Persyaratan dan pernyataan yang dilakukan pada saat penandatanganan perjanjian internasional harus ditegaskan kembali pada saat pengesahan perjanjian
tersebut.
136
Persyaratan dan pernyataan yang ditetapkan Pemerintah Republik Indonesia dapat ditarik kembali setiap saat melalui pernyataan tertulis atau
menurut tata cara yang ditetapkan dalam perjanjian internasional.
137
D. Ratifikasi Perjanjian Internasional
Dalam Pasal 2 Konvensi Wina 1969, Ratifikasi didefenisikan sebagai tindakan internasional dimana suatu negara menyatakan kesediaannya atau
melahirkan persetujuan untuk diikat oleh suatu perjanjian internasional. Oleh karena itu, ratifikasi tidak berlaku surut, melainkan baru mengikat sejak tanggal
penandatanganan ratifikasi.
138
Sejak berlakunya Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, ratifikasi atau pengesahan perjanjian internasional
dilakukan dengan undang-undang atau keputusan presiden. Pengesahan perjanjian internasional melalui undang-undang dilakukan berdasarkan materi perjanjian
dimaksudkan agar tercipta kepastian hukum dan keseragaman atas bentuk pengesahan perjanjian internasional dengan undang-undang.
139
Persetujuan untuk mengikat diri pada suatu perjanjian dapat dilakukan dengan suatu penandatanganan, ratifikasi, pernyataan turut serta accesion atau
136
Pasal 8 ayat 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
137
Pasal 8 ayat 3 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
138
Rosmi Hasibuan, “Suatu Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Internasional”, http:library.usu.ac.id
, terakhir kali diakses tanggal 9 Januari 2011.
139
Mochtar Kusunaatmadja Etty R. Agoes, op.cit., hal. 120.
menerima acceptance suatu perjanjian. Suatu negara dapat mengikatkan dirinya dengan penandatanganan perjanjian tanpa ratifikasi apabila hal itu memang
menjadi maksud para peserta. Maksud demikian dapat tercantum dalam perjanjian itu sendiri atau para peserta dengan cara lain telah bersepakat bahwa perjanjian itu
akan berlaku setelah ditandatangani tanpa menunggu ratifikasi. Bahwa suatu perjanjian akan berlaku segera setelah ditandatangani tanpa ratifikasi dapat juga
dinyatakan dengan jalan menetapkan bahwa perjanjian itu akan berlaku sejak waktu ditandatangani, pada tanggal waktu diumumkan atau mulai pada tanggal
yang ditentukan pada perjanjian itu.
140
Suatu negara dapat juga menyatakan terikat pada suatu perjanjian dengan melakukan pertukaran surat-surat atau naskah apabila para pihak yang
bersangkutan menentukannya demikian. Hal itu dilakukan misalnya apabila perjanjian itu merupakan perjanjian yang berbentuk sederhana yakni terdiri dari
pertukaran surat menyurat atau nota exchange of letters atau exchange of notes. Dengan melakukan pertukaran surat yang telah ditandatangani sudah terjadi
perjanjian yang mengikat kedua belah pihak. Pertukaran surat ini jangan dikacaukan dengan pertukaran piagam ratifikasi perjanjian.
141
Adakalanya suatu negara mengikat dirinya dengan syarat bahwa persetujuan demikian harus disahkan atau dikuatkan oleh badan yang berwenang
di negaranya. Dalam hal demikian, persetujuan pada perjanjian yang diberikan dengan penandatanganan itu bersifat sementara dan masih harus disahkan.
Pengesahan atau penguatan demikian dinamakan ratifikasi. Ratifikasi atau
140
Ibid., hal. 129.
141
Ibid., hal. 129.
pengesahan tandatangan yang dilakukan oleh wakil negara yang turut serta dalam perundingan berasal dari zaman dahulu ketika kepala negara perlu meyakinkan
dirinya bahwa utusan yang diberi kuasa penuh olehnya tidak melampaui batas wewenangnya. Kini ratifikasi menjadi suatu cara bagi lembaga perwakilan rakyat
untuk meyakinkan dirinya bahwa wakil Pemerintah yang turut serta dalam perundingan dan menandatangani suatu perjanjian, tidak melakukan hal yang
dianggap bertentangan dengan kepentingan umum.
142
1. Pembentukan kehendak negara melalui hukum konstitusinya.
Ratifikasi biasanya dibuat oleh kepala negara yang berkepentingan yang kemudian diteruskan dengan pertukaran nota ratifikasi diantara negara-negara
peserta perjanjian. Dalam proses sebelum ratifikasi perjanjian terdapat dua kegiatan, yaitu:
2. Pernyataan kehendak dalam rangka hubungan internasional sesuai dengan
praktek diplomatik yang berlaku.
