Putusan Pengadilan 1. UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH SUAMI ATAU ISTRI APABILA SALAH

BAB IV UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH SUAMI ATAU ISTRI APABILA SALAH

SATU PIHAK TIDAK DAPAT MEMENUHI KEWAJIBANNYA TERHADAP ANAK SESUAI PUTUSAN PENGADILAN

A. Putusan Pengadilan 1.

Putusan Pengadilan Negeri Medan Terhadap Perkara Nomor: 209Pdt.G2007PN.Mdn Jalannya suatu proses peradilan akan berakhir dengan adanya suatu putusan Hakim. Dalam hal ini, Hakim terlebih dahulu menetapkan fakta-fakta yang dianggapnya benar dan berdasarkan kebenaran yang didapatkan ini kemudian Hakim baru dapat menerapkan hukum yang berlaku antara kedua belah pihak yang berselisih berperkara, yaitu menetapkan “hubungan hukum”. Memberikan putusan adalah tugas Hakim. Putusan itu dituntut suatu keadilan dan untuk itu hakim melakukan konstatering peristiwa yang dihadapi, mengkualifikasi dan mengkonstituir. Jadi, bagi hakim dalam mengadili suatu perkara yang dipentingkan adalah suatu fakta atau pristiwanya dan bukan hukumnya. Peraturan hukum adalah suatu alat, sedangkan yang bersifat menentukan adalah peristiwanya. 175 Menurut sifatnya, putusan dikenal ada 3 tiga macam, yaitu: 176 1. Putusan declaratoir adalah putusan yang bersifat menerangkan, menegaskan suatu keadaan hukum semata-mata. 175 R.Soeroso, Tata Cara dan Proses Persidangan, Jakarta, 2009, hal 134. 176 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju, Bandung, 2002, halaman 11. Universitas Sumatera Utara 2. Putusan constitutif adalah putusan yang meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum baru. 3. Putusan condemnatoir adalah putusan yang berisi penghukuman. Pada umumnya dalam suatu putusan, Hakim memuat beberapa macam putusan, atau dengan kata lain merupakan penggabungan antara putusan declaratoir dan putusan constitutif atau penggabungan antara putusan declaratoir dengan putusan condemnatoir dan sebagainya. 177 Tidak semua putusan yang sudah berkekuatan hukum pasti harus dijalankan karena yang perlu dilaksanakan hanyalah putusan-putusan yang bersifat condemnatoir, yaitu yang mengandung perintah kepada suatu pihak untuk melakukan suatu perbuatan. 178 Pada putusan yang bersifat declaratoir, amar atau diktum putusan, hanya mengandung pernyataan hukum, tanpa dibarengi dengan penghukuman. 179 Berbeda dengan pernyataan Hakim Pengadilan Negeri Medan Indra Cahya, menurutnya bahwa suatu keputusan yang dikeluarkan oleh hakim walaupun bersifat declaratoir yang hanya berbunyi “menyatakan” tanpa menyebutkan kalimat “memerintahkan” tetap mempunyai hak eksekusi didalamnya. Sehingga mempunyai sifat penghukuman. 180 Suatu putusan Hakim yang telah ditetapkan mempunyai kekuatan hukum, pertama adalah kekuatannya untuk dapat dipaksakan dengan bantuan kekuatan umum terhadap pihak yang tidak menaatinya secara sukarela. Kekuatan ini dinamakan eksekutorial. 181 177 ibid, halaman 110. 178 I bid , halaman 129. 179 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, halaman 15. 180 Berdasarkan hasil wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Medan, Indra Cahya. 181 Wahyu Kuncoro, Sifat dan Kekuatan Keputusan Pengadilan , http:advokatku.blogspot.com201005sifat-dan-kekuatan-putusan-hakim.html , diakses pada tanggal 05-09- 2011. Universitas Sumatera Utara Putusan Hakim itu sebagai dokumen merupakan suatu akta otentik menurut pengertian Undang-Undang, sehingga ia tidak hanya mempunyai kekuatan pembuktian mengikat antara pihak yang berperkara, tetapi juga kekuatan ke luar, artinya terhadap pihak ketiga dalam hal membuktikan bahwa telah ada suatu perkara antara pihak-pihak yang disebutkan dalam putusan itu mengenai perkara sebagaimana diuraikan pula disitu dan dijatuhkannya putusan sebagaimana dapat dibaca dari amar putusan tersebut. Kekuatan lainnya yang melekat pada suatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap adalah kekuatan untuk menangkis suatu gugatan baru mengenai hal yang sama yaitu berdasarkan asas “ne bis in idem” yang berarti bahwa tidak boleh dijatuhkan putusan lagi dalam peerkara yang sama. Agar supaya “tangkisan” atau “eksepsi” tersebut berhasil dan diterima oleh Hakim adalah perlu bahwa perkara yang baru itu akan berjalan antara pihak-pihak yang sama dan mengenai hal yang sama pula dengan yang dahulu sudak diperiksa dan diputus oleh Hakim dengan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap itu. Dalam memutuskan suatu perkara, Hakim terlebih dahulu melakukan pertimbangan. Dasar pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara Nomor: 209Pdt.G2007PN.Mdn untuk membubarkan perkawinan adalah sebagai berikut: a Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami istri dan mempunyai 2 orang anak ; b Bahwa Tergugat dalam kehidupan rumah tangga dengan Penggugat sering sekali meminjam uang kepada rentenir dan telah menggadaikan barang-barang emas milik Penggugat di Pegadaian tanpa setahu Penggugat ; c Bahwa pada tahun 2006 Tergugat meninggalkan rumah tanpa setahu Penggugat ; d Bahwa antara Penggugat dan Tergugat terjadi pertengkaran yang terus menerus dan saat ini keberadaan Tergugat tidak diketahui lagi ; Universitas Sumatera Utara Selain itu ditemukan fakta-fakta di persidangan bahwa setelah Penggugat dan Tergugat menikah ternyata dalam kehidupan rumah tangganya sering terjadi pertengkaran sehingga sudah tidak ada lagi rasa saling sayang menyayangi di antara keduanya bahka mereka telah pisah rumah dengan demikian dapatlah dikatakan telah terjadi keretakan dalam perkawinan antara Penggugat dan Tergugat karena mereka sudah tidak rukun lagi sebagai suami istri, keadaan demikian jelas bertentangan sekali dengan maksud serta tujuan perkawinan itu sendiri. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, majelis hakim berpendapat perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat yang telah dicatatkan di Catatan Sipil Kota Medan pada tanggal 6 Desember 1999 adalah wajar putus karena perceraian dengan demikian maka gugatan Penggugat dapatlah dikabulkan ; Mengenai status anak dari perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat, Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut : 1 Bahwa dari hasil pemeriksaan dipersidangan ternyata Tergugat telah pergi meninggalkan Penggugat ; 2 Bahwa menurut Undang-Undang Perkawinan kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak mereka sebaik-baiknya meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus ; 3 Bahwa meskipun anak Penggugat dan Tergugat masih dibawah umur namun pada kenyataannya telah terjadi pertengkaran dalam kehidupan rumah tangga Penggugat dengan Tergugat dan Tergugatlah yang telah meninggalkan Penggugat tanpa alasan dan keberadaan yang jelas ; Berdasarkan pada pertimbangan tersebut Hakim mengabulkan permohonan penggugat yaitu si ayah untuk mendapatkan hak pemeliharaan terhadap anaknya, sehingga berdasarkan isi Universitas Sumatera Utara keputusan dari perkara nomor : 209Pdt.G2007PN.Mdn telah menetapkan si ayah berhak terhadap hak asuh kedua anaknya. Hakim dalam memutuskan pemberian hak perwalian dan pengasuhan kepada pihak ayah bukannya tidak beralasan. Selain dari alasan adanya gugatan dari si ayah atau mantan suami tergugat, juga dikarenakan pertimbangan logis dan yuridis terhadap suatu keadaaan atau situasi oleh hakim. Menurut Carlos Cossio pada dasarnya keputusan pengadilan terdiri dari tiga unsur utama, yakni i. Struktur logis yang diturunkan dari suatu kerangka aturan, ii. Kesatuan isi dari suatu situasi yang disebabkan oleh suatu keadaan khusus, iii. Penilaian yuridis yang diberikan oleh hakim pada dua unsur ini dalam situasi tertentu. 182 Carlos Cossio mengatakan dalam menghadapi suatu aturan hukum, seorang hakim tidak bertindak sebagai seorang robot, tetapi sebagai manusia. Dalam konteks hakim sebagai manusia, menurut Carlos Cossio, ia dituntut mengambil keputusan yang sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kepentingan umum. Dalam hal tiada norma yang spesifik, para hakim wajib mengikuti prinsip-prinsip hukum atau norma-norma dasar yang dianggap adil untuk sampai pada suatu keputusan yang didasarkan atas konsepsi keadilan. 183 Peranan Hakim sebagai aparat Kekuasaan Kehakiman, pada prinsipnya tidak lain pada melaksanakan fungsi peradilan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Bagi hakim dalam mengadili suatu perkara terutama yang dipentingkan adalah fakta atau peristiwanya dan bukan hukumnya. Peraturan hukum hanyalah alat, sedangkan yang bersifat menentukan adalah peristiwa. Untuk dapat menyelesaikan atau mengakhiri suatu perkara atau sengketa setepat- tepatnya hakim harus terlebih dahulu mengetahui secara objektif tentang duduknya perkara 182 Bernard L.Tanya, dkk, Teori Hukum, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hal. 201. 183 Ibid., hal. 201 Universitas Sumatera Utara sebenarnya sebagai dasar putusnya dan bukan secara apriori menemukan putusannya berdasarkan Undang-Undang semata. Peristiwa yang sebenarnya diketahui oleh hakim dari pembuktian mengenai apa yang sedang terjadi. Hakim dalam menjalankan fungsi peradilan ini harus menyadari sepenuhnya bahwa tugas pokok hakim adalah menegakkan hukum dan keadilan. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam setiap putusan yang hendak dijatuhkan oleh hakim dalam mengakhiri dan menyelesaikan suatu perkara, hakim harus berusaha semaksimal mungkin agar setiap putusan yang dijatuhkan itu mengandung keadilan dan manfaat positif dari pihak-pihak yang terkait dengan keputusan tersebut. Keputusan yang telah ditetapkan dalam perkara Nomor : 209Pdt.G2007PN.Mdn tersebut merupakan bentuk dari pernyataan telah dinyatakannya oleh hukum bahwa tanggung jawab pemeliharaan anak mulai keputusan itu diucapkan telah menjadi berada dibawah kekuasaan pihak penggugat atau mantan suami tergugat. Pernyataan keputusan Nomor: 209Pdt.G2007PN.Mdn tersebut telah dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum, sehingga dengan demikian putusan tersebut adalah sah dan mempunyai kekuatan hukum. 184 Terhadap putusan tersebut di atas bahwa jika putusan tersebut tidak ada penolakan dari pihak lain dalam batas waktu yang telah ditentukan Undang-Undang, maka putusan tersebut dikatakan telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 185 184 Pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam siding terbuka untuk umum. 185 Pasal 7 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 untuk Jawa dan Madura serta Pasal 199 Rbg untu daerah luar Jawa menyatakan bahwa batas waktu pengajuan pernyataan banding adalah dalam jangka waktu 14 hari terhitung mulai sehari sesudah tanggal putusan hakim atau diberitahukannya keputusan kepada pihak yang bersangkutan. Sehingga berdasarkan pasal tersebut, jika ternyata telah lewat batas waktu yang diberikan oleh Universitas Sumatera Utara Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap ini dalam perkara perdata mempunyai 3 macam kekuatan yaitu kekuatan hukum mengikat, kekuatan hukum pembuktian dan kekuatan hukum eksekutorial terhadap perkara Nomor : 209Pdt.G2007PN.Mdn telah mempunyai tiga kekuatan hukum tersebut, yaitu : a. Putusan Nomor : 209Pdt.G2007PN.Mdn mempunyai Kekuatan Mengikat Kekuatan mengikat adalah bahwa suatu putusan mengikat kedua belah pihak yang berpekara, tidak mengikat terhadap pihak ketiga. Kecuali jika pihak ketiga itu ikut serta atau ikut campur dalam sengketa antara penggugat dengan tergugat atau yang diwakili dalam proses. Terhadap pihak ketiga, putusan tidak mempunyai kekuatan mengikat, akan tetapi pihak ketiga ini dapat mengajukan perlawanan derden verzet terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau pasti pasal 378 BRv terikatnya para pihak pada keputusan hakim ini baik dalam arti positif maupun negatif. Mengikat dalam arti positif yakni bahwa apa yang telah diputuskan hakim harus dianggap benar dan tidak dimungkinkan pembuktian lawan. Mengikat dalam arti negatif, artinya bahwa hakim tidak boleh memutus lagi perkara yang pernah diputus sebelumnya antara pihak yang sama serta mengenai pokok perkara yang sama. Sudikno Mertokusumo menyatakan kalau pihak yang bersangkutan menyerahkan dan mempercayakan sengketanya kepada pengadilan atau hakim untuk diperiksa atau diadili, maka hal ini mengandung arti bahwa pihak-pihak yang bersangkutan akan tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. Putusan yang telah dijatuhkan itu haruslah dihormati oleh kedua belah pihak. Salah satu pihak tidak boleh bertindak bertentangan dengan putusan. 186 Undang-Undang, akan tetapi belum ada juga pengajuan keberatan dari pihak lain, maka keputusan tersebut dianggap telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 186 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1998, hal. 182 Universitas Sumatera Utara Keputusan Nomor : 209Pdt.G2007PN.Mdn mempunyai kekuatan mengikat karena telah diselesaikan dan diadili oleh hakim. Maka isi ketetapannya dalam keputusan tersebut mengikat para pihak yang dalam hal ini Penggugat suami dan Tergugat istri. Sehingga para pihak tersebut harus tunduk dan melaksanakan apa yang telah ditetapkan oleh Keputusan Hakim. b. Putusan Nomor : 209Pdt.G2007PN.Mdn mempunyai Kekuatan Pembuktian Kekuatan pembuktian adalah putusan sebagai dokumen merupakan suatu akta otentik yang dapat dipergunakan sebagai alat bukti bagi para pihak, yang mungkin diperlukan untuk banding, kasasi atau eksekusi. Sekalipun putusan tidak mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga. Namun putusan mempunyai kekuatan antara pihak yang berpekara dan terhadap pihak ketiga, dalam hal membuktikan bahwa telah ada suatu perkara antara pihak-pihak yang disebutkan dalam putusan itu. Kekuatan pembuktian, yakni dapat digunakan sebagai alat bukti oleh para pihak, yang mungkin dipergunakan untuk keperluan banding, kasasi atau juga untuk eksekusi. Sedangkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dipergunakan sebagai alat bukti bagi para pihak yang berperkara sepanjang mengenai peristiwa yang telah ditetapkan dalam putusan tersebut. 187 Keputusan Nomor : 209Pdt.G2007PN.Mdn dituangkan dalam bentuk tertulis oleh pejabat umum, dengan demikian jelaslah bahwa keputusan tersebut adalah merupakan suatu akta otentik yang dapat dijadikan alat bukti bahwa telah terjadinya perceraian dan penetapan peletakan hak asuh anak kepada ayahnya. c. Putusan Nomor : 209Pdt.G2007PN.Mdn mempunyai Kekuatan Eksekutorial 187 Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993, hal. 57 Universitas Sumatera Utara Kekuatan eksekutorial adalah kekuatan untuk dilaksanakannya apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat negara. Bagi pihak yang dinyatakan kalah berkewajiban melaksanakan putusan tersebut secara rela. Jika sekiranya pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan tersebut, maka putusan tersebut dapat dilaksanakan secara paksa oleh Ketua Pengadilan. 188 Putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap atau memperoleh kekuatan yang pasti, mempunyai kekuatan untuk dilaksanakan. Bagi pihak yang dinyatakan kalah berkewajiban melaksanakan putusan tersebut secara rela. Jika sekiranya pihak yang kalah tidak mau melaksanakan isi putusan tersebut, maka putusan itu dapat dilaksanakan secara paksa oleh ketua pengadilan. 189 Menurut Soepomo, kekutan eksekutorial, putusan yang telah berkekuatan hukum yang tetap atau memperoleh kekuatan yang pasti, mempunyai kekuatan untuk dilaksanakan executoriale kracht, executionary power. 190 Suatu putusan dimaksudkan untuk menyelesaikan suatu persoalan atau sengketa dan menetapkan hak atau hukumnya. Ini tidak berarti semata-mata hanya menetapkan hak atau hukumnya. Ini tidak berarti semata-mata hanya menetapkan hak atau hukumnya saja melainkan juga realisasi atau pelaksanaannya eksekusinya secara paksa. Kekuatan mengikat saja dari suatu putusan pengadilan belumlah cukup dan tidak berarti apabila putusan tersebut tidak dapat direalisasikan atau dilaksanakan. Oleh karena putusan itu menetapkan dengan tegas hak atau hukumnya untuk kemudian direalisasikan, maka putusan hakim mempunyai kekuatan 188 Berdasarkan hasil wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Medan, Indra Cahya, pada tanggal 23 November 2011. 189 Berdasarkan hasil wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Medan, Indra Cahya, pada tanggal 23 November 2011. 190 Soepomo, Op.cit., hal. 57 Universitas Sumatera Utara eksekutorial, yaitu kekuatan untuk dilaksanakannya apa yang telah ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat negara. Suatu putusan memperoleh kekuatan eksekutorial, apabila dilakukan oleh peradilan di Indonesia yang menganut ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” Pasal 4 ayat 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 dan semua putusan pengadilan di seluruh Indonesia harus diberi irah-irah yang berbunyi ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” Pasal 454 Rv jo Pasal 4 ayat 1 undang-undang Nomor 4 Tahun 2004. 191 Putusan Nomor : 209Pdt.G2007PN.Mdn sesuai keterangan di atas telah memiliki kekuatan eksekutorial. Dengan demikian jika keputusan tersebut tidak dilaksanakan oleh pihak yang mempunyai kewajiban terhadap keputusan tersebut dalam hal ini pihak tergugat, maka pihak lain yang merasa dirugikan dapat meminta agar dilakukan upaya paksa agar terlaksananya keputusan tersebut. Sehingga jelaslah bahwa keputusan Nomor : 209Pdt.G2007PN.Mdn mempunyai kekuatan mengikat antara para pihak yang berperkara, maka pihak penggugat dapat meminta untuk dilaksanakan upaya paksa terhadap isi putusan tersebut. B. Upaya Hukum Pihak Yang Memegang Hak Pemeliharaan Anak Terhadap Pihak Yang Tidak Melaksanakan Kewajiban Yang Telah Ditetapkan Oleh Pengadilan

1. Eksekusi Guna Terlaksananya Kewajiban Untuk Memenuhi Keputusan Pengadilan.

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Suami Terhadap Anak Akibat Perceraian Berbeda Agama Dalam Persfektif Hukum Perdata (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

0 43 101

Tanggung Jawab Hukum Suami atau Istri Dalam Perceraian Terhadap Anak (Studi Kasus Putusan No. 209/Pdt.G/2007/PN.Mdn)

0 59 130

Kajian Yuridis Hak Pemeliharaan Anak Setelah Terjadinya Perceraian Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Studi Kasus Terhadap Putusan Pengadilan No. 101/Pdt.G/2009/Pn/Mdn)

0 38 141

Analisis Hukum Terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan No. 63 K/Pid/2007)

1 72 106

Pelanggaran Taklik Talak Menurut Kompilasi Hukum Islam Sebagai Alasan Perceraian Suami Istri

0 28 1

Analisis Yuridis Tanggung Jawab Mantan Ayah Terhadap Anak Apabila terjadi Perceraian (Studi Putusan Nomor 132/Pdt.G/2011/PN.Mdn)

0 45 162

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN A. Pengertian Perkawinan Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Dan KUH Perdata - Tanggung Jawab Suami Terhadap Anak Akibat Perceraian Berbeda Agama Dalam Persfektif Hukum Perdata (Studi Kasus Pengadilan Negeri Meda

0 0 33

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tanggung Jawab Suami Terhadap Anak Akibat Perceraian Berbeda Agama Dalam Persfektif Hukum Perdata (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

0 2 13

BAB II DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENENTUKAN TANGGUNG JAWAB PENGASUHAN ANAK SETELAH PERCERAIAN A. Perceraian dan Akibat Hukumnya 1. Perceraian - Tanggung Jawab Hukum Suami atau Istri Dalam Perceraian Terhadap Anak (Studi Kasus Putusan No. 209/Pdt.G/20

0 0 41

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tanggung Jawab Hukum Suami atau Istri Dalam Perceraian Terhadap Anak (Studi Kasus Putusan No. 209/Pdt.G/2007/PN.Mdn)

0 0 27