BAB IV KETENTUAN MENGENAI BILATERAL INVESTMENT TREATIES BITs
ANTARA INDONESIA DENGAN QATAR DITINJAU DARI PERATURAN PRESIDEN NO. 84 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN
PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN
PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL
A. Manfaat Bilateral Investment Treaties Bagi Indonesia
Bilateral Investment Treaties BITs adalah perjanjian penanaman modal yang disepakati oleh dua negara. Berdasarkan perjanjian tersebut, mereka sepakat
untuk saling melindungi setiap bentuk kegiatan penanaman modal yang dilakukan oleh investor antar kedua negara.
155
Pada awalnya Bilateral Investment Treaties BITs dikenal sebagai Friendship, Commerce, and Navigation atau FCN. Amerika Serikat yang paling
banyak membuat perjanjian ini. Tujuan dari pembuatan perjanjian ini tidak terbatas kepada investasi membentuk aliansi, tetapi juga akses kepada fasilitas
militer dan alur laut serta menguasai bagian-bagian strategis dari suatu negara. Kecenderungan FCN beralih kepada the right of establishment pendirian
perusahaan di luar negeri dan hak memajukan penanaman modal swasta. Perubahan penekanan ini karena dua sebab. Pertama, sebagai akibat langsung dan
155
“Perjanjian Peningkatan dan Penanaman Modal”, http:forum-penanaman-
modal.blogspot.com201004perjanjian-peningkatan-dan-perlindungan.html , terakhir kali diakses
tanggal 17 Januari 2011.
meningkatnya peranan investasi setelah PD II. Kedua, karena lahirnya kerangka peraturan perdagangan multilateral GATT.
156
Dengan semakin meningkatnya penanam modal dari Amerika setelah Perang Dunia II, Pemerintah negara tersebut mengadakan suatu program umtuk
membuat perjanjian-perjanjian bilateral mengenai persahabatan, perdagangan dan navigasi serta masalah-masalah komersial lainnya. Namun upaya ini kemudian
menyusut karena negara berkembang umumnya merasa skeptis dan segan untuk memberikan jaminan-jaminan perlindungan sebagaimana dalam perjanjian.
Akhirnya, sebagai pengganti FCN atau Perjanjian Persahabatan, Dagang, dan Navigasi, muncul perkembangan baru di akhir tahun 1990-an yaitu BITs.
Awalnya negara-negara Eropa mengupayakan perlunya suatu pengaturan penanaman-penanaman modal oleh suatu warga negara di dalam wilayah negara
lainnya.
157
Perundingan investasi bilateral semakin banyak dilakukan oleh negara- negara dalam beberapa tahun terakhir. Kecenderungan ini tidak terlepas dari
kenyataan bahwa perundingan investasi di forum multilateral atau forum WTO mengalami kebuntuan. Semakin banyaknya perundingan tingkat bilateral ini
didorong oleh alasan pragmatis. Perundingan bilateral malibatkan lebih sedikit negara, yang membutuhkan biaya relatif lebih rendah dan meminimalkan potensi
timbulnya masalah rumit yang berada di luar jangkauan negara-negara kecil. Perjanjian BITs di bidang investasi antar negara telah berkembang dalam dekade-
156
Birkah Latif, “Kedudukan Bilateral Investment Treaties BITs Dalam Perkembangan Hukum Investasi Di Indonesia”,
http:adln.lib.unair.ac.id , terakhir kali diakses tanggal 17 Januari
2011.
157
Udi Usodo, “Sumber-Sumber Hukum Ekonomi Internasional”, http:www.scribd.com
, terakhir kali diakses tanggal 16 Januari 2011.
dekade terakhir dan bahkan telah menjadi salah satu perjanjian internasional yang penting.
158
Secara tidak langsung dengan adanya BITs yang memiliki standar-standar dan diikuti oleh negara-negara serta mempengaruhi praktik negara-negara dalam
pembuatan Hukum Investasi Nasional mereka serta menjadi bagian dari Hukum Internasional. Prinsip-prinsip dalam BITs ini tumbuh dan berkembang bahkan
memberikan suatu Prinsip-Prinsip Hukum yang jika terus menerus dipraktekkan dengan sendirinya akan menjadi suatu Norma Hukum Internasional baru.
159
Alasan BITs menjadi pilihan yang populer, yaitu:
160
a. Adanya dorongan yang kuat dari warga-warga negara tertentu untuk
mengadakan penanaman modal langsung di negara-negara lain. Dengan ini timbul suatu kebutuhan untuk menciptakan suatu kerangka hukum
internasional yang stabil untuk mendorong dan melindungi penanam-penanam modal tersebut.
b. Hukum Internasional dirasa memberikan sedikit perlindungan hukum kepada
investor asing dan tidak memiliki suatu mekanisme yang mengikat untuk menyelesaikan sengketa-sengketa penanaman modal.
158
Birkah Latif, “Kedudukan Bilateral Investment Treaties BITs Dalam Perkembangan Hukum Investasi Di Indonesia”,
http:adln.lib.unair.ac.id , terakhir kali diakses tanggal 17 Januari
2011.
159
Birkah Latif, “Kedudukan Bilateral Investment Treaties BITs Dalam Perkembangan Hukum Investasi Di Indonesia”,
http:adln.lib.unair.ac.id , terakhir kali diakses tanggal 17 Januari
2011.
160
Udi Usodo, “Sumber-Sumber Hukum Ekonomi Internasional”, http:www.scribd.com
, terakhir kali diakses tanggal 16 Januari 2011.
B. Bentuk-Bentuk Perlindungan yang Diberikan Kepada Para Pihak