Pengembangan Perikanan Mini Purse Seine (Soma Pajeko) Berbasis Rumpon di Sekitar Pulau Mayau, Kota Ternate Provinsi Maluku Utara

(1)

MAYAU, KOTA TERNATE PROVINSI MALUKU UTARA

AMIRUL KARMAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Pengembangan Perikanan Mini Purse Seine (Soma Pajeko) Berbasis Rumpon di Sekitar Pulau Mayau, Kota Ternate Provinsi Maluku Utara” adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2008

Amirul Karman


(3)

AMIRUL KARMAN. Development of FAD-based Mini Purse Seine Fishery (Soma Pajeko) Around Mayau Island - Ternate City, Provinsi North Maluku. Under Supervision of M FEDI A SONDITA and EKO SRI WIYONO

Mayau island is a region administratively under governance of the Ternate City (North Maluku Province). This island is geographically strategic at the center of a fishing area to mini purse seine (soma pajeko) fishing fleets mostly from Bitung (North Sulawesi Province). This research aimed to evaluate performance of the mini purse seine fishery from both Bitung and Mayau, to determine strategy of fair development of Mayau-based purse seine fishery. The fishing operation relied much on the use of rumpon, a type of coconut leaf frond-FAD with anchor at the depths around 150 - 200 metres. The catch from a five year period (from 2002 to 2006) was dominated by layang (Decepaterus spp.), about 79% – 94% of the total annual catch of the fishery. The total catch reached its peak in year 2004 (1250 tons) but then dropped drastically in the following years. The catch per rumpon in year 2005 was 115,1 tons/rumpon. Fishing business for fishing fleets from both Bitung fishing fleets and Mayau are financially feasible. Considering this feasibility, both regional governments from Kota Bitung and Kota Ternate are proposed to have cooperative agreement for development of Mayau-based purse seine fishery.

Keywords: Mayau island, purse seine, fisheries management, cooperative agreement.


(4)

RINGKASAN

AMIRUL KARMAN. Pengembangan Perikanan Mini Purse Seine (Soma Pajeko) Berbasis Rumpon di Sekitar Pulau Mayau, Kota Ternate Provinsi Maluku Utara. Dibimbing oleh M. FEDI A SONDITA dan EKO SRI WIYONO.

Pulau Mayau masuk dalam wilayah administrasi Kota Ternate (Provinsi Maluku Utara). Posisi yang strategis ini menyebabkan perairan pulau Mayau sebagai tempat kegiatan penangkapan ikan pelagis kecil dengan alat tangkap mini purse seine (soma pajeko), dan pulau Mayau sendiri menjadi pangkalan dari armada penangkapan tersebut. Armada mini purse seine yang berpangkalan di pulau Mayau adalah armada mini purse seine milik nelayan lokal dan milik nelayan dari Bitung. Operasi penangkapan ikan perikanan mini purse seine (soma pejeko) di pulau Mayau menggunakan alat bantu rumpon, rumpon yang digunakan yaitu tipe bambu yang menggunakan daun kelapa dan dipasang pada kedalaman sekitar 150 m – 200 m. Hasil tangkapan utama dari armada mini purse seine ini adalah ikan pelagis kecil, misalnya layang (Decapterus spp.), tongkol dan selar. Jumlah hasil tangkapan terbanyak selama 5 tahun (2002 – 2006) adalah ikan layang (Decepaterus spp.) yaitu berkisar 79% sampai 94%. Hasil tangkapan ikan meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 2004, kemudian menurun drastis pada tahun 2005. Hasil tangkapan tertinggi pada tahun 2004 sebesar 1.249,99 ton, dan terendah pada tahun 2006 sebesar 229,17 ton. Produktivitas perikanan ini (produksi per kapal per tahun) cenderung meningkat. Produktivitas tertinggi pada tahun 2005 sebesar 115,19 ton/kapal/tahun, dan terendah pada tahun 2003 sebesar 87,14 ton/kapal/tahun. Sementara itu, hasil tangkap per rumpon cenderung meningkat dari 54,12 ton/rumpon pada tahun 2002 menjadi 115,19 ton per rumpon pada tahun 2005. Usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) nelayan dari Bitung dan nelayan pulau Mayau secara finansial masih layak. Mengingat usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) secara finansial masih layak, maka salah satu strategi untuk menyelamatkan perikanan mini purse seine di sekitar pulau Mayau adalah kerjasama pengelolaan sumberdaya ikan antara Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate atau Provinsi Maluku Utara. Kerjasama ini tidak lain untuk menghindarkan persaingan antar daerah yang dapat merugikan pelaku perikanan.

Kata Kunci: pulau Mayau, soma pajeko, pengelolaan sumberdaya perikanan, kerja sama.


(5)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta dilindungi

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber :

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(6)

PENGEMBANGAN PERIKANAN MINI PURSE SEINE

(SOMA PAJEKO) BERBASIS RUMPON DI SEKITAR PULAU

MAYAU, KOTA TERNATE PROVINSI MALUKU UTARA

AMIRUL KARMAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(7)

Judul Tesis : Pengembangan Perikanan Mini Purse Seine (Soma Pajeko) Berbasis Rumpon di Sekitar Pulau Mayau, Kota Ternate Provinsi Maluku Utara

Nama Mahasiswa : Amirul Karman

NRP : C451060031

Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. M. Fedi. A. Sondita, M.Sc Ketua

Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Teknologi Kelautan

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Khairil Anwar Notodiputro, MS.


(8)


(9)

Penulis dilahirkan di Kota Ambon pada tanggal 9 Agustus 1969 sebagai anak pertama (5 bersaudara) dari pasangan bapak H. S Karman dan ibu Hj Ona Samba. Pada tahu 1996 penulis menyelesaikan strata satu (S1) pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universiras Sam Ratulangi Manado.

Penulis diterima di PT Karya Agro Nusantara sebagai Teknisi Lapangan Budidaya Pembesaran Kerapu Bebek (Mariculture Field Technician) sejak tanggal 24 Maret 2001 sampai dengan 26 September 2003. Pada tanggal 1 Desember 2003 penulis diangkat sebagai Dosen di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate. Tahun 2006, penulis melanjutkan pendidikan pada program studi Teknologi Kelautan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.


(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga tesis dengan judul “Pengembangan Perikanan Mini Purse Seine (Soma Pajeko) Berbasis Rumpon Di Sekitar Pulau Mayau, Kota Ternate Provinsi Maluku Utara” dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Bapak Drs. Hi. Rivai Umar, M.Si (Rektor Universitas Khairun Ternate), yang telah memberikan izin Tugas Belajar pada Program Studi Teknologi Kelautan Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi dan tak terhingga juga kepada Bapak Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc. dan Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si., sebagai ketua komisi pembimbing dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu serta memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dari penyusunan proposal hingga selesainya tesis ini.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga disampaikan kepada Dekan Sekolah Pascasarjana (Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S) dan Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc) serta Ketua Program Studi Teknologi Kelautan (Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc) Institut Pertanian Bogor beserta para staf pengajar yang telah membekali ilmu pengetahuan. Kepada Bapak, Prof. Dr. Ir. Ari. Purbayanto, M.Sc, Prof. Dr. Ir . Daniel A. Monintja, M.Sc, Ir. Ronny I Wahyu, M.Phil, Dr. Ir. Sugeng H Wisudo, M.Sc, Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si, Ir. Fis Purwangka, M.Si dan Dr. Ir Am. Azbas Taurusman, M.Si atas bantuan dan dorongan selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana FPIK IPB Bogor.

Kepada Bapak Wolter Sagune (Nakhoda KM Fernia 01) serta keluarga, ibu Laura Dimpudus serta suaminya dan juga kepada pemilik armada soma pajeko di pulau Mayau yang telah banyak membantu penulis selama kegiatan penelitian dilapangan. Khususnya untuk Kel. Ir Ikram Sangaji, M.Si, Kel. Dr. Ir. M. K. Marsaoli, M.Si, Kel. Dr. Ir. L. Ega, M.Si, Kel. Ir. Zulhan Harahap, dan Kel. Imran Taeran, S.Pi, M.Si, penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga atas atensinya selama penulis menempuh studi.


(11)

Benediktus Jeujanan, S.Pi, M.Si, Adnan, ST, Hufiadi, S.Pi, Muklis, S.Pi, Rudiansyah Latif, S.Pi, M.Si, Takril, S.Pi, M.Si, Adi Heriawan, S.Kom, Yeyen Kurniawan, S.Pi, Dwi Rosalina, S.Si, M.Si, Finriyani Arifin, S.Pi, M.Si, Isnaini, S.Si, M.Si, Ririn Irnawati, S.Pi, M.Si, Stany R. Siahaenenia, S.Pi, M.Si, Dina Mayasari, S.Pi, M.Si Isnaniah, S.Pi dan serta TKL S3 Bapak Ir. Johanis Hiariej, M.Sc, Irham, S.Pi, M.Si, Ir. Romy Abdullah, M,Sc, Ir Joisye Lopulalan, M.Si dan Bapak Ir. Iin Solihin, M.Sc atas segala kerjasama dan dukungan serta kebersamaannya selama ini. Tak lupa kepada Pihak Sekretariat TKL Shinta, Hanny dan Lia, Yana, Isman dan Teteh atas segala bantuan selama penulis mengikuti pendidikan. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan yang telah memberikan dukungan dan sumbangsih pemikiran selama penulis menempuh pendidikan.

Khusus kepada Keluarga terima kasih yang tak terhingga kepada orangtuaku: Ayahanda Hi. S. Karman dan Ibunda Hj. Ona Samba serta Ayahanda Franciscus Kalalo dan Ibu Elvira Knefeel yang senantiasa dan selalu memberi doa restu serta kasih sayang kepada penulis. Tak lupa juga Adik-Adikku Kel. Andi Junaidi Rasyd (Edi dan Endang), Sutriaji, Wulan, Rini, Windi, Anto, Reinhart, Steven, Felisa, Alter, Valen, Cintol dan Novi. atas bantuan, doa dan motivasinya kepada penulis.

Yang terakhir dan yang paling utama terima kasih kepada Istriku tersayang dan tercinta Lusiana H Kalalo “UCI” dan buah hatiku tersayang Regina Karman yang tidak pernah berhenti mencurahkan kasih sayang dan pengorbanan yang luar biasa dan selalu setia mendampingi.

.

