Kebijakan ini diambil dengan maksud agar negara-negara tujuan investasi dapat membangun kembali struktur perekonomiannya akibat dominasi modal asing.
183
D. Penyelesaian Sengketa
Masalah sengketa penanaman modal asing adalah masalah yang harus ditangani atau diselesaikan secara seksama yang harus mendasarkan pada
perasaan keadilan dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum karena hal tersebut menyangkut kepercayaan negara-negara investor terhadap Pemerintah
Indonesia.
184
Setiap perselisihan yang secara langsung timbul dari suatu penanaman modal antara satu pihak dan seorang penanam modal dan pihak lain harus
diselesaikan secara damai diantara mereka.
185
a. Peradilan yang berwenang dan pihak untuk mengambil keputusan;
Jika perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan menurut ketentuan paragraf 1 Pasal ini dalam jangka waktu
enam bulan sejak tanggal permintaan tertulis bagi penyelesaian tersebut, penanam modal bersangkutan dapat menyampaikan perselisihan tersebut kepada:
b. Pusat Penyelesaian Perselisihan Penanaman Modal Internasional yang
didirikan berdasarkan Konvensi Penyelesaian Perselisihan Penanaman Modal antara Negara dan Penanam Modal Negara Lain, yang dibuat di Washington,
183
Budiman Ginting, “Refleksi Historis Nasionalisasi Perusahaan Asing Di Indonesia: Suatu Tantangan Terhadap Kepastian Hukum Atas Kegiatan Investasi di Indonesia”,
http:repository.usu.ac.id , terakhir kali diakses tanggal 17 Februari 2011.
184
Herni Widarnati, “Penyelesaian Sengketa dalam Penanaman Modal Asing Melalui Badan Arbitrase Internasional”,
http:eprints.undip.ac.id , terakhir kali diakses tanggal 8 Januari
2011.
185
Pasal 9 ayat 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2007 tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Qatar
Mengenai Peningkatan dan Perlindungan Atas Penanaman Modal.
D.C. pada tanggal 18 Maret 1965, jika Konvensi tersebut dapat digunakan; atau
c. Suatu peradilan arbitrase khusus.
Setiap pihak pada perselisihan penanaman modal yang memilih satu dari cara-cara penyelesaian perselisihan tersebut di atas, tidak dapat memilih dua cara lain.
186
Peradilan arbitrase khusus yang dijelaskan dalam Pasal 9 ayat 2c Perpres No. 84 Tahun 2007 harus didirikan sebagai berikut:
187
a. Setiap pihak pada suatu perselisihan harus memilih satu anggota, dan dua
anggota yang kemudian dipilih, harus memilih anggota ketiga dengan persetujuan bersama, yang harus merupakan seorang warga negara dari
negara ketiga, dan yang kemudian ditunjuk sebagai Ketua Peradilan oleh kedua belah pihak. Semua anggota harus dipilih dalam jangka waktu dua
bulan dari tanggal pemberitahuan oleh salah satu pihak kepada pihak lainnya yang bermaksud untuk membawa perselisihan tersebut ke
peradilan. b.
Jika dalam jangka waktu yang ditentukan belum dipenuhi, salah satu pihak, jika tidak ada persetujuan lain, dapat meminta Sekretaris Jenderal
Peradilan Tetap Arbitrasi di Den Haag untuk membuat penunjukan yang diperlukan.
186
Pasal 9 ayat 2 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2007 tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Qatar
Mengenai Peningkatan dan Perlindungan Atas Penanaman Modal.
187
Pasal 9 ayat 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2007 tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Qatar
Mengenai Peningkatan dan Perlindungan Atas Penanaman Modal.
c. Peradilan arbitrase khusus harus mengambil keputusannya berdasarkan
mayoritas suara keputusan tersebut harus final dan mengikat secara hukum atas pihak-pihak dan harus dilaksanakan sesuai dengan hukum domestik.
Keputusan diambil sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam persetujuan ini, hukum dari pihak yang bertikai dan prinsip-prinsip Hukum
Internasional. d.
Peradilan harus menyiapkan peraturan prosedurnya yang sesuai dengan Peraturan Arbitrase Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hukum
Perdagangan Internasional UNCITRAL. e.
Peradilan akan menafsirkan keputusannya sesuai dengan permintaan masing-masing pihak. Kecuali disetujui sebaliknya oleh pihak-pihak
tersebut, tempat arbitrase berkedudukan di Pengadilan Tetap Arbitrase di Den Haag Belanda atau negara lain sebagaimana yang disetujui para
pihak dalam perselisihan penanaman modal tersebut. Pihak yang terlibat dalam perselisihan, dalam setiap waktu kapanpun juga,
selama proses arbitrase penyelesaian perselisihan berlangsung, tidak dapat mengajukan kekebalannya sebagai pembelaan atau kenyataan bahwa penanam
modal telah memperoleh kompensasi berdasarkan kontrak pertanggungan yang melipuli seluruh atau sebagian kerusakan atau kehilangan yang terjadi.
188
Perselisihan antar para pihak mengenai penafsiran penerapan atau pengakhiran persetujuan ini harus diselesaikan, jika memungkinkan, melalui
188
Pasal 9 ayat 4 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2007 tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Qatar
Mengenai Peningkatan dan Perlindungan Atas Penanaman Modal.
saluran-saluran diplomatik.
189
Jika perselisihan belum dapat diselesaikan dalam jangka waktu enam bulan dari tanggal dimana masalah tersebut diajukan oleh
pihak lain, perselisihan tersebut atas permintaan dari salah satu pihak akan disampaikan kepada Peradilan Arbitrase.
190
Adanya keinginan untuk menyelesaikan setiap sengketa penanaman modal khususnya penanaman modal asing lewat jasa perwasitan atau arbitrase
merupakan konsekuensi logis dari setiap pelaksanaan perjanjian kontrak yang dilakukan oleh pihak penanam modal asing dengan pihak Pemerintah Indonesia
lewat jaminan investasi investment guaranty yang ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dengan beberapa negara penanam modal asing.
191
Dalam ketentuan International Centre for Settlement of Investment Disputes ICSID ditetapkan bahwa syarat yang terpenting dalam mengajukan
arbtrase yakni harus ada legal dispute yang timbul secara langsung terhadap penanaman modal asing, dimana sengketa tersebut antara suatu negara peserta
dengan seorang warga negara dari para peserta konvensi. Juga merupakan syarat yang harus dipenuhi adalah para pihak harus memberikan persetujuannya secara
tertulis, dimana para pihak harus menyetujui untuk memilih jalan arbitrase guna menyelesaikan sengketa mereka.
192
189
Pasal 10 ayat 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2007 tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara
Qatar Mengenai Peningkatan dan Perlindungan Atas Penanaman Modal.
190
Pasal 10 ayat 2 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2007 tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara
Qatar Mengenai Peningkatan dan Perlindungan Atas Penanaman Modal.
191
Amirudin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Makassar: Kencana, 2004, hal. 150.
192
Ibid., hal. 159.
Melalui ketentuan dan persyaratan yang ditetapkan oleh ICSID merupakan lembaga terakhir dalam penyelesaian sengketa penanaman modal asing sekaligus
merupakan upaya terakhir dari para pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka. Dengan demikian, putusannya tidak bisa diadakan banding atau kasasi tetapi
masih dimungkinkan dengan jalan meminta atau memohon pembatalan putusan annulment. Pengajuan alasan untuk memajukan gugatan kepada lembaga ICSID
harus dinyatakan secara tegas dalam gugatan yang diajukan. Bilamana alasan diajukan dalam gugatan tersebut tidak jelas dan menjadi kabur, maka gugatan itu
akan ditolak dan dinyatakan kabur obscribe libel sehingga gugatan dapat dimajukan ulang. Oleh karenanya para pihak yang bersengketa baik dari pihak
penanaman modal asing maupun pemerintah atau swasta perlu memperhatikan secara seksama, teliti, dan berhati-hati dalam mengajukan gugatan agar tidak
mengalami kegagalan dan mengakibatkan kerugian dari pihak itu sendiri.
193
Pada umumnya lembaga arbitrase ini mempunyai kelebihan dari cara-cara penyelesaian sengketa lainnya mengingat:
194
1. Bahwa dengan cara ini dapat dihindari kelambatan-kelambatan yang
diakibatkan oleh hal-hal prosedural administratif. 2.
Pihak-pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya paling dapat mengerti kepentingan pihaknya serta mempunyai pengetahuan, pengalaman
serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan.
193
Ibid., hal. 160.
194
Ibid., hal. 152.
3. Pihak-pihak yang dapat memilih hukum apa yang akan diterapkan untuk
menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase ini.
4. Putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat pihak-pihak dan dengan
melalui prosedur sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan. Peradilan Arbitrase tersebut harus dibentuk untuk setiap kasus tertentu
sebagai berikut: tiap-tiap pihak harus memilih satu anggota, dan kedua anggota tersebut selanjutnya menunjuk seorang warga negara dari negara ketiga dengan
persetujuan bersama, yang ditunjuk sebagai Ketua Peradilan. Semua anggota harus dipilih dalam jangka waktu dua bulan dari tanggal pemberitahuan oleh salah
satu pihak kepada pihak lainnya yang bermaksud untuk membawa perselisihan ke peradilan.
195
Badan Arbitrase Internasional yang dibentuk berdasarkan Konvensi Internasional antar negara merupakan lembaga yang mempunyai kedudukan yang
sangat penting yang menyangkut keputusan-keputusan yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat antara para pihak dalam perjanjian penanaman modal.
196
195
Pasal 10 ayat 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2007 tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara
Qatar Mengenai Peningkatan dan Perlindungan Atas Penanaman Modal.
Secara khusus ada satu lembaga Arbitrase Internasional yang hanya menyelesaikan sengketa penanaman modal asing, yaitu ICSID. Tetapi tidak
menutup kemungkinan bahwa sengketa yang terjadi dapat dibawa kepada
196
Herni Widarnati, “Penyelesaian Sengketa dalam Penanaman Modal Asing Melalui Badan Arbitrase Internasional”,
http:eprints.undip.ac.id , terakhir kali diakses tanggal 8 Januari
2011.
lembaga-lembaga penyelesaian sengketa yang ada sesuai dengan klausula Arbitrase yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
197
Jika dalam jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi, salah satu pihak jika tidak terdapat persetujuan lain, meminta Presiden Mahkamah Internasional
untuk melakukan penunjukan yang diperlukan. Jika ia berkewarganegaraan salah satu pihak, atau ia tidak dapat melakukan penunjukan tersebut, wakil presiden
yang bukan warga negara salah satu pihak yang akan melakukan penunjukan yang diperlukan. Jika wakil presiden adalah warga negara salah satu pihak atau ia tidak
dapat melakukan fungsi dimaksud, anggota Mahkamah Internasional yang paling senior yang bukan warga negara salah satu pihak harus membuat penunjukan yang
diperlukan.
198
Peradilan harus mengambil keputusannya dengan suara mayoritas. Keputusan tersebut harus final dan mengikat secara hukum para pihak. Keputusan
yang diambil harus sesuai dengan ketentuan persetujuan ini, dan prinsip Hukum Internasional yang berkaitan.
199
Peradilan harus menetapkan peraturan prosedurnya sendiri. Peradilan harus menafsirkan keputusannya berdasarkan permintaan salah satu pihak.
197
“Arbitrase Sebagai Penyelesaian Sengketa Dalam Penanaman Modal Asing”, http:www.scribd.com
, terakhir kali diakses tanggal 10 Februari 2011.
198
Pasal 10 ayat 4 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2007 tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara
Qatar Mengenai Peningkatan dan Perlindungan Atas Penanaman Modal.
199
Pasal 10 ayat 5 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2007 tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara
Qatar Mengenai Peningkatan dan Perlindungan Atas Penanaman Modal.
Tempat arbitrase berkedudukan di Pengadilan Tetap Arbitrase di Den Haag Belanda atau negara lain yang disetujui oleh kedua pihak.
200
Selain hal-hal yang diputuskan oleh peradilan, masing-masing pihak harus menanggung biaya anggota yang ditunjuk dan perwakilannya dalam mengikuti
jalannya arbitrase. Biaya untuk ketua dan biaya tetap lain-lain harus ditanggung sama rata oleh para pihak.
201
Dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal juga menyebutkan tentang penyelesaian sengketa dalam
penanaman modal yang menyatakan bahwa jika terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal, para pihak terlebih
dahulu menyelesaikan sengketa tersebut melalui musyawarah dan mufakat.
202
Jika penyelesaian sengketa tersebut tidak tercapai, maka penyelesaian sengketa
tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
203
Kemudian, jika terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal asing, maka para pihak akan menyelesaikan sengketa
tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak.
204
200
Pasal 10 ayat 6 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2007 tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara
Qatar Mengenai Peningkatan dan Perlindungan Atas Penanaman Modal.
201
Pasal 10 ayat 7 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2007 tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara
Qatar Mengenai Peningkatan dan Perlindungan Atas Penanaman Modal.
202
Pasal 32 ayat 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
203
Pasal 32 ayat 2 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
204
Pasal 32 ayat 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN