79
Karena pada dasarnya motivasi tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dari tingkahlakunya. Baik dalam bentuk: tanggunggjawab,
prestasi yang dicapai, usaha mengembangkan diri maupun kemandiriannya dalam bekerja.
Kuat lemahnya motivasi kerja seseorang ikut menentukan besar atau kecil prestasinya. Melahirkan motivasi kerja hanya bisa dicapai dengan kesadaran
bersama dan pentingnya keberadaan Kepala Sekolah dalam memainkan perannya sebagai pemimpin yang mampu menunjukkan arah yang benar, sehingga dapat
membantu atau membimbing perkembangan kelompok ke tahap kedewasaan atau kemandirian dan bertanggungjawab. Motivasi kerja guru akan bermakna bila
dibarengi dengan niat yang bersih dan ikhlas. Selalu menyadari kekurangan yang ada pada dirinya sehingga ia berupaya untuk dapat meningkatkan kekurangan
sebagai upaya peningkatan ke arah yang lebih baik. Dan menyadari kelebihan yang ada untuk selanjutnya ia kembangkan lagi. Agar upaya memotivasi kerja
guru dapat berhasil dengan baik, maka kerjasama antara guru dan Kepala Sekolah menjadi hal yang penting.
2.4 Kepemimpinan Transformasional dan Kepemimpinan
Transaksional dalam Hubungannya dengan Motivasi Kerja
Masa depan merupakan sesuatu yang penuh dengan ketidakpastian. Kondisi ini membuat organisasi bernama sekolah harus beradaptasi dengan
perubahan yang terjadi baik di dalam maupun di luar dirinya, agar dapat tetap hidup dan bergerak maju. Salah satu kekuatan efektifitas pengelolaan sekolah
80
dalam menghadapi perubahan di sekolah adalah perilaku Kepala Sekolah yang mampu memprakarsai pemikiran baru di sekolah. Tindakan yang dapat dilakukan
yakni dengan adanya penyesuaian tujuan, sasaran, prosedur, input, proses danatau output dari sekolah sesuai dengan tuntutan perkembangan pendidikan.
Mengembangkan konsep kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional dengan berlandaskan pada pendapat Maslow
mengenai Hirarki Kebutuhan. Menurut Burns Andarika, 2004, keterkaitan tersebut dapat dipahami dengan asumsi bahwa kebutuhan pegawai yang lebih
rendah, seperti kebutuhan fsiologis dan rasa aman hanya dapat dipenuhi melalui praktik kepemimpinan transaksional. Sebaliknya, Keller 1992 dalam Andarika,
2004, mengemukakan hahwa kebutuhan yang lebih tinggi, seperti harga diri dan aktualisasi diri hanya dapat dipenuhi melalui praktik kepemimpinan
transformasional. Kepemimpinan transformasional pada hakikatnya menekankan bahwa
pemimpin perlu memotivasi para pegawai untuk melakukan tanggungjawab mereka lebih dari yang mereka harapkan. Sedangkan kepemimpinan transaksional
pada hakikatnya menekan bahwa seoarng pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan oleh pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Di samping itu,
pemimpin transaksional cenderung memfouskan diri pada penyelesaian tugas- tugas organisai. Untuk memotivasi agar pegawai melakukan tanggungjawab
mereka, pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada sistem pemberian penghargaan dan hukuman pada pegawai yang telah disepakati bersama.
Meskipun ada perbedaan esensial antara kepemimpinan transformasional
81
dan kepemimpinan transaksional, konstruksi perilakunya tidak saling menafikan. Perilaku yang ditampilkan oleh kepemimpinan transformasional dan
kepemimpinan transaksional adakalanya dibedakan bukan atas dasar tujuan yang dikehendaki, melainkan pada kontinuitas perilaku. Di mana yang satu cenderung
ke arah transformasi sementara yang lain cenderung mengedepankan transaksi. Mengingat adanya otonomi di sektor pendidikan oleh sekolah maka perlu
adanya resturkturisasi sekolah dalam rangka reformasi sekolah. Prakarsa ini harus mencakup manajemen sekolah dalam arti proses dan operatifnya. Dalam arti
proses manajemen sekolah mencakup perencanaan, pengorganisasian, penataan pegawai, koordinasi, pengawasan yang kondusif, penganggaran yang layak dan
evaluasi. Manajemen sekolah dalam arti operatif menyangkut personalia, akademis, kesiswaan, keuangan, hubungan sekolah dengan masyarakat, layanan
fasilitas, ketatalaksanaan sekolah dan sebagainya. Faktor terdekat dalam proses pencapaian keberhasilan pendidikan dan
pembelajaran di sekolah adalah para guru, karena mereka dapat menyentuh secara langsung pada subjek belajarnya yakni siswa. Akan tetapi kita tidak bisa menutup
mata dengan adanya faktor lain dalam pencapaian keberhasilan tersebut, misalnya lingkungan sekolah, sarana dan prasarana yang tersedia. Mengingat arus
perubahan itu pasti bergerak, maka diperlukan sumber daya manusia yang berani menghadapinya. Sehingga dibutuhkan tim yang solid, agar bisa survive dalam
perubahan yang terjadi. Oleh karena guru dikoordinasi oleh Kepala Sekolah, maka Kepala Sekolah
mempunyai agenda tidak saja di masa sekarang tetapi juga mempersiapkan
82
kemungkinan yang terjadi di masa depan. Memang dibutuhkan kerja keras dan motivasi yang tinggi untuk mensukseskan tujuan yang telah ditetapkan bersama
itu. Di sinilah peran penting Kepala Sekolah sebagai pemimpin dalam menggali, memupuk dan meningkatkan motivasi kerja para pegawainya termasuk guru, agar
bersedia mengeluarkan energi untuk bekerja lebih optimal lagi sekaligus sebagai upaya peningkatan prestasi mereka.
Dengan demikian kecepatan dan ketepatan pemimpin dalam memadukan konsep 4I idealiced influence, inspirational motivation, intellectual stimulation
dan individualized consideration dalam kepemimpinan transformasional dengan kesiapan guru, akan menentukan efektivitas kepemimpinanya. Kepemimpinan
transformasional Kepala Sekolah yang efektif itu sendiri akan menciptakan suasana kerja yang mendukung perkembangan motivasi kerja para guru selaku
pegawai dan sekaligus partner kerjanya.
2.5 Teknologi Pendidikan