59
meluangkan waktu dan mencurahkan perhatian dalam upaya untuk memecahkan masalah dari berbagai aspek. Kepemimpinan transformasional Kepala Sekolah
akan memberi rasa aman, percaya diri dan saling percaya bagi guru dalam bekerja. Kepala Sekolah memberi perhatian kepada setiap guru untuk
mengembangkan segi profesionalnya. Ia memiliki visi yang jelas dan mampu mempengaruhi guru untuk berpikir dan mengembangkan atau mencari berbagai
alternatif baru dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
2.2.2 Kepemimpinan Transaksional
Di luar kepemimpnan transformasional seperti yang telah dejelaskan sebelumnya, dikenal pula kepemimpinan transaksional. Dua model kepemimpinan
ini berbeda adanya, merki dalam kerangka transformasi bukan tidak mungki n dibutuhkan adanya “transaksi” antar pihak. Di sunia pesamaran, transaksi
merupakan sebuah bentuk riil dari hasil transformasi, misalnya bagaimana seorang penjual mampu mengubah keraguan konsumen menjadi keyakinan
sehingga terjadilah transaksi jual beli. Akan tetapi, dalam transaksi ini dapat saja satu sama lain tidak saling mengenal layaknya jual beli biasa.
Kepemimpinan transaksional untuk pertama kalinya digagas oleh Downton tahun 1973 Danim, 2005:58. Kepemimpinan transaksional ialah model
kepemimpinan yang menekankan pada tugas yang diemban pegawai, di mana pemimpin akan mendesain pekerjaan beserta mekanismenya dan pegawai akan
melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan dan keahlian. Pola hubungan yang dikembangkan kepemimpinan transaksional didasarkan pada suatu sistem timbal
balik transaksi. Dalam melaksanakan kepemimpinannya, para pemimpin
60
transaksional percaya bahwa orang lebihcenderung senang diarahkan, menjadi pegawai yang ditentukan prosedurnya dan pemecahan masalahnya daripada harus
memikul sendiri tanggungjawab atas segala tindakan dan keputusan yang diambil. Oleh karena itu, para pegawai pada iklim transaksi tidak cocok diserahi
tanggungjawab merancang pekerjaan secara inisiatif atau pekerjaan yang menuntut prakarsa.
Pemimpin bercirikan transaksi, enggan membagi pengatahuannya kepada pegawai karena menganggap pengetahuan tersebut dapat dijadikan alat koreksi
atau menjadi pengkritik moral yang kuat bagi perbaikan iklim kerja yang terlalu berorientasi pada tugas dan sedikit mengabaikan aspek-aspek kepribadian
manusia. Ketidakpuasan terhadap kondisi kerja, oleh karena pegawai merasa pimpinan tidak memberi kepercayaan kepada mereka dan tidak ada keterlibatan
pegawai dalam pembuatan keputusan dapat menyebabkan pegawai keluar dari organisasi.
2.3 Motivasi Kerja Guru