Rente Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

pemerintah daerah, meminimalisir resiko usaha para tauke akibat menempuh jarak yang jauh dan waktu yang lama karena terjadi sentralisasi aktivitas transaksi di PPN atau PPI, stabilisasi harga ikan berbasis pertimbangan manfaat untuk semua pihak dan distribusi manfaat ekonomi yang lebih luas dan melibatkan masyarakat yang lebih banyak atas pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap.

6.2.2. Rente Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Rente sumberdaya resource rent merupakan surplus yang bisa dinikmati oleh pemilik sumberdaya misalnya pemerintah yang merupakan selisih antara jumlah yang diterima dari pemanfaatan sumberdaya dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk mengekstraksinya, Fauzi 2004. Sebagaimana asumsi dalam riset ini bahwa pemerintah dianggap sebagai pemilik atau pengelola tunggal single owner sumberdaya perikanan tangkap di wilayah perairan Kota Ternate, maka seluruh pembiayaan yang berhubungan dengan pengelolaan dan eksploitasi sumberdaya perikanan yang dikeluarkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan DKP Kota Ternate merupakan Total Cost total biaya, sedangkan Total Revenue total penerimaan adalah jumlah nilai dari total reported fisheries perikanan yang dilaporkan. Besarnya anggaran pembiayaan DKP Kota Ternate untuk pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap dapat dilihat pada Tabel 6.8. Tabel 6.8 Anggaran Pembiayaan DKP Kota Ternate Tahun 2005-2006 No Uraian Nilai Rptahun Sumber Pembiayaan 2005 2006 1 Dana APBD 860.649.500 3.979.343.162 2 Dana DAK non DR Bidang Kelautan Perikanan 1.030.000.00 1.980.000.000 3 Dana APBN 831,250,00 1,000,000,000 4 Dana Anggaran Rutin DKP Kota Ternate 432.570.50 640.843.162 Total Cost 5.154.470.00 7.600.186.324 Sumber : Diolah dari DKP Kota Ternate 2006 dan 2007 63 Tabel 6.8 menggambarkan anggaran pembiayaan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ternate periode 2005-2006 yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di Kota Ternate. Realisasi anggaran tersebut disesuaikan dengan perencanaan program yang telah ditetapkan oleh instansi tersebut. Anggaran yang bersumber dari APBD porsinya lebih besar digunakan untuk hal-hal teknis dan administrasi seperti : Pelaksanaan administrasi umum pemerintah, penyusunan data base perikanan, pelatihan ketrampilan khusus aparatur perikanan, sosialisasi UU No.31 thn 2004 dan lain-lain. Dana DAK NON DR digunakan untuk pembangunan Pangkalan Pendaratan Ikan PPI, pembangunan kantor PPI tahap II dan peningkatan sarana PPI. Dana APBN digunakan untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Sedangkan Dana Anggaran Rutin digunakan sebagai belanja pegawai personalia, belanja barang dan jasa, belanja perjalanan dinas dan belanja pemeliharaan. Total revenue dari pengelolaan sumberdaya perikanan di Kota Ternate diperoleh dari nilai nominal produksi perikanan yang dilaporkan reported fishing, yaitu harga dari jumlah produksi yang dilaporkan pada Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate. Dalam pendekatan analisis ini, total nilai produksi yang digunakan adalah pada tahun 2005 dan 2006, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 6.9. Tabel 6.9 Total Produksi dan Total Nilai Produksi Tahun 2005-2006 No Uraian Tahun 2005 2006 1 Total Produksi ton 10.118,90 12.118,90 2 Total Nilai Total Revenue Rp 51.078.952.456 64.016.004.799 Sumber : Diolah dari DKP Kota Ternate 2006 dan 2007 Tabel 6.9 menggambarkan total nilai produksi perikanan yang dilaporkan di Kota Ternate, yaitu pada tahun 2005 sebesar Rp 51.078.952.456 dengan total produksi sebesar 10.118,90 ton dan pada tahun 2006 meningkat menjadi Rp 64.016.004.799 dengan total produksi sebesar 12.118,90 ton. Setelah diperoleh nilai Total Revenue Total penerimaan dan nilai Total Cost Total biaya, kemudian dengan dianalisis menggunakan model resources rent, maka rent sumberdaya perikanan Kota ternate tahun 2005-2006 sebagaimana terlihat pada Tabel 6.10. Tabel 6.10 Rente Sumberdaya Perikanan Kota Ternate Thn 2005-2006 No Uraian Nilai Rp 2005 2006 1 Total Revenue 51.078.952.456 64.016.004.799 2 Total Cost 5.154.470.000 7.600.186.324 3 Resource Rent 45.924.482.456 56.415.818.475 Sumber : Hasil analisis Table 6.10 menggambarkan bahwa Total Revenue pada tahun 2005 sebesar Rp 51.078.952.456, meningkat menjadi Rp 64.016.004.799 pada tahun 2006 atau naik sebesar 25 . Total Cost pada tahun 2005 sebesar Rp 5.154.470.000 meningkat menjadi Rp 7.600.186.324 pada tahun 2006 atau naik sebesar 47 , sedangkan rente sumberdaya yang dihasilkan pada tahun 2005 sebesar Rp 45.924 482.456 meningkat menjadi Rp 56.415.818.475 atau naik sebesar 23 . Jika dibandingkan peningkatan antara Total cost terhadap Total Revenue dan Resource rent, maka nampak peningkatan Total Cost sangat tidak efektif, karena Total Cost yang meningkat sebesar 47 namun pengaruhnya terhadap peningkatan Total Revenue dan Resource rent masing-masing hanya 25 dan 23 . 6.2.3. Identifikasi Faktor-Faktor yang Potensial Mempengaruhi Terjadinya Unreported Fisheries di Kota Ternate Unreported fisheries perikanan yang tidak dilaporkan atau perikanan yang tidak dilaporkan adalah hasil tangkapan nelayan yang baik dilakukan secara legal maupun illegal yang tidak diketahui oleh pemerintah. Dalam penelitian ini unreported fisheries dibatasi pada nelayan lokal yang melakukan aktifitas penangkapan di wilayah perairan Kota Ternate, namun berapa jumlah hasil yang diperoleh tidak diketahui oleh Pemerintah. Berdasarkan pendekatan berbagai referensi dan literatur serta observasi lapangan, maka dapat diidentifikasi beberapa 65 faktor yang potensial mempengaruhi terjadinya unreported fisheries di wilayah Kota Ternate, yaitu faktor ; ekonomi, sosial budaya, geografis dan kebijakan pemerintah. Identifikasi faktor-faktor potensial tersebut memiliki sejumlah variabel yang dapat dilihat pada Tabel 6.11. Tabel 6.11 Identifikasi Faktor-Faktor yang Potensial Mempengaruhi Terjadinya Unreported Fisheries di Kota Ternate No Faktor-Faktor Variabel-Variabel 1 Ekonomi Biaya Hasil Harga Pasar

2 Sosial Budaya

Kebiasaan Hubungan Kekeluargaan Tingkat Pendidikan

3 Geografis

Letak Wilayah Kekerabatan

4 Kebijakan

Bantuan Armada Sarana dan Prasarana Pemasaran Sosialisasi Sumber : Diolah dari data primer

1. Faktor Ekonomi

Biaya, jumlah hasil yang diperoleh, harga dan pasar merupakan variabel dalam faktor ekonomi yang potensial berpengaruh terhadap terjadinya unreported fisheries yang dilakukan oleh para nelayan di sejumlah wilayah Kota Ternate. Nelayan beralasan bahwa jika hasil yang diperoleh tidak stabil dan cendeung menurun serta biaya yang dikeluarkan untuk mendaratkan hasil tangkapan ke PPN atau PPI relative lebih mahal karena jarak yang jauh, maka alternatif nelayan untuk menjual hasil tangkapan mereka adalah kepada para tauke sebagai pasar para nelayan yang dianggap lebih efisien dan efektif, walaupun kenyataannya profit atau keuntungan yang diperoleh nelayan jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan tauke.

2. Sosial Budaya

Kebiasaan masyarakat yang diperkirakan muncul sejak zaman barter atau zaman pertukaran barang dengan barang , masyarakat pesisir menukar hasil usahanya berupa berbagai jenis ikan dengan barang-barang yang dihasilkan oleh masyarakat dari pegunungan berupa produk-produk pertanian, dan kebiasaan tersebut oleh sebagian masyarakat di kawasan pedesaan masih tetap berlangsung hingga saat ini, walaupun sebagian besar sudah melakukan transaksi yang normal sesuai dengan kaidah ekonomi modern. Hasil yang diperoleh para nelayan kecil tradisional yang relatif sedikit jumlahnya 10-20 Kg per trip untuk nelayan yang menggunakan armada Ketinting dengan alat tangkap pancing langsung ditangani pemasarannya oleh istri nelayan sendiri, namun sangat disayangkan istri para nelayan ini masih terjebak oleh para tauke yang mencari untung rent seeker, yang telah dianggap sebagai kerabat, akhirnya sistim transaksi pun tidak jelas antara para nelayan dengan istri mereka, hasil tangkapan suami dijual semata- mata hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Sistim ini sudah membudaya dan berlanjut secara terus menerus yang membuat keluarga para nelayan terjebak dalam kemiskinan yang sistematik di satu sisi dan terjadinya unreported fisheries di sisi lain. Tingkat pendidikan nelayan yang rata-rata tidak tamat SD menjadi salah satu variabel yang potensial berpengaruh atas terjadinya unreported fisheries, mereka tidak memahami apa akibat dari unreported fisheries dan bagaimana cara pemecahannya dan cenderung tidak mau tahu. Hal yang terpenting bagi mereka adalah hasil tangkapan bisa terjual untuk menutupi biaya operasional dan memenuhi kebutuhan rumah tangganya.

3. Geografis

Wilayah Kota Ternate terdiri atas sejumlah pulau kecil, yaitu Pulau Ternate, Pulau Moti, Pulau Hiri, Pulau Tifure dan Pulau Mayau Batangdua serta tiga pulau yang tidak berpenghuni yaitu Pulau Mano, Pulau Maka dan Pulau Gurida. Pulau Ternate merupakan pulau yang paling besar diantara yang lainnya dan menjadi pusat pemerintahan. Jarak antara Pulau Moti ke Pulau Ternate adalah 11 mil laut, Pulau Tifure dan Pulau Mayau Batangdua ke Pulau Ternate mencapai 106 mil laut, dan Pulau Hiri ke Pulau Ternate adalah 1,5 mil laut. Jarak yang 67 cukup jauh antara pulau-pulau dan harus ditempuh melalui jalur laut sehingga sangat sulit bagi nelayan untuk mengakses jalur pemasaran hasil tangkapan mereka ke Kota Ternate, dimana terdapat PPN dan PPI. Hal ini merupakan salah satu alasan geografis yang menyebabkan terjadinya unreported fisheries di Kota Ternate. Perlu diketahui juga bahwa dengan kondisi geografis yang begitu rumit membuat para nelayan lebih mempertimbangkan faktor kekerabatan dalam pemasaran hasil tangkapan mereka, nelayan yang berasal dari Pulau Moti yang didominasi oleh etnis Tidore dan Makian memilih menjual hasil tangkapan mereka ke Kota Tidore dan Pulau Makian Kab. Halmahera selatan yang lebih dekat jaraknya dibandingkan ke Kota Ternate. Begitu juga dengan nelayan yang berada di Pulau Tifure dan Mayau Batangdua yang lebih banyak berinteraksi dengan penduduk Sulawesi Utara memilih menjual hasil tangkapan mereka ke Kota Bitung yang secara geografis lebih dekat dibandingkan ke Ternate.

4. Kebijakan

Kebijakan Pemerintah dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan berpengaruh terhadap terjadinya unreported fisheries di Kota Ternate. Bantuan pengadaan armada oleh Pemda Provinsi dan Pemda Kota Ternate yang dominan adalah armada Katinting yang diberikan kepada nelayan kecil, otomatis jumlah tangkapan yang dihasilkan oleh nelayan ini pun kecil yang hanya dapat dijual kepada para tauke yang berada di sekitarnya, karena jika hasil tersebut diangkut ke PPN yang berada di Kel. Bastiong atau PPI yang berada di Kel. Dufa- Dufa, maka akan menimbulkan biaya operasional yang lebih besar dan merugikan para nelayan. Selain dari bantuan armada yang terbatas, para nelayan juga masih memerlukan sarana untuk penanganan produksi yang dapat menampung hasil yang lebih banyak dan tahan lebih lama serta teknologi pengolahan hasil yang efisien dan efektif. Sosialisasi adalah variabel penting dalam faktor kebijakan selain bantuan armada, sarana dan prasarana dalam hal pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan. Hal ini dilakukan untuk membangun komunikasi dan informasi antar pemerintah dan para nelayan dan sebagai media persuasif dalam membangun moral suation kepada para nelayan untuk memanfaatkan sumberdaya secara optimal. Namun jika hal ini tidak dilakukan scara intensif, maka terjadi berbagai fenomena yang merugikan semua stakeholder yang terlibat dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan, termasuk terjadinya unreported fisheries perikanan yang tidak dilaporkan. Gambar 6.7 berikut ini menjelaskan tentang proses dan dampak terjadinya unreported fisheries dan reported fisheries di Kota Ternate. Gambar 6.7 Proses dan Dampak Unreported Fisheries dan Reported Fisheries di Kota Ternate Dari gambar 6.7 dapat dilihat bahwa unreported fisheries terjadi baik dilakukan oleh nelayan lokal maupun nelayan asing. Nelayan asing yang melakukan illegal fishing sudah pasti melakukan unreported fisheries, karena hasil tangkapan yang diperoleh langsung di angkut ke negara dimana nelayan tersebut berasal atau dijual secara illegal kepada perusahaan-perusahaan asing lainnya. Hal ini menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar karena jenis ikan yang dicuri adalah ikan-ikan yang bernilai ekonomis tinggi dan jumlahnya mencapai puluhan ribu ton, selain kerugian ekonomi tersebut kegiatan illegal ini juga menimbulkan ancaman terhadap stok ikan di wilayah perairan Kota Ternate karena jenis armada dan alat tangkap yang digunakan kemungkinan besar tidak ramah lingkungan seperti pukat harimau dan lain-lain. Fisheries Reources Unreported Fishing Reported Fishing Goverment Local Tauke PPN PPI Resources Rent Economic Loss Missing Data Goverment income Foreign Fisherman Illegal Fishing Managament Cost Miss Value Of Stock Assesmen t Stock Control Economic loss Ancaman Stock Retribusi Σ Factual Fisheries Resources EconomySocial Benefit Optimal Stock Control Sedangkan unreported fisheries yang dilakukan oleh nelayan lokal lebih disebabkan oleh faktor-faktor yang tercipta secara sistematis lihat tabel 6. Unreported fishing yang terjadi oleh nelayan lokal menyebabkan pemerintah mengalami kerugian ekonomi dan kehilangan data tentang kondisi stok, tetapi kegiatan penangkapan oleh nelayan lokal tidak mengancam keberadaan stok ikan karena armada dan alat tangkap yang digunakan masih bersifat tradisional dan ramah lingkungan. Dampak yang ditimbulkan oleh unreported fisheries secara keseluruhan adalah kerugian ekonomi economic loss dan kesalahan data oleh pemerintah dalam melakukan pendugaan stok yang pada akhirnya berpengaruh pada kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan secara optimal. Jumlah sumberdaya perikanan yang faktual yang dihasilkan di kawasan perairan Kota Ternate juga dapat dilihat pada gambar diatas, yaitu jumlah antara unreported fisheries dengan reported fisheries. Gambar 6.7 juga menunjukkan proses terjadinya reported fisheries, dari hasil tangkapan nelayan yang didaratkan di PPN Pelabuhan Perikanan Nusantara atau PPI Pelabuhan Pendaratan Ikan kemudian dilakukan lelang kepada para tauke, dari kegiatan lelang tersebut pemerintah memperoleh retribusi yang dikenakan kepada nelayan yang menjadi income bagi pemerintah dan dapat dimanfaatkan sebagai management cost dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan. Manfaat lain dari kegiatan tersebut adalah penyerapan tenaga kerja yang dapat menekan angka pengangguran, inilah yang dimaksud dengan economy benefit manfaat ekonomi atau manfaat sosial dari reported fisheries perikanan yang dilaporkan. Kegiatan ini jika dikelola secara profesional maka tidak menutup kemungkinan kesejahteraan seluruh stakeholder yang terlibat dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan terutama para nelayan tidak hanya sebatas impian namun akan menjadi kenyataan.

6.2.4. Korelasi Nonparametrik Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Unreported Fisheries