Teori Prokrastinasi Akademik Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi

27 prokrastinasi seseorang, Janssen dan Carton dalam Nela Regar Ursia, dkk., 2013: 2. Kualitas internal tersebut adalah rendahnya kontrol diri self control, self consciuous, self esteem, self efficacy, dan kecemasan sosial. Sedangkan, M. Nur Gufron 2003: 27 mengungkapkan faktor- faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik ada dua macam, yaitu faktor internal dan eskternal. a. Faktor internal, yaitu faktor dari dalam diri individu yang meliputi kondisi fisik dan psikologis. Kondisi fisik adalah keadaan fisik dan kesehatan individu yang mempengaruhi munculnya prokrastinasi adalah fatigue. Tingkat intelegensi tidak mempengaruhi adanya prokrastinasi, walaupun prokrastinasi sering disebabkan oleh keyakinan irrasional. Secara psikologis, trait kepribadian individu turut mempengaruhi terbentuknya prokrastinasi seseorang, seperti self regulation dalam kemampuan bersosial dan tingkat kecemasan dalam berhubungan sosial. Besarnya motivasi seseorang juga berpengaruh terhadap prokrastinasi secara negatif terutama motivasi intrinsik. Rendahnya kontrol diri juga berpengaruh terhadap kecenderungan perilaku prokrastinasi. b. Faktor eksternal, yaitu gaya pengasuhan orang tua dan lingkungan yang kondusif lenient. Tingkat pengasuhan ayah yang otoriter menyebabkan munculnya kecenderungan perilaku prokrastinasi yang kronis pada subyek wanita, namun gaya pengasuhan otoritatif tidak menyebabkan prokrastinasi. Pola pengasuhan Ibu memiliki 28 kecenderungan melakukan penghindaran yang menyebabkan anak wanitanya juga memiliki kecenderungan untuk melakukan penundaan avoidance procrastination. Kondisi lingkungan yang lenient rentan prokrastinasi akademik lebih banyak dilakukan pada lingkungan yang rendah dalam pengawasan daripada lingkungan yang penuh pengawasan. Tingkatan level sekolah, baik di desa maupun di kota tidak mempengaruhi perilaku munculnya perilaku prokrastinasi akademik seseorang. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi akademik dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dari luar dirinya, seperti pola asuh orang tua, teman dan lingkungan yang lenient. Selanjutnya, faktor internal lebih ke psikologis individu yang meliputi berbagai aspek, diantaranya seperti self control dan self efficacy.

B. Self Control 1. Pengertian Self Control

Di dalam kamus psikologi J.P Chaplin dalam Nova Forselina Putranty, 2012: 2 mengartikan self control merupakan suatu kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif. Goldfried dan Merbaum dalam M. N. Ghufron dan Rini Risnawita S, 2010: 22 mendefinisikan self control sebagai kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat 29 membawa individu ke arah konsekuensi positif. Individu dengan self control mampu mengarahkan tindakannya pada hal-hal yang dapat membuat diri individu berkembang menjadi lebih baik. Definisi lain menurut Rodin dalam Herlina Siwi Widiana dkk, 2004: 9 mengartikan self control sebagai perasaan dimana seseorang dapat membuat keputusan dan mengambil tindakan yang efektif untuk menghasilkan akibat yang diinginkan dan menghindari akibat yang tidak diinginkan. Definisi tersebut menekankan pada keyakinan individu bahwa dirinya mampu memutuskan tindakan yang dapat mencapai tujuan. Pendapat yang hampir sama juga dikemukakan oleh Lazarus dalam M. Nur Ghufron, 2003: 31 yang menggambarkan self control sebagai suatu keputusan individu yang melalui pertimbangan kognitif dapat menyatukan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti yang diinginkan. Pendapat Lazarus menekankan bahwa individu akan mempertimbangkan keputusannya terlebih dahulu sebelum bertindak sehingga apa yang akan dilakukan dapat membuat dirinya lebih baik seperti yang harapkan. Menurut Mahoney dan Thoresen dalam M. N. Ghufron dan Rini Risnawita S, 2010: 22, self control merupakan jalinan secara utuh integrative yang dilakukan individu terhadap lingkungannya. Pengertian tersebut menekankan bahwa perilaku individu akan berubah sesuai dengan situasi sosial dan menjadi lebih rensponsif. Individu dengan kontrol diri tinggi dalam situasi yang berbeda-beda akan sangat memperhatikan cara- 30 cara untuk berperilaku. Sementara menurut Kazdin dalam M. Nur Ghufron, 2003: 31 kontrol diri diperlukan untuk membantu individu dalam mengatasi keterbatasan kemampuan yang dimiliki dan membantu dalam mengatasi berbagai hal merugikan dirinya yang mungkin terjadi yang berasal dari luar. Artinya, kontrol diri dapat mengarahkan individu pada tindakan yang seharusnya sekalipun tidak memiliki kapasitas kemampuan yang lebih. Berbeda dengan Barkley; Hayes; Shallice Burgess dalam Muraven Slessareva, 2003: 894 yang mengemukakan bahwa individu menggunakan kontrol diri karena ingin mengikuti aturan atau menangguhkan apa yang bisa membuat mereka puas. Sedangkan individu yang tidak memiliki kontrol diri akan melakukan tindakan diluar kebiasaan dan berfokus dalam jangka pendek. Pendapat Barkley; Hayes; Shallice Burgess menekankan bahwa seseorang menggunakan kontrol diri karena ingin mengikuti aturan yang seharusnya, bukan pada kepuasan yang berorientasi pada jangka pendek. Definisi lain juga diungkapkan oleh Calhoun dan Acocella dalam M. N. Ghufron, 2003: 30 bahwa self control merupakan pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang atau serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri. Lebih lanjut Calhoun dan Acocella dalam M. N. Ghufron dan Rini Risnawita S, 2010: 23, menjelaskan dua alasan yang mengharuskan individu mengontrol diri secara kontinyu. Pertama, individu hidup bersama kelompok sehingga 31 dalam memuaskan keinginannya individu harus mengontrol perilakunya agar tidak mengganggu kenyamanan orang lain. Kedua, masyarakat mendorong individu untuk secara konstan menyusun standar yang lebih baik bagi dirinya, sehingga dalam rangka memenuhi tuntutan tersebut dibuatkan pengontrolan diri agar dalam proses pencapaian standar tersebut individu tidak melakukan hal-hal yang menyimpang. Lebih lanjut menurut Skiner dalam Herlina Siwi Widiana dkk, 2004: 9 bahwa: “Self control melibatkan tiga hal. Pertama, memilih dengan sengaja. Kedua, pilihan antara dua perilaku yang bertentangan; satu perilaku menawarkan kepuasan dengan segera, sedangkan perilaku yang lain menawarkan ganjaran jangka panjang. Ketiga, memanipulasi stimulus agar satu perilaku kurang mungkin dilakukan sedangkan perilaku yang lain lebih mungkin dilakukan.” Kontrol diri juga berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya, Hurlock dalam M. Nur Gfhufron, 2003: 35. Individu yang tidak mampu mengendalikan emosi akan mengikuti dorongan-dorongan yang membuat dirinya puas dengan tindakan yang dilakukan. Berdasarkan definisi yang dikemukakan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa self control merupakan suatu kemampuan untuk membimbing, mengatur dan mengendalikan tindakan-tindakan ke arah yang lebih baik atau konsekuensi positif dengan menekan impuls-impuls negatif yang membuat individu tidak berkembang. Hal tersebut menekankan kemampuan individu untuk bisa memutuskan suatu tindakan 32 dengan mempertimbangkan berbagai konsekuensi yang akan ditimbulkan kedepannya.

2. Aspek-Aspek Self Control

Menurut Tangney, Baumeister, Boone 2004: 311 self control terdiri atas lima aspek, yaitu: a. Self discipline, merupakan kemampuan individu dalam melakukan disiplin diri. Individu yang memiliki disiplin diri mampu memfokuskan diri saat melakukan tugas, mampu menahan diri dari hal-hal yang dapat mengganggu konsentrasi, mampu menampilkan kinerja yang baik. b. Deliberatenonimpulsive, yaitu kemampuan individu melakukan suatu tindakan berdasarkan pertimbangan, mengambil tindakan dengan hati- hati dan tidak terburu-buru. Individu yang tidak impulsive mampu bersikap tenang dalam mengambil keputusan dan bertindak. c. Healthy habits, yaitu kemampuan mengatur perilaku menjadi kebiasaan yang menyehatkan. Individu dengan healthy habits akan menolak sesuatu yang dapat menimbulkan dampak buruk bagi dirinya meskipun hal tersebut menyenangkan. Individu dengan healthy habits akan mengutamakan hal-hal yang memberikan dampak positif bagi dirinya meski dampak tersebut tidak diterima secara langsung. d. Work ethic yang berkaitan dengan penilaian individu terhadap regulasi diri mereka di dalam layanan etika kerja. Individu mampu menyelesaikan pekerjaan dengan baik tanpa dipengaruhi oleh hal-hal