29
b Pelatihan Panelis Terlatih
Menurut Meilgaard et al. 1999, proses pelatihan panelis terlatih membutuhkan waktu selama 40 hingga 120 jam. Semakin kompleks atribut yang
diujikan, maka waktu pelatihan panelis yang dibutuhkan juga akan semakin lama. Pelatihan panelis terlatih bertujuan melatih dan meningkatkan kepekaan sensori
panelis terhadap atribut rasa dan aroma, terutama yang terkait dengan kepentingan penelitian. Tahapan ini terdiri dari pengenalan bahasa flavor, pengenalan skala,
dan pelatihan penilaian suatu sampel tertentu.
Setiap panelis diberikan latihan selang waktu tertentu secara berulang sampai diperoleh hasil evaluasi sensori yang konsisten serta kesepakatan
mengenai istilah sensori tertentu. Latihan sensori ini meliputi pelatihan terhadap atribut kekerasan, kekenyalan dan kelengketan mi.
c Uji Organoleptik
Uji organoleptik akan dilakukan dengan uji rating atribut kekerasan, kelengketan dan kekenyalan pada mi jagung produk akhir oleh panelis terlatih. Uji
rating atribut dilakukan untuk melihat dan membandingkan hasilnya dengan
pengukuran menggunakan alat Texture Analyzer TAXT-2.
d Analisis Data
Data-data pada penelitian ini diolah menggunakan uji statistik nonparametrik, yaitu uji Mann-Whitney UWilcoxon. Uji Mann-Whitney
UWilcoxon digunakan untuk membandingkan dua meanrata-rata populasi yang berasal dari populasi yang sama dan menguji apakah berbeda nyata atau tidak
Walpole, 1995.
3. Uji Penerimaan Konsumen terhadap Produk Olahan Mi Jagung
Tahap akhir penelitian ini meliputi uji penerimaan konsumen terhadap produk olahan mi jagung. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer yang
diperoleh melalui penyebaran kuisioner kepada konsumen. Konsumen diminta untuk menilai bagaimana penerimaannya terhadap produk olahan mi jagung.
Produk olahan yang dicobakan adalah mi ayam untuk mi basah jagung native dan
30 substitusi HMT serta mi bakso untuk mi kering jagung native dan substitusi
HMT. Uji penerimaan konsumen ini dilakukan bekerjasama dengan pedagang mi ayam dan mi bakso. Contoh kuisioner yang diberikan kepada konsumen dapat
dilihat pada Lampiran 2.
Kuisioner uji penerimaan konsumen berisi pertanyaan mengenai identitas responden, perilaku responden dalam mengkonsumsi mi, tingkat kesukaan
responden terhadap produk olahan mi jagung dan tingkat kesesuaian produk olahan tersebut menurut responden. Berdasarkan data yang diperoleh dari
kuisioner, dapat terlihat bagaimana penerimaan responden terhadap mi jagung dan tingkat kesesuaiannya terhadap produk olahan yang dicobakan. Sebelum
dilakukan uji penerimaan konsumen, responden terlebih dahulu diberikan bebrapa penjelasan mengenai mi jagung, mengingat produk ini merupakan produk yang
relatif baru. Beberapa penjelasan tersebut antara lain bahwa mi jagung memiliki perbedaan dengan mi terigu komersil dalam hal tekstur dan mi jagung memiliki
beberapa kelebihan, antara lain tidak menggunakan pewarna dan pengawet. Pengisian kuisioner didampingi oleh peneliti, hal ini ditujukan agar responden
lebih mudah menerima penjelasan mengenai pertanyaan-pertanyaan dalam
kuisioner tersebut.
Metode penentuan lokasi pengambilan responden menggunakan metode Non Probability Sampling NPS, yaitu seleksi unsur populasi berdasarkan
pertimbangan peneliti. Metode NPS terdiri dari tiga jenis contoh, yaitu contoh kemudahan accidental sampling, pertimbangan purposive sampling dan quota
Singarimbun dan Effendi, 1989. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode purposive sampling. Responden yang dipilih adalah warga lingkar
kampus IPB yang pernah membeli atau mengkonsumsi mi serta yang sesuai
dengan target usia, jenis kelamin dan tingkat ekonomi yang telah ditentukan.
31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISTIK TEPUNG JAGUNG HMT
Jagung merupakan tanaman serealia yang memiliki profil gelatinisasi pati tipe B. Profil gelatinisasi tipe B ditandai dengan kemampuan pengembangan yang
sedang dengan viskositas puncak yang tinggi serta memiliki breakdown penurunan viskositas selama pemanasan yang tidak terlalu tajam Collado et al,
2001. Sifat fungsional pati sangat menentukan kualitas mi yang dihasilkan. Hal ini disebabkan sifat fungsional pati berkaitan erat dengan pembentukan adonan
reologi dan kualitas tekstur mi. Menurut Lii dan Chang 1981 didalam Collado et al 2001, pati yang ideal untuk dibuat menjadi produk mi adalah pati yang
memiliki pengembangan dan solubility yang terbatas dan memiliki profil gelatinisasi tipe C.
Selain itu, menurut Chen et al 2003, karakteristik pati yang baik untuk diaplikasikan menjadi produk mi adalah pati dengan viskositas puncak yang
rendah, stabil terhadap panas dan pengadukan bahkan cenderung mengalami peningkatan selama pemanasan serta memiliki viskositas yang tinggi pada suhu
rendah Tam et al, 2004. Mi yang dihasilkan dari pati dengan karakteristik tersebut memiliki nilai kehilangan padatan akibat pemasakan KPAP yang
rendah, untaian mi yang kompak dan elastis serta kelengketan yang rendah Purwani et al, 2006.
Mi yang dibuat dari tepung jagung native alami atau sebelum dimodifikasi memiliki beberapa kelemahan, yaitu mi basah jagung yang mudah putus dan
kurang kenyal, dan mi kering jagung yang keras dan mudah patahrapuh sebelum direhidrasi dan mudah putus, keras, kurang kenyal, lengket serta memiliki
kehilangan padatan akibat pemasakan KPAP yang tinggi setelah direhidrasi. Oleh karena itu, aplikasi tepung jagung HMT diharapkan dapat memperbaiki
kelemahan yang dimiliki mi jagung. Modifikasi dengan teknik Heat Moisture Treatment HMT dapat mengubah
profil gelatinisasi tepung jagung menjadi tipe C. Profil gelatinisasi tipe C ditandai dengan kemampuan pengembangan terbatas yang ditunjukkan dengan tidak
adanya viskositas puncak dan viskositas tidak mengalami penurunan bahkan