Latar Belakang Analisis faktor-faktor yang mempangaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk Indonesia yang terus meningkat menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan makanan dan minuman. Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak, menjadi salah satu negara tujuan perdagangan terutama untuk produk pertanian. Perkembangan impor produk pertanian termasuk produk hortikultura ke Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun Tabel 1. Tabel 1. Volume Impor Beberapa Komoditas Hortikultura di Indonesia, Tahun 2000-2006 Volume Impor Ribu Ton Komoditas 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Laju Impor th Bawang Putih 174.04 205.47 226.08 222.69 244.45 283,28 295,06 9.40 Bawang Merah 56.71 47.95 32.93 55.89 48.93 53.07 79.84 11.57 Kubis 0.52 0.70 0.45 0.49 0.52 0.32 0.34 -3.05 Pisang 0.01 0.08 0.10 0.56 0.41 0.44 0.25 187.05 Jamur 0.84 1.49 1.47 1.52 0.19 2.91 0.30 222.30 Mangga 0.02 0.01 0.10 0.45 0.69 0.87 0.95 279.78 Kentang 15.87 19.00 21.21 21,.29 21.51 32.23 31.36 13.32 Sumber: BPS, Jakarta 2005. Tabel 1 menunjukkan kecenderungan impor produk hortikultura yang semakin meningkat. Bawang putih salah satu yang mempunyai peningkatan volume impor yang semakin tinnggi. Jumlah impor bawang putih dari tahun 2000 hingga tahun 2006 mempunyai volume terbesar dibandingkan dengan produk pertanian lainnya yang mempunyai volume impor relatif kecil. Tahun 2000 besarnya volume impor bawng putih sebesar 174.04 ribu ton dan pada tahun 2006 sebesar 295.06 ribu ton. Perkembangan volume impor bawang putih cenderung meningkat dari tahun ke tahun dilihat dari laju permintaan bawang putih impor yaitu sebesar 9,40 persen pertahun tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan komoditas hortikultura yang lainnya. Peningkatan volume impor bawang putih terbesar di Indonesia terjadi pada tahun 2005 yaitu meningkat sebesar 39,56 ribu ton dari tahun sebelumnya. Ketergantungan Indonesia terhadap bawang putih impor menjadikan Indonesia sebagai konsumen bawang putih dipasar Internasional. Kebutuhan akan bawang putih di Indonesia pada tahun 2005 sebesar 80 persen dipenuhi oleh bawang putih impor, terutama impor bawang putih asal Cina Laporan Perekonomian Indonesia, BPS, 2006. Banyaknya bawang putih impor masuk ke Indonesia menunjukkan bahwa ketergantungan impor bawang putih di Indonesia sangat tinggi. Bawang putih merupakan tanaman rempah yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia secara masal. Peningkatan permintaan bawang putih impor dikarenakan meningkatnya konsumsi akan bawang putih. Kegunaan bawang putih tidak hanya dikonsumsi dalam bentuk segar tetapi juga dalam bentuk olahan, sementara produksi dalam negeri tidak mampu memenuhinya. Permintaan bawang putih dalam negeri berasal dari permintaan berupa bawang putih segar. Permintaan bawang putih segar digunakan untuk konsumsi dalam bentuk segar sebagai bumbu masakan dan dalam bentuk olahan sebagai bahan obat-obatan dalam bentuk ekstrak bawang putih. Kecenderungan produksi dan konsumsi bawang putih yang tidak seimbang dimana konsumsi lebih tinggi dibandingkan dengan produksinya meyebabkan terjadinya defisit produksi Tabel 2. Defisit produksi yang terjadi akan mendorong untuk melakukan impor untuk memenuhi kekurangan dari konsumsi tersebut sehingga konsumsi dapat terpenuhi. Suatu negara akan melakukan impor suatu komoditas apabila produksi dari komoditas tersebut tidak dapat memenuhi konsumsi untuk komoditas tersebut, seperti halnya negara Indonesia terhadap komoditi bawang putih dimana produksi bawang putih tidak dapat memenuhi konsumsi yang ada. Tabel 2 menunjukkan bahwa terjadi defisit produksi yang semakin tinggi di Indonesia dari tahun ke tahun. Pada tahun 1998 Indonesia mulai mengalami defisit produksi sebesar 19,26 ribu ton dan terus mengalami defisit hingga tahun 2006 sebesar 242,23 ribu ton. Tahun 2005 merupakan defisit tertinggi delapan tahun terakhir sebesar 284,74 ribu ton. Menurunnya produksi bawang putih setiap tahunnya, menyebabkan terjadinya defisit, sehingga peluang impor di Indonesia terbuka lebar untuk mengisi kekurangan permintaan yang ada di dalam negeri. Tabel 2. Produksi dan Konsumsi Bawang Putih di Indonesia, Tahun 1998-2006 Ribu Ton Tahun Produksi Bawang Putih Laju Produksi th Konsumsi Bawang Putih Lokal Laju Konsumsi th Defisit Produksi Laju th 1998 105.84 125.10 - 19.26 1999 62.22 -41.21 136.64 9.22 - 74.42 286.40 2000 59.01 -5.16 146.84 7.46 - 87.83 18.52 2001 49.57 -16.00 157.34 7.15 - 107.77 22.70 2002 46.39 -6.42 208.70 32.64 - 162.31 50.61 2003 38.96 -16.02 272.56 30.60 - 233.97 44.15 2004 28.85 -25.95 279.87 2.68 - 251.02 7.29 2005 20.73 -28.14 305.47 9.15 - 284.74 13.43 2006 20.09 -3.09 262.31 -14.13 - 242.23 -14.93 Sumber: Dirjen Tanaman Pangan dan Hortikultura, Jakarta 2006, diolah. Perkembangan konsumsi bawang putih di Indonesia yang terus meningkat tidak diiringi dengan perkembangan produksi dalam negeri yang cenderung produksinya semakin menurun dari tahun ke tahun. Laju produksi bawang putih yang bernilai negatif menunjukkan bahwa produksi cenderung turun. Perkembangan produksi bawang putih di Indonesia semakin jauh dari harapan yang diinginkan dengan adanya liberalisasi perdagangan perdagangan bebas. Produk bawang putih lokal sulit untuk bersaing dengan bawang putih impor dalam hal kualitas tampilan dan harga. Harga bawang putih lokal lebih mahal dibandingkan dengan harga bawang putih impor. Penyebab rendahnya produksi bawang putih lokal diantaranya dikarenakan luas lahan dan produktivitas hasilnya yang rendah Tabel 3 dan 4. Menurut Wibowo 2006, kualitas bibit bawang putih yang digunakan rendah, penyakit yang sering menyerang bawang putih terutama jamur dan virus, lingkungan tumbuh yang kurang optimum serta tingginya kehilangan hasil akibat teknik penyimpanan umbi yang kurang memadai juga menjadi penyebab rendahnya produksi bawang putih di Indonesia. Hal tersebut yang menyebabkan penurunan produksi bawang putih lokal yang dialami petani bawang putih di Indonesia pada umumnya. Biaya produksi untuk bawang putih di Indonesia masih sangat tinggi dan dalam pengerjaannya masih secara tradisional, sehingga dalam hal kualitas dan kuantitas hasil sulit untuk bersaing dengan produk bawang putih impor. Biaya produksi tinggi dan produktivitasnya rendah maka produksi yang dihasilkan rendah, hal ini membuat harga bawang putih lokal menjadi mahal. Harga mahal untuk bawang putih lokal dikarenakan untuk menutupi biaya produksi yang ada. Tabel 3 menunjukkan rata-rata luas panen komoditas bawang putih dari enam pulau besar di Indonesia yaitu pulau Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua serta Kalimantan. Rata-rata luas panen untuk bawang putih cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Rata- rata luas panen tiap tahunnya di Pulau Jawa lebih tinggi tetapi dengan luas panen yang semakin menurun. Menurunnya luas panen disebabkan karena petani lebih memilih menanam komoditas lain yang lebih menjanjikan keuntungan. Bawang putih mempunyai harga yang lebih tinggi tetapi sulit bersaing. Tabel 3. Rata-rata Luas Panen Bawang Putih di Enam Pulau Besar di Indonesia, Tahun 2001-2006 Rata-rata Luas Panen Ha Wilayah 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Laju tahun Sumatera 1.630 1.729 2.204 1.610 723 289 23,69 Jawa 6.046 4.678 3.318 2.179 1.101 1.281 23,83 Bali dan Nusa Tenggara 1.244 1.249 752 1.098 1.248 1.284 4,63 Kalimantan 4 4 8 16,67 Sulawesi 146 112 9 39 51 119 76.44 Maluku dan Papua 213 155 62 153 165 15,88 Total Indonesia 9.279 7.923 6.345 4.930 3.280 3.146 18,88 Sumber: BPS, Jakarta 2006 diolah Tabel 4 menunjukkan rata-rata hasil panen bawang putih di Indonesia. Rata-rata hasil panen untuk bawang putih di Indonesia pertumbuhannya relatif berfluktuatif. Rata-rata hasil panen tertinggi untuk bawang putih terdapat di Pulau Sumatera, dengan luas lahan yang relatif lebih sempit dibandingkan dengan Pulau Jawa namun rata-rata hasil panennya lebih tinggi. Daerah Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua serta Bali dan Nusa Tenggara mempunyai presentase rata-rata hasil panen yang lebih kecil. Tabel 4. Rata rata Hasil Panen Bawang Putih di Enam Pulau Besar di Indonesia, Tahun 2001-2006 Rata-rata Hasil Panen TonHa Wilayah 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Laju tahun Sumatera 5,40 7,20 7,20 7,45 7,26 6,59 5,01 Jawa 6,50 5,90 6,00 6,26 5,07 4,99 4,76 Bali dan Nusa Tenggara 0,80 4,90 3,60 2,85 7,17 7,86 125,27 Kalimantan 0,00 0,00 0,00 1,00 0,75 1,69 16,72 Sulawesi 1,30 1,00 7,70 1,72 2,50 3,40 130,12 Maluku dan Papua 0,60 2,20 5,70 0,00 5,45 7,83 93,88 Total Indonesia 14,60 21,20 30,20 19,28 28,20 32,36 22,50 Sumber: BPS, Jakarta 2006 diolah. Rata-rata luas panen dan rata-rata hasil panen dapat pula dilihat dari lajunya dalam persen pertahun Tabel 3 dan 4. Laju rata-rata luas panen untuk pulau Sumatera, Jawa serta Maluku dan Papua cenderung mengalami penurunan begitu juga dengan rata-rata hasil panennya. Penurunan terjadi karena banyak petani bawang putih yang beralih ke komoditas yang lain yang lebih menjanjikan dari segi keuntungan, sehingga luas lahan yang dibudidayakan untuk bawang putih semakin menurun. Tabel 5 menunjukkan negara-negara pengekspor bawang putih terbesar ke Indonesia. Negara-negara tersebut diantaranya adalah Cina, Hongkong, Malaysia, Thailand dan Singapore. Impor bawang putih terbesar Indonesia berasal dari negara Cina dibandingkan dengan negara lainnya. Produk pertanian termasuk bawang putih impor dari negara-negara ASEAN dan Cina banyak masuk ke pasar Indonesia setelah pemerintah membebaskan bea masuk komoditas pertanian, yaitu sejak tahun 2005. Keadaan ini mengancam usaha petani bawang putih karena sebelum pemerintah memberlakukan pembebasan bea masuk volume impor bawang putih sudah sangat besar Tabel 1. Cina mulai masuk ke pasar ASEAN sebagai kekuatan baru dalam persaingan perdagangan internasional terutama dalah hal produk pertanian. Tabel 5. Negara-negara Pengekspor Bawang Putih Terbesar ke Indonesia, Tahun 2002-2006 ribu ton Berat Bersih Negara Asal 2002 2003 2004 2005 2006 Laju th Cina 212.22 214.82 240.64 274.31 284.26 7.77 Hongkong 1.67 1.22 0.25 1.99 1.32 138.97 Malaysia 1.23 0.71 1.17 3.66 3.75 59.45 Thailand 0.01 0.42 0.57 1.99 1.57 1090.93 Singapore 0.63 0.12 0.55 1.34 1.97 117.08 Sumber: BPS, Jakarta 2006 Volume impor bawang putih dari Cina semakin meningkat dari tahun ke tahun. Impor dari Cina menunjukkan nilai yang tertinggi yaitu 284,255 ribu ton pada tahun 2006 Tabel 6. Bawang putih asal Cina mempunyai tampilan yang lebih bagus dan harga yang lebih murah dibandingkan bawang putih lokal, sehingga lebih dipilih oleh konsumen. Hongkong, Malaysia, Thailand dan Singapore merupakan negara pengekspor bawang putih dengan volume ekspor kecil, hal ini disebabkan volume impor bawang putih dari Cina mendominasi pasar Indonesia. Bawang putih yang merupakan tanaman asli dari subtropis, membuat cocok tumbuh di Cina dan menyebabkan Cina kelebihan produksi sehingga harus di ekspor. Tabel 6. Persentase Impor Bawang Putih Indonesia Asal Cina, Tahun 2000-2006 Tahun Total Impor Ribu Ton Ribu Ton 2000 174.03 141.67 81 2001 205.4 178.95 87 2002 226.08 212.21 94 2003 218.53 214.82 98 2004 243.72 240.63 99 2005 283.28 274.31 97 2006 295.05 283.25 96 Sumber: BPS, Jakarta 2006, diolah.

1.2. Perumusan Masalah