Total Eritrosit Hematologi Ikan

31 pasca kematian. Selain itu, pada H8 hingga H10 aktivitas makan ikan mulai normal walaupun tidak terjadi pada setiap perlakuan. Permukaan sel bakteri tipe β-hemolitik tidak seperti sel bakteri tipe non- hemolitik berkapsul yang selain tersusun atas protein, juga tersusun atas karbohidrat yang lebih banyak, sehingga lebih sulit untuk difagosit. Sel bakteri tipe non-hemolitik lebih cepat tumbuh dan berkembangbiak serta menyebarkan virulensi di sel atau jaringan dibandingkan bakteri tipe β-hemolitik yang mudah dikenali dan mampu dilawan oleh sistem imun Hardi 2011. Winarti 2010 menyatakan, bahwa pemaparan antigen pada intramuscular menyebabkan bakteri langsung masuk ke dalam jaringan dan pembuluh darah kapiler kemudian menyebar ke seluruh organ tubuh sehingga dengan dosis lebih rendah menyebabkan kematian ikan nila yang lebih banyak dan cepat. Menurut Cipriano 2001 dalam Winarti 2010, keganasan penyakit dipengaruhi oleh jumlah dari faktor yang saling berhubungan, meliputi virulensi bakteri, macam dan derajat stres yang dipengaruhi populasi ikan, kondisi fisiologi dari inang dan derajat resistensi genetik yang tidak bisa dipisahkan dalam populasi spesifik dari ikan.

3.7.4 Hematologi Ikan

Data lain yang diambil adalah data gambaran darah hematologi ikan. Pengamatan hematologi ikan dilakukan sebanyak 5 kali. Secara umum darah berfungsi untuk mengedarkan nutrien yang berasal dari pencernaan makanan ke sel-sel tubuh, membawa oksigen ke sel-sel tubuh jaringan dan membawa hormon dan enzim ke organ tubuh yang memerlukannya Lagler et al., 1977. Amlacher 1970 menyatakan bahwa darah akan mengalami perubahan khususnya bila terkena penyakit infeksius. Beberapa parameter yang dapat memperlihatkan perubahan patologi pada darah adalah kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah eritrosit, dan jumlah leukosit. Berikut hasil pengamatan parameter beberapa hematologi ikan yang didapatkan dalam penelitian ini:

3.7.4.1 Total Eritrosit

Jumlah eritrosit ikan nila sebelum perlakuan injeksi H-6 sebesar 1,27x10 6 selmm 3 dan berdasarkan analisis statistik tidak ada perbedaan nyata P0,05 pada semua perlakuan Lampiran 7. Pada sampling H-2, setelah injeksi probiotik untuk perlakuan A, jumlah eritrosit pada perlakuan A melonjak 32 hingga 3,46x10 6 selmm 3 , sedangkan pada perlakuan B, C, D dan E masing- masing sama yakni 1,93x10 6 selmm 3 Gambar 16. Perlakuan A berbeda nyata P0,05 terhadap perlakuan lainnya. Keterangan: A simulasi pencegahan; B injeksi bersama; C simulasi pengobatan; D kontrol negatif; E kontrol positif; Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata P0,05. Gambar 16 Total Eritrosit selama uji antagonistik in vivo Setelah uji tantang pada H0 dilakukan 3 kali sampling pada H2, H6 dan H10 Gambar 16. Pada H2 jumlah eritrosit tidak jauh berbeda dibandingkan sampling sebelumnya, berkisar antara 1,10x10 6 selmm 3 hingga 1,93x10 6 selmm 3 dan tidak berbeda nyata P0,05 untuk semua perlakuan. Pada H6 jumlah eritrosit turun pada semua perlakuan, berkisar antara 0,61x10 6 selmm 3 hingga 0,97x10 6 selmm 3 , namun tidak berbeda nyata P0,05 untuk semua perlakuan. Pada H10 jumlah eritrosit kembali naik pada semua perlakuan, berkisar antara 2,03x10 6 selmm 3 hingga 2,74x10 6 selmm 3 , dan tidak berbeda nyata P0,05 untuk semua perlakuan Lampiran 7. Jumlah eritrosit berkaitan erat dengan kadar hemoglobin dan hematokrit Fujaya 2004. Berdasarkan hasil penelitian, jumlah eritrosit setelah injeksi kandidat probiotik perlakuan A H-2 tren dari ketiga parameter tersebut hampir sama, peningkatan jumlah eritrosit Gambar 16 disertai juga peningkatan kadar hemoglobin Gambar 18 dan hematokrit Gambar 19. Jumlah eritrosit pada sampling H2 dan H6 mengalami penurunan setelah uji tantang pada H0 jika dibandingkan dengan jumlah eritrosit pada sampling H-6 dan H-2 sebelumnya. Penurunan ini disertai penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit. Penurunan jumlah eritrosit setelah uji tantang injeksi patogen S. agalactiae pada H0 diduga karena bakteri S. agalactiae yang diinfeksikan menyebabkan kerusakan pada 33 ginjal. Ginjal merupakan organ penghasil eritrosit. Rusaknya ginjal menyebabkan kemampuan ikan untuk memproduksi eritrosit menurun. Rendahnya jumlah eritrosit menandakan ikan menderita anemia dan kerusakan ginjal Nabib dan Pasaribu 1989. Jumlah eritrosit kembali normal seperti semula pada sampling terakhir H10 dan tidak terdapat perbedaan nyata P0,05 antar perlakuan.

3.7.4.2 Total Leukosit