebagai produk pertanian tidak terlepas dari kesepakatan-kesepakatan GATT dan WTO, namun demikian sektor pertanian mendapat perlakuan khusus GATT. Adapun tujuan perundingan-perundingan GATT di sektor pertanian, adalah Bain, 2001: 1. Perdagangan hasil-hasil pertanian harus bebas dan terbuka dan sepenuhnya tunduk pada pengaturan sistem perdagangan multilateral. 2. Pembatasan yang ketat terhadap pemberian subsidi yang dapat mempengaruhi perdagangan internasional, khususnya subsidi ekspor dan segala bentuk export assistance lainnya. 3 Kart asasmit a, S. 2004. Harus Ada Pemihakan pada Petani. Harian Kompas 27 Juni 2004. 25 3. Ketentuan GATT harus membatasi kebijaksanaan domestic support yang mempengaruhi perdagangan internasional. 4. Diperlukan disiplin yang lebih baik untuk mengatur penggunaan persyaratan kesehatan dan hambatan teknis lainnya. 5. Keterbukaan atau transparansi harus disempurnakan. 6. Perlu pelaksanaan yang efektif terhadap ketentuan GATT yang menjamin perlakuan khusus dan berbeda bagi negara berkembang. Selanjutnya kesepakatan WTO telah membawa pertanian sepenuhnya ke dalam pengaturan perdagangan multilateral di bawah GATT. Kesepakatan dalam kegiatan impor mengharuskan penurunan tarif rata-rata sebesar 36 persen dalam enam tahun untuk negara-negara maju dari tingkat tahun 1986-1988 sebagai base period level , sedangkan untuk negara-negara berkembang penurunan t arif rata-rata sebesar 24 persen dalam sepuluh tahun. Selain itu, tindakan non tarif border measures yang berakibat menekan impor atau meningkatkan harga produk-produk impor harus diganti dengan tarif yang memberikan tingkat perlindungan yang sama. Kesepakatan pada dukungan domestik yang diperkenankan mengharuskan seluruh negara anggota mengurangi subsidi domestik sebesar 20 persen untuk negara-negara maju dengan tahun 1986-1988 sebagai base period level, sedangkan untuk negara berkembang 13.3 persen dalam sepuluh tahun. Adapun untuk kesepakatan ekspor, mengharuskan negara anggota WTO yang memberikan subsidi ekspor seperti USA dan Uni Eropa, untuk memperkecil volume produk www. kompas.com. Jakarta. 26 yang diberikan subsidi ekspor, atas dasar product-by-product, rata-rata sebesar 21 persen dari tahun 1986-1990 sebagai base period level.

2. 4. Ek onomi Tepung Terigu Indonesia