VI. PERUMUSAN S TRATEGI BERSAING
6.1 Visi dan Misi Vin’s Berry Park
Vin’s Berry Park adalah suatu organisasi berorientasi profit yang memiliki
visi untuk memelihara kelestarian lingkungan dan menjadi agrowisata pilihan utama konsumen diantara industri pariwisata agrowisata yang ada. Visi ini
cukup challenging mengingat Vin’s Berry Park baru beberapa bulan menjalani usaha agrowisata. Namun visi ini masih feasible untuk dilakukan mengingat
agrowisata ini masih bisa berkembang luas. Vin’s Berry Park
mencanangkan tujuh misi yaitu: 1 Membangun usaha untuk mendapatkan income devisa dalam rangka menunjang program pemerintah
di sektor pariwisata; 2 Menjaga citra perusahaan dengan menjalankan usaha dengan maksimal; 3 Menciptakan lapangan pekerjaan; 4 Membuat dan
memperkenalkan kepada masyarakat mengenai budidaya tanaman hortikultura dengan benar; 5 Memberikan kepuasan kepada pengunjung; 6 Meningkatkan
daya saing melalui pelayanan dan harga yang kompetitif; dan 7 Mengembangkan SDM.
Visi dan misi ini menunjukkan bahwa Vin’s Berry Park berusaha untuk mendapatkan profit melalui kepuasan pengunjung.
6.2 Analisis Lingkungan Umum
Analisis lingkungan umum mencoba menganalisis pengaruh faktor eksternal terhadap Vin’s Berry Park yaitu: 1 politik dan hukum; 2 ekonomi; 3
sosial dan budaya; serta 4 teknologi.
6.2.1 Politik dan .Hukum
Kebijakan Pemerintah melalui Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Depbudpar RI dalam memfasilitasi perkembangan industri pariwisata Indonesia
diungkapkan dalam rencana strategi 2005-2009.
8
Didalamnya terdapat beberapa program yang memiliki keterkaitan dengan usaha yang dilakukan Vin’s Berry
Park yakni: 1 Pemberian perhatian khusus kepada pengembangan kawasan
ekowisata dan wisata bahari, terutama di lokasi- lokasi yang mempunyai potensi obyek wisata alam bahari yang sangat besar; 2 Pengembangan Litbang dan
pengembangan SDM dalam bentuk joint research, dual-training serta aliansi strategis terutama dengan lembaga sejenis di luar negeri; 3 Mendorong
pengembangan daya tarik wisata unggulan di setiap propinsi “one province one primary tourism destination
” secara bersama dengan pemerintah daerah, swasta dan masyarakat; 4 pemberian insentif dan kemudahan bagi pelaku usaha
pariwisata dalam membangun produk pariwisata daya tarik dan sarana pariwisata; dan 5 Fasilitasi pemasaran paket-paket wisata dan jaringan
distribusinya Vin’s Berry Park
dapat memanfaatkan dukungan pemerintah diatas untuk mengembangkan keunggulan bersaing usahanya.
a. Stabilitas Politik Nasional
Persiapan Pemilu 2009 membawa kecenderungan berkurangnya stabilitas politik yang selama ini memang tidak sestabil dulu.
9
Implikasi bagi Vin’s Berry Park
adalah isu mengenai keamanan dalam berwisata dan konsistensi kebijakan
8
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI.Rencana Strategis Depbudpar 2005-2009. www.depbudpar.go.id
9
Pemilu 2009 Pemerintah Harus Jadikan 2007 Tahun Terakhir Bekerja. www.kompas.on-line
yang dikeluarkan pemerintah. Persaingan para partai politik untuk menyongsong pemilu 2009 berpotensi menimbulkan perselisihan bahkan sampai pada kerusuhan
yang meyebabkan rasa aman dalam melakukan rekreasi dapat berkurang. Sementara perubahan yang harus diantisipasi Vin’s Berry Park terjadi ketika
pemilu 2009 datang menyangkut seperti apa dan seberapa besar komitmen dan dukungan pemerintah dimasa yang akan datang terhadap perkembangan
pariwisata dibandingkan saat ini.
b. Kebijakan Pemerintah Daerah Jawa Barat
Pada tahun 2006 lalu pemerintah daerah Jawa Barat melakukan penataan fasilitas pada beberapa perkebuna n yang ada agar memiliki daya tarik sebagai
sebuah agrowisata. Penataan fasilitas ini adalah bagian dari program dinas budaya dan pariwisata Jawa barat dalam rangka pengembangan perkebunan di kawasan
Jawa Barat.
10
Sasarannya adalah mengembangkan area perkebunan menjadi sebuah kawasan agrowisata. Program ini dilatarbelakangi oleh keinginan
pemerintah daerah Jawa Barat untuk memanfaatkan sumber daya perkebunan untuk kepariwisataan mengingat memiliki potensi besar dalam menyerap tenaga
kerja dan menambah penghasilan daerah. Pengembangan areal perkebunan menjadi kawasan agrowisata sudah dilaksanakan di Bogor, Subang dan
Purwakarta dengan komoditi yang menonjolnya adalah teh. Di ketiga wilayah tersebut, agrowisata dilaksanakan di areal perkebunan rakyat, perkebunan besar
swasta dan PTPN. Ke depan, pengembangan areal perkebunan menjadi kawasan agrowisata juga akan dikembangkan di kota kabupaten lainnya di Jabar.
10
Areal Perkebunan Potensial dikembangkan menjadi Agrowisata . www.jabar.go.id
Kedepannya tidak menutup kemungkinan jika komoditi stroberi yang kini semakin berkembang akan menjadi sasaran program ini.
c. Dukungan Asosiasi Wisata Agro Indonesia AWAI
Asosiasi Wisata Agro Indonesia AWAI saat ini sedang mengembangkan Dewan Perwakilan Daerah untuk membantu perngembangan agrowisata-
agrowisata pada wilayah-wilayah yang sudah ditetapkan.
11
Peran DPD ini adalah menjadi perpanjangan tangan AWAI untuk mengatasi masalah-masalah yang
terkait dengan wisata agro. Kemudian Peran AWAI adalah memfasilitasi perbaikan untuk permasalahan yang timbul bersama dengan Departemen
Pertanian komisi wisata agro, dalam hal ini mengadakan kunjungan dan lokakarya di agrowisata-agrowisata yang membutuhkan bantuan. Berbagai pelatihan SDM
seperti pelatihan pemandu, customer service juga dapat difasilitasi.
6.2.2 Ekonomi
a. Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah
Selama lima tahun terakhir kita merasakan pergerakan nilai tukar yang berubah-ubah dan mengalami depresiasi terbesar pada tahun 2001 dan 2005.
Penyebabnya adalah lemahnya perdagangan, minimnya aliran dana non-domestik dan kenaikan harga BBM. Ekspektasi para pelaku ekonomi atau sentimen pasar
terhadap gejolak ekonomi dan politik yang terjadi juga mempengaruhi kondisi nilai tukar rupiah, ekspektasi yang buruk terhadap nilai tukar akan menyebabkan
para pengusaha menetapkan harga tinggi sehingga menyebabkan daya saing
11
Zulkifli Siregar. Manajemen,karakteristik dan Informasi:Faktor Kunci Pengembangan Wisata Agro Indonesia.
Buletin Kawasan edisi 14 tahun 2005.
produk Indonesia lemah dan akhirnya makin memperburuk penguatan nilai tukar rupiah seperti yang telah terjadi pada tahun 2005 lalu ketika harga BBM naik.
12
Tabel 13. Peringkat Daya Saing Indonesia
No Negara
1998 2000
2001 2002
2003 2004
2005 1
USA 1
1 1
1 1
1 1
2 Singapura
2 2
3 8
4 2
3 3
Malaysia 12
26 28
24 21
16 28
4 Korea
36 29
29 29
37 35
29 5
Jepang 20
21 23
27 25
23 21
6 Cina
21 24
26 28
29 24
31 7
Thailand 41
31 34
31 30
29 27
8 Indonesia
40 43
46 47
57 58
59 9
Argentina -
42 45
48 58
59 58
10 Venezuela
- 46
49 46
59 60
60 Jumlah negara n
n=49 n=49
n=49 n=49
n=59 n=60
n=60 Sumber: LP3E Kadin Indonesia
Perilaku gejolak nilai tukar ini diukur melalui tingkat volatilitas, volatilitas menunjukkan kecenderungan nilai tukar untuk berubah. Selama tahun 2001-2006
ada perubahan volatilitas yang bersifat temporer, ini menunjukkan bahwa sentimen pasar masih ada namun hanya sementara. Tindakan seperti menaikkan
harga terlalu tinggi akibat ekspektasi negatif terhadap kondisi ekonomi atau politik yang menyebabkan volatilitas masih terjadi. Indikator ekonomi Nilai
Tukar 2007 mengacu kepada Departemen keuangan dan Kemenneg PPN Bappenas diperkirakan akan mencapai Rp 9.300US dollar. Pemantauan kondisi
ekonomi makro terkini juga menunjukkan adanya gejolak penurunan IHSG sampai ke level 1.710,367 dan penurunan harga minyak sampai di bawah US60
per barel. Itu menunjukkan volatilitas masih terus berlangsung.
13
12
Mahyus Ekananda.Komentar Ekonomi: Stop Overreaktif, Nilai Tukar Akan Stabil. www.warta ekonomi.com
13
ibid
Gambar 6.
Sumber: LP3E Kadin Indonesia
a. Akses Tol Cipularang
Pembukaan tol Cipularang beberapa tahun yang lalu telah memberi dampak ekonomi yang cukup baik terutama bagi para pelaku usaha yang
berdomisili di Bandung, Subang dan sekitarnya. Perjalanan Jakarta-Bandung yang umumnya membutuhkan waktu 3,5 - 4 jam dapat dilakukan hanya dalam waktu
dua jam saja berkat adanya tol Cipularang ini. Bagi Vin’s Berry Park pembukaan tol Cipularang ini telah memudahkan mereka dalam memperluas jangkauan
pemasaran hingga ke Jakarta. Kedepannya dengan adanya tol Cipularang ini diharapkan membantu Vin’s Berry Park mendatangkan konsumen yang lebih
banyak dari Jakarta.
b. Pertumbuhan PDRB dan Laju Inflasi
Pertumbuhan PDB Indonesia 2003-2005 menunjukkan perkembangan riil, meskipun dikejutkan oleh inflasi yang tinggi pada tahun 2005. Inflasi yang
melonjak pada 2005 akan membawa potensi menurunya daya beli masyarakat, terutama pada golongan menengah ke bawah. Apabila pendapatan riil berkurang
dapat berakibat kepada turunnya pengeluaran untuk rekreasi, sehingga akan membawa ancaman bagi industri agrowisata.
Tabel 14. Pertumbuhan PDB Nasional Triliun
Produk Domestik Bruto 2003
2004 2005
Current Price 2013,7
2273,4 2729,7
Constan price 1577,2
1656,8 1749,6
Growth Rate 4,78
5,05 5,60
Inflasi nasional 5,06
6,40 17,11
Sumber: BPS,2006
Pertumbuhan PDRB Jawa Barat dan DKI Jakarta periode 2002-2004 cukup baik dari sisi current prices maupun constant prices, namun perkembangan
inflasi di Bandung yang melonjak sampai 19,58 pada 2005 membawa potensi menurunnya daya beli masyarakat dan alokasi pengeluaran untuk rekreasi.
Lonjakan inflasi di Jakarta agak lebih rendah dibanding Bandung, pertumbuhan PDRB Jakarta lebih tinggi dan kebiasaan penduduk Jakarta untuk berekreasi
keluar kota, membuat pengunjung dari Jakarta akan menjadi pasar yang lebih prospektif untuk agrowisata di Bandung dan sekitarnya.
Tabel 15. Inflasi 2001-2005
Inflasi 2001
2002 2003
2004 2005
Jakarta 11,52
9,08 5,78
5,87 16,08
Bandung 11,61
11,97 5,69
7,56 19,58
Denpasar 11,52
12,49 4,56
5,97 11,31
Nasional 12,55
10,03 5,06
6,40 17,11
Sumber: BPS,2006
Tabel 16 Pertumbuhan PDB Current Prices Triliun rupiah
Produk Regional Bruto 2002
2003 2004
Jawa Barat 241,4
270,7 305,3
DKI Jakarta 300,0
334,4 377,2
Jawa 1038,7
1164,4 1314,1
Bali 23,9
26,2 29,0
Indonesia 1863,3
2045,9 2303,0
Sumber:BPS,2006
Mengakhiri tahun 2006 inflasi pada bulan Desmber mencapai 1,21 persen. Secara keseluruhan tingkat inflasi pada tahun 2006 mencapai 6,6 persen yang jauh
lebih rendah dari inflasi pada tahun 2005 sebesar 17,11 persen. Namun inflasi yang rendah ini tidak langsung menggambarkan lebih baiknya tingkat
kesejahteraan masyarakat sepanjang tahun 2006.
14
Kenaikan harga beras dan beberapa kebutuhan pokok masyarakat, khususnya menjelang akhir tahun 2006,
sangat memberatkan kehidupan masyrakat. Lebih- lebih bagi mereka yang menjadi korban bencana alam di berbagai tempat di Indonesia sepanjang tahun 2006 lalu.
Tabel 17. Pertumbuhan PDB-Constant Prices Triliun rupiah
Produk Regional Bruto 2002
2003 2004
Jawa Barat 211,4
226,0 232,2
DKI Jakarta 250,3
263,7 279,1
Jawa 867,2
910,1 960,5
Bali 18,4
19,1 20,0
Indonesia 1506,1
1579,6 1660,6
Sumber:BPS,2006
14
Evaluasi Ekonomi 2006 dan Prospek 2007. LP3E-Kadin Indonesia
Perkembangan harga barang diawal 2007 menunjukkan adanya kenaikan. Berdasarkan hasil pemantauan BPS di 45 kota pada bulan Januari 2007 terjadi
inflasi 1,04 persen.
15
Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada semua kelompok barang dan jasa seperti
terlihat dalam Tabel 18.
Tabel 18. Sumbangan Kelompok Pengeluaran thd. Inflasi Nasional Januari 2007
Kelompok Pengeluaran Andil Inflasi
Umum 1,04
1. Bahan Makanan 0,69
2. Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 0,15
3. Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 0,17
4. Sandang -0,01
5. Kesehatan 0,02
6. Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga 0,00
7. Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 0,02
Sumber: BPS,2007
d. Sektor Perbankan
Sektor perbankan adalah salah satu sektor yang dianggap membawa pengaruh negatif terhadap perputaran roda ekonomi Indonesia. Dari data pada
Gambar 7 terlihat bahwa jumlah dana yang masuk ke sektor perbankan dan kredit yang disalurkan terus mengalami peningkatan. Namun penyaluran kredit yang
dilakukan masih lamban dan minim merujuk pada nilai LDR yang masih disekitar angka 60 persen. Persoalan lamban dan minimnya kredit disebabkan karena bank-
bank sulit menemukan nasabah yang sesuai untuk didanai. Peran intermediasi bank dirasakan sangat kurang. Hal ini merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan perkembangan investasi untuk sektor riil minim sekali sehingga para pengusaha sulit untuk mengembangkan atau sekedar mempertahankan
eksistensinya dalam dunia usaha.
15
Perkembangan Indeks Harga KonsumenInflasi. BPS, 1 Februari 2007
Gambar 7.
Sumber:LP3E Kadin Indonesia
Bagi Vin’s Berry Park yang berlokasi di Kabupaten Bandung hal tersebut memperburuk keadaaan lingkungan usahanya karena menurut penelitian yang
dilakukan oleh Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah KPPOD mengenai daya saing investasi di 228 daerah 169 Kabupaten 59 Kota
berdasarkan persepsi dunia usaha, Kabupaten Bandung menempati posisi 106 dengan peringkat “D” artinya dalam sejumlah faktor yang menentukan investasi
seperti kepastian hukum, kesiapan infrastruktur, biaya tenaga kerja dsb Kabupaten Bandung jauh dari memuaskan dibanding daerah-daerah lain.
6.2.3 Sosial dan Budaya
Perubahan sosial budaya yang perlu mendapatkan perhatian adalah perubahan pada pola konsumsi wisatawan yang sedang berkembang saat ini. Pola
konsumsi wisatawan mulai bergeser dari mass tourism ke niche tourism yang berbasis lingkungan atau yang lebih populer dikenal masyarakat dengan istilah
pola wisata back to nature. Tren back to nature ini menggambarkan bahwa saat ini terdapat kecenderungan berkembangnya gaya hidup dan kesadaran baru akan
penghargaan yang lebih dalam antara hubungan manusia dengan alamnya.
16
Para wisatawan tidak lagi menginginkan wisata yang santai dan hanya sekedar
menikmati pemandangan yang indah dan udara sejuk saja namun mereka menginginkan pola wisata yang lebih tinggi yang walaupun tetap santai namun
dengan selera yang lebih tinggi yakni menikmati produk atau kreasi budaya dan nature
atau ekowisata suatu daerah yang memiliki keunikan khas yang jarang ditemukan pada aktivitas kehidupan sehari- hari.
Salah satu kebiasaan wisata yang sering kita temui adalah kebiasaan untuk melakukan wisata secara berombongan. Sekolah-sekolah, perguruan tinggi, kantor
maupun instansi secara umum memiliki agenda tahunan atau tengah tahunan untuk melakukan rekreasi dengan motivasi dan tujuan yang berbeda-beda baik
dalam rangka karyawisata sekolah, atau hanya sekedar untuk melakukan rekreasi sambil meningkatkan keakraban diantara karyawan perusahaan. Kedepannya tren
ini sepertinya akan terus berlanjut dan merupakan peluang yang besar untuk diambil oleh pengusaha wisata di Indonesia mengingat banyaknya jumlah
sekolah, perguruan tinggi dan instansi yang ada.
16
I Gusti Bagus Rai Utama. Agrowisata bagian dua . www.raiutama.biogsource.com
Khusus bagi Vin’s Berry Park, salah satu fenomena lingkungan yang berpengaruh besar pada jumlah kunjungan konsumennya adalah bencana alam
banjir yang melanda kota Jakarta. Vin’s Berry Park yang membidik pasar Jakarta dan Bandung mengalami penurunan konsumen yang drastis ketika banjir melanda
kota Jakarta. Persoalan banjir ini kedepannya masih akan terjadi dan harus diantisipasi oleh Vin’s Berry Park.
6.2.4 Teknologi
Usaha stroberi yang saat ini berkembang dengan pesat di beberapa daerah seperti Ciwidey dan Lembang Bandung, Cipana s Cianjur, Batu Malang Jatim
dan Bedugul Bali walupun tidak semua menggunakan bibit impor, mengadopsi pola tanam dan sistem budidaya stroberi yang berasal dari California, Amerika
Serikat yang merupakan negara penghasil stroberi terbesar didunia. Amerika Serikat selama ini memang mendominasi produk stroberi segar dunia, namun
dalam tiga tahun terakhir nama Israel mulai diperhitungkan sebagai salah satu negara penghasil stroberi. Israel bahkan mulai menguasai pasar Eropa.
Perkembangan Israel yang begitu pesat terjadi karena ditemukannya suatu inovasi teknologi budidaya stroberi dengan sistem gantung.Israel memiliki suatu
permasalahan dalam menanam stroberi dengan metode konvensional seperti yang dilakukan di California yakni maslah kontaminasi pasir dan jamur. Sehingga
muncul ide untuk menanam stroberi dengan sistem gantung pada ketinggian dalam rumah kaca green house.
17
17
Syarifah. Melalui Inovasi Tekonologi Sistem Gantung, Israel Sukses Kembangkan Stroberi. www.pikiran-rakyat.comcetak200606200608cakrawalaprofil01.htm
Meski membutuhkan investasi yang lebih besar dari sistem konvensional, namun produksinya jauh melampaui harapan. Sistem gantung mampu
meningkatkan produksi stroberi secara signifikan. Dalam satu dunam—satuan luasan budi daya stroberi Israel—sistem penanaman rambat konvensional hanya
mampu menghasilkan produksi 6-7 ton. Sedangkan pada sistem gantung, bisa menghasilkan produksi hingga 12 ton.
6.3 Analisis Industri