Kebudayaan Tionghoa Indonesia Masuknya Etnis Tionghoa ke Pantai Timur Sumatera

37 kedua. Di Yogyakarta, Kapiten Tan Djin Sing sempat menjadi Bupati Yogyakarta 11 . Sebetulnya terdapat juga kelompok Tionghoa yang pernah berjuang melawan Belanda, baik sendiri maupun bersama etnis lain. Bersama etnis Jawa, kelompok Tionghoa berperang melawan VOC tahun 1740-1743. Di Kalimantan Barat, komunitas Tionghoa yang tergabung dalam Republik Lanfang berperang dengan pasukan Belanda pada abad XIX. Dalam perjalanan sejarah pra-kemerdekaan, beberapa kali etnis Tionghoa menjadi sasaran pembunuhan massal atau penjarahan, seperti pembantaian di Batavia 1740 dan pembantaian masa perang Jawa 1825- 1830. Pembantaian di Batavia 12 tersebut melahirkan gerakan perlawanan dari etnis Tionghoa yang bergerak di beberapa kota di Jawa Tengah yang dibantu pula oleh etnis Jawa. Pada gilirannya ini mengakibatkan pecahnya kerajaan Mataram. Orang Tionghoa tidak lagi diperbolehkan bermukim di sembarang tempat. Aturan wijkenstelsel ini menciptakan pemukiman etnis Tionghoa atau pecinan di sejumlah kota besar di Hindia Belanda.

2.3.2 Kebudayaan Tionghoa Indonesia

13 Sejarawan Denys Lombard, melalui magnum opus-nya Nusa Jawa Silang Budaya , memandang penting pengaruh komunitas Tionghoa di negeri ini. Pengaruh kebudayaan itu tersebar mulai gaya bangunan, pakaian, bahasa, hingga makanan. Sebegitu dekatnya hingga tanpa disadari warisan budaya itu pun melekat erat dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Seperti tak ada lagi batas. Kekayaan budaya Tionghoa adalah juga kekayaan negeri ini. Kwee Kek Beng, pemimpin redaksi Sin Po – koran pertama Nusantara yang mempergunakan istilah “Indonesia” – dalam prasarannya tentang sumbangsih orang Tionghoa terhadap kebudayaan Indonesia secara plastis mengatakan “Ketika leluhur orang Tionghoa datang ke Indonesia, mereka bukan bawa agama sebagai orang Arab atau orang Barat, tetapi mereka membawa makanan yang lambat laun menjadi makanan rakyat Indonesia jelata.” Selain makaann, ada banyak pengaruh budaya Tionghoa yang, 11 Setiono, Benny G. Tionghoa Dalam Pusaran Politik 12 http:home.iae.nlusersarcengelNedIndiechinezenengels.htm 13 Aryono, et. al. Silang Budaya Tionghoa . Artikel dari Majalah Historia No. Tahu I Universitas Sumatera Utara 38 karena inkulturasi tanpa paksaan, meresap dan menjadi bagian dalam kebudayaan Indonesia: dari makanan hingga bahasa, dari arsitektur hingga olahraga.

2.3.3 Masuknya Etnis Tionghoa ke Pantai Timur Sumatera

14 Masuknya bangsa Cina di daerah ini tidak terlepas dari peranan para pengusaha-pengusaha bangsa Eropa yang ingin membuka perkebunan baru di Sumatera. Karena kerugian yang dialami para pengusaha kolonial di tanah Jawa secara terus-menerus membuat para pengusaha tersebut mencari solusi lain untuk mengembangkan kembali perdagangan mereka yang semakin hari semakin mengkhawatirkan. Pembukaan perkebunan tembakau di daerah Deli merupakan ide yang dikemukan oleh Said Abdullah ketika menemani J. Nienhuys dan J. F. Van Leeuwen Co. melakukan perjalanan ke tanah Deli. Melakukan perjalanan ke daerah Labuhan Deli untuk pertama kalinya membuat Nienhuys sangat terkesan. Di saat itu beliau memperkirakan penduduk kampung berjumlah lebih kurang 1000 jiwa, 20 orang Cina, 100 orang India, dan selebihnya penduduk setempat Pelzer, 1985: 51. Untuk menyambut kedatangan Nienhuys dan Said Abdullah, Sultan Deli memberikan rumah beratap rumbia dari orang Melayu untuk disewakan, yang terletak tidak jauh dari istana Kesultanan Deli. Untuk tahap pertama, perkebunan dibuka dengan masa kontrak 20 tahun. Masalah buruh kemudian muncul ketika pelabuhan yang sangat luas itu mulai dikerjakan. Untuk menarik para buruh dari Pulau Jawa sangatlah tidak efesien, melihat jarak tempuh yang sangat jauh. Untuk mengatasi itu T. J. Cremer yang pada saat itu menjabat sebagai Manajer Maskapai Deli 1871-1873 memprakarsai pengimporan buruh dari Penang. Para buruh yang berasal dari Penang merupakan orang-orang Cina yang sudah lama menetap dan tinggal di sana yang disebut “Laukeh”. Untuk tahap pertama pemasukan buruh Cina sebanyak 88 orang, selanjutnya 200 orang dan kian bertambah seterusnya. Ide Cremer yang sangat cemerlang menyebabkan mudahnya para buruh dari Penang ke perkebunan di Sumatera Timur . 14 Jufrida. Masuknya Bangsa Cina ke Pantai Sumatera Timur . Jur al Historis e edisi No. tahu XI Ja uari 7. Universitas Sumatera Utara 39 Onghokham mengemukakan bahwa ada perbedaan antara proses imigrasi etnis Tionghoa yang di Jawa dengan Sumatera maupun Kalimantan. Di Jawa, yang datang secara perorangan atau dalam kelompok- kelompok kecil, sehingga interaksi dengan penduduk yang padat sangat besar, mereka kehilangan bahasa setelah satu dua generasi. Di Sumatera Utara, etnis Tionghoa didatangkan per-komunitas seperti bedol desa dari China, sehingga interaksi yang kuat meski terjadi tapi masih tetap dapat menjaga penggunaan bahasa leluhur yang dibawa mereka 15 .

2.4 Lokasi Proyek 1. Kriteria Pemilihan Lokasi