Ayat diatas menunjukan atas kesempurnaan manusia apabila mempunyai ilmu pengetahuan. Kedudukan orang berilmu akan mendapatkan pahala yang
besar, dan Allah akan meninggikan derajat nya, baik disisi Allah maupun dihadapan manusia. Perkataan tersebut dinyatakan dengan susunan pertanyaan
istifham untuk menunjukan bahwa orang-orang yang mencapai derajat tertinggi adalah orang yang mempunyai ilmu, sedang yang lain jatuh kedalam jurang
keburukan orang yang tidak berilmu. Hadits Nabi pun mengatkan “Barang siapa yang menginginkan dunia,
hendaklah ia berilmu, barang siapa yang menginginkan akhirat hendaklah ia berilmu, dan barang siapa menginginkan kedua-duanya sekaligus, ia pun harus
berilmu”.
6.4 Tingkat Sirkulasi Oksigen
6.3.1 Kepadatan Hunian
Kepadatan hunian adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan jumlah anggota keluarga satu rumah tinggal Lubis,1989. Kepadatan penghuni
dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh bagi penghuinya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan
berjubel overcrowded. Hal ini tidak sehat karena disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga terkena
penyakit infeksi, terutama tuberkulosis akan mudah menular kepada anggota keluarga lain.
Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa responden yang memiliki kondisi kepadatan hunian memenuhi syarat lebih banyak 61,5 dibandingkan
dengan responden yang memiliki kepadatan hunian tidak memenuhi syarat 38,5. Berdasarkan hasil tabulasi silang antara kepadatan hunian dengan
kejadian TB paru dapat diketahui bahwa kejadian TB paru lebih banyak dialami oleh responden yang memiliki kepadatan hunian tidak memenuhi syarat yaitu
sebesar 60. Sementara itu kejadian TB paru hanya dialami oleh 20 responden yang memiliki kepadatan hunian memenuhi syarat. Hasil uji statistik
menunjukkan P value sebesar 0,001 yang artinya ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian TB paru.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Niko 2011 di kota solok yang menyimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara kepadata hunian
dengan kejadian TB paru, diman risiko untuk terkena TB paru 5,95 kali lebih tinggi pada responden yang tinggal pada kepadatan rumah yang tidak memenuhi
syarat kesehatan. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Adrial 2005 di batam yang mendapatkan bahwa orang yang tinggal dengan tingkat
kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat mempunyai 4,55 kali lebih besar untuk terkena TB paru bandingkan dengan orang yang tinggal dengan kepadatan
hunian yang memenuhi syarat kesehatan. Adanya hubungan yang signifikan antara kepadatan hunian rumah
dengan kejadian TB paru karena kepadatan hunian merupakan pencetus awal pada proses penularan penyakit. Semakin padat tingkat hunian, maka
perpindahan penyakit khususnya penyakit melalui udara akan semakin mudah
dan cepat terjadi. Oleh karena itu, kepadatan hunian dalam rumah merupakan variabel yang berperan dalam kejadian TB paru. Untuk itu Departemen
Kesehatan telah membuat peraturan tentang rumah sehat dengan rumus jumlah penghuni luas bangunan. Syarat rumah dianggap sehat adalah 10m
2
per orang. Kepadatan hunian ditentukan berdasarkan jumlah penghuni rumah per
luas lantai ruangan merupakan faktor yang penting. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuni akan menyebabkan overcrowded yang dapat
menyebabkan tidak terpenuhinya konsumsi oksigen yang dibutuhkan anggota keluarga sehingga memudahkan terjadinya penularan penyakit infeksi kepada
anggota keluarga lain Depkes, 2002. Menurut Putra Prabu dalam buku Kesehatatan Lingkungan Soemirat,
2000 luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah
penghuniny agar tidak menyebabkan overload. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam m
2
orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia.
Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m
2
orang, untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m
2
orang Allah swt. berfirman Q.S. Al-
A‟raaf : 31 :
َ ِ ِ ْسُ ْ ا ُ ِ ُي َ ُ َ ِإ ۚ ا ُ ِ ْسُ َ َ
“dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang berlebih-
lebihan.”
Dalam Al- Qur‟an dan Tafsirannya 2011, pada kosakata Al-Mufsiriin
yaitu berasal dari kata asrafa-yusrifu yang dapat di artikan dengan melampaui batas atau berlebih-lebihan. Seseorang yang mengerjakan sesuatu atau
menggunakan sesuatu dengan sikap yang tidak wajar dan melebihi batas yang normal, dapat dikatakan ia telah bersikap
isra’f, demikian Allah swt. membolehkan manusia untuk melakukan sesuatu sesuai dengan ukurannya dan
kemudian diikuti dengan celaan terhadap orang yang melakukan sesuatu secara berlebihan. Hal ini tentu disesuaikan dengan kondisi masing-masing orang,
karena kadar tertentu. Atas dasar itu dapat dikatakan bahwa kata tersebut isra’f
mengajarkan sikap proporsional dalam semua aspek perbuatan.
6.3.2 Ventilasi Rumah