Bogor, Juli 2008


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTARA GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

DAFTAR ISTILAH ... xvii

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.5 Hipotesis Penelitian ... 3

1.6 Kerangka Pemikiran ... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian ... 5

2.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Pulau Mayau ... 6

2.2.1 Sarana perikanan tangkap ... 6

2.2.2 Alat penangkapan ikan ... 7

2.2.3 Produksi perikanan tangkap ... 7

2.3 Perikanan Pukat Cincin (Purse Seine) ... 8

2.3.1 Kapal pukat cincin ... 8

2.3.2 Alat tangkap pukat cincin ... 9

2.3.3 Rumpon ... 12

2.3.4 Nelayan ... 15

2.4 Sumberdaya Ikan Pelagis ... 16

2.5 Analisis Kelayakan Usaha ... 18

2.5.1 Analisis pendapatan usaha (keuntungan) ... 18

2.5.2 Analisis kriteria investasi ... 19

2.6 Analisis SWOT ... 19

2.7 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan ... 21

3 METODOLOGI PENELITIAN ... 26

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 26

3.2 Alat dan Bahan ... 26

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 27

3.4 Teknik Pengambilan Responden ... 28

3.5 Pendekatan Studi ... 29

3.6 Evaluasi Kinerja Usaha Perikanan Mini Purse Seine ... 29

3.6.1 Analisis faktor teknis ... 30


(13)

3.6.3 Analisis faktor ekonomi ... 30

3.6.4 Analisis faktor sosial ... 33

3.7 Menyusun Alternatif Pengembangan Usaha Perikanan Mini Purse Seine ... ... 33

3.7.1 Analisis strategi pengembangan usaha perikanan mini purse seine ... 33

3.7.2 Analisis prioritas strategi pengembangan usaha perikanan mini purse seine ... 36

4 HASIL PENELITIAN ... 39

4.1 Kinerja Usaha Perikanan Mini Purse Seine ... 39

4.1.1 Kondisi umum perikanan mini purse seine ... 39

4.1.1.1 Kapal mini purse seine ... 39

4.1.1.2 Alat tangkap mini purse seine ... 41

4.1.1.3 Rumpon ... 44

4.1.1.4 Nelayan ... 46

4.1.1.5 Modus operasi penangkapan mini purse seine ... 47

4,1.1.6 Sistem bagi hasil ... 51

4.1.1.7 Pemasaran hasil tangkapan ... 53

4.1.2 Hasil tangkapan ... 54

4.1.2.1 Komposisi hasil tangkapan ... 54

4.1.2.2 Trend hasil tangkapan, produktivitas armada minipurse seine, dan produktivitas rumpon ... 55

4.1.3 Kelayakan usaha perikanan mini purse seine ... 57

4.1.3.1 Pendapatan usaha (keuntungan) ... 57

4.1.3.2 Net B/C ... 57

4.1.4 Kelembagaan perikanan Kota Ternate dan Kota Bitung ... 58

4.1.4.1 Kelembagaan perikanan Kota Ternate ... 58

4.1.4.2 Kelembagaan perikanan Kota Bitung ... 59

4.1.4.3 Kepemilikan rumpon ... 60

4.2 Pengembangan Usaha Perikanan Mini Purse Seine ... 60

4.2.1 Kondisi usaha perikanan mini purse seine ... 60

4.2.2 Prioritas strategi pengembangan usaha perikanan mini purse seine ... 64

5 PEMBAHASAN ... 68

5.1 Kondisi Usaha Perikanan Mini Purse Seine ... 68

5.2 Hasil Tangkapan dan Kelayakan Usaha ... 72

5.3 Pengembangan Usaha Perikanan Mini Purse Seine ... 74

6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

6.1 Kesimpulan ... 80

6.2 Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 82


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Jumlah armada penangkapan ikan di pulau Mayau pada tahun 2007 ... 6

2 Jumlah jenis alat tangkap ikan di pulau Mayau pada tahun 2007 ... 7

3 Perkembangan jumlah rumpon yang dipasang dan mini purse seine (soma pajeko) yang beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau

tahun 2002 – 2006 ... 7

4 Perkembangan produksi perikanan min purse seine (soma pajeko) yang beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau tahun 2002 – 2006 ... 8

5 Beberapa jenis ikan pelagis kecil dan besar di Indonesia ... 17

6 Matriks SWOT dan kemungkinan strategi yang sesuai ... 20

7 Sistem usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau

Mayau ... ... 34

8 Formulasi faktor teknis, faktor biologi, faktor ekonomi, dan faktor sosial menjadai faktor internal dan faktor eksternal dalam usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau ... 35

9 Spesifikasi kapal mini purse seine (mini purse seiner) dan perahu lampu yang digunakan nelayan lokal (nelayan pulau Mayau dan nelayan andon (nelayan dari Bitung) ... 40 10 Spesifikasi mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau ... 43

11 Bahan, ukuran, jumlah, dan berat dari komponen material rumpon

bambu di pulau Mayau ... 46

12 Pembagian tugas dan tanggung jawab nelayan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau ... 47

13 Harga ikan hasil tangkapan mini purse seine yang dipasarkan di kapal penampung dari Bitung yang berpangkalan di pulau Mayau ... 54

14 Komposisi hasil tangkapan mini purse seine (soma pajeko) di pulau

Mayau, tahun 2002 – 2006 ... 55

15 Kelembagaan pengusaha perikanan di Kota Ternate tahun 2004 ... 59


(15)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

17 Kelembagaan pengusaha perikanan di Kota Bitung ... 59

18 Kondisi faktor teknik, faktor biologi, faktor ekonomi, dan faktor sosial menjadi faktor internal dan faktor eksternal dalam usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau ... 61

19 Faktor strategi internal kekuatan (strengths = s) dan kelemahan (weaknesses = w) ... 62

20 Faktor strategi eksternal peluang (opportunities = o) dan ancaman (threats = t) ... 62

21 Hasil analisis matriks SWOT ... 63

22 Hasil analisis matriks IFE (internal factor evaluation) ... 65

23 Hasil analisis matriks EFE (external factor evaluation) ... 66

24 Pengaruh setiap strategi terhadap faktor SWOT ... 67


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Rangkaian kegiatan penelitian pengembangan perikanan mini purse

seine (soma pajeko) di pulau Mayau ... 4

2 Metode penangkapan ikan dengan pukat cincin (purse seine) ... 11

3 Model rumpon modern ... 14

4 Peta lokasi penelitian ... 26

5 Kapal mini purse seine (mini purse seiner) nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) ... 40

6 Kapal mini purse seine (mini purse seiner) nelayan andon (nelayan dari (Bitung) ... 41

7 (a) Perahu lampu yang digunakan oleh nelayan lokal (nelayan pulau Mayau dan nelayan andon (nelayan dari Bitung); b) Wings hauler yang digunakan oleh nelayan andon (nelayan dari Bitung) ... 41

8 Desain mini purse seine (soma pejeko) di pulau Mayau ... 42

9 Alat tangkap mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau ... 43

10 Konstruksi rumpon bambu yang menggunakan daun kelapa di pulau Mayau ... 45

11 Skema operasi penangkapan mini purse seine (soma pajeko) dengan rumpon di pulau Mayau ... 50

12 Sistem bagi hasil tangkapan usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) masih dalam pemberdayaan (kepemilikan usaha bersifat kolektif/kelompok) ... 52

13 Sistem bagi hasil tangkapan usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) setelah pinjaman dana bergulir lunas (kepemilikan usaha bersifat kolektif/kelompok) ... 52

14 Sistem bagi hasil tangkapan usaha perikanan mini purse seine andon/nelayan dari Bitung (kepemilikan usaha bersifat perorangan/pengusaha) ... 53

15 Salah satu kapal penampung yang melakukan pembelian hasil tangkapan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau ... 54


(17)

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

16 Perkembangan hasil tangkapan ikan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau, tahun 2002 – 2006 ... 55

17 Perkembangan produktivitas armada mini purse seine (ton/kapal/tahun) yang berpangkalan di pulau Mayau, tahun 2002 – 2006 ... 56

18 Perkembangan produktivitas rumpon (ton/rumpon/tahun) yang


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Perkembangan produktivitas armada mini purse seine yang berpangkalan

di pulau Mayau, tahun 2002 – 2006 ... 87

2 Perkembangan produktivitas rumpon di perairan sekitar pulau Mayau, tahun 2002 – 2006 ... 88

3 Indeks harga konsumen Kota Ternate, tahun 2002 – 2006 ... 89

4 Analisis usaha unit perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) masih dalam pemberdayaan (kepemilikan usaha bersifat

kolektif/kelompok) ... 90

5 Analisis usaha unit perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) setelah pinjaman dana bergulir lunas (kepemilikan usaha bersifat kolektif/kelompok) ... 91

6 Analisis usaha unit perikanan mini purse seine andon/nelayan dari Bitung (kepemilikan usaha bersifat perorangan/pengusaha) ... 92

6 Cash flow usaha unit perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) masih dalam pemberdayaan (kepemilikan usaha bersifat

kolektif/kelompok) ... 93

7 Cash flow usaha unit perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) setelah pinjaman dana bergulir lunas (kepemilikan usaha

bersifat kolektif/kelompok) ... 94

9 Cash flow usaha unit perikanan mini purse seine andon/nelayan dari Bitung (kepemilikan usaha bersifat perorangan/pengusaha) ... 95

10 Pendapatan (upah) nelayan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) masih dalam pemberdayaan (kepemilikan usaha bersifat

kolektif/kelompok) ... 96

11 Pendapatan (upah) nelayan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) setelah pinjaman dana bergulir lunas (kepemilikan usaha bersifat

kolektif/kelompok) ... 97

12 Pendapatan (upah) nelayan mini purse seine andon/nelayan dari Bitung (kepemilikan usaha bersifat perorangan/pengusaha) ... 98


(19)

DAFTAR ISTILAH

Alat penangkapan ikan : Adalah alat yang dirancang (dibuat) untuk menangkap ikan.

Alat penangkapan ikan dan praktek penangkapan yang ilegal

: Adalah alat penangkapan ikan dan praktek penangkapan yang dilarang oleh hukum dan peraturan perundangan. Daerah penangkapan ikan

(fishing ground)

: Adalah suatu daerah perairan tempat ikan berkumpul dimana penangkapan ikan dapat dilakukan.

Hasil tangkapan : Adalah merupakan porsi dari hasil tangkapan yang akan didaratkan di pangkalan penangkapan ikan atau didistribusikan ke pasar.

Hauling (penarikan) : Adalah proses penarikan jaring mini setelah proses pelingkaran selesai dilakukan.

Investasi : Adalah usaha menanamkan faktor-faktor produksi dalam proyek tertentu, baik yang bersifat baru sama sekali atau perluasan proyek.

Kapal perikanan : Adalah kapal, perahu atau alat apung lainnya yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, dan pelatihan atau eksplorasi perikanan.

Kapal pukat cincin (purse seiner) : Adalah kapal yang secara khusus dirancang dan dibangun untuk digunakan menangkap ikan dengan alat tangkap jenis purse seine (pukat cincin), dan sekaligus menampung, menyimpan, mendinginkan, dan mengangkut hasil tangkapannya.

Kelembagaan : Adalah aturan main (rules of the game) dalam suatu masyarakat.

Metode operasi penangkapan ikan

: Adalah teknik atau cara yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan.

Mini purse seine(soma pajeko) : Adalah jaring lingkar aktif yang berukuran lebih kecil dari purse seine atau pukat cincin.

Nelayan : Adalah orang yang secara aktif

melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan atau binatang air lainnya atau tanaman air.


(20)

Nelayan andon : Adalah nelayan pendatang pada suatu daerah untuk melakukan penangkapan ikan.

Nelayan lokal : Adalah nelayan yang berasal dari daerah tersebut dan tinggal menetap.

Pemanfaatan yang berkelanjutan : Adalah cara mengeksploitasi sumberdaya yang tidak mengarah pada penurunan jangka panjang dari ukuran dan keragaman hewan-hewan air.

Pengelolaan perikanan : Adalah proses yang terpadu antara pengumpulan informasi, melakukan analisis, membuat perencanaan, melakukan konsultasi, pengambilan keputusan, menentukan alokasi sumberdaya serta perumusan dan pelaksanaan, bila diperlukan menggunakan penegakkan hukum dari aturan dan peraturan yang mengendalikan kegiatan perikanan dengan tujuan untuk menjamin keberlanjutan produksi dari sumberdaya dan tercapainya tujuan perikanan lainnya.

Perahu lampu : Adalah salah satu alat bantu dalam perikanan mini purse seine (soma pajeko) berupa perahu dengan menggunakan lampu untuk memikat ikan.

Perikanan : Adalah semua kegiatan yang

berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis

Perikanan tangkap : Adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau dengan cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan/atau mengawetkannya.

Pukat cincin (purse seine) : Adalah jaring yang umumnya berbentuk empat persegi panjang, dilengkapi tali kerut untuk dilewatkan melalui cincin yang diikatkan pada tali ris bawah, dengan menarik tali kerut bagian bawah jaring dapat dikuncupkan dan jaring akan berbentuk seperti mangkok


(21)

Purse line (tali kolor) : Adalah tali yang dipasang pada bagian bawah jaring, yang berfungsi untuk mengerutkan jaring pada saat tali tersebut ditarik.

Rezim sumberdaya tanpa pemilik (res nullius)

: Adalah sumberdaya tidak dimiliki oleh siapapun.

Rumpon : Adalah Alat bantu penangkapan ikan

yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut.

Setting (pelingkaran) : Adalah proses penurunan jaring untuk melingkari kawanan ikan.

Sumberdaya ikan : Adalah potensi semua jenis ikan.

Sumberdaya perikanan : Adalah terdiri dari sumberdaya ikan, sumberdaya lingkungan, dan sumberdaya buatan manusia yang digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan.

Sumberdaya properti bersama : Adalah hak properti atas sumberdaya itu dipegang secara bersama.

Unit penangkapan ikan : Satu kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan ikan yang terdiri dari kapal perikanan, alat tangkap dan nelayan Upaya penangkapan ikan : Adalah menunjukkan jumlah alat

penangkapan ikan berjenis khusus (jumlah dari unit penangkapan ikan atau kapasitas mesin total dari unit penangkapan ikan) yang digunakan di daerah penangkapan ikan dalam satuan waktu tertentu.


(22)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Ternate masuk dalam wilayah administrasi Provinsi Maluku Utara, merupakan Kota Kepulauan yang dikelilingi oleh laut, secara geografis berada pada posisi 00 – 20 Lintang Utara dan 1260 – 1280 Bujur Timur. Luas daratan Kota Ternate sebesar 250,85 km2, sementara lautannya 5.547,55 km2. Wilayah Kota Ternate terdiri dari delapan buah pulau besar dan kecil; pulau Ternate, pulau Hiri, pulau Moti, pulau Mayau, pulau Tifure, pulau Maka, pulau Mano, dan pulau Gurida. Umumnya daerah kepulauan yang memiliki ciri banyak desa/kelurahan pantai, 63 desa/kelurahan yang ada di daerah ini 71% atau 45 desa/kelurahan berklasifikasi pantai dan 29% atau 18 desa/kelurahan bukan pantai (BPS Kota Ternate 2007). Hingga penelitian ini dilakukan kontribusi perikanan Kota Ternate terhadap produksi perikanan Provinsi Maluku Utara tidak diketahui dengan pasti. Sebagai catatan, produksi perikanan Maluku Utara pada tahun 2004 mencapai 88.628 ton (DPK Maluku Utara 2006).

Pulau Mayau merupakan salah satu dari gugusan pulau-pulau kecil yang terletak di laut Maluku dan masuk dalam wilayah administrasi Kota Ternate Provinsi Maluku Utara. Laut Maluku terletak pada 30 Lintang Selatan hingga 30 Lintang Utara dan 1240 hingga 1280 Bujur Timur. Secara geografis, di bagian Utara berbatasan dengan Samudera Pasifik, Selatan dengan Laut Seram, Timur dengan Pulau Halmahera, dan Barat dengan Laut Sulawesi. Perairan Laut Maluku berhubungan dengan Samudera Pasifik cukup memiliki potensi sumberdaya ikan, baik pelagis kecil maupun pelagis besar.

Posisi pulau Mayau sangat strategis karena berada di tengah perairan yang menjadi daerah operasi penangkapan ikan layang (Decapterus spp.) dengan alat

mini purse seine atau pukat cincin (dikenal dengan nama soma pajeko) dari armada kapal penangkap ikan yang berpangkalan di Bitung, Minahasa, Sulawesi Utara. Jenis alat pukat cincin berkembang cepat menjadi semi industri, sebagaimana ditunjukkan oleh peningkatan kapasitas penangkapan (ukuran kapal dan termasuk kekuatan mesin) dan perluasan daerah penangkapan ikan, serta


(23)

peningkatan penggunaan lampu sorot (cahaya) dengan daya (intensitas) yang cenderung meningkat (Nugroho 2006).

Kapal-kapal mini purse seine yang beroperasi di sekitar pulau Mayau, selain milik nelayan lokal (nelayan pulau Mayau), juga milik nelayan Bitung yang dapat dikategorikan sebagai nelayan andon (pendatang sementara). Kapal yang berasal dari Bitung tersebut terdaftar pada Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung, namun tidak terdaftar pada Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate maupun Provinsi Maluku Utara. Agar tidak terjadi permasalahan atau konflik di masa yang akan datang, pengelolaan perikanan yang berpangkalan di pulau Mayau ini perlu ditangani secara khusus, karena persaingan yang dilakukan oleh pengelola atau pelaku perikanan dapat mengakibatkan penurunan kinerja usaha perikanan.

1.2 Perumusan Masalah

Menjelang pelaksanaan penelitian lapangan, sebuah permasalahan telah dilaporkan para responden bahwa banyak kapal mini purse seine sudah tidak beroperasi lagi di perairan sekitar pulau Mayau. Untuk menuntun pemecahan permasalahan ini, penelitian perlu dilakukan untuk menjawab pertanyaan pokok, seperti; apakah perikanan mini purse seine masih layak dilaksanakan di pulau Mayau dan sekitarnya? apakah usaha perikanan ini masih efisien atau mungkin memerlukan pengaturan? Kedua pertanyaan tersebut harus dicari jawabannya untuk menentukan solusi pengelolaan perikanan terbaik.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Mengevaluasi kinerja usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko), baik yang berbasis di Bitung maupun yang berbasis di pulau Mayau sebagai wilayah administrasi Kota Ternate.

(2) Menyusun alternatif pengembangan usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau yang berkelanjutan dan berkeadilan.


(24)

3

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

(1) Sebagai bahan informasi kepada pengusaha dan nelayan dalam mengembangkan usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau Kota Ternate Provinsi Maluku Utara.

(2) Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam membuat kebijakan mengenai pengembangan usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau Kota Ternate Provinsi Maluku Utara.

1..5 Hipotesis Penelitian

Jika ada persaingan (kompetisi) di antara dua pengelola atau pelaku perikanan (Kota Ternate Provinsi Maluku Utara dan Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara) maka kinerja usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) akan menurun.

1.6 Kerangka Pemikiran

Kinerja suatu perikanan dipengaruhi tidak saja oleh faktor internal, tetapi juga faktor eksternal seperti, kebijakan yang diterapkan oleh pengelola perikanan di suatu tempat. Hal ini kemungkinan bisa berlanjut di beberapa wilayah yang berdampingan, berdekatan, dan memanfaatkan stock ikan yang sama. Kegiatan usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau dilakukan oleh nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) dan nelayan andon (nelayan dari Bitung). Kapal-kapal mini purse seine nelayan andon terdaftar di Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung dan tidak terdaftar di Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate maupun Provinsi Maluku Utara.

Persaingan yang terjadi antara lebih dari satu pengelola atau pelaku perikanan (Kota Ternate Provinsi Maluku Utara dan Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara) dapat mengakibatkan penurunan kinerja usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau. Untuk mencegah terjadinya penurunan kinerja usaha ini, perlu dilakukan kerja sama.

Perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu; (1) Faktor teknik (kapal, alat tangkap, rumpon, dan


(25)

nelayan);(2) Faktor biologi(antara lain komposisi dan trend hasil tangkapan);(3) Faktor ekonomi (Kelayakan usaha yang dianalisis dari keuntungan dan net B/C); dan (4) Aspek sosial (instansi otoritas pengelola perikanan dan kepemilikan). Dalam penelitian, analisis dilakukan terhadap keempat faktor tersebut. Hasil analisis tersebut adalah kondisi perikanan mini purse seine (soma pajeko), yang kemudian dijadikan bahan untuk analisis SWOT. Analisis SWOT tersebut menghasilkan sejumlah strategi yang kemudian diurutkan prioritasnya untuk mengidentifikasi strategi terpenting yang perlu diterapkan untuk mengembangkan perikanan mini purse seine (soma pajeko) di sekitar pulau Mayau (Gambar 1).

Gambar 1 Rangkaian kegiatan penelitian pengembangan perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau.

Analisis Perikanan Mini Purse Seine (Soma Pajeko)

Faktor Biologi Faktor

Teknik

Faktor Sosial Hasil Tangkapan

- Kapal - Alat tangkap - Rumpon - Nelayan

● Kelembagaan: - Kota Ternate - Kota Bitung

● Pemilik rumpon

Kondisi Perikanan Mini Purse Seine (Soma Pajeko) di Pulau Mayau Faktor

Ekonomi

Keuntungan dan

Net B/C

- Komposisi - Trend

produksi

Analisis Kelayakan Usaha

Analisis SWOT


(26)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian

Pulau Mayau terletak di Laut Maluku, koordinat geografis 01019’01,3’’ LU dan 126023’59,8’’ BT. Pulau Mayau masuk dalam Kecamatan Ternate Pulau wilayah administratif Kota Ternate Provinsi Maluku Utara, dengan luas pulau 78,40 km2. Secara geografis batasan pulau Mayau sebagai berikut;

(1) Sebelah Utara berbatasan dengan Samudera Pasifik. (2) Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Sulawesi (3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Seram (4) Sebelah Timur berbatasan dengan Pulau Halmahera.

Secara umum pulau Mayau dan juga daerah lainnya di Provinsi Maluku Utara mempunyai tipe iklim tropis, dipengaruhi oleh iklim laut yang biasanya heterogen sesuai indikasi umum iklim tropis. Daerah ini mengenal dua musim yakni Utara – Barat dan Timur – Selatan yang seringkali diselingi dengan dua kali masa pancaroba disetiap tahunnya (BPS Kota Ternate 2007).

Menurut hasil pengukuran stasiun Meteorologi dan Geofisika Ternate pada tahun 2006 menunjukkan bahwa musim hujan jatuh pada bulan Januari - Juni dengan jumlah curah hujan tertinggi pada bulan Juni (390 mm) dan jumlah hari hujan 16 - 24 hari, temperatur berkisar antara 23,5 0C – 31,7 0C, kelembaban nisbi rata-rata 81,42%, tingkat penyinaran matahari rata-rata 60,75% dan kecepatan angin rata-rata 4,17 km/jam dengan kecepatan maksimum mutlak rata-rata 21,58 km/jam (BPS Kota Ternate 2007).

Kondisi parameter oseanografi perairan di sekitar pulau Mayau tidak jauh berbeda dengan perairan tropis lainnya, kondisi ini bisa terjadi secara harian, tahunan, dan jangka panjang. Kondisi pasang surut tergantung pada tipe pasang surut yang terjadi di perairan tersebut. Pasang surut yang terjadi di perairan pantai pulau Mayau adalah tipe pasang diurnal, yaitu pergerakkan naik turunnya permukaan air laut pada interval waktu yang sama antara siang dan malam. Selanjutnya pergerakkan arus yang berlangsung menurut skala waktu dapat dibedakan menjadi arus musiman akibat perubahan musim, yaitu Barat dan Timur


(27)

dan arus harian yang dipengaruhi oleh pergerakan pasang surut (DPK Maluku Utara 2004).

Jumlah penduduk di pulau Mayau sebanyak 2.442 jiwa yang tersebar di tiga desa, dimana penduduk terbanyak di desa Mayau dengan jumlah penduduk sebanyak 1.340 jiwa, kemudian desa Lelewi sebanyak 538 jiwa dan desa Bido sebanyak 464 jiwa, dari jumlah penduduk tersebut sebanyak 1.320 orang berprofesi sebagai nelayan (DPK Kota Ternate 2007).

2.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Pulau Mayau

Data statistika mengenai perkembangan alat tangkap maupun produksi perikanan tangkap di pulau Mayau sampai pada tahun 2006 tidak tercatat di Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate maupun Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara, hal ini disebabkan karena faktor transportasi langsung dari Ternate ke pulau Mayau sampai tahun 2007 tidak ada, dan faktor produksi perikanan tangkap di pulau Mayau sampai saat ini dipasarkan di kapal penampung yang berpangkalan di pulau tersebut dan kemudian dibawah ke Kota Bitung Sulawesi Utara. Pendataan potensi perikanan baru dilaksanakan pada bulan Mei 2007 oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate, sehingga perkembangan jumlah armada penangkapan ikan dan jenis alat tangkap di pulau Mayau yang bisa disajikan hanya pada tahun 2007.

2.2.1 Sarana perikanan tangkap

Jumlah armada penangkapan ikan yang beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau didominasi oleh perahu tanpa motor, yaitu sebanyak 100 armada (Tabel 1).

Tabel 1 Jumlah armada penangkapan ikan di pulau Mayau pada tahun 2007

No Armada Jumlah Aktif Tidak Aktif

1 Perahu tanpa motor 100 100 -

2 Motor tempel 31 31 -


(28)

7

2.2.2 Alat penangkapan ikan

Jumlah alat penangkapan ikan yang beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau pada tahun 2007 didominasi oleh alat tangkap yang bersifat tradisional. Alat tangkap dengan unit penangkapan terbesar adalah pancing sebanyak 137 unit (Tabel 2).

Tabel 2 Jumlah jenis alat tangkap ikan di pulau Mayau pada tahun 2007

No Alat tangkap Jumlah Aktif Tidak Aktif

1 Pukat kantong 19 19 -

2 Pukat cincin 2 - 2

3 Jaring insang 9 9 -

4 Pancing 137 137 -

5 Perangkap 2 2 -

Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate 2007.

Selanjutnya jumlah unit penangkapan mini purse seine (soma pajeko) yang beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau selama 5 tahun terakhir (2002 – 2006) berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan di pulau tersebut mengalami fluktuasi hingga tahun 2006 (Tabel 3).

Tabel 3 Perkembangan jumlah rumpon yang di pasang dan mini purse seine (soma pajeko) yang beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau tahun 2002 – 2006

Tahun

Jumlah rumpon (unit)

Total

Jumlah alat tangkap

mini purse seine (unit)

Total Lokal (P.Mayau) Andon (Bitung) Lokal (P.Mayu) Andon (Bitung)

2002 2 8 10 1 5 6

2003 4 10 14 2 8 10

2004 2 14 16 2 11 13

2005 1 3 4 1 3 4

2006 1 1 2 1 1 2

Sumber: Hasil penelian , tahun 2007.

2.2.3 Produksi perikanan tangkap

Jumlah produksi perikanan mini purse seine (soma pajeko) yang beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau selama 5 tahun terakhir (tahun 2002 – 2006) mengalami fluktuasi. Produksi tertinggi pada tahun 2004, sebanyak 1.249,99 ton dan terendah pada tahun 2006, sebanyak 229,16 ton. Perkembangan jumlah hasil tangkapan mini purse seine (soma pajeko) dapat dilihat pada Tabel 4.


(29)

Tabel 4 Perkembangan produksi perikanan mini purse seine (soma pajeko) yang beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau tahun 2002 – 2006

Tahun

Produksi (ton)

Jumlah (ton)

Mini purse seine lokal

(P.Mayau)

Mini purse seine Andon

(Bitung)

2002 83,43 457,81 541,24

2003 179,29 782,45 961,74

2004 182,12 1.067,87 1.249,99

2005 116,59 341,12 457,71

2006 95,79 133,38 229.17

Sumber: Hasil penelitian, tahun 2007.

2.3 Perikanan Pukat Cincin (Purse Seine) 2.3.1 Kapal pukat cincin

Perahu/kapal penangkapan adalah perahu/kapal yang digunakan pada operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air secara langsung. Kapal pengangkut yang digunakan untuk mengangkut nelayan, alat-alat penangkapan dan hasil tangkapan dimasukkan sebagai perahu/kapal tangkap (DKP 2003).

Kapal atau perahu penangkapan merupakan sarana pendukung dalam operasi penangkapan ikan, dimana berfungsi sebagai alat transportasi di perairan. Kapal pukat cincin(purse seiner) adalah kapal yang secara khusus dirancang dan dibangun untuk digunakan menangkap ikan dengan alat tangkap jenis purse seine atau sering juga disebut pukat cincin, dan sekaligus menampung, menyimpan, mendinginkan, dan mengangkut hasil tangkapannya. Kapal pukat cincin (purse seiner) merupakan kapal yang khusus dioperasikan untuk menangkap ikan jenis pelagis yang selalu bermigrasi dalam bentuk schooling fish, seperti; ikan layang, ikan selar, ikan tongkol, dan cakalang.

Berdasarkan hasil penelitian Irham (2006), kapal mini purse seine yang beroperasi di perairan Provinsi Maluku Utara umumnya berkapasitas 13,21 GT – 17, 63 GT dengan panjang (L) 12,80 m – 13,90 m, lebar (B) 3,15 m – 3,30 m, dan dalam (D) 1,90 m – 2,00 m. Hasil penelitian Luasunaung (1999), kapal soma pajeko yang ada di perairan sekitar Molibagu, Teluk Tomini Sulawesi Utara umumnya berukuran panjang (L) 14,00 m – 20,00 m, lebar (B) 3,00 m – 3,50 m, dan dalam (D) 1,20 m – 1,50 m, kapasitas 18 GT – 35 GT, dan tenaga pendorong berkekuatan 2 – 3 buah, tergantung ukuran kapal yang digunakan.


(30)

9

Berdasarkan hasil penelitian Marasut (2005), kapal-kapal pukat cincin pada beberapa daerah di Sulawesi Utara (Tumumpa, Belang, Lolak, dan Bitung) memiliki ukuran panjang (L) 14,72 m – 22,50 m, lebar (B) 3,81 m – 4,00 m, dan dalam (D) 1,28 m – 1,80 m; selanjutnya dikatakan bahwa kapal-kapal pukat cincin yang digunakan di beberapa daerah Sulawesi Utara mempunyai kecepatan yang besar dan lebar yang besar dikarenakan pada bagian tengah kapal ditempatkan jaring dan wings hauler.

2.3.2 Alat tangkap pukat cincin

Pukat cincin (purse seine) merupakan alat tangkap ikan yang tergolong berukuran besar, membutuhkan nelayan berjumlah banyak. Persiapan purse seine dengan kelengkapannya (desain, konstruksi, dan alat bantu penangkapan ikan), kemampuan mendeteksi gerombolan ikan secara tepat, dan ketrampilan untuk mengoperasikannya merupakan faktor penting untuk terhindar dari resiko kegagalan dalam setiap operasi penangkapan ikan dengan menggunakan purse seine, mengingat pengoperasian purse seine harus aktif mencari, mengejar, dan mengurung ikan pelagis yang bergerombol dan bergerak cepat dalam jumlah besar atau melalui alat pengumpul ikan (rumpon dan lampu) (Zarochman dan Wahyono 2005).

Purse seine merupakan suatu alat penangkapan ikan yang digolongkan dalam kelompok jaring lingkar (surrounding nets) (Martasuganda 2004). Selanjutnya Baskoro (2002), menyatakan bahwa pukat cincin (purse seine) adalah jaring yang umumnya berbentuk empat persegi panjang, dilengkapi dengan tali kerut yang dilewatkan melalui cincin yang diikatkan pada bagian bawah jaring (tali ris bawah), sehingga dengan menarik tali kerut bagian bawah jaring dapat dikuncupkan dan jaring akan berbentuk seperti mangkok (Gambar 2).

Brandt (1984), menyatakan bahwa pukat cincin (purse seine) merupakan alat tangkap yang lebih efektif untuk menangkap ikan-ikan pelagis di sekitar permukaan air. Purse seine dibuat dengan dinding jaring yang panjang, terkadang hingga beberapa kilo meter, dengan panjang jaring bagian bawah sama atau lebih panjang dari bagian atas. Bentuk konstruksi jaring seperti ini, tidak ada kantong yang berbentuk permanen pada jaring purse seine. Karakteristik jaring purse seine


(31)

terletak pada cincin yang terdapat pada bagian bawah jaring. Dilihat dari segi konstruksi maka komponen jaring pukat cincin (purse seine) dapat dikelompokkan dalam 5 bagian besar yaitu; (1) badan jaring, (2) tali kerut, (3) cincin (ring), (4) pelampung dan pemberat, dan (5) tali selembar (Martasuganda 2004).

Menurut Subani dan Barus (1989), konstruksi pukat cincin (purse seine) terdiri atas:

(1) Bagian jaring, nama bagian-bagian jaring ini belum mantap, tetapi ada yang membagi menjadi 2 yaitu; bagian tengah dan jampang. Namun yang jelas jaring terdiri dari 3 bagian, yaitu; jaring utama, jaring sayap, dan jaring kantong.

(2) Selvedge (srampatan), dipasang pada bagian pinggir jaring yang berfungsi untuk memperkuat jaring pada waktu dioperasikan terutama pada waktu penarikkan jaring.

(3) Tali temali (4) Tali pelampung (5) Tali ris atas (6) Tali ris bawah (7) Tali pemberat (8) Tali kolor (9) Tali selambar (10) Pelampung (11) Pemberat

(12) Cincin, digantungkan pada tali pemberat dengan seutas tali yang panjangnya 1 meter dengan jarak sekitar 3 meter setiap cincin. Purse line dimasukkan melalui cincin ini.


(32)

11

Gambar 2 Metode penangkapan ikan dengan pukat cincin (purse seine)

Ayodhyoa (1981), mengemukakan bahwa tujuan dari penangkapan dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin (purse seine) adalah kawanan ikan dan kawan ikan tersebut harus berada dekat permukaan air, sangatlah diharapkan pula agar densitas school itu tinggi, yang berarti jarak antara sesama ikan dalam kawanan harus sedekat mungkin. Menurut Nugroho (2006), setelah pasca pelarangan pukat harimau tahun 1980, alat tangkap pukat cincin menjadi semi industri dan berkembang cepat, baik kapasitas penangkapan (ukuran kapal dan termasuk kekuatan mesin) dan perluasan daerah penangkapan, maupun peningkatan efisiensi penangkapan melalui penggunaan jumlah lampu sorot (cahaya) yang cenderung meningkat. Selanjutnya Sainsbury (1996), menyatakan bahwa alat tangkap ini dapat menangkap ikan dari segala ukuran mulai dari ikan-ikan kecil hingga ikan-ikan-ikan-ikan besar tergantung pada ukuran mata jaring yang digunakan. Semakin kecil ukuran mata jaring semakin banyak ikan-ikan kecil yang tertangkap karena tidak dapat meloloskan diri dari mata jaring.

Berdasarkan hasil penelitian Irham (2006), pukat cincin yang digunakan di Maluku Utara terdiri dari kantong, badan jaring, sayap, jaring pada pinggir badan jaring, tali ris atas, tali ris bawah, pemberat, pelampung, dan cincin. Memiliki


(33)

ukuran panjang (L) berkisar 200 m – 600 m, lebar (B) berkisar 40 m – 60 m. Hasil penelitian Luasunaung (1999), mini purse seine (soma pajeko) yang ada di perairan sekitar Molibagu, Teluk Tomini Sulawesi Utara umumnya ukuran jaring bervariasi menurut besarnya kapal. Jaring memiliki ukuran panjang (L) berkisar 225 m – 420 m dan lebar (B) berkisar 50 m – 70 m.

2.3.3 Rumpon

Rumpon adalah suatu benda menyerupai pepohonan yang dipasang di suatu tempat di laut. Menurut SK Mentan Nomor 51/Kpts/IK250/1/97, rumpon didefinisikan sebagai alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut. Berdasarkan tempat pemasangan dan pemanfaatan rumpon menurut SK tersebut, dikategorikan ada 3 jenis rumpon, yaitu:

(1) Rumpon perairan dasar adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada dasar perairan laut.

(2) Rumpon perairan dangkal adalah alat bantu penangkapan ikan, dipasang dan ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman sampai dengan 200 meter. (3) Rumpon perairan dalam adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang

dan ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman lebih dari 200 meter. Subani (1986) mengatakan bahwa, baik rumpon laut dalam maupun rumpon laut dangkal secara garis besar terdiri dari empat komponen utama, yaitu; (1) pelampung atau float; (2) tali pelampung atau rope; (3) pemikat ikan atau attracrtor; dan (4) pemberat atau sinker. Panjang tali bervariasi, tetapi pada umumnya adalah 1,5 kali kedalaman laut tempat rumpon tersebut ditanam. Tim Pengkaji Rumpon Institut Pertanian Bogor (1987) mengemukakan bahwa persyaratan umum komponen-komponen dari konstruksi rumpon adalah:

(1) Pelampung (float)

- Mempunyai kemampuan mengapung yang cukup baik (bagian yang mengapung di atas 1/3 bagian).

- Konstruksi cukup kuat. - Tahan terhadap gelombang. - Mudah dikenali dari jarak jauh. - Bahan pembuatnya mudah diperoleh.


(34)

13

(2) Pemikat (attractor)

- Mempunyai daya pikat yang baik terhadap ikan. - Tahan lama.

- Mempunyai bentuk seperti posisi potongan vertikal dengan arah ke bawah. - Terbuat dari bahan yang kuat dan tahan lama.

(3) Tali-temali (rope)

- Terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah busuk. - Harga relatif murah.

- Mempunyai daya apung yang cukup untuk mencegah gesekkan terhadap benda-benda lainnya dan terhadap arus.

- Tidak bersimpul (less knot). (4) Pemberat (sinker)

- Bahannya murah, kuat, dan mudah diperoleh.

- Massa jenisnya besar, permukaannya tidak licin dan dapat mencengkeram. Menurut Badan Litbang Pertanian (1992), rumpon yang dikembangkan saat ini dikelompokkan berdasarkan:

(1) Posisi dari pemikat atau pengumpul (aggregator), rumpon dibagi menjadi rumpon perairan permukaan lapisan tengah dan dasar. Rumpon perairan permukaan lapisan tengah terdiri dari jenis rumpon perairan dangkal dan rumpon perairan dalam.

(2) Kriteria portabilitas, rumpon dikelompokkan menjadi rumpon yang dijangkar secara tetap (statis) dan rumpon yang dijangkar tetapi dapat dipindah-pindah (dinamis).

(3) Tingkat teknologi yang digunakan, rumpon dikelompokkan menjadi tradisional dan modern.

Rumpon tradisional umumnya digunakan oleh nelayan tradisional yang terdiri dari pelampung, tali jangkar atau pemberat serta pemikat yang dipasang pada kedalaman 300 - 2000 m. Rumpon modern umumnya digunakan oleh perusahaan perikanan (swasta dan BUMN). Komponen rumpon modern biasanya terdiri dari pelampung yang terbuat dari plat besi atau drum, tali jangkar terbuat dari kabel baja (steel wire), tali sintesis dan dilengkapi dengan swivel, pemberat biasanya terbuat dari semen cor. Pemikat yang digunakan umumnya terbuat dari


(35)

bahan alami dan bahan sintesis seperti ban, pita plastik, dan lain-lain (Nahumury 2001) (Gambar 3).

Gambar 3 Model rumpon modern.

Rumpon merupakan alat pemikat ikan yang digunakan untuk mengkonsentrasikan ikan sehingga operasi penangkapan ikan dapat dilakukan dengan mudah (Subani 1972). Cara pengumpulan ikan dengan pikatan berupa benda terapung tersebut menurut Sondita (1986), merupakan salah satu bentuk dari fish aggregating device (FAD), yaitu metode benda atau bangunan yang dipakai sebagai sarana untuk penangkapan ikan dengan cara memikat dan mengumpulkan ikan-ikan tersebut. Selanjutnya Simbolon (2004), menyatakan bahwa rumpon ini dimaksudkan untuk memikat dan mengkonsentrasikan ikan, baik ikan yang berada di sekitar pemasangan rumpon maupun ikan yang sedang melakukan ruaya, dengan demikian ikan akan berada lebih lama di sekitar pemasangan rumpon, dan akibatnya penangkapan dapat dilakukan dengan lebih mudah, efektif, dan efisien.

Rumpon selain berfungsi sebagai pengumpul kawanan ikan, pada prinsipnya juga memudahkan kawanan ikan untuk ditangkap sesuai dengan alat tangkap yang dikehendaki. Penggunaan rumpon oleh kapal penangkap ikan juga dapat menghemat waktu dan bahan bakar, karena tidak perlu lagi mencari dan mengejar gerombolan-gerombolan ikan (Subani 1986; Wudianto dan Linting 1988).

Sumber: Nahumury (2001)


(36)

15

Monintja (1993) menyatakan lebih lanjut bahwa manfaat yang diharapkan dengan penggunaan rumpon selain menghemat waktu dan bahan bakar juga dapat menaikkan hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan, meningkatkan mutu hasil tangkapan ditinjau dari spesies dan komposisi ukuran berdasarkan selektivitas alat.

Di Indonesia rumpon dikenal dengan berbagai sebutan seperti tendak (Jawa). onjen (Madura), rabo (Sumatera Barat), unjan tuasan (Sumatera Utara), dan rompong (Sulawesi) merupakan FAD skala kecil dan sederhana yang umumnya dibuat dari bahan tradisional, ditempatkan pada kedalaman perairan dangkal dengan jarak 5 - 10 mil laut ( 9 - 1 8 km) dari pantai dan umumnya tidak lebih dari 10 - 20 mil laut (35 km) dari pangkalan terdekat (Mathews et al 1996).

2.3.4 Nelayan

Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan, nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan, binatang lainnya atau tanaman air. Orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat atau perlengkapan ke dalam perahu atau kapal tidak dimasukkan sebagai nelayan. Ahli mesin dan juru masak yang bekerja di atas kapal penangkapan dimasukkan sebagai nelayan, walaupun tidak secara langsung melakukan penangkapan. Berdasarkan curahan waktu kerjanya nelayan dibedakan menjadi:

(1) Nelayan penuh adalah nelayan yang seluruh waktu kerjanya dipergunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan.

(2) Nelayan sambilan utama adalah nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya dipergunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan.

(3) Nelayan sambilan tambahan adalah nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya dipergunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan.

Nelayan pada perikanan pukat cincin (purse seine) adalah orang yang ikut dalam operasi penangkapan ikan secara langsung maupun tidak langsung. Nelayan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam usaha penangkapan ikan, karena segala kegiatan operasi penangkapan tidak akan


(37)

berjalan tanpa adanya tenaga kerja. Dalam operasi penangkapan ikan, masing-masing nelayan memiliki tugas tersendiri, sehingga operasi penangkapan ikan dapat berjalan dengan lancar.

Jumlah nelayan yang mengoperasikan pukat cincin (purse seine) yaitu berkisar antara 18 – 22 orang termasuk kapten kapal. Dalam pembagian tugas, kapten kapal memiliki tanggung jawab paling besar terhadap kelancaran operasi penangkapan ikan.

Menurut Hermanto (1986) secara umum berdasarkan bagian yang diterima dalam usaha penangkapan ikan dibagi menjadi lima kelompok yaitu:

(1) Juragan darat adalah orang yang mempunyai perahu dan alat penangkapan ikan laut. Juragan darat hanya menerima bagi hasil tangkapan yang diusahakan oleh orang lain. Pada umumnya juragan darat menanggung seluruh biaya operasi penangkapan.

(2) Juragan laut adalah orang yang tidak punya perahu dan alat tangkap, tetapi bertanggung jawab dalam operasi penangkapan ikan di laut.

(3) Juragan darat-laut adalah orang yang memiliki perahu dan alat tangkap sekaligus ikut dalam operasi penangkapan ikan di laut. Juragan darat-laut menerima bagi hasil sebagai nelayan dan bagi hasil sebagai pemilik unit penangkapan.

(4) Buruh atau pandega adalah orang yang tidak memiliki unit penangkapan dan hanya berfungsi sebagai anak buah kapal, umumnya menerima bagi hasil tangkapan dan jarang diberikan upah harian.

(5) Anggota kelompok adalah orang yang berusaha pada suatu unit penangkapan secara berkelompok. Perahu yang dioperasikannya adalah perahu yang dibeli dari modal yang dikumpulkan oleh semua anggota kelompok.

2.4 Sumberdaya Ikan Pelagis

Ikan pelagis adalah ikan-ikan permukaan yang hidupnya sangat aktif di dekat permukaan laut. Direktorat Jendral Perikanan (1979) mengelompokkan ikan pelagis berdasarkan ukurannya menjadi dua jenis, yaitu: (1) Jenis-jenis ikan pelagis besar yaitu jenis ikan pelagis yang mempunyai ukuran panjang 100 cm –


(38)

17

250 cm (ukuran dewasa) antara lain adalah tuna (Thunnus spp.), cakalang (Katsuwonus pelamis), tenggiri (Scomberomorus spp.), tongkol (Euthynnus spp.), setuhuk (Xiphias spp.), dan lemadang (Coryphaena spp.). Jenis ikan pelagis besar, kecuali jenis-jenis tongkol biasanya berada di perairan yang lebih dalam dengan salinitas yang lebih tinggi. (2) Jenis-jenis ikan pelagis kecil yang mempunyai ukuran 5 cm – 50 cm (ukuran dewasa).

Ikan pelagis kecil adalah ikan yang hidup dipermukaan sampai kedalaman 30 m – 60 m, tergantung pada kedalaman laut yang bersangkutan. Kelompok ikan pelagis kecil biasanya hidup bergerombol (schooling), hidup di perairan neritik (dekat pantai). Bila hidup di perairan yang secara berkala/musiman mengalami up welling (pengadukan) ikan pelagis kecil dapat membentuk biomassa yang besar. Ikan pelagis kecil yang memiliki arti penting bagi perikanan Indonesia antara lain adalah ikan layang (Decapterus spp.), selar (Selaroides spp.), teri (Stolephorus spp.), japuh (Dussumieria spp.), tembang (Sardinella fimbriata), lemuru (Sardinella longiceps), dan kembung (Rastrelliger spp.). Beberapa jenis ikan pelagis kecil dan besar yang sampai saat ini bernilai ekonomis penting dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Beberapa jenis ikan pelagis kecil dan besar di Indonesia

Kelompok

Ikan No Nama Indonesia Nama Ilmiah Nama Inggris

Pelagis kecil 1 Julung-julung Tylosurus spp. Grafish and Halfbeak

2 Kembung Rastrelliger spp. Indo-Pacifik mackerels

3 Layang Decapterus spp. Scads

4 Lemuru Sardinella longiceps Indiana oil sardinella

5 Selar Selar spp. Travaillies

6 Tembang Sardinella fimbriata Fringescalles sardinella

7 Tongkol Euthinnus spp. Eastern little tuna

Pelagis besar 1 Madidihang Thunnus albacores Yellowfin tuna

2 Tuna Mata

Besar

Thunnus obesus Bigeyes tunas

3 Albakora Thunnus alalunga Albacore

4 Tuna sirip Biru

Selatan

Thunnus macoyii Southen bluefin tuna

5 Ikan layaran Istiophorus

platypterus

Indo-Pacific sailfishes

6 Cakalang Katsuwonus pelamis Skipjack tunas

7 Tenggiri Scomberomorus

commersoni

Narrow-barred Spanish mackerels

8 Cucut Biru Sphyrna spp. Blue shark


(39)

Ikan pelagis merupakan kelompok ikan aktif, keberadaannya dipengaruhi oleh berbagai faktor oseanografi dan lingkungan lainnya, antara lain suhu, arus, kelimpahan klorofil, dan salinitas. Besarnya pengaruh lingkungan terhadap keberadaan ikan ini, diperkirakan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan ikan-ikan pelagis selalu bermigrasi dan membentuk gerombolan (schooling) akibat memiliki kecenderungan yang sama terhadap kebutuhan kondisi perairan yang optimum. Ikan-ikan pelagis merupakan ikan yang memiliki respon positif terhadap cahaya (fototaksis positif). Ciri lainnya, ikan-ikan pelagis bila mengalami stres atau gangguan akan berusaha berenang ke bawah.

2.5 Analisis Kelayakan Usaha

Analisis kelayakan usaha merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari suatu kegiatan usaha. Analisis usaha yang dilakukan meliputi analisis finansial dan analisis investasi.

2.5.1 Analisis pendapatan usaha (keuntungan)

Kegiatan usaha merupakan sutau kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan manfaat. Sumber-sumber tersebut sebagian atau seluruhnya dapat dianggap sebagai bagian-bagian konsumsi yang dikorbankan dari penggunaan masa sekarang untuk memperoleh manfaat (Gittinger 1982).

Komponen yang digunakan dalam analisis usaha perikanan adalah biaya produksi, penerimaan usaha, dan pendapatan yang diperoleh dari usaha perikanan. Pendapatan adalah total penerimaan (total revenue = TR) dikurangi dengan total biaya (total cost = TC). Penerimaan adalah total produksi dikalikan dengan harga persatuan produk. Biaya total adalah seluruh biaya diperlukan untuk menghasilkan sejumlah input tertentu. Biaya total dibedakan menjadi dua, biaya total tetap (total fixed cost = TFC) dan biaya total variabel (total variable cost = TVC). Biaya total tetap adalah biaya yang tidak berubah dengan berubahnya output, biaya total variabel adalah biaya yang bisa berubah dengan berubahnya jumlah output (Djamin 1984).


(40)

19

2.5.2 Analisis kriteria investasi

Investasi adalah usaha menanamkan faktor-faktor produksi dalam proyek tertentu, baik yang bersifat baru sama sekali atau perluasan proyek. Tujuan utamanya yaitu memperoleh manfaat keuangan atau non keuangan yang layak di kemudian hari. Investasi dapat dilakukan oleh perorangan, perusahaan swasta maupun badan-badan pemerintah (Sutojo 2000).

Untuk mencari suatu ukuran menyeluruh tentang baik tidaknya sesuatu proyek telah dikembangkan berbagai indeks. Indeks-indeks ini disebut investment criteria (Kadariah 1978). Hakekat dari semua kriteria tersebut adalah mengukur hubungan antara manfaat biaya dari proyek. Beberapa kriteria yang ada diantaranya adalah net present value (NPV), internal rate of return (IRR), dan net benefit-cost (net B/C). Ketiga kriteria ini digunakan untuk menentukan diterima tidaknya suatu usulan proyek dengan tingkat keuntungan masing-masing.

Metode net benefit-cost (net B/C) ini merupakan perbandingan antara nilai sekarang dari keuntungan bersih yang positif dengan nilai sekarang dari keuntungan bersih yang negatif. Kriterianya adalah:

Jika net B/Cratio > 1, investasi layak karena memberikan keuntungan Jika net B/Cratio = 1, usaha tidak untung dan tidak rugi

Jika net B/Cratio < 1, investasi tidak layak karena mengalami kerugian

2.6 Analisis SWOT

Analisis SWOT merupakan identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan berbagai strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategi selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan (Rangkuti 2004). Analisis SWOT mempertimbangkan faktor internal (internal factor evaluation/IFE) yaitu strengths dan weaknesses serta faktor eksternal (external factor evaluation/EFE) yaitu opportunities dan threats yang dihadapi dunia usaha, sehingga dari analisis tersebut dapat diambil suatu keputusan strategi pengembangan (Marimin 2004).


(41)

Analisis SWOT didahului dengan identifikasi posisi usaha melalui IFE dan EFE, selanjutnya tahapan analisis matriks SWOT. Proses yang harus dilakukan dalam pembuatan analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat melalui berbagai tahapan sebagai berikut:

(1) Tahap pengambilan data yaitu evaluasi faktor internal dan eksternal

(2) Tahap analisis yaitu pembuatan matriks internal eksternal dan matriks SWOT

(3) Tahap pengambilan keputusan

Tahap pengambilan data ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi perusahaan dapat dilakukan dengan wawancara terhadap ahli perusahaan yang bersangkutan ataupun analisis secara kuantitatif misalkan neraca laba rugi dan lain-lain. Setelah mengetahui berbagai faktor dalam perusahaan maka tahap selanjutnya adalah membuat matriks internal eksternal.

Matriks SWOT menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman yang dihadapi oleh perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matriks ini akan terbentuk empat kemungkinan alternatif strategi (Tabel 6).

Tabel 6 Matriks SWOT dan kemungkinan strategi yang sesuai

IFE/EFE Strength (S) Weaknesses (W)

Oppotunities (O)

Strategi SO

Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang.

Strategi WO

Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang.

Threats (T)

Strategi ST

Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman.

Strategi WT

Menciptakan stretegi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman.

Berdasarkan matriks SWOT diperoleh 4 alternatif arahan pengembangan yaitu:

(1) Memanfaatkan seluruh kekuatan yang ada untuk mendapatkan peluang yang sebesar-besarnya (strategi SO).

(2) Memanfaatkan sebesar-besarnya kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman (strategi ST).


(42)

21

(3) Kelemahan yang dimiliki oleh suatu kawasan diatasi dengan memanfaatkan semua peluang yang dimiliki (strategi WO).

(4) Strategi pengembangan dengan segala kelemahan untuk menghadapi ancaman yang muncul. Kebijakan ini lebih bersifat defensif sambil berusaha meminimalkan kelemahan serta menghindari ancaman (strategi WT).

2.7 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Pengertian pengelolaan perikanan menurut FAO (2002) adalah proses yang terpadu antara pengumpulan informasi, melakukan analisis, membuat perencanaan, melakukan konsultasi, pengambilan keputusan, menentukan alokasi sumberdaya serta perumusan dan pelaksanaan, bila diperlukan menggunakan penegakkan hukum dari aturan dan peraturan yang mengendalikan kegiatan perikanan dengan tujuan untuk menjamin keberlanjutan produksi dari sumberdaya dan tercapainya tujuan perikanan lainnya. Pengelolaan perikanan menyangkut berbagai tugas yang kompleks, bertujuan untuk menjamin adanya hasil dari sumberdaya alam yang optimal bagi masyarakat setempat, daerah, dan negara yang diperoleh dari memanfaatkan sumberdaya ikan secara berkelanjutan.

Pengelolaan Perikanan menurut UU Nomor 31 Tahun 2004 adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakkan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati.

Nikijuluw (2005) mengemukakan bahwa pengelolaan atau manajemen perikanan adalah suatu rezim. Sebagai suatu rezim maka pengelolaan terdiri dari suatu objek yaitu sumberdaya yang harus dikelola atau ditata serta manusia sebagai pengelola atau penata. Rezim pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis pada sumberdaya perikanan yang berarti bahwa keberadaan sumberdaya perikanan merupakan sesuatu yang mutlak. Tanpa ada sumberdaya maka tidak ada artinya rezim pengelolaan itu. Semakin besar ukuran sumberdaya maka semakin


(43)

komplikasi pengelolaannya. Sebaliknya semakin kecil ukuran sumberdaya perikanan semakin tidak berarti rezim itu.

Meskipun keberadaan sumberdaya perikanan adalah sesuatu yang mutlak, kehadiran manusia sebagai pemanfaat atau pengelola sumberdaya tersebut adalah juga penting. Dengan motivasi, tujuan, sikap, dan aksi yang berbeda-beda dari setiap individu dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan maka sebagai akibatnya terdapat pula beragam rezim pengelolaan sumberdaya perikanan. Peranan manusia yang begitu besar dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan menentukan tipe rezim pengelolaan dan pada akhirnya keberhasilan rezim itu. Secara umum rezim pengelolaan sumberdaya perikanan dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu (1) res communes atau properti bersama, atau ada yang memiliki, dan (2) res nullius atau tanpa pemilik (Nikijuluw 2005).

Rezim sumberdaya yang dimiliki bersama (res communes) adalah yang paling umum di dunia ini. Berdasarkan atas hak-hak kepemilikkan serta dipengaruhi oleh sistem pasar dan pemerintahan maka rezim sumberdaya milik bersama ini dapat dibagi menjadi: (1) dimiliki oleh semua orang sehingga pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya tersebut terbuka bagi setiap orang dan sebab itu disebut rezim akses terbuka, (2) dimiliki oleh atau properti masyarakat tertentu yang jelas batas-batasnya dan karena itu sumberdaya hanya terbuka bagi masyarakat itu dan tertutup bagi masyarakat lain, (3) properti pemerintah yang berarti bahwa hak-hak pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya tersebut ada ditangan pemerintah yang dapat saja dialihkan kepada masyarakat, dan (4) properti swasta dimana swasta selaku perusahaan atau individu memiliki hak pemanfaatan dan pengelolaan (Nikijuluw 2005).

Menurut sistematikanya, rezim properti masyarakat bisa dibagi lagi menjadi rezim non-tradisional (modern), neo-tradisional, dan tradisional. Rezim properti masyarakat ini sering dikenal dengan pengelolaan berbasis masyarakat (community-based management) yang umumnya terkait dengan hak masyarakat dalam memanfaatkan suatu wilayah perairan (teritorial use rights) atau hak yang secara turun temurun dimiliki masyarakat (indigenous rights).

Rezim properti pemerintah bisa dibagi menjadi rezim sentralistik dan desentralistik. Rezim desentralistik kemudian dibagi selanjutnya menjadi rezim


(1)

Lampiran 7

Cash flow usaha unit perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) masih dalam pemberdayaan (kepemilikan usaha bersifat

kolektif/kelompok)

Uraian Tahun proyek

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1. Arus Masuk

1.1 Nilai hasil tangkapan 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00

1.2 Nilai sisa - - - -

Jumlah 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 2. Arus Keluar

2.1 Investasi

2.1.1 Kapal penangkapan 23.066.248.26 23.066.248,26 23.066.248,26

2.1.2 Perahu lampu 5.952.580,20 5.952.580,20 5.952.580,20

2.1.3 Mesin 62.502.092,05 62.502.092,05 62.502.092,05

2.1.4 Jaring 132.816.945,61 132.816.945,61 132.816.945,61

2.1.5 Rumpon 7.440.725,24 7.440.725,24 7.440.725,24 7.440.725,24 7.440.725,24 7.440.725,24 7.440.725,24 7.440.725,24 7.440.725,24 7.440.725,24 7.440.725,24

2.1.6 Keranjang ikan 1.116.108,79 1.116.108,79 1.116.108,79

2.1.7 Kompas 372.036,26 372.036,26 372.036,26 372.036,26 372.036,26

2.1.8 Radio HT 1.636.959,55 1.636.959,55 1.636.959,55

2.1.9 Jerigen minyak 372.036,26 372.036,26 372.036,26

2.1.10 Lampu petromak 2.232.217,57 2.232.217,57 2.232.217,57

Jumlah investasi 237.507.949,79 7.440.725,24 7.440.725,24 7.812.761,51 7.440.725,24 7.812.761,51 237.135.913,53 7.812.761,51 7.440.725,24 7.812.761,51 237.135.913,53 2.2 Biaya operasional

2.2.1 Minyak Tanah 17.775.000,00 17.775.000,00 17.775.000,00 17.775.000,00 17.775.000,00 17.775.000,00 17.775.000,00 17.775.000,00 17.775.000,00 17.775.000,00 2.2.2 Bensin 16.875.000,00 16.875.000,00 16.875.000,00 16.875.000,00 16.875.000,00 16.875.000,00 16.875.000,00 16.875.000,00 16.875.000,00 16.875.000,00 2.2.3 Oli 4.500.000,00 4.500.000,00 4.500.000,00 4.500.000,00 4.500.000,00 4.500.000,00 4.500.000,00 4.500.000,00 4.500.000,00 4.500.000,00 2.2.4 Upah ABK 125.336.665,79 125.336.665,79 125.336.665,79 125.336.665,79 125.336.665,79 125.336.665,79 125.336.665,79 125.336.665,79 125.336.665,79 125.336.665,79 2.2.5 Dana bergulir (25%) 89.798.437,50 89.798.437,50 89.798.437,50 89.798.437,50 89.798.437,50 89.798.437,50 89.798.437,50 89.798.437,50 89.798.437,50 89.798.437,50 2.3 Biaya perawatan

2.3.1 Alat tangkap 2.000.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00 2.3.2 Kapal penangkapan 3.000.000,00 3.000.000,00 3.000.000,00 3.000.000,00 3.000.000,00 3.000.000,00 3.000.000,00 3.000.000,00 3.000.000,00 3.000.000,00 2.3.3 Perahu lampu 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 2.3.4 Mesin 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 2.3.5 Lampu petromak 150.000,00 150.000,00 150.000,00 150.000,00 150.000,00 150.000,00 150.000,00 150.000,00 150.000,00 150.000,00 Total Pengeluaran 237.507.949,79 223.976.609,79 223.976.609,79 224.348.646,05 223.76.609,79 224.348.646,05 453.671.798,07 224.348.646,05 223.976.609,79 224.348.646,05 453.671.798,07 net benefit (237.507.949,79) 135.217.140,21 135.217.140,21 134.845.103,95 135.217.140,21 134.845.103,95 (94.478.048,07) 134.845.103,95 135.217.140,21 134.845.104,95 (94.478.048,07) DF (12%) 1,00 0,892857143 0,797193878 0,711780248 0,635518078 0,567426856 0,506631121 0,452349215 0.403883228 0.360610025 0.321973237 PV (237.507.949,79) 120.729.589,47 107.794.276,32 95.980.081,51 85.932.937,11 76.514.733,34 (47.865.519,42) 60.997.076,96 54.611.935,07 48.626.496,30 (30.419.402,93) NPV 335.394.253,95

B/C 2,06 IRR 51%


(2)

Lampiran 8 Cash flow usaha unit perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) setelah pinjaman dana bergulir lunas (kepemilikan usaha bersifat

kolektif/kelompok)

Uraian Tahun proyek

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1. Arus Masuk

1.1 Nilai hasil tangkapan 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00

1.2 Nilai sisa - - - -

Jumlah 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 359.193.750,00 2. Arus Keluar

2.1 Investasi

2.1.1 Kapal penangkapan 23.066.248.26 23.066.248,26 23.066.248,26

2.1.2 Perahu lampu 5.952.580,20 5.952.580,20 5.952.580,20

2.1.3 Mesin 62.502.092,05 62.502.092,05 62.502.092,05

2.1.4 Jaring 132.816.945,61 132.816.945,61 132.816.945,61

2.1.5 Rumpon 7.440.725,24 7.440.725,24 7.440.725,24 7.440.725,24 7.440.725,24 7.440.725,24 7.440.725,24 7.440.725,24 7.440.725,24 7.440.725,24 7.440.725,24

2.1.6 Keranjang ikan 1.116.108,79 1.116.108,79 1.116.108,79

2.1.7 Kompas 372.036,26 372.036,26 372.036,26 372.036,26 372.036,26

2.1.8 Radio HT 1.636.959,55 1.636.959,55 1.636.959,55

2.1.9 Jerigen minyak 372.036,26 372.036,26 372.036,26

2.1.10 Lampu petromak 2.232.217,57 2.232.217,57 2.232.217,57

Jumlah investasi 237.507.949,79 7.440.725,24 7.440.725,24 7.812.761,51 7.440.725,24 7.812.761,51 237.135.913,53 7.812.761,51 7.440.725,24 7.812.761,51 237.135.913,53 2.2 Biaya operasional

2.2.1 Minyak Tanah 17.775.000,00 17.775.000,00 17.775.000,00 17.775.000,00 17.775.000,00 17.775.000,00 17.775.000,00 17.775.000,00 17.775.000,00 17.775.000,00 2.2.2 Bensin 16.875.000,00 16.875.000,00 16.875.000,00 16.875.000,00 16.875.000,00 16.875.000,00 16.875.000,00 16.875.000,00 16.875.000,00 16.875.000,00 2.2.3 Oli 4.500.000,00 4.500.000,00 4.500.000,00 4.500.000,00 4.500.000,00 4.500.000,00 4.500.000,00 4.500.000,00 4.500.000,00 4.500.000,00 2.2.4 Upah ABK 125.336.665,79 125.336.665,79 125.336.665,79 125.336.665,79 125.336.665,79 125.336.665,79 125.336.665,79 125.336.665,79 125.336.665,79 125.336.665,79 2.3 Biaya perawatan

2.3.1 Alat tangkap 2.000.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00 2.3.2 Kapal penangkapan 3.000.000,00 3.000.000,00 3.000.000,00 3.000.000,00 3.000.000,00 3.000.000,00 3.000.000,00 3.000.000,00 3.000.000,00 3.000.000,00 2.3.3 Perahu lampu 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 2.3.4 Mesin 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 2.3.5 Lampu petromak 150.000,00 150.000,00 150.000,00 150.000,00 150.000,00 150.000,00 150.000,00 150.000,00 150.000,00 150.000,00 Total Pengeluaran 237.507.949,79 179.077.391,04 179.077.391,04 179.449.427,30 179.077.391,04 179.449.427,30 408.772.579,32 179.449.427,30 179.077.391,04 179.449.427,30 408.772.579,32 net benefit (237.507.949,79) 180.116.358,96 180.116.358,96 179.744.322,70 180,116,358,96 179,744,322,70 (49.578.829,32) 179.744.322,70 180.116.358,96 179.744.322,70 (49.578.829,70) DF (12%) 1.00 0,892857143 0,797193878 0,711780248 0,635518078 0,567426856 0,506631121 0,452349215 0,403883228 0,360610025 0,321973237 PV (237.507.949,79) 160.818.177,64 143.587.658,61 127.938.458,55 114.467.202,34 101.991.755,86 (25.118.177,89) 81.307.203,33 72.745.976,47 64.817.604,70 (15,963,056.14) NPV 589.084.853,69

B/C 3,11 IRR 73%


(3)

Lampiran 9

Cash flow usaha unit perikanan mini purse seine andon/nelayan dari Bitung (kepemilikan usaha bersifat perorangan/pengusaha)

Uraian Tahun proyek

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1. Arus Masuk

1.1 Nilai hasil tangkapan 500.171.250,00 500.171.250,00 500.171.250,00 500.171.250,00 500.171.250,00 500.171.250,00 500.171.250,00 500.171.250,00 500.171.250,00 500.171.250,00

1.2 Nilai sisa - - - -

Jumlah 500.171.250,00 500.171.250,00 500.171.250,00 500.171.250,00 500.171.250,00 500.171.250,00 500.171.250,00 500.171.250,00 500.171.250,00 500.171.250,00 2. Arus Keluar

2.1 Investasi

2.1.1 Kapal penangkapan 37.947.698,74 37.947.698,74 37.947.698,74

2.1.2 Perahu lampu 5.952.580,20 5.952.580,20 5.952.580,20

2.1.3 Mesin 104.170.153,42 104.170.153,42 104.170.153,42

2.1.4 Jaring 149.186.541,14 149.186.541,14 149.186.541,14

2.1.5 Rumpon 7.440.725,24 7.440.725,24 7.440.725,24 7.440.725,24 7.440.725,24 7.440.725,24 7.440.725,24 7.440.725,24 7.440.725,24 7.440.725,24 7.440.725,24

2.1.6 Keranjang ikan 1.116.108,79 1.116.108,79 1.116.108,79

2.1.7 Kompas 372.036,26 372.036,26 372.036,26 372.036,26 372.036,26

2.1.8 Radio HT 1.636.959,55 1.636.959,55 1.636.959,55

2.1.9 Jerigen minyak 1.488.145,05 1.488.145,05 1.488.145,05

2.1.10 Lampu petromak 2.232.217,57 2.232.217,57 2.232.217,57

Jumlah investasi 311.543.165,97 7.440.725,24 7.440.725,24 7.812.761,51 7.440.725,24 7.812.761,51 294.801.534,17 7.812.761,51 7.440.725,24 7.812.761,51 294.801.534,17 2.2 Biaya operasional

2.2.1 M.tanah ke P.Mayau PP 4.200.000,00 4.200.000,00 4.200.000,00 4.200.000,00 4.200.000,00 4.200.000,00 4.200.000,00 4.200.000,00 4.200.000,00 4.200.000,00 2.2.2 M.tanah saat operasi 17.775.000,00 17.775.000,00 17.775.000,00 17.775.000,00 17.775.000,00 17.775.000,00 17.775.000,00 17.775.000,00 17.775.000,00 17.775.000,00 2.2.3 Bensin ke P.Mayau PP 315.000,00 315.000,00 315.000,00 315.000,00 315.000,00 315.000,00 315.000,00 315.000,00 315.000,00 315.000,00 2.2.4 Bensin saat operasi 16.875.000,00 16.875.000,00 16.875.000,00 16.875.000,00 16.875.000,00 16.875.000,00 16.875.000,00 16.875.000,00 16.875.000,00 16.875.000,00 2.2.5 Oli ke P.Mayau PP 885.000,00 885.000,00 885.000,00 885.000,00 885.000,00 885.000,00 885.000,00 885.000,00 885.000,00 885.000,00 2.2.6 Oli saat operasi 4.500.000,00 4.500.000,00 4.500.000,00 4.500.000,00 4.500.000,00 4.500.000,00 4.500.000,00 4.500.000,00 4.500.000,00 4.500.000,00 2.2.7 Perbekalan 12.375.000,00 12.375.000,00 12.375.000,00 12.375.000,00 12.375.000,00 12.375.000,00 12.375.000,00 12.375.000,00 12.375.000,00 12.375.000,00 2.2.8 Upah ABK 184.602.821,65 184.602.821,65 184.602.821,65 184.602.821,65 184.602.821,65 184.602.821,65 184.602.821,65 184.602.821,65 184.602.821,65 184.602.821,65 2.3 Biaya perawatan

2.3.1 Alat tangkap 2.000.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00 2.3.2 Kapal penangkapan 3.000.000,00 3.000.000,00 3.000.000,00 3.000.000,00 3.000.000,00 3.000.000,00 3.000.000,00 3.000.000,00 3.000.000,00 3.000.000,00 2.3.3 Perahu lampu 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 2.3.4 Mesin 1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00 2.3.5 Lampu petromak 150.000,00 150.000,00 150.000,00 150.000,00 150.000,00 150.000,00 150.000,00 150.000,00 150.000,00 150.000,00 Total Pengeluaran 318.983.891,21 257.487.619,42 257.487.619,42 257.859.655,68 257.487.619,42 257.859.655,68 544.848.428,35 257.859.655,68 257.487.619,42 257.859.655,68 544.8484.28,35

net benefit (318.983.891,21) 242.683.630,58 242.683.630,58 242.311.594,32 242.683.630,58 242.311.594,32 (446.771.78,35) 242.311.594,32 242.683.630,58 242.311.594,32 (446.771.78,35) DF (12%) 1.00 0,892857143 0,797193878 0,711780248 0.6,5518078 0,567426856 0,506631121 0,452349215 0,403883228 0,360610025 0,321973237 PV (318.983.891,21) 216.681.813,02 193.465.904,48 172.472.606,65 154.229.834,57 137.494.106,07 (22.634.848,96) 109.609.459,56 98.015.848,10 87.379.990,08 (14.384.855,71)

NPV 810.678.447,10

B/C 3,24


(4)

Mayau) masih dalam pemberdayaan (kepemilikan usaha bersifat

kolektif/kelompok)

Jabatan

Vol

(org)

Bagi hasil

(bagian)

Upah

(nelayan/org/

bln)

Jumlah

Upah/bulan

Upah/tahun

(6 bulan

produksi)

Tonaas

1

2

1.072.499,29 1.072.499,29

6.434.995,76

Juru mesin

2

1,5

804.374,47 1.608.748,94

9.652.493,65

Juru tawur

2

1

536.249,65 1.072.499,29

6.434.995,76

Juru pelampung

2

1

536.249,65 1.072.499,29

6.434.995,76

Juru pemberat

2

1

536.249,65 1.072.499,29

3.217.497,88

Nelayan biasa

11

1

536.249,65 5.898.746,12 35.392.476,70

Juru mesin perahu lampu

1

1,5

804.374,47

804.374,47

4.826.246,82

Juru lampu

1

1,5

804.374,47

804.374,47

4.826.246,82


(5)

Mayau) setelah pinjaman dana bergulir lunas (kepemilikan usaha

bersifat kolektif/kelompok)

Jabatan

Vol

(org)

Bagi hasil

(bagian)

Upah

(nelayan/org/

bln)

Jumlah

Upah/bulan

Upah/tahun

(6 bulan

produksi)

Tonaas

1

2

1.671.155,54 1.671.155,54

10.026.933,26

Juru mesin

2

1,5

1.253.366,66 2.506.733,32

15.040.399,90

Juru tawur

2

1

835.577,77

1.671.155,54

10.026.933,26

Juru pelampung

2

1

835.577,77 1.671.155,54

10.026.933,26

Juru pemberat

2

1

835.577,77 1.671.155,54

10.026.933,26

Nelayan biasa

11

1

835.577,77 9.191.355,49

55.148.132,95

Juru mesin perahu lampu

1

1,5

1.253.366,66 1.253.366,66 7.520.199,95

Juru lampu

1

1,5

1.253.366.66

1.253.366,66

7.520.199,95


(6)

Bitung (kepemilikan usaha bersifat perorangan/pengusaha)

Jabatan

Vol

(org)

Bagi hasil

(bagian)

Upah

(nelayan/org/

bln)

Jumlah

Upah/bulan

Upah/tahun

(6 bulan

produksi)

Tonaas

1

2

2.461.370,96

2.461,370.96

14.768.225,73

Juru mesin

2

1,5

1.846.028,22

3.692.056,43

22.152.338,60

Juru tawur

2

1

1.230.685,48

2.461.370,96

14.768.225,73

Juru pelampung

2

1

1.230.685,48

2.461.370,96

14.768.225,73

Juru pemberat

2

1

1.230.685,48

2.461.370,96

14.768.225,73

Nelayan biasa

11

1

1.230.685,48

13.537.540,25

81.225.241.53

Juru mesin perahu lampu

1

1,5

1.846.028,22

1.846.028,22

11.0761.69,30

Juru lampu

1

1,5

1.846.028,22

1.846.028,22

11.076.169,30