Waktu Pemasakan Optimum Analisis Profil Tekstur

39 Akan tetapi, substitusi tepung jagung HMT seperti terlihat pada Tabel 17, memberikan pengaruh pada waktu pengukusan, yaitu waktu pengukusan adonan menjadi lebih panjang dan adonan masih dapat ditangani serta dapat dibentuk menjadi lembaran mi. Substitusi tepung jagung HMT ini memudahkan proses produksi mi jagung, yaitu pengukusan adonan dapat dilakukan selama 14-16 menit. Waktu pengukusan adonan dapat lebih panjang karena proses modifikasi HMT dapat mencegah penyerapan air lebih banyak dan adonan menjadi tidak lengket walaupun waktu pengukusan menjadi lebih lama. Hal ini ditunjukkan dengan karateristik tepung jagung HMT, seperti telah dipaparkan sebelumnya memiliki suhu awal gelatinisasi yang lebih tinggi, sehingga lebih tahan terhadap panas dan membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk dapat menggelatinisasi pati jagung.

1. Analisis Sifat Fisik Mi Jagung

Analisis ini mencakup pengukuran waktu pemasakan optimum, pengukuran tekstur kekerasan, kekenyalan dan kelengketan mi setelah dimasak menggunakan alat Texture Analyzer TAXT-2, pengukuran persentase elongasi setelah dimasak, pengukuran KPAP Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan, dan uji organoleptik meliputi uji rating atribut kekerasan, kekenyalan dan kelengketan mi setelah dimasak dengan panelis terlatih.

a. Waktu Pemasakan Optimum

Waktu pemasakan optimum mi basah jagung native dan HMT adalah 30 detik, sedangkan mi kering jagung native dan HMT adalah 3 menit 30 detik. Waktu pemasakan mi jagung basah lebih singkat karena telah mengalami pematangan dengan pengukusan, sedangkan mi kering jagung mengalami proses pengeringan sehingga membutuhkan waktu pemasakan atau rehidrasi yang lebih panjang.

b. Analisis Profil Tekstur

Analisis profil tekstur dari mi jagung dilakukan menggunakan alat Texture Analyzer TAXT-2 sehingga dapat diperoleh data mengenai kekerasan, kekenyalan 40 dan kelengketan mi. Gambar 7 menunjukkan nilai kekerasan mi basah jagung, sedangkan Gambar 8 menunjukkan nilai kekerasan mi kering jagung. Seperti terlihat pada kedua grafik tersebut, nilai kekerasan mi basah jagung dan mi kering jagung mengalami penurunan setelah disubstitusi dengan tepung jagung HMT. Nilai kekerasan mi basah jagung native sebesar 1307,75 gf menurun menjadi 1110,88 gf setelah disubstitusi dengan tepung jagung HMT. Begitu pula dengan mi kering, sebelum disubstitusi dengan tepung jagung HMT, nilai kekerasannya mencapai 2042,78 gf dan menurun menjadi 1605,33 gf setelah proses substitusi dilakukan. Nilai kekerasan ini menurun secara nyata setelah diuji dengan uji nonparametrik Mann Whitney UWilcoxon pada taraf signifikansi 0,05. 200 400 600 800 1000 1200 1400 Basah Natif Basah HMT 1307,75 a 1110,88 b N il ai K ek er as an gf Jenis Mi Jagung Gambar 7. Nilai kekerasan mi basah jagung yang diukur dengan Texture Analyzer 400 800 1200 1600 2000 2400 Kering Natif Kering HMT 2042,78 a 1605,33 b N il ai K ek er as an gf Jenis Mi Jagung Gambar 8. Nilai kekerasan mi kering jagung yang diukur dengan Texture Analyzer 41 Penurunan nilai kekerasan ini dipengaruhi oleh karakteristik tepung jagung yang telah dimodifikasi HMT. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Beta dan Corke 2001, nilai setback berkorelasi positif dengan tingkat kekerasan mi pati sorgum. Nilai setback tepung jagung HMT seperti telah dipaparkan sebelumnya pada karaterisasi tepung jagung HMT, telah mengalami peningkatan sehingga substitusi tepung jagung HMT dapat menurunkan tingkat kekerasan mi jagung. Selain itu, seperti telah dipaparkan sebelumnya bahwa menurut Mestres et al 1988, pati yang mengalami retrogradasi lebih cepat ditunjukkan dengan nilai setback yang tinggi merupakan yang lebih baik untuk produk mi dan mi yang dibuat dari pati ubi jalar HMT menghasilkan produk mi yang tidak keras Collado dan Corke, 1997. Mi jagung memiliki kelemahan pada teksturnya, yaitu rapuh sebelum direhidrasi, pada mi kering dan kurang kenyal setelah direhidrasidimasak, pada mi basah dan mi kering. Hal ini disebabkan tepung jagung tidak memiliki protein gluten yang dapat membentuk tekstur yang kompak dan menghasilkan produk mi yang kenyal. Substitusi tepung jagung HMT ternyata memberikan pengaruh yang positif dan nyata α = 0,05 pada produk akhir mi jagung, baik basah maupun kering yaitu peningkatan nilai kekenyalan, seperti terlihat pada Gambar 9 dan Gambar 10. Mi basah jagung setelah disubstitusi tepung jagung HMT meningkat nilai kekenyalannya dari 482,65 gf menjadi 612,39 gf. Begitu pula dengan mi kering jagung, meningkat dari 450,61 gf menjadi 631,90 gf. 100 200 300 400 500 600 700 Basah Natif Basah HMT 482,65 a 612,39 b N il ai K e k e n ya lan gf Jenis Mi Jagung Gambar 9. Nilai kekenyalan mi basah jagung yang diukur dengan Texture Analyzer 42 100 200 300 400 500 600 700 Kering Natif Kering HMT 450,61 a 631,90 b N il ai K ek en ya lan gf Jenis Mi Jagung Gambar 10. Nilai kekenyalan mi kering jagung yang diukur dengan Texture Analyzer Peningkatan nilai kekenyalan ini dipengaruhi oleh karakteristik tepung jagung yang telah dimodifikasi HMT. Proses modifikasi ini menyebabkan terbentuknya formasi yang lebih kuat dan rapat sehingga tekstur mi jagung yang dihasilkan menjadi lebih kompak dan kenyal. Selain itu, tepung jagung HMT memiliki kestabilan panas yang lebih tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya breakdown pada profil gelatinisasinya. Menurut Beta dan Corke 2001, nilai breakdown merupakan tingkat kestabilan granula pati selama pemanasan, sehingga dengan tidak adanya nilai breakdown pada tepung jagung HMT menunjukkan bahwa granula pati stabil dan dapat meningkatkan kekompakan serta elastisitas mi jagung. Atribut tekstur lain yang ingin diperbaiki dengan adanya substitusi tepung jagung HMT adalah kelengketan. Seperti terlihat pada Gambar 11 dan 12, nilai kelengketan mi jagung baik basah maupun kering mengalami penurunan secara nyata. Nilai kelengketan mi basah jagung setelah disubstitusi tepung jagung HMT menurun dari 859,51 gf menjadi 648,24 gf. Hal yang sama juga ditunjukkan pada mi kering jagung, kelengketannya berkurang setelah dilakukan proses substitusi tepung jagung HMT, yaitu sebelumnya sebesar 1117,68 gf menjadi 748,70 gf. Kelengketan mi berkaitan dengan jumlah polimer yang lepas pada produk akhir. Semakin tinggi jumlah polimer yang lepas maka semakin tinggi kelengketannya dan pada akhirnya juga mempengaruhi KPAP Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan serta berakibat pada tidak kompaknya tekstur mi yang dihasilkan atau mi mudah hancur putus. Substitusi tepung jagung HMT 43 dapat menurunkan nilai kelengketan karena karateristiknya yang tidak memilki viskositas maksimum, seperti yang dilaporkan Newport Scientific 1998 dan dikutip oleh Beta dan Corke 2001, bahwa viskositas maksimum mengindikasikan kapasitas pengikatan air dan memiliki korelasi negatif dengan kualitas produk akhir yaitu pengembangan dan jumlah polimer yang lepas selama pemanasan. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya penurunan kelengketan pada produk akhir mi jagung, karena semakin meningkatnya jumlah polimer yang lepas dapat menimbulkan kelengketan di permukaan mi. Selain itu, nilai setback yang meningