Estimasi Discount Rate Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap

update yang terjadi dari bulan Januari-Maret 2007. Harga yang diambil pada bulan tersebut dengan alasan untuk mengimbangi biaya-biaya variabel yang juga diperoleh dari data primer pada bulan-bulan yang sama. Berdasarkan asumsi tersebut, maka rata-rata harga ikan per ton selama tiga bulan, yaitu Januari-Maret 2007 adalah sebesar Rp 7.663.636.- Setelah diperoleh nilai-nilai dari parameter biologi dan parameter ekonomi, kemudian diintroduksi kedalam fungsi effort dan fungsi harvest yang dianalisis dengan menggunakan program MAPLE 9.5, maka diperoleh kurva Total Revenue dan Total Cost sebagaimana pada Gambar 6.10 berikut ini. Gambar 6.10 Kurva Total Revenue TR dan Total Cost TC

6.3.3. Estimasi Discount Rate

Pendugaan nilai Discount rate diperlukan untuk mengukur rate manfaat masa kini dibanding manfaat yang akan datang dari pemanfaatan sumberdaya alam. Discount rate dalam penilaian ekonomi-ekologi sumberdaya alam akan sangat berbeda dengan discount rate yang biasa digunakan dalam analisis finansial. Pada analisis ini dipakai dua nilai discount rate yaitu nilai discount rate berbasis pasar market discount rate dan nilai discount rate berbasis pendekatan Ramsey. Tingkat Π MEY TC TR Π MSY TC’ pemanfaatan sumberdaya alam oleh masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya menggambarkan persepsi masyarakat terhadap sumberdaya alam itu sendiri, sehingga disebut juga dengan discount rate berdasarkan presepsi masyarakat atau social discount rate. Pengukuran tingkat social discount rate sebenarnya relative sulit karena adanya dinamika perkembangan sosial Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, biasanya tingkat social discount rate tinggi karena menganggap nilai masa depan dari sumberdaya alam dan lingkungan lebih rendah dari saat ini. Namun demikian kendala ini dapat diatasi dengan pendekatan tingkat suku bunga Perbankan, yaitu kesimbangan antara suku bunga pinjaman dan simpanan. Penelitian ini menggunakan discount rate menurut perhitungan Fauzi 2004 sebesar 8 dan market discount rate sebesar 11 .

