Uji Aktivitas Antibiofilm Air Perasan Jeruk Nipis terhadap Biofilm

29 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta statistik One-way ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna signifikan terhadap semua perlakuan p ≤ 0,05. Kemudian dilanjutkan uji post hoc yang menjelaskan tentang perbandingan densitas optis antar perlakuan. Dari hasil uji post hoc, dinyatakan bahwa air perasan jeruk nipis dapat mencegah pembentukan biofilm S. aureus secara bermakna signifikan terhadap kontrol negatif. Densitas optis air perasan jeruk nipis dengan konsentrasi 0,0625, 0,125, 0,25, 0,5, 1 dan 2 tidak berbeda secara bermakna signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa air perasan jeruk nipis dengan konsentrasi 0,0625, 0,125, 0,25, 0,5,1 dan 2 memiliki aktivitas pencegahan yang sama. Begitupun pada konsentrasi 4 dan 8 yang tidak berbeda secara bermakna signifikan. Namun pada konsentrasi 0,0625, 0,125, 0,25, 0,5, 1 dan 2 memiliki perbedaan yang bermakna signifikan terhadap konsentrasi 4 dan 8. Hal ini menunjukkan bahwa air perasan jeruk nipis dengan konsentrasi 0,0625, 0,125, 0,25, 0,5, 1 dan 2 memiliki perbedaan aktivitas terhadap air perasan jeruk nipis dengan konsentrasi 4 dan 8. Selanjutnya pengujian aktivitas air perasan jeruk nipis terhadap penghambatan pertumbuhan biofilm S. aureus. Grafik pada gambar 4.4 menunjukkan bahwa pola aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm mengikuti pola sigmoid. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Keerthiga Anand 2015 pada uji penghambatan pertumbuhan biofilm S. aureus dengan menggunakan anggrek tanah Geodorum densiflorum Lam. Schltr. yang juga menunjukkan pola sigmoid. Hal ini diduga terjadi karena pada konsentrasi kecil, senyawa aktif dari ekstrak dapat berpenetrasi dengan baik ke dalam bakteri namun daya hambatnya kurang kuat sedangkan pada konsentrasi besar senyawa aktif dari ekstrak memiliki daya hambat yang kuat namun tidak dapat berpenetrasi dengan baik ke dalam bakteri sehingga aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm yang paling baik dihasilkan pada konsetrasi yang tidak terlalu kecil dan tidak teralu besar. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Loresta, 2014 pada uji penghambatan pertumbuhan biofilm S. aureus dengan menggunakan ekstrak etanol daun kelor Moringa oleifera yang menunjukkan pola linier yaitu semakin 30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta besar konsentrasi yang digunakan maka semakin besar aktivitas penghambatannya. Aktivitas terbaik pada uji penghambatan pertumbuhan biofilm S. aureus dengan menggunakan ekstrak etanol daun kelor adalah pada ekstrak 8 dengan penghambatan hingga menacapai 40,22, dimana aktivitas ini diduga terjadi karena adanya zat aktif tannin dan flavonoid yang terkandung di dalam ekstrak. Penelitian Vikram et al 2010 dan Taganna et al 2011 menunjukkan bahwa flavonoid dan tannin dapat menghambat quorum sensing yang merupakan proses penting dalam pembentukan biofilm. Penelitian yang dilakukan oleh Geethashri et al, 2014 juga menunujukkan pola linier pada uji penghambatan pertumbuhan biofilm S. aureus dengan menggunakan ekstrak Azadirachta indica, Mangifera indica, Piper betel, dan Piper ningrum. Aktivitas terbaik pada uji penghambatan pertumbuhan biofilm S. aureus dengan menggunakan ekstrak Azadirachta indica, Mangifera indica, Piper betel, dan Piper ningrum ditunjukkan pada ekstrak Azadirachta indica dengan konsentrasi ekstrak 30 mgml yang menghasilkan penghambatan hingga mencapai 48,21 dan aktivitas terbaik pada uji penghambatan pertumbuhan biofilm S.aureus dengan menggunakan air perasan jeruk nipis adalah pada konsentrasi 0,25 dengan penghambatan yang dihasilkan hingga mencapai 66,23. Hal ini menunjukkan bahwa air perasan jeruk nipis memiliki aktivitas yang lebih baik dalam menghambat pertumbuhan biofilm dibandingkan dengan ekstrak etanol daun kelor, ekstrak Azadirachta indica, ekstrak Mangifera indica, ekstrak Piper betel, dan ekstrak Piper ningrum. Tingginya aktivitas penghambatan biofilm S. aureus karena memiliki banyak kandungan zat aktif yang memiliki aktivitas sebagai antibiofilm, yaitu flavonoid, saponin, asam sitrat dan minyak atsiri. Hasil uji statistik One-way ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna signifik an pada semua perlakuan p ≤ 0,05. Kemudian dilanjutkan uji post hoc yang menjelaskan tentang perbandingan densitas optis antar perlakuan. Dari hasil uji post hoc, dinyatakan bahwa air perasan jeruk nipis dapat menghambat pertumbuhan biofilm S. aureus secara bermakna signifikan terhadap kontrol negatif. Densitas optis air perasan jeruk nipis dengan konsentrasi 0,125, 0,25, 0,5, 1, 2, dan 4 tidak berbeda secara bermakna 31 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa air perasan jeruk nipis dengan konsentrasi 0,125, 0,25, 0,5, 1, 2, dan 4 memiliki aktivitas penghambatan yang sama. Air perasan jeruk nipis dengan konsentrasi 0,0625 menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap konsentrasi 0,125, 0,25, 0,5, 1, 2, 4, dan 8. Hal ini menunjukkan bahwa air perasan jeruk nipis dengan konsentrasi 0,0625 memiliki perbedaan aktivitas terhadap air perasan jeruk nipis dengan konsentrasi 0,125, 0,25, 0,5, 1, 2, 4 dan 8. Begitupun pada konsentrasi 8 yang menunjukkan perbedaan yang bermakna terhadap konsentrasi 0,0625, 0,125, 0,25, 0,5, 1, 2, dan 4. Pengujian aktivitas air perasan jeruk nipis yang terakhir dilakukan terhadap penghancuran degradasi biofilm S. aureus. Kemampuan degradasi biofilm dari senyawa terkait dengan kemampuan penetrasi senyawa ke dalam biofilm yang terbentuk, yakni mampu berpenetrasi pada lapisan EPS atau lendir yang menyelubungi bakteri. Selain itu, kemampuan senyawa dalam mendegradasi biofilm adalah menghilangkan EPS pada biofilm yang sudah terbentuk Ardani et al., 2010. Grafik pada gambar 4.4 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi air perasan jeruk nipis maka semakin kecil aktivitas penghancurannya berbanding terbalik. Hal ini diduga terjadi karena semakin kecil konsentrasi air perasan jeruk nipis maka semakin besar kemampuan dari senyawa aktifnya untuk berpenerasi ke dalam lapisan EPS atau lendir yang menyelubungi bakteri. Berbeda dengan hasil penelitian yang ditunjukkan oleh Yosephine 2013 pada uji penghancuran biofilm Streptococcus mutans dengan menggunakan minyak atsiri kemangi Ocimum basilicum L. yang menunjukkan pola linier yaitu semakin besar konsentrasi minyak atsiri maka semakin besar kemampuannya dalam mendegradasi biofilm. Semakin besar konsentrasi maka semakin besar kandungan zat aktif yang berfungsi sebagai antibiofilm, sehingga semakin besar pula potensinya dalam menghancurkan biofilm. Namun aktivitas degradasi yang dihasilkan oleh minyak atsiri kemangi tidak terlalu baik, dengan aktivitas penghancuran paling baik yang dihasilkannya adalah 57,64 pada konsentrasi 0,2. Rendahnya nilai degradasi biofilm ini menunjukkan bahwa minyak atsiri kurang efektif sebagai agen pendegradasian biofilm. Kemungkinan penyebabnya adalah karena minyak