143
Ratifikasi suatu konvensi atau perjanjian internasional lainnya hanya dilakukan oleh Kepala Negara Kepala Pemerintahan. Pasal 14 Konvensi Wina
1980 mengatur tentang kapan ratifikasi memerlukan persetujuan agar dapat mengikat. Kewenangan untuk menerima atau menolak ratifikasi melekat pada
kedaulatan negara. Hukum internasional tidak mewajibkan suatu negara untuk meratifikasi suatu perjanjian. Namun bila suatu negara telah meratifikasi
perjanjian internasional, maka negara tersebut akan terikat dan tunduk pada perjanjian internasional yang telah ditandatangani, selama materi atau substansi
142
Ibid., hal. 130.
143
Rosmi Hasibuan, “Suatu Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Internasional”, http:library.usu.ac.id
, terakhir kali diakses tanggal 9 Januari 2011.
dalam perjanjian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan nasional. Kecuali dalam perjanjian bilateral, diperlukan ratifikasi.
144
a. masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara
Menurut Pasal 10 Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-
undang apabila berkenaan dengan:
b. perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik Indonesia
c. kedaulatan atau hak berdaulat negara
d. hak asasi negara dan lingkungan hidup
e. pembentukan kaidah hukum baru
f. pinjaman danatau hibah luar negeri.
145
Pengesahan perjanjian internasional yang materinya tidak termasuk materi sebagaimana dimaksud Pasal 10, dilakukan dengan keputusan presiden.
146
144
Lies Sulistianingsih, “Perjanjian Internasional Dalam Sistem Perundang-undangan Nasional”,
Pengesahan perjanjian melalui keputusan presiden dilakukan atas perjanjian yang mensyaratkan adanya pengesahan sebelum memulai berlakunya perjanjian, tetapi
memiliki materi yang memiliki sifat prosedural dan memerlukan penerapan dalam waktu singkat tanpa mempengaruhi peraturan perundang-undangan nasional.
Jenis-jenis perjanjian yang termasuk dalam kategori ini, diantaranya adalah perjanjian induk yang menyangkut kerja sama di bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi, ekonomi, teknik, perdagangan, kebudayaan, pelayaran niaga,
http:msofyanlubis.wordpress.com , terakhir kali diakses tanggal 9 Januari 2011.
145
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
146
Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
penghindaran pajak berganda, dan kerja sama perlindungan penanaman modal, serta perjanjian-perjanjian yang bersifat teknis.
147
Pemerintah Republik Indonesia menyampaikan salinan setiap keputusan presiden yang mengesahkan suatu perjanjian internasional kepada Dewan
Perwakilan Rakyat untuk dievaluasi.
148
Dewan Perwakilan Rakyat dapat melakukan pengawasan terhadap Pemerintah, walaupun tidak diminta persetujuan
sebelum pembuatan perjanjian internasional tersebut karena pada umumnya pengesahan dengan keputusan presiden hanya dilakukan bagi perjanjian
internasional di bidang teknis. Di dalam melaksanakan fungsi dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat dapat diminta pertanggungjawaban atau keterangan
Pemerintah mengenai perjanjian internasional yang telah dibuat. Apabila dipandang merugikan kepentingan nasional, perjanjian internasional tersebut
dapat dibatalkan atas permintaan Dewan Perwakilan Rakyat.
149
Dalam mengesahkan suatu perjanjian Internasional, lembaga pemprakarsa yang terdiri atas lembaga Negara dan lembaga Pemerintah, baik departemen
maupun non-departemen, menyiapkan salinan naskah perjanjian, terjemahan, rancangan undang-undang, atau rancangan keputusan presiden tentang
pengesahan perjanjian Internasional dimaksud serta dokumen-dokumen lain yang diperlukan.
150
147
Penjelasan Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
148
Pasal 11 ayat 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
149
Penjelasan Pasal 11 ayat 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
150
Pasal 12 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
Berdasarkan sistem Hukum Nasional kita, maka dengan meratifikasi suatu konvensi baik regional maupun multilateral, perjanjian bilateral, nagara sudah
terikat untuk tunduk pada ketentuan-ketentuan dalam konvensi atau perjanjian tersebut. Suatu konvensi atau perjanjian internasional yang telah diratifikasi, abru
dapat dilaksanakan apabila telah dimasukkan dalam suatu undang-undang yang dikenal dengan Undang-Undang tentang Pengesahan Ratifikasi Perjanjian
Internasional.
151
E. Kekuatan Mengikat Perjanjian Internasional