6.3.4. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap

Tujuan dari analisis bioekonomi adalah mengidentifikasi dan menentukan usaha pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap yang optimal. Pemanfaatan yang optimal adalah upaya pemanfaatan yang jika dilihat dari aspek biologi tidak mengancam kelestarian atau keberlanjutan daripada sumberdaya perikanan dan dari aspek ekonomi tidak merugikan para nelayan. Berdasarkan nilai dari parameter biologi dan parameter ekonomi serta estimasi nilai discount rate, kemudian dengan menggunakan pendekatan berbagai formula yang telah dijelaskan sebelumnya metodologi penelitian, maka hasil analisis optimasi pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap dari berbagai kondisi pada berbagai rezim pengelolaan di Kota Ternate, yaitu kondisi maximum sustainable yield MSY, maximum economic yield MEY atau sole owner dan kondisi open acsess dapat dilihat pada Tabel 6.21 dan Gambar 6.21 berikut ini. Sedangkan hasil analiais rezim pengelolaan sumberdaya perikanan menggunakan program Maple 9.5 disajikan pada Lampiran 6. Tabel 6.21 Analisis Bioekonomi dalam berbagai Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap 83 Rejim Pengelolaa n Variabel Biomass x ton Produksi h ton Upaya E trip Rente Ekonomi Rp MSY 8.226,46 2.800,83 189.147,81 12.498.482.664,89 MEY 9.944,62 2.678,65 146.404,80 13.434.796.517,50 Open Accsess 3.436,31 1.851,19 292.809,61 - Sumber : Hasil analisis - 50,000.00 100,000.00 150,000.00 200,000.00 250,000.00 MEY OA MSY Rezim pengelolaan C a tc h to n E ff o rt t rip - 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 R e n te e k o n o m i R p .0 .0 Produksi ton Effort trip Rente ekonomi Rp Gambar 6.11 Rezim pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap Tabel 6.21 dan Gambar 6.11 di atas menunjukkan bahwa jumlah tangkapan maximum yang dapat menjamin kelestarian dari sumberdaya perikanan tangkap di Kota Ternate adalah sebesar 8.226,46 ton per tahun, artinya jika hasil penangkapan yang dilakukan oleh nelayan melebihi titik tersebut maka akan terjadi biologi overfishing. Sedangkan effort maximum yang masih menjamin benefit secara ekonomi adalah sebesar 189.147,81 trip per tahun, artinya jika effort yang dilakukan melampaui jumlah trip yang ada pada titik tersebut, maka akan terjadi ekonomi overfishing. Pemanfaatan sumberdaya perikanan pada kondisi MSY memberikan rente ekonomi sebesar Rp.12.498.482.595,19. Produksi aktual rata-rata yang dihasilkan nelayan periode 1993-2006 adalah 6.972,43 ton, dengan rata-rata effort sebanyak 154.357,21 trip per tahun masih dibawah titik produksi dan effort MSY. Walaupun tingkat produksi dan effort rata-rata per tahun masih dibawah titik MSY namun trendnya rata-rata mengalami peningkatan yang semakin tinggi bahkan pada tahun-tahun tertentu telah melewati titik MSY, hal ini mengindikasikan bahwa pemanfaatan sumberdaya perikanan mulai memasuki fase overfishing. Fenomena ini jika dibiarkan dan tidak dikendalikan dengan segera maka akan mengancam kelestarian sumberdaya perikanan bahkan in the long run dalam jangka panjang akan terjadi colaps. Selanjutnya Tabel 6.21 dan Gambar 6.12 menjelaskan tentang perbandingan antara produksi aktual produksi lestari kondisi sumberdaya perikanan tangkap di Kota Ternate periode 1993-2006. Tabel 6.22 Perbandingan Antara Produksi Aktual dan Produksi Lestari Thn Effort trip Produksi Aktual ton Produksi Lrestari ton Selisih ton 1993 92,716.27 3,489.71 3,605.51 115.80 1994 109,920.03 4,700.35 4,477.91 222.44 1995 116,084.47 4,902.72 3,840.50 1,062.22 1996 129,663.76 5,576.58 5,571.66 4.92 1997 137,292.06 5,713.21 6,022.31 309.10 1998 165,775.62 6,401.76 7,853.47 1,451.71 1999 177,476.60 5,982.96 8,677.85 2,694.89 2000 131,048.43 6,066.11 5,652.27 413.84 2001 151,057.60 6,447.98 6,877.22 429.24 2002 165,449.94 7,015.33 7,831.14 815.81 2003 186,114.36 9,030.95 9,315.08 284.13 2004 195,766.99 10,048.50 10,057.10 8.60 2005 197,559.37 10,118.90 10,198.45 79.55 2006 205,075.38 12,118.90 10,803.62 1,315.28 Sumber : Hasil analisis 85 0.00 2,000.00 4,000.00 6,000.00 8,000.00 10,000.00 12,000.00 14,000.00 19 93 19 94 19 95 19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05 20 06 Thn P ro d u k s i t o n Produksi Aktual Produksi Lestari Gambar 6.12 Kurva perbandingan produksi aktual dan produksi lestari Tabel 6.22 dan Gambar 6.12 menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di wilayah Kota Ternate telah memasuki fase overfishing tangkap lebih pada beberapa tahun, yaitu pada tahun 1994 sebesar 222,44 ton, tahun 1995 sebesar 1.062,22 ton, tahun 1996 sebesar 4.92 ton, tahun 2000 sebesar 413,84 ton dan overfishing tertinggi terjadi pada tahun 2006 sebesar 1.315,28 ton.

6.3.4.1. Rezim Open Access

Open accsess didefenisikan dengan seseorang atau pelaku perikanan yang mengeksploitasi sumberdaya secara tidak terkontrol atau dengan kata lain setiap orang dapat memanen sumberdaya tersebut Clark, 1990. Pemanfaatan sumberdaya perikanan yang terjadi pada umunya termasuk di Kota Ternate bersifat open accsess akses terbuka. Praktek pemanfaatan ini didasarkan pada asumsi kepemilikan bersama atas sumberdaya common property resources atau lebih dikenal dengan istilah every one’s property is no one’s property. Pendekatan konsep ini menimbulkan setiap pelaku berusaha mengejar rente setinggi-tingginya sampai pada tingkat rente tersebut habis dengan sendirinya rente=0, tanpa mempedulikan ancaman terhadap kelestarian sumberdaya. Sehingga akhir-akhir ini mulai menghangat isu krisis kelangkaan sumberdaya perikanan tangkap yang melanda sejumlah negara-negara penghasil ikan di dunia. Hasil analisis pada tabel 6.21 menunjukkan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Kota Ternate dalam rezim open accsess dengan tingkat effort sebesar 292.809,61 trip per tahun. Jika dibandingkan dengan effort pada kondisi pengelolaan MSY dan MEY, masing-masing sebesar 189.147,81 trip dan 146.404,80 trip per tahun, maka jumlah effort pada kondisi open access terlampau besar. Jumlah effort yang besar tersebut dipicu oleh sifat open access yang free entry bebas masuk bagi siapa saja yang berkeinginan untuk mendapatkan rente dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap. Jumlah produksi yang dihasilkan dalam rejim pengelolan open access di Kota Ternate adalah sebesar 1.851,19 ton per tahun dengan rente yang diperoleh sama dengan nol, karena Total Revenue sama dengan Total Cost TR=TC. Kondisi ini mengindikasikan akan terjadi persaingan yang tidak sehat antara nelayan tradisional dengan modal yang terbatas tidak mampu bersaing dengan nelayan- nelayan modern yang memiliki akses modal yang lebih besar. Menurut Fauzi 2004 bahwa keseimbangan open access akan terjadi jika seluruh rente ekonomi telah terkuras sehingga tidak ada lagi insentif untuk masuk dan keluar serta tidak ada perubahan pada tingkat upaya yang sudah ada. Artinya bahwa jika Total Cost yang dikeluarkan oleh para nelayan lebih tinggi dari Total Revenue, maka para nelayan akan mengalami kerugian dan memilih keluar dari usaha pemanfaatan sumberdaya perikanan, tetapi jika Total Revenue yang dihasilkan para nelayan lebih besar dari Total Cost yang dikeluarkan, maka akan lebih banyak lagi para nelayan yang tertarik dan masuk untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan sehingga rente terkuras habis. Jadi hanya pada titik keseimbangan tercapai dimana Total Revenue=Total Cost, maka proses keluar exit dan masuk entry tidak akan terjadi.

6.3.4.2. Rezim Pengelolaan Sole Owner atau Maximum Economic Yield MEY

Maximum Economic Yield MEY adalah suatu kondisi pemanfaatan sumberdaya perikanan yang optimal, dimana kondisi pemanfaatan yang memenuhi kaidah ekonomi dan biologis dari pemanfaatan sumberdaya perikanan. Kondisi ini mengindikasikan bahwa terjadi pemanfaatan sumberdaya yang secara ekonomi menghasilkan profit keuntungan yang lebih besar dengan effort yang lebih sedikit dan secara biologi tetap menjamin kelestarian daripada sumberdaya perikanan yang terus berlanjut, karena besarnya jumlah profit yang dihasilkan tidak tergantung pada banyaknya jumlah produksi, namun tergantung pada efisiensi biaya yang sangat tinggi karena jumlah effort yang rendah. Hasil analisis menunjukkan bahwa effort yang dilakukan pada rezim pengelolaan sole owner yaitu sebanyak 146.404,80 trip per tahun jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan effort yang dilakukan pada kondisi pemanfaatan open accsess maupun pada kondisi MSY, masing-masing sebesar 292.809,61 trip per tahun dan 189.147,81 trip per tahun. Jumlah effort yang sangat rendah pada kondisi pemanfaatan sole owner berpengaruh pada total biaya yang juga sangat rendah, karena asumsi biaya yang konstan dan bergerak linear terhadap effort. Rente ekonomi yang dihasilkan pada kondisi sole owner sebesar Rp. 13.434.796.517,50 lebih besar jika dibandingkan rente ekonomi yang dihasilkan pada kondisi MSY yaitu sebesar Rp. 12.498.482.595,19 Fenomena ini menggambarkan bahwa pada tingkat produksi MEY, tingkat upaya penangkapan telah dilakukan secara efisien dan menghasilkan produksi yang lebih baik, kemudian disertai dengan perolehan keuntungan yang maksimum, sehingga memungkinkan dapat dicegahnya alokasi sumberdaya yang tidak tepat missalocation, sebagai akibat dari kelebihan tenaga kerja atau modal yang dibutuhkan untuk pengelolaan sumberdaya perikanan. 6.4. Keterkaitan Antara Unreported Fisheries dengan Optimalisasi Pemanfaatan dan Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan