Kerangka Teori Tanggung Jawab Hukum Suami atau Istri Dalam Perceraian Terhadap Anak (Studi Kasus Putusan No. 209/Pdt.G/2007/PN.Mdn)

a. Bagaimanakah putusan Pengadilan Negeri dalam menentukan tanggung jawab orang tua terhadap anak setelah perceraian? b. Upaya apakah yang dapat dilakukan apabila orang tua tidak memenuhi kewajiban terhadap anak sesuai putusan pengadilan? c. Apakah yang menyebabkan kesulitan dalam melaksanakan putusan pengadilan yang telah mewajibkan orang tua untuk membiayai anaknya setelah perceraian? 3. Saudari Syarifah Tifany NIM 037011076, Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Pengasuhan Anak Setelah Terjadinya Perceraian Kajian Putusan Pengadilan Agama Binjai”, dengan permasalahan yang diteliti adalah: a. Apa yang menjadi hak-hak anak serta apa kewajiban orang tua terhadap anaknya dalam hukum islam? b. Bagaimana menemukan hak pengasuh anak hadhanah di Pengadilan Agama Binjai jika terjadi perceraian? c. Bagaimana eksekusi putusan perkara-perkara hadhanah di Pengadilan Agama Binjai? Judul dalam permasalahan beberapa penelitian sebagaimana disebutkan diatas ternyata judul dan permasalahannya tidak ada yang serupa atau sama dengan yang diteliti saat ini. Oleh karena itu penelitian ini asli dan secara akademis dapat saya pertanggungjawabkan.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Universitas Sumatera Utara Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifikasi atau proses tertentu terjadi, 17 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. 18 Teori adalah merupakan suatu prinsip atau ajaran pokok yang dianut untuk mengambil suatu tindakan atau memecahkan suatu masalah. Landasan teori merupakan ciri penting bagi penelitian ilmiah untuk mendapatkan data. Teori merupakan alur penalaran atau logika flow of reasoninglogic, terdiri dari seperangkat konsep atau variable, defenisi dan proposisi yang disusun secara sistematis. 19 Ilmu hukum dalam perkembangannya tidak terlepas dari ketergantungan pada berbagai bidang ilmu lainnya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Soerjono Soekanto bahwa “perkembangan ilmu hukum selain tergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori.” 20 Teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum. 21 Menurut Maria Sumardjono, teori adalah “Seperangkat proposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefenisikan dan saling berhubungan antar variabel sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh suatu variabel dengan variabel lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variabel tersebut.” 22 17 M.Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Jilid I, FE-UI, Jakarta, 1996, hal. 203. 18 Ibid, hal. 16 19 J.Supranto MA, Metode Penelitian Hukum dan statistic, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal 194 20 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986, hal. 6 21 Otje Salman dan Anton F Susanto, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2005, hal. 21 22 Maria Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia, Yogyakarta, 1989, hal. 12 Universitas Sumatera Utara Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk mensistimasikan penemuan-penemuan penelitian, memuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dinyatakan benar. 23 Teori yang digunakan sebagai pisau analisis pada penelitian ini adalah teori Tanggung jawab Hukum yang dikemukakan oleh Han Kelsen. Kelsen mengatakan bahwa seseorang bertanggung jawab atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa ia memikul tanggungjawab hukum, dalam arti ia bertanggung jawab atas sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan. Tiap-tiap manusia memiliki kebebasan, tapi dalam hidup bersama ia memikul tanggungjawab menciptakan hidup bersama yang tertib. Tapi untuk mewujudkan hidup bersama yang tertib itu, perlu pedoman-pedoman objektif yang harus dipatuhi bersama pula. 24 Hans Kelsen juga mengatakan bahwa hukum telah menentukan pola perilaku tertentu, maka tiap orang seharusnya berprilaku sesuai pola yang ditentukan itu. Singkatnya orang harus menyesuaikan diri dengan apa yang telah ditentukan. 25 Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut. Adapun kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tanggung jawab hukum sebagaimana dikemukakan oleh Hans kelsen suatu konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa ia 23 Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal.17. 24 Bernard L.Tanya, dkk, Teori Hukum, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hal. 201. 25 Ibid Universitas Sumatera Utara memikul tanggung jawab hukum, berarti bahwa ia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan hukum yang bertentangan. Biasanya yakni dalam hal sanksi ditujukan kepada pelaku langsung, seseorang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. 26 Lebih lanjut menurut Hans Kelsen, tiap-tiap manusia memiliki kebebasan, tetapi dalam hidup bersama ia memikul tanggung jawab menciptakan hidup bersama yang tertib, oleh karena itu dibutuhkan pedoman-pedoman yang objektif yang harus dipatuhi secara bersama pula. Pedoman inilah yang disebut hukum. Jika hukum telah menentukan pola perilaku tertentu, maka tiap orang seharusnya berperilaku sesuai pola yang ditentukan itu. 27 Tanggung jawab hukum terkait dengan konsep hak dan kewajiban hukum. Konsep kewajiban biasanya dilawankan dengan konsep hak, istilah hak yang dimaksud disini adalah hak hukum legal right. Penggunaan linguistik telah membuat dua perbedaan hak yaitu jus in rem dan jus in personam. Jus in rem adalah hak atas suatu benda, sedang jus in personam adalah hak yang menuntut orang lain atas suatu perbuatan atau hak atas perbuatan orang lain. Pembedaan ini sesungguhnya juga bersifat ideologis berdasarkan kepentingan melindungi kepemilikan privat dalam hukum perdata. Jus in rem tidak lain adalah hak atas perbuatan orang lain untuk tidak melakukan tindakan yang mengganggu kepemilikan. 28 Persepsi orang tentang hukum itu beraneka ragam, tergantung dari sudut mereka memandangnya. Kalangan hakim akan memandang itu dari sudut pandang profesi mereka sebagai hakim, 29 kalangan ilmuwan hukum akan memandang hukum itu dari sudut profesi 26 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni dengan judul buku asli “General Theory of Law and State” alih bahasa Somardi, Rumidi Pers, Jakarta, 2001, hal. 65 27 Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak, dan Markus Y. Hage, Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hal. 127 28 Jimly Asshiddiqie, dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekretariat Jenderal Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006, hal. 66-67. 29 Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Rajawali Pers, Jakarta Cetakan 2, 1989, hal. 1 Universitas Sumatera Utara keilmuwan mereka, rakyat kecil akan memandang hukum dari sudut pandang mereka, dan sebagainya. Menurut Oxford English Dictionary, sebagaimana yang dikutip oleh Achmad Ali bahwa pengertian hukum yaitu kumpulan aturan, perUndang-undangan atau hukum kebiasaan, dimana suatu negara atau masyarakat mengakuinya sebagai suatu yang mempunyai kekuasaan mengikat terhadap warganya. 30 Sedangkan menurut Utrecht sebagaimana dikutip oleh Achmad Ali bahwa hukum adalah himpunan petunjuk hidup, perintah-perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam sesuatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa masyarakat itu. 31 Berarti hukum bukan hanya sekedar kaidah melainkan juga sebagai gejala sosial dan sebagai sesi kebudayaan. Sedangkan Achmad Ali memberikan pengertian hukum yaitu seperangkat kaidah atau ukuran yang tersusun dalam satu sistem, yang menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh manusia sebagai warga masyarakat dalam kehidupan bermasyarakatnya, yang bersumber baik dari masyarakat sendiri maupun dari sumber lain yang diakui berlakunya oleh otoritas tertinggi dalam masyarakat tersebut, serta benar-benar dilakukan oleh warga masyarakat sebagai satu keseluruhan dalam kehidupannya dan jika kaidah tersebut dilanggar akan memberikan kewenangan bagi otoritas tertinggi untuk menjatuhkan sanksi yang sifatnya eksternal. 32 Persoalan tujuan hukum dikaji melalui tiga sudut pandang, antara lain : 30 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, PT. Toko Gunung Agung Tbk, Jakarta, 2002, hal. 31 31 Ibid, hal. 32 32 Ibid, hal. 35 Universitas Sumatera Utara a. Dari sudut pandang ilmu hukum positif-normatif atau yuridis dogmatik, dimana tujuan hukum dititik beratkan pada segi kepastian hukumnya. b. Dari sudut pandang filsafat hukum, dimana tujuan hukum dititik beratkan pada segi keadilan. c. Dari sudut pandang sosiologi hukum, tujuan hukum dititik beratkan pada segi kemanfaatannya. 33 Secara konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Dalam hal ini diupayakan ketiganya dapat diwujudkan seluruhnya secara bersama-sama karena memungkinkan pertentangan-pertentangan di antara ketiga tujuan itu. 34 Hukum hanya merupakan salah satu sarana kontrol sosial, kebiasaan keyakinan, agama, dukungan dan pencelaan kelompok, penekanan dari kelompok-kelompok interest dan pengaruh dari pendapat umum merupakan sarana-sarana yang lebih efisien dalam mengatur tingkah laku manusia. Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang telah dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum ini menjadikan kenyataan. Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu : kepastian hukum rechtssicherheit, kemanfaatan Zweckmassigkeit dan keadilan Gerechtigkeit. 35 Penegakan hukum merupakan suatu usaha mewujudkan ide-ide yang bersifat abstrak menjadi kenyataan. Jadi penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan- 33 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Yogyakarta, Cetakan I, 1993, hal. 60 34 Ibid 35 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Op.Cit, hal. 1 Universitas Sumatera Utara keinginan hukum di sini tidak lain adalah pikiran-pikiran badan pembuat Undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum itu. 36 Hukum dan penegakan hukum dalam era reformasi ini tidak dapat dipisahkan dari perilaku politik elit penguasa. Keterkaitan hukum dan penegak hukum dalam perilaku politik tersebut hanya dapat terjadi dalam suatu negara yang tidak demokratis dimana transparansi, supremasi hukum dan promosi dan perlindungan HAM 37 dikesampingkan. Penegakan hukum menurut Badan Kontak Profesi Hukum Lampung menyatakan bahwa : a. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidahpandangan menilai dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan social engineering dan mempertahankan social control dan kedamaian pergaulan hidup. b. Penegakan hukum merupakan perpaduan dari sistem nilai-nilai warden system, dan sistem aturan-aturan perilaku gadragregelensystem. 38 Kondisi yang diresahkan masyarakat saat ini tidak semata-mata terletak pada ketidakpuasan terhadap praktek peradilan yang dapat disebut sebagai penegakan hukum dalam arti sempit, tetapi justru ketidakpuasan terhadap penegakan hukum dalam arti luas, yaitu penegakan seluruh normatatanan, kehidupan masyarakat di bidang politik, sosial, ekonomi, pertahanan-keamanan dan sebagainya. Penegakan hukum sangat berkaitan erat dengan budaya hukum dan pengetahuanpendidikan hukum. Budaya hukum dan pengetahuanpendidikan hukum diperlukan 36 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologi, Sinar Baru, Bandung, 1983, hal. 24 37 Keseluruhan HAM, dilihat dari sudut hukum pada hakekatnya merupakan “kepentingan hukum” yang sepatutnya mendapat perlindungan, antara lain perlindungan lewat hukum pidana. 38 Badan Kontak Profesi Hukum Lampung, Penegakan Hukum Dalam Mensukseskan Pembangunan, Alumni, Bandung, 1977, hal. 180 Universitas Sumatera Utara untuk mendukung reformasi hukum harus diupayakan bersama oleh seluruh aparat penegak hukum, masyarakatasosiasi profesi hukum, lembaga pendidikan hukum dan bahkan oleh seluruh aparat pemerintah dan warga masyarakat pada umumnya. Namun, Undang-undang itu tidak sempurna, memang tidak mungkin Undang-undang itu mengatur segala kegiatan kehidupan manusia secara tuntas. Ada kalanya Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan Undang-undang tidak kunjung lahir seperti Peraturan Pemerintah terhadap Pasal 43 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Meskipun tidak lengkap atau tidak jelas Undang- undang harus dilaksanakan. Jadi dalam hal penegakan hukum juga perlu dibahas mengenai aparat penegak hukumnya seperti Polisi disebut sebagai “alat negara penegak hukum”, Jaksa disebut sebagai pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk tertindak sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan pengadilan, Hakim adalah pejabat yang melaksanakan tugas Kekuasaan Kehakiman. Menurut ketentuan umum Pasal 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa konkrit. Bagaimana hukumnya itulah yang harus berlaku pada dasarnya tidak dibolehkan menyimpang fiat justitia et pereat mundus meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan. Oleh karena Undang-undangnya tidak lengkap atau tidak jelas, maka hakim harus mencari hukumnya, harus menemukan hukumnya. Universitas Sumatera Utara Ketidak harmonisan dalam rumah tangga ada kalanya masih dapat diatasi, tetapi ada juga yang harus diakhiri dengan perceraian. Sama halnya dengan perkawinan, perceraian juga merupakan masalah keluarga yang tidak hanya melibatkan suami istri saja melainkan pada kebiasaannya seluruh keluarga ikut serta menyelesaikannya. 39 Tapi bagaimanapun juga putusnya hubungan perkawinan akan selalu membawa pengaruh yang buruk pada keluarga. Pengadilan dalam hal ini adalah merupakan satu-satunya lembaga yang berhak menangani permasalah ini, selain ditentukan Pasal 63 ayat 1 a absolut kompetensi, juga ditunjuk oleh Pasal 25 relatif kompetensi yakni Pengadilan Agama atau Pengadilan Umum Pengadilan Negeri dalam daerah hukum dimana perkawinan dilangsungkan atau di tempat tinggal suami isteri, suami atau isteri. 40 Dalam Pasal 39 ayat 1 UUP disebutkan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah usaha untuk mendamaikan kedua belah pihak tidak berhasil, selanjutnya dalam ayat 2 dijelaskan bahwa untuk dapat melakukan perceraian harus cukup alasan bahwa antara suami isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri. Untuk pelaksanaannya lebih lanjut diatur dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksana Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yaitu perceraian dapat terjadi dengan alasan : a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya. 39 Lili Rasjidi, Op.Cit., hal. 9 40 H.M. Djamil Latif, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, Cetakan 3, 1985, hal. 106 Universitas Sumatera Utara c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain. e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suamiisteri. f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. 41 Menurut UUP putusnya hubungan perkawinan karena terjadinya perceraian akan menimbulkan akibat hukum terhadap anak, bekas suami isteri dan harta bersama. Akibat hukum putusnya perkawinan karena perceraian diatur dalam Pasal 41 UUP yaitu : a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata- mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak- anak, Pengadilan memberi keputusannya. b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan biaya yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memberi kewajiban tersebut Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan danatau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri. 41 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata dengan Tambahan Undang- undang Pokok Agraria dan Undang-undang Perkawinan , PT. Pradnya Paramita, Jakarta, Cetakan 22, 1987, hal. 473-474. Universitas Sumatera Utara Dari ketentuan Pasal 41 UUP, jelas memberi perlindungan terhadap anak dimana kedua orang tua harus bertanggung jawab dalam hal pemeliharaan anak bahkan ibu juga berkewajiban untuk menanggung biaya pemeliharaan anak apabila bapak tidak mampu. Mengenai harta bersama, Pasal 37 UUP menyebutkan bahwa : “Bila terjadi perceraian harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing”. Dari bunyi Pasal 37 UUP ini dapat diketahui bahwa akibat hukum yang menyangkut harta bersama atau harta pencaharian ini UUP menyerahkan penyelesaiannya kepada para pihak yang bercerai tentang hukum mana dan hukum apa yang akan berlaku dan jika tidak ada kesepakatan antara kedua pihak, hakim dapat mempertimbangkan menurut rasa keadilan yang sewajarnya. Hal ini berarti Undang-undang membuka kemungkinan berlakunya hukum lain yakni Hukum Agama, BW, Hukum Adat dan Hukum Adat yang berlaku di golongan Timur Asing Tionghoa, golongan Eropah, golongan yang dipersamakan dengan golongan Eropah serta golongan Pribumi. Menurut Dadang Hawari bahwa perceraian itu berdampak luar biasa yang mesti diperhatikan oleh pasangan suami-isteri yang akan bercerai mengenai psikologis anak dimana akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan mental dan bahkan berdampak lebih buruk lagi. Oleh sebab itu pasangan suami-isteri yang akan bercerai terlebih dahulu memikirkan psikologis dan masa depan anak-anak. 42 Terhadap permasalahan itu, pengadilan yang berhubungan sebagai suatu lembaga pencari keadilan dalam memberikan keputusannya harus didasarkan pertimbangan-pertimbangan kemanusian selain dari adanya pertimbangan yang didasarkan kepada Undang-undang.

