5. Minyak-minyak mineral adalah minyak paraffin yang dihaluskan dan
dibuat emulsi yang diaplikasikan secara ringan pada tanaman untuk mengendalikan tungau, kutu-kutu tanaman. Seperti, dinitrokresol.
6. Insektisida lain
Masih banyak kelompok insektisida lain yang digunakan dalam mengendalikan hama tanaman. Jenis insektisida lainnya sebagai berikut:
- Formamidin - Tiosianat
- Dinitrofenol - Organosulfur
- Organotin dan lain-lain.
2.7. Insektisida Golongan Organofosfat
Pestisida golongan organofosfat ini ditemukan melalui sebuah riset di Jerman, selama Perang Dunia II dalam usaha menemukan senjata kimia untuk
tujuan perang. Meskipun golongan organofosfat pertama telah disentesis pada tahun 1994. Bekerja dengan racun kontak, racun perut dan racun pernapasan.
Dan cara kerja golongan ini sangat selektif, tidak persisten dalam tanah, dan tidak menyebabkan resisitensi pada serangga. Dengan takaran yang rendah
sudah memberikan efek yang memuasakan Djojosumarto, 2008. Golongan organofosfat sering disebut oganic phosfhates, phosphorus
insecticides, phosphates, phosphate insecticides dan phosphorus esters atau phosphoric acid este. Mereka adalah derivate dari phosphoric acid dan
biasanya sangat toksik untuk hewan bertulang belakang. Golongan
Universitas Sumatera Utara
organophosphates struktur kimianya dan cara kerjanya berhubungan erat dengan syaraf Sudarmo, 1991.
Menutut Djojosumarto 2008 ada beberapa pestisida yang termasuk dalam golongan organofosfat antara lain :
a. Asefat, diperkenalkan pada tahun 1972. Asefat berspektrum luas untuk
mengendalikan hama-hama penusuk, pengisap dan pengunyah seperti aphids, thrips, larva Lepidoptera termasuk ulat tanah, pengorok daun,
dan wereng. LD
50
tikus 1.030-1.147 mgkg; LD
50
dermal kelinci 10.000 mgkg menyebabkan iritasi ringan pada kelinci; LC
50
inhalasi 4 jam, tikus 15 mgliter udara.
b. Azinfos-etil, diintroduksikan pada tahun 1955. Azinfos-eti
mengendalikan berbagai serangga hama pengunyah, penusuk, pengisap, dan tungau. LD
50
tikus sekitar 12 mgkg; LD
50
dermal tikus 500 mgkg tidaki menyebabkan iritasi kulit dan mata; LC
50
inhalasi 4 jam, tikus0,15 mgliter udara.
c. Paration, ditemukan pada tahun 1946 dan merupakan insektisida
pertama yang digunakan dalam di lapangan pertanian dan disintesis berdasarkan lead-structur yang disarankan oleh G. Shrader. Paration
berspektrum luas untuk mengendalikan serangga penusuk, pengisap, dan pengunyah dan tungau. Paration termasuk insektisida yang sangat
beracun, LD
50
tikus sekitar 2 mgkg; Lmgliter LD
50
dermal tikus 71 mgkg tidak menyebabkan iritasi kulit dan mata. LC
50
inhalasi 4 jam, tikus 0,03 mgliter udara.
Universitas Sumatera Utara
d. Klorpirifos, merupakan insektisida non sistemik, diintroduksikan tahun
1965, serta bekerja sebagai racun kontak, racun lambung, dan inhalasi. Mengendalikan serangga hama baik di daun maupun ditanah. LD
50
oral tikus sebesar 135-163 mgkg;LD
50
dermal tikus2.000 mgkg;LC
50
inhalasi 4-6 jam, tikus0,2 mgliter udara. e.
Dimetoat, ditemukan pada tahun 1951. Dimetoat merupakan insektisida dan akarisida organofosfat sistemik pertama sebagai penghambat kolin
esterase. Dimetot bekerja sebagai racun kontak dan racun perut serta memiliki spectrum luas untuk mengendalikan hama-hama dari kelas
tungau Acarinae, kumbang coleopatra, kutu daun aphids. LD
50
tikus sekitar 387 mgkg; LD dermal tikus 2.000 mgkg non iritan pada kulit; LC
50
dermal tikus2.000 mgkg non iritan pada kulit; LC
50
inhalasi 4 jam, tikus 1,6 mgliter udara f.
Profenofos, ditemukan pada tahun 1975. Insektisida untuk mengendalikan berbagai serangga hama dan tungau. LD
50
tikus sekitar 358 mgkg; LD
50
dermal kelinci; LC
50
inhalasi 4 jam, tikus 3 mgliter udara.
g. Protiofos, merupakan insektisida non-sistemik yang bekerja sebagai
racun kontak dan racun perut. Insektisida ini digunakan untuk mengendalikan ulat pemakan daun, thrips, dan dompolan Pseudococcus
spp. Protiofos memiliki LD
50
tikus5.000 mgkg tidak menyebabkan iritasi kulit dan mata kelinci; LC
50
inhalasi 4 jam, tikus 2,7 mgliter udara.
Universitas Sumatera Utara
2.8. BMR Insektisida Golongan Organofosfat