22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dari hasil pengujian penapisan fitokimia menunjukkan bahwa air perasan jeruk nipis memiliki kandungan senyawa saponin, dan flavonoid, dimana zat aktif
tersebut berpotensi memiliki aktivitas sebagai antibiofilm. Menurut Calabro et al 2004 flavonoid terdapat pada Citrus sp., 3 dari 6 jenis utama flavonoid yang
terdapat pada citrus adalah flavanone eriocitrin, hesperidin, narirutin dan neoriocitrin, flavone apigenin dan flavonols kaempferol, quercetin dan rutin.
Hisperidin merupakan flavonoid paling dominan yang terdapat pada jeruk nipis Peterson, Julia J., et al, 2005. Penelitian yang dilakukan oleh Vikram et al
2010 membuktikan bahwa flavonoid Citrus sp. dapat menghambat proses quorum sensing dalam pembentukan biofilm. Sedangkan saponin berpotensi
sebagai antibiofilm karena dapat mengganggu pembentukan biofilm dengan merusak matriks biofilm Coleman et al., 2010. Selain mengandung senyawa
flavonoid dan saponin, air perasan jeruk nipis juga mengandung asam sitrat dan minyak atsiri Dalimarta, 2010. Asam sitrat dan minyak atsiri juga diketahui
memiliki aktivitas antibiofilm yang baik. Mekanisme antibiofilm asam sitrat adalah dengan memecah jembatan kalsium dan merusak matriks biofilm Faot et
al., 2014. Sedangkan minyak atsiri dapat menginaktivasi enzim yang berperan dalam pembentukan biofilm Dwi Triana, 2010.
4.4 Karakterisasi Bakteri Staphylococcus aureus
Dilakukan pewarnaan terhadap 7 koloni bakteri yang tumbuh dari hasil isolasi bakteri pada kulit. Isolasi bakteri dilakukan dari kulit karena S. aureus
merupakan bakteri yang banyak ditemukan pada kulit dan permukaan mukosa Voung Otto, 2002. Hasil pewarnaan tersebut menunjukkan bahwa seluruh
koloni bakteri merupakan bakteri Gram positif yang tersusun dari sel yang berbentuk bulat coccus dan berkoloni seperti buah anggur staphylococcus.
Kemudian dilakukan karakterisasi lebih lanjut untuk mengetahui bakteri dengan spesies Staphylococcus aureus dari 7 koloni bakteri tersebut. Hasil karakterisasi
tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2.
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.2. Hasil karakterisasi bakteri
Karakterisasi Bakteri
1 2
3 4
5 6
7
Media KIA -
- -
- -
+ +
Media pelarut fosfat -
- -
- -
+ -
Susu skim 20 -
- -
- -
+ -
H
2
O
2
3 +
+ +
+ +
+ +
Dari hasil karakterisasi bakteri yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa bakteri 6 merupakan bakteri Staphylococcus aureus. Kemudian bakteri
dipurifikasi dan dilakukan karakterisasi secara morfologis dan mikroskopis. Hasil purifikasi dan karakterisasi bakteri Staphylococcus aureus secara morfologis
dapat dilihat pada gambar 4.1.
Gambar 4.1. Hasil purifikasi bakteri Staphylococcus aureus
Secara morfologis dapat dilihat bahwa bakteri Staphylococcus aureus yang tumbuh pada media pembenihan berwarna putih kekuningan, berbentuk bundar,
menonjol dan berkilau. Sedangkan hasil karakterisasi bakteri Staphylococcus
aureus secara mikroskopis dapat dilihat pada gambar 4.2.
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.2. Hasil pewarnaan Gram bakteri Staphylococcus aureus
Berdasarkan karakterisasi yang dilakukan dengan cara pewarnaan Gram, dapat dipastikan bahwa bakteri Staphylococcus aureus yang digunakan dalam
penelitian ini adalah benar bakteri Gram positif yang menghasilkan warna ungu setelah pewarnaan Gram. Secara mikroskopis bakteri ini berbentuk
Staphylococcus bulat dan tersusun seperti anggur.
4.5 Uji Pembentukan dan Pertumbuhan Biofilm Staphylococcus aureus
Pada uji pembentukan biofilm terbentuk lapisan-lapisan seperti benang halus pada suspensi bakteri yang telah diinkubasi pada suhu 37
C selama 24 jam. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri Staphylococcus aureus yang digunakan
positif dapat membentuk biofilm. Menurut Meng Chen 2013, S. aureus merupakan salah satu bakteri yang paling sering membentuk biofilm.
Pembentukan biofilm S.aureus dapat terjadi melalui beberapa regulasi, salah satunya adalah melalui ica-dependent biofilm production Lee et al, 2013.
Kemampuan pembentukan biofilm merupakan salah satu faktor virulensi S. aureus yang dapat menyebabkan peningkatan toleransi terhadap antibiotik dan
desinfektan serta resistensi terhadap fagositosis dan sel-sel imunokompeten lain Hoiby et al., 2010; Lee et al., 2013. Setelah dilakukan uji pembentukan biofilm
kemudian dilakukan pengujian pertumbuhan biofilm S. aureus untuk mengetahui waktu inkubasi yang menghasilkan pembentukan biofilm paling baik dengan
jumlah suspensi bakteri sebanyak 200µL selama 1-4 hari. Uji pertumbuhan biofilm ini menggunakan suspensi bakteri yang telah
diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam. Suspensi bakteri diinkubasi pada suhu