23 d. Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada
melakukan tugas yang harus dikerjakan. Seorang prokrastinator menggunakan waktunya dengan melakukan aktivitas lain yang lebih
menyenangkan dan tidak segera mengerjakan, seperti: membaca
koran, majalah, atau buku cerita lainnya, nonton, ngobrol, jalan, mendengarkan musik, games dan sebagainya, sehingga waktunya
terbuang sia-sia.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri prokrastinator merujuk pada pendapat Schouwenburg, yaitu menunda untuk mulai
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang dihadapi, keterlambatan atau kelambanan mengerjakan tugas, kesenjangan waktu antara rencana dengan
kinerja aktual, dan menggunakan waktunya dengan melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan.
5. Teori Prokrastinasi Akademik
Beberapa teori yang menjadi dasar perkembangan prokrastinasi akademik, antara lain:
a. Teori Psikodinamik Teori psikodinamik menjelaskan bahwa pengalaman pada masa
kanak-kanak berpengaruh terhadap perkembangan proses kognitif ketika dewasa. Menurut Freud dalam M. Nur Ghufron, 2003: 24
bahwa konsep tentang penghindaran dalam tugas mengatakan bahwa seseorang yang dihadapkan tugas yang mengancam ego pada alam
bawah sadar akan menimbulkan ketakutan dan kecemasan. Hal ini bisa
24 diakibatkan karena trauma yang pernah terjadi pada masa lalu akan
pengalaman kegagalan yang tidak menyenangkan terhadap suatu tugas tertentu. Oleh karena itu mahasiswa akan cenderung menghindari tugas
yang mengancam ego sebagai bentuk mekaninsme pertahanan diri dan perilaku prokrastinasi merupakan akibat dari penghindaran tugas yang
dirasa sulit. b. Behavioristik
Dari sudut pandang teori behavioristik, perilaku prokrastinasi akademik muncul karena akibat dari proses pembelajaran atas
punishment atau reward yang didapat. Punishment yang tidak memberikan konsekuensi jera menyebabkan terjadinya perilaku
prokrastinasi akademik. Akan tetapi menurut pandangan reinforcement prokrastinator tidak pernah atau jarang menerima hukuman atas
perilaku yang dilakukan, Ferrari dkk, dalam Rumiani, 2006: 38. Menurut Mc Cown dan Johnson dalam M. Nur Ghufron dan
Rini Risnawati, 2010: 37, adanya obyek lain yang memberikan reward lebih menyenangkan daripada obyek yang diprokrastinasi,
dapat memunculkan perilaku prokrastinasi akademik. Keberhasilan yang didapat karena penundaan yang dilakukan, akan cenderung
diulanginya lagi. Bahkan prokrastinator merasa diuntungkan karena meski ditunda toh pada akhirnya tugas yang diberikan selesai juga.
Menurut Dossett dkk, dan Bijou dkk, dalam M. Nur Ghufron, 2003:
25 25 bahwa kondisi lingkungan yang lenient atau yang rendah
pengawasan juga memicu munculnya perilaku prokrastinasi akademik. c. Teori Cognitive dan cognitive behavioral
Menurut pandangan ini menjelaskan bahwa perilaku menunda akibat kesalahan dalam berpikir atau pemikiran irasional dalam
mempersepsikan suatu tugas seperti perasaan takut gagal untuk menyelesaikan tugas, Ellis dan Knaus, 1977; Solomon dan Rothblum,
1984 dalam Rumiani, 2006: 4. Lebih lanjut, menurut M. Nur Ghufron 2003: 26 kegagalan yang berlebihan fear of failure dapat
menyebabkan seseorang menunda, karena takut jika gagal menyelesaikannnya sehingga menimbulkan pemikiran negatif.
Keyakinan irrasional yang memandang suatu tugas sebagai suatu yang berat sesuatu yang berat dan tidak menyenangkan aversiveness of the
task. Dengan demikian disimpulkan bahwa perkembangan perilaku
prokrastinasi akademik mengacu pada teori psikodinamik, behavioristik, dan cognitive behavioral. Psikodinamik menekankan perilaku yang
mengancam ego, sehingga individu akan menghindari dan menjauhkan diri suatu hal yang menimbulkan ketakutan dan kecemasan. Teori
behavioristik menekankan pada proses pembelajaran atas hukuman dan ganjaran yang diterima. Hukuman yang tidak memberi konsekuensi jera
dan keberhasilan yang dicapai karena menunda memunculkan perilaku prokrastinasi. Dari sudut pandang cognitive dan cognitive behavioral,