2. Kerangka Konsepsi

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Suami Terhadap Anak Akibat Perceraian Berbeda Agama Dalam Persfektif Hukum Perdata (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

0 43 101

Tanggung Jawab Hukum Suami atau Istri Dalam Perceraian Terhadap Anak (Studi Kasus Putusan No. 209/Pdt.G/2007/PN.Mdn)

0 59 130

Kajian Yuridis Hak Pemeliharaan Anak Setelah Terjadinya Perceraian Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Studi Kasus Terhadap Putusan Pengadilan No. 101/Pdt.G/2009/Pn/Mdn)

0 38 141

Analisis Hukum Terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan No. 63 K/Pid/2007)

1 72 106

Pelanggaran Taklik Talak Menurut Kompilasi Hukum Islam Sebagai Alasan Perceraian Suami Istri

0 28 1

Analisis Yuridis Tanggung Jawab Mantan Ayah Terhadap Anak Apabila terjadi Perceraian (Studi Putusan Nomor 132/Pdt.G/2011/PN.Mdn)

0 45 162

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN A. Pengertian Perkawinan Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Dan KUH Perdata - Tanggung Jawab Suami Terhadap Anak Akibat Perceraian Berbeda Agama Dalam Persfektif Hukum Perdata (Studi Kasus Pengadilan Negeri Meda

0 0 33

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tanggung Jawab Suami Terhadap Anak Akibat Perceraian Berbeda Agama Dalam Persfektif Hukum Perdata (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

0 2 13

BAB II DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENENTUKAN TANGGUNG JAWAB PENGASUHAN ANAK SETELAH PERCERAIAN A. Perceraian dan Akibat Hukumnya 1. Perceraian - Tanggung Jawab Hukum Suami atau Istri Dalam Perceraian Terhadap Anak (Studi Kasus Putusan No. 209/Pdt.G/20

0 0 41

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tanggung Jawab Hukum Suami atau Istri Dalam Perceraian Terhadap Anak (Studi Kasus Putusan No. 209/Pdt.G/2007/PN.Mdn)

0 0 27