mengingat tanggung jawab anak sebagai generasi penerus. Untuk kepentingan seorang anak, sikap perduli dari kedua orang tua terhadap tanggung jawab biaya nafkah memang sangat
diperlukan. Jika tidak, maka bisa mengakibatkan seorang anak tumbuh, tidak terpelihara dan tidak terarah seperti yang diharapkan. Oleh sebab itu yang paling diharapkan adalah keterpaduan
keduanya yang akan bisa diwujudkan selama kedua orang tuanya itu masih tetap dalam hubungan suami istri. Dalam suasana yang demikian, kendatipun tugas mengasuh anak lebih
banyak dilakukan oleh pihak ibu, namun peranan seorang ayah tidak bisa diabaikan dalam hal memenuhi segala kebutuhan guna memperlancar tugas pengasuhan.
Harapan seperti tersebut di atas tidak akan terwujud, bilamana terjadi perceraian antara ayah dan ibu si anak. Peristiwa perceraian apapun alasannya merupakan malapetaka bagi anak,
di saat itu si anak tidak lagi dapat merasakan nikmat kasih sayang dari kedua orang tuanya. Padahal merasakan kasih sayang kedua orang tua merupakan unsur penting bagi pertumbuhan
mental seorang anak. Pecahnya rumah tangga kedua orang tua, tidak jarang membawa kepada terlantarnya pengasuhan anak.
1. Tanggung Jawab Pengasuhan Anak Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam
Setiap anak mempunyai hak yang sama dalam pemeliharaan dari orang tuanya. Pemeliharaan menurut etimologi adalah “proses, cara, perbuatan memelihara kan, penjagaan,
perawatan, pendidikan, penyelamatan, penjagaan harta kekayaan”.
79
Dalam Hukum Islam pemeliharaan anak disebut dengan al hadhinah yang dalam pengertian istilah hadhanah adalah ”pemeliharaan anak yang belum mampu berdiri sendiri,
biaya pendidikannya dan pemeliharaannya dari segala yang membahayakan jiwanya”.
80
79
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Op.cit., hal. 848
80
Ash Sha’ani, Subulus Salam, Surabaya : Terjemahan Abubakar Muhammad Jilid 3, Al Ilkhlas, 1995, hlm. 819
Universitas Sumatera Utara
Al-Hadhânah berasal dari kata hadhana–yahdhunu–hadhnan wa hidhânah wa hadhânah. Secara bahasa hadhânah memiliki dua arti pokok. Pertama dari al-hidhnu dada, yaitu anggota
tubuh antara ketiak dan pinggang. Dari sini jika dikatakan, Ihtadhana al-walad, artinya mendekapnya, yaitu merengkuh dan meletakkannya di dalam dekapan pelukannya. Kedua, al-
hidhnu adalah jânib asy-syay’i sisi sesuatu. Jika dikatakan, Ihtadhana asy-syay’a,artinya
meletakkan sesuatu itu di sisinya dan berada dalam pemeliharaannya serta memisahkannya dari pihak lain. Hal itu seperti seekor burung yang mengumpulkan telurnya dan mengeraminya
sehingga telur itu berada di sisinya dan di bawah pemeliharaannya.
81
Pengertian lain dari hadhanah adalah di samping atau berada dibawah ketiak. Merawat dan mendidik seseorang yang belum mumayyiz atau yang kehilangan kecerdasannya, karena
tidak bisa mengerjakan keperluan sendiri. Menurut Hukum Islam apabila bercerai dua orang suami-isteri, sedang keduanya sudah mempunyai anak yang belum mumayiz belum mengerti
kemaslahatan dirinya, maka isterilah yang berhak untuk mendidik dan merawat anaknya itu, sehingga sampai ia mengerti akan kemaslahatan dirinya.
Dalam Kompilasi Hukum Islam, ada dua periode perkembangan anak dalam hubungannya dengan hak asuh orang tua, yaitu periode sebelum mumayyiz atau anak
belum bisa membedakan antara yang bermanfaat dan yang berbahaya bagi dirinya, dari lahir sampai berusia 21 tahun, dan sesudah mumayyiz Pasal 106 KHI.
Sebelum anak mumayyiz, ibu lebih berhak menjalankan hak asuh anak karena ibu lebih mengerti kebutuhan anak dengan kasih sayangnya apalagi anak pada usia tersebut sangat
membutuhkan hidup di dekat ibunya. Masa mumayyiz dimulai sejak anak secara sederhana sudah mampu membedakan mana yang berbahaya dan bermanfaat bagi dirinya, ini dimulai sejak umur
81
Ibid .
Universitas Sumatera Utara
tujuh tahun sampai menjelang dewasa baligh berakal. “Pada masa ini anak sudah dapat memilih dan memutuskan apakah akan memilih ikut ibu atau ayahnya. Tetapi dalam kondisi
tertentu ketika pilihan anak tidak menguntungkan bagi anak, demi kepentingan anak hakim boleh mengubah putusan itu dan menentukan mana yang maslahat bagi anak”.
82
Semua biaya hadlanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri
sendiri atau sampai usia 21 tahun. Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadlanah dan nafkah anak maka pengadilanlah yang memutuskannya Pasal 156 d dan e KHI.
Dalam putusan hak asuh sama sekali tidak menafikan hubungan pihak yang kalah dengan anak yang disengketakan, sehingga tidak sepatutnya sengketa hak asuh dipertajam ketika sudah
diputuskan oleh Pengadilan. Sehingga lazimnya walaupun putusan memenangkan pihak ibu dan mengalahkan pihak ayah, biasanya putusan juga menyatakan ayah tetap berkewajiban
membelanjai kebutuhan anaknya dan ibu tidak boleh menghalang-halangi ayah berhubungan dengan anaknya demikian juga sebaliknya, meskipun orang tuanya sudah bercerai anak tetap
bebas berhubungan dan mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya.
83
2. Pengasuhan Anak Berdasarkan Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974