resource  dari   sumberdaya   perikanan,   maka   besar   perubahan   tersebut   harus diminimalkan,   yaitu   dengan   meminimalisir   praktek  unreported   fisheries  agar   nilai
produksi aktual sama dengan nilai produksi sesungguhnya.
2.5. Konsep Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan yang Ekonomis dan Lestari
Menurut   Adrianto   2005,   Kesadaran   akan   pentingnya   membangun   ekonomi nasional   berbasis   sumberdaya   alam   natural   resources   based   economy   pasca
reformasi   hingga   saat   ini   perlu   dipertahankan   dan   ditingkatkan   akselarasinya mengingat natural resources endowment yang dimiliki bangsa Indonesia masih dapat
dikatakan   sebagai   ”ciri   khas”   sekaligus   menjadi  advantage   comparative  bangsa. Salah satu  endowment  yang  kita miliki adalah sumberdaya  perikanan dan kelautan
yang   pada   awal   pemerintahan   pasca   reformasi   disebut-sebut   sebagai   raksasa   yang sedang tidur bagi pemulihan ekonomi Indonesia.
Sumberdaya   perikanan   dan   kelautan   termasuk   sumberdaya   yang   dapat   pulih renewable resource, dan dalam kepemilikannya sumberdaya perikanan dan kelautan
di   Indonesia   memakai   rezim   kepemilikan   yang   bersifat  common   property  yaitu kepemilikan bersama, sedangkan dalam pemanfaatannya menganut rezim open acces
yaitu   dimana   dalam   memanfaatkan   sumberdaya   tersebut   tanpa   ijin   dari   siapapun. Akan tetapi dalam pemanfaatan bukanlah  open acces  secara murni ini terlihat saat
nelayan bukan nelayan kecil yang akan berusaha paling tidak harus memperoleh ijin permit dari pemerintah, baik daerah maupun pusat.
Didalam penggunaan kedua kebijakan tersebut masih belum adanya kebijakan lain yang mendukung, sehingga dengan penggunaan kedua kebijakan tersebut tidak
mengakibatkan terjadinya eksploitasi secara berlebih, dalam hal ini perlu dipikirkan secara   bersama   tentang   penggunaan   sumberdaya   yang   menunjang  sustainability
development. Pada saat ini sudah ada gejala terjadinya tangkap lebih over fishing seperti yang terjadi di perairan selat malaka, dimana dalam pemanfaatanya mencapai
112,38 dan laut jawa yang terindikasi akan terjadinya  over fishing  yaitu 88,98 sehingga   di   kedua   perairan   tersebut   perlu   adanya   rehabilitasi   sumberdaya   dan
lingkungan dengan cara pengurangan jumlah produksi hasil tangkapan. 24
Agar   tercapainya  sustainability   development  dan   sumberdaya   tetap   terjaga kelestariannya   dengan   demikian   kegiatan   eksploitasi   yang   dilakukan   perlu   adanya
kebijakan   lain   seperti   pengkenaan   pajak   tax   yang   nantinya   sebagai   pemasukan negara yang diperuntukkan sebagai rehabilitasi lingkungan dan pembangunan sarana
seperti pelabuhan dan Tempat Pelelangan Ikan TPI dll, sesuai dengan UU. No. 31 2004   pasal  50.  Akan   tetapi  penerapan  pajak   harus   dikaji   secara  mendalam   jangan
sampai   penerapan   dari   pada   pajak   akan   mengakibatkan   disinsentif   sehingga penerapan pajak malah akan menjadikan pengeksploitasian secara berlebihan untuk
mendapatkan keuntungan secara maksimal. Penerapan   pajak   yang   tidak   sesuai     mengakibatkan   penambahan   jumlah
tangkapan   nelayan   sehingga   tujuan   pajak   itu   sendiri   dalam   pengurangan   jumlah tangkapan   tidak  terjadi.   Dan   untuk  daerah  yang   telah  terindikasi   atau   terjadi  over
fishing  dengan  adanya  pajak   akan  dapat  mengurangi   jumlah   hasil  tangkapan  yang bertujuan agar diperairan tersebut akan terjadi rehabilitasi secara alamiah. Penerapan
pajak   selain   dapat   dikenakan   pada   input   produksi   juga   dapat   dilakukan   terhadap output produksi. Penerapan pada output dapat dilakukan dengan mengalikan besaran
pajak dengan volume hasil tangkapan Rpkg.  Dalam penerapan pajak pada input sangatlah sulit dalam menentukan tingkat pajak yang diterapkan, hal ini dikarenakan
banyaknya   komponen  input  itu   sendiri   tenaga   kerja,   mesin,  gross   tonage,   jumlah trip   dan   bila   pajak   dikenakan   terhadap   salah   satu  input  hal   ini   akan   menjadi
substitusi   terhadap   komponen  input  yang   lainnya,   sehingga   para   nelayan   akan menambah komponen input yang lainnya, pajak seperti ini tidak akan berlaku efektif
terhadap   pengurangan   upaya   pada   perikanan. Selanjutnya   pengaruh   pajak   input
terhadap hasil tangkapan dapat dilihat pada Gambar 2.5. 25
Gambar 2.5. Pengaruh pajak input terhadap hasil tangkapan Dari kurva diatas dapat diketahui bahwa pajak mengakibatkan biaya total TC
akan   bergeser   sebesar   TC   =   c+TE   sehingga   pajak   per   satuan   upaya   dapat mengurangi jumlah upaya dari E
∞
ke tingkat upaya sebesar E
T ∞.
Dan besarnya pajak yang   diterima   oleh   pemerintah   sebesar   AB.   Sehingga   pajak   yang   dikenakan   pada
input   produksi   akan   mengakibatkan   adanya   sebagian   pengalihan   biaya   produksi kepada   pajak   sehingga   hal   tersebut   mengakibatkan   berkurangnya   usaha   untuk
produksi.
Gambar 2.6. Kurva pengaruh pajak per output terhadap hasil tangkapan
Rp
Upaya Effort E∞
E
msy
B ia
ya Pe
ne ri
m aa
n
E
T ∞
TR TC
B
A
∏
max
TC’
Rp
Upaya Effort E∞
E
msy
B ia
ya Pe
ne ri
m aa
n
E
T
∞
TR TC
B
A T
TR
T
Dari kurva diatas didapatkan akibat penerapan pajak kepada output, kurva TR akan bergerak turun menjadi TR
T
. titik pertemuan antara kurva TC dan kurva TR
T
menghasilkan keseimbangan upaya setelah pajak. Dalam hal ini upaya berkurang dari E
∞
menjadi E
T ∞
dan pemerintah memperoleh penerimaan pajak sebesar jarak AB. Disisi   lain   dalam   pemanfaatan   sumberdaya   kita   juga   harus   mengetahui   titik
Maximum Sustainable Yield  MSY  yang  pertama kali dikemukakan oleh Gordon- Schaefer.   Menurut  Fauzi   2004   ada  beberapa   asumsi   yang   akan  digunakan   untuk
mempermudah pemahaman, asumsi-asumsi tersebut antara lain : 1. Harga   persatuan  output,   RpKg   diasumsikan   konstan   atau   kurva   permintaan
diasumsikan elastis sempurna. 2. Biaya persatuan upaya  c  dianggap konstan.
3. Spesies sumber daya ikan bersifat tunggal single species. 4. Struktur pasar bersifat kompetitif.
5. Hanya   faktor   penangkapan   yang   diperhitungkan   tidak   memasukkan   faktor pascapanen dan lain sebagainya.
Gambar 2.7. Kurva produksi lestari-upaya yield-effort curve Dari kurva diatas terlihat bahwa saat aktivitas perikanan upaya = 0, produksi
juga   akan   nol.   Ketika   upaya   tersebut   ditingkatkan   pada   titik   E
msy
akan   diperoleh produksi yang maksimum. Produksi pada titik tersebut disebut sebagai titik Maximum
h E h
msy
Upaya Effort E
max
E
msy
P roduksi
l es
ta ri
Sustainable   Yield  MSY   dan   bila   terus   dilakukan   penambahan   aktivitas   upaya maka produksi akan turun kembali bahkan akan mencapai titik nol E
max
atau dengan kata  lain pada saat penambahan  upaya   mengakibatkan  penurunan jumlah  produksi
maka pada saat tersebut kita telah terjadi over fishing.
Gambar 2.8. Kurva Model Gordon-schaefer Pada saat tingkat upaya lebih rendah dari E∞ sebelah kiri dari E∞, penerimaan
total   akan   melebihi   biaya   total   sehingga   pelaku   perikanan   nelayan   akan   lebih banyak   tertarik   untuk   menangkap   ikan.   Dalam   kondisi  open   acces  maka   akan
mengakibatkan   adanya   pertambahan   pelaku   perikanan   baru   masuk   sehingga   akan terjadi tingkat upaya yang lebih tinggi dari disebelah kanan E∞  sehingga total biaya
lebih besar dari total penerimaan dan hal ini akan mengakibatkan pelaku perikanan keluar.   Bila   kita   lihat   maka   keuntungan   maksimum   dan  tidak   menghilangkan   dari
pada sumberdaya itu sendiri terjadi pada saat dimana jarak vertikal antara penerimaan dan biaya merupakan jarak terbesar garis BC.
Rp
Upaya Effort E∞
E
msy
B ia
ya Pe
ne ri
m aa
n
E TR
TC
C B
∏
max
TC’
III. KERANGKA PEMIKIRAN
Dalam   usaha   untuk   memenuhi   kebutuhan   hidupnya   manusia   berupaya mengeksploitasi sumberdaya alam yang ada di sekitarnya. Ketergantungan manusia
terhadap sumberdaya alam telah terjadi sejak manusia ada di bumi ini. Sumberdaya alam dapat dibagi menjadi sumberdaya alam yang dapat pulih renewable resources
seperti sumberdaya perikanan, hutan dan lain-lain dan sumberdaya yang tidak dapat pulih non-renewable resource  seperti minyak,  mineral dan lain-lain. Sumberdaya
dapat pulih renewable resources baik terjadi secara alamiah maupun melalui upaya manusia   membutuhkan   ruang   dan   waktu   untuk   melakukan   hal   tersebut.   Artinya
kapasitas  ruang dan waktu  merupakan variabel  yang  berpengaruh terhadap  tingkat pertumbuhan   sumberdaya   alam   yang   dapat   pulih.   Pandangan   ekonomi   bahwa
kebutuhan   dan   keinginan   manusia   yang   tidak   terbatas   menyebabkan   manusia mengeksploitasi   sumberdaya   alam   tanpa   mempertimbangkan   dimensi   ruang   dan
waktu sebagai faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhannya, maka kini mulai  terjadi  krisis kelangkaan  scarcity  berbagai jenis sumberdaya  yang  nilainya
sangat stratgis untuk kebutuhan hidup manusia. Sumberdaya   perikanan   pun   tidak   luput   dari   fenomena   diatas,   usaha   untuk
memenuhi   kebutuhan   dan   keinginan   yang   tidak   terbatas,   sehingga   sumberdaya perikanan dieksploitasi dengan berbagai cara untuk mengejar keuntungan oleh pihak-
pihak   yang   tidak   bertanggungjawab   yang   menimbulkan   sejumlah   masalah   yang dikenal dengan berbagai istilahnya masing-masing, seperti IUU fishing,   destructive
fishing,  over   fishing,  depletion,    colaps  dan   lain-lain.   Istilah-istilah   tersebut menggambarkan   masalah   yang   telah   terjadi   dan   ancaman   yang   dihadapi   oleh
keberadaan   sumberdaya   perikanan   pada   saat   sekarang   dan   pada   masa   yag   akan datang.