BAB II DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENENTUKAN TANGGUNG JAWAB
PENGASUHAN ANAK SETELAH PERCERAIAN
A. Perceraian dan Akibat Hukumnya 1. Perceraian
Salah satu bentuk pemutusan hubungan ikatan suami-isteri karena sebab-sebab tertentu yang tidak memungkinkan lagi bagi suami-isteri untuk meneruskan kehidupan rumah tangga
disebut dengan cerai.
45
Perceraian yang sah haruslah perceraian yang penghapusan perkawinannya dilakukan dengan putusan hakim, Undang-undang tidak membolehkan perceraian dengan permufakatan
saja antara suami-isteri, untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami isteri.
46
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak.
47
Untuk melakukan perceraian tersebut haruslah ada cukup alasan yang salah satunya yaitu bahwa antara suami istri yang meminta untuk diceraikan tidak dapat untuk hidup rukun sebagai
suami isteri lagi. Menurut Undang-undang, alasan perkawinan dapat bubar antara lain karena kematian,
karena keadaan tidak hadir si suami atau isteri, selama 10 sepuluh tahun diikuti dengan perkawinan baru isterinya atau suaminya sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Buku I Kitab
45
Kamus Besar Bahasa Indonesia Versi Online, http:ebsoft.web.id, diakses pada tanggal 2 Oktober 2011.
46
Pasal 39 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
47
Pasal 39 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
Universitas Sumatera Utara
Undang-undang Hukum Perdata, karena putusan hakim setelah perpisahan meja dan ranjang dan pembukuan pernyataan bubarnya perkawinan ini dalam putusan Register Catatan Sipil.
48
Oleh Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 menetapkan bahwa perkawinan yang telah dibentuk dapat putus antara lain karena:
49
a. Kematian, b. Perceraian dan
c. atas keputusan Pengadilan. Putusnya perkawinan dikarenakan kematian disebabkan karena salah satu dari suamiistri
atau bahkan kedua-duanya telah meninggal dunia terlebih dahulu, sehingga pernikahan dianggap telah putus dengan meninggalnya salah satu pihak atau kedua-duanya tersebut.
Putusnya perkawinan dikarenakan Perceraian merupakan putusnya perkawinan yang dikarenakan adanya ketidak cocokkan lagi para pihak untuk melanjutkan rumah tangganya.
Sehingga terjadinya pengajuan gugatan salah satu pihak baik itu suami maupun istri untuk diputuskannya perkawinan mereka. Terhadap perceraian ini maka yang dapat menjadi alasan-
alasan para pihak untuk memutuskan perkawinan tersebut antara lain:
50
a. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya;
b. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
48
R.Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pasal 199.
49
Pasal 38 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
50
R.Subekti, op cit, Pasal 209
Universitas Sumatera Utara
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
e. Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami–isteri;
f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Putusnya perkawinan karena putusan pengadilan merupakan putusnya perkawinan berdasarkan keputusan yang ditetapkan oleh Hakim. Selain karena hal pengajuan gugatan
perceraian tersebut diatas, putusnya perkawinan karena putusan pengadilan dilapangan juga dapat terjadi dikarenakan keadaan tidak hadir dari salah satu suami atau istri.
Putusnya suatu perkawinan bukan berarti melepaskan suatu beban tanggung jawab salah satu pihak istri atau suami terhadap pihak lainnya. ini dikarenakan, jika dibutuhkan Pengadilan
dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas isteri.
51
Dengan mempertimbangkan bahwa pihak yang telah diceraikan tersebut tidak mempunyai penghasilan yang cukup untuk menafkahi dirinya
sendiri.
52
Pengadilan Negeri menentukan jumlah nafkah tunjangan yang akan diberikan kepada salah satu pihak yang dinilai pantas untuk dinafkahi, dimana nafkah tersebut berasal dari harta
kekayaan pihak suami atau istri yang dianggap mempunyai kelebihan atau kemampuan untuk itu.
53
2. Akibat Hukum Perceraian