TEPUNG JAGUNG MODIFIKASI PATI METODE

9 jagung yang mengandung amilosa dalam jumlah yang tinggi 50-75. Varietas tersebut dinamakan high-amylose corn Mauro et. al., 2003.

C. TEPUNG JAGUNG

Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung Zea mays L. yang bersih dan baik. Penggilingan biji jagung menjadi bentuk tepung merupakan suatu proses pemisahan kulit, endosperm, lembaga dan tip cap. Endosperm merupakan bagian biji jagung yang digiling menjadi tepung dan memiliki kadar karbohidrat yang tinggi. Kulit yang memiliki kandungan serat tinggi harus dipisahkan karena dapat membuat tepung bertekstur kasar. Sementara itu, lembaga yang merupakan bagian biji jagung dengan kandungan lemak tertinggi juga harus dipisahkan agar tidak membuat tepung menjadi tengik. Selain itu, tip cap juga harus dipisahkan sebelum penepungan agar tidak terdapat butir-butir hitam pada tepung olahan. Pembuatan tepung jagung baik dilakukan dengan menggunakan metode penggilingan kering Juniawati, 2003. Proses pembuatan tepung jagung diawali dengan penggilingan menggunakan hammer mill. Penggilingan ini menghasilkan grits, lembaga, kulit, dan tip cap. Hasil penggilingan kemudian direndam dalam air untuk memisahkan bagian endosperm dengan bagian lembaga, kulit, dan tip cap . Bagian endosperm akan tenggelam dan bagian lain yang tidak dibutuhkan dapat dengan mudah dibuang karena mengapung. Selanjutnya, bagian endosperm ditiriskan dan digiling menggunakan disc mill untuk memperhalus ukuran grits menjadi tepung. Hasil penggilingan yang berupa tepung jagung ini masih harus melalui proses pengayakan 100 mesh, sehingga diperoleh hasil tepung jagung yang optimal, yaitu halus dan homogen Putra, 2008.

D. GELATINISASI

1. Konsep dan Mekanisme Gelatinisasi

Granula pati tidak larut dalam air dingin tetapi akan mengembang dalam air panas atau hangat. Pengembangan granula pati tersebut bersifat bolak–balik reversible jika tidak melewati suhu gelatinisasi dan akan menjadi tidak bolak– balik irreversible jika telah mencapai suhu gelatinisasi Greenwood dan Munro, 10 1979. Beberapa perubahan selama terjadinya gelatinisasi dapat diamati. Mula– mula suspensi yang keruh mulai menjadi jernih pada suhu tertentu, tergantung jenis pati yang digunakan. Terjadinya translusi larutan pati tersebut biasanya diikuti dengan pembengkakan granula. Bila energi kinetik molekul–molekul air menjadi lebih kuat daripada gaya tarik–menarik antar molekul pati di dalam granula, air dapat masuk ke dalam butir–butir granula. Hal inilah yang menyebabkan bengkaknya granula pati Winarno, 1997. Mekanisme gelatinisasi secara umum terjadi dalam tiga tahap, yaitu: 1 penyerapan air oleh granula pati sampai batas yang akan mengembang secara lambat dimana air secara perlahan-lahan dan bolak-balik berimbibisi ke dalam granula, sehingga terjadi pemutusan ikatan hidrogen antara molekul-molekul granula, 2 pengembangan granula secara cepat karena menyerap air secara cepat sampai kehilangan sifat birefriengence-nya dan 3 granula pecah jika cukup air dan suhu terus naik sehingga molekul amilosa keluar dari granula Swinkels, 1985. Menurut Harper 1981, mekanisme gelatinisasi dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 1. Granula pati tersusun dari amilosa berpilin dan amilopektin bercabang Masuknya air merusak kristalinitas amilosa dan merusak helix. Granula membengkak Adanya panas dan air menyebabkan pembengkakan tinggi. Amilosa berdifusi keluar dari granula Granula mengandung amilopektin, rusak dan terperangkap dalam matriks amilosa membentuk gel Gambar 1. Mekanisme gelatinisasi pati Harper, 1981 11 Indeks refraksi butir–butir pati yang membengkak mendekati indeks refraksi air. Hal inilah yang menyebabkan sifat translusen. Jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar sehingga kemampuan menyerap airnya sangat besar. Peningkatan viskositas disebabkan air yang awalnya berada di luar granula dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan, kini sudah berada di dalam butir– butir pati dan tidak dapat bergerak bebas lagi Winarno, 1997.

2. Suhu Gelatinisasi

Fennema 1996 menyatakan bahwa suhu atau titik gelatinisasi adalah titik saat sifat birefrigence pati mulai menghilang. Suhu gelatinisasi diawali dengan pembengkakan yang irreversible pada granula pati dalam air panas dan diakhiri tepat ketika granula pati telah kehilangan sifat kristalnya. Suhu gelatinisasi tidak sama pada berbagai jenis pati. Suhu gelatinisasi pada berbagai jenis pati ditunjukkan oleh Tabel 5. Tabel 5. Suhu gelatinisasi beberapa jenis pati Sumber pati Suhu gelatinisasi o C Beras 65-73 Ubi jalar 82-83 Tapioka 59-70 Jagung 61-72 Gandum 53-64 Sumber: Fennema 1996 Winarno 2004 menyatakan bahwa suhu dimana sifat birefringence granula pati mulai menghilang dihitung sebagai suhu awal gelatinisasi. Dalam suatu suspensi pati, suhu gelatinisasi berupa kisaran. Hal ini disebabkan populasi pati yang bervariasi dalam ukuran, bentuk dan energi yang diperlukan untuk mengembang. Selain itu, suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh ukuran amilosa amilopektin serta keadaan media pemanasan.

3. Sifat

Birefringence Pengamatan di bawah mikroskop polarizing microscope dapat menunjukkan sifat birefringence pati, yaitu sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga terlihat kristal gelap terang. Intensitas birefringence pati 12 sangat tergantung dari derajat dan orientasi kristal. Pati yang mempunyai kadar amilosa tinggi, intensitas sifat birefringencenya lemah jika dibandingkan dengan pati dengan kadar amilopektin tinggi Hoseney, 1998. Pati mentah dan belum mendapat perlakuan jika diamati di bawah mikroskop polarisasi akan memperlihatkan pola birefringence yang jelas daerah gelap terangnya. Pati yang dipanaskan bersama air, sifat birefringence secara bertahap akan hilang tergantung suhu dan waktu yang digunakan. Jika suhu yang digunakan di atas suhu gelatinisasi, maka hilangnya sifat birefringence disebabkan oleh pecahnya molekul pati sehingga granula pati kehilangan sifat merefleksikan cahayanya. Penetrasi panas menyebabkan peningkatan derajat ketidakteraturan meningkatnya molekul pati yang terpisah serta penurunan sifat kristal Hoseney, 1998.

E. MODIFIKASI PATI METODE

HEAT MOISTURE TREATMENT Pati termodifikasi adalah pati yang diberi perlakuan tertentu dengan tujuan menghasilkan sifat lebih baik serta memperbaiki sifat sebelumnya atau merubah beberapa sifat sebelumnya dan beberapa sifat lainnya. Perlakuan ini dapat mencakup penggunaan panas, asam, alkali, zat pengoksidasi atau bahan kimia lainnya yang akan menghasilkan gugus kimia baru dan atau perubahan bentuk, ukuran serta struktur molekul pati Glicksman, 1969. Menurut Oh 1985, pati yang dihasilkan dari proses modifikasi harus memenuhi kriteria mutu masak mi, diantaranya adalah tingkat kekerasan firmness, kekenyalan dan karakteristik permukaannya. Salah satu metode modifikasi pati yang relatif murah, aman dan sederhana adalah modifikasi dengan teknik Heat Moisture Treatment HMT. Modifikasi dengan HMT tidak melibatkan reaksi kimia dengan reagen tertentu, sehingga tidak ada kekhawatiran mengenai adanya residu kimia dalam pati hasil modifikasi. Modifikasi pati dengan teknik HMT menggunakan kombinasi kelembaban tertentu kadar air yang terbatas dan pemanasan pada suhu tinggi diatas suhu gelatinisasi. Pati yang dimodifikasi dengan metode HMT disebabkan oleh adanya gelatinisasi parsial Eerlingen et al, 1996. Proses HMT menyebabkan perubahan struktur kristal pati sehingga lebih resisten terhadap proses gelatinisasi Stute, 13 1992. Hoover dan Vasanthan 1994 menjelaskan bahwa modifikasi pati dengan HMT mengurangi proses leaching amilosa pada saat pemasakan. Selain itu, metode HMT dapat mempengaruhi penyusunan kembali molekul pati antar amilosa-amilosa dan amilosa-amilopektin, sehingga mampu memperkuat ikatan dalam pati. Ketika diaplikasikan pada proses pengolahan bihun, pati yang dimodifikasi dengan HMT juga menghasilkan bihun yang tidak lengket setelah dimasak Shin, 2004. Penelitian terhadap kondisi proses modifikasi HMT telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Collado 2001 melakukan modifikasi HMT pati ubi jalar pada suhu diatas suhu gelatinisasi 80 o C-100 o C selama 16 jam mampu mempertahankan kadar air pati hingga 35 atau lebih rendah. Pati HMT yang diujicobakan pada produk olahan mi ubi jalar Collado, 2001 dan mi sagu Purwani, 2006 menunjukkan hasil bahwa pati HMT dapat menghasilkan karateristik mi yang lebih baik. Mi sagu yang dihasilkan dari pati sagu HMT memiliki cooking loss yang lebih rendah dibandingkan dengan mi dari pati sagu tanpa HMT Purwani, 2006. Pati ubi jalar yang dimodifikasi dengan HMT juga menghasilkan karakteristik mi yang lebih baik dibandingkan tanpa modifikasi Collado, 2001.

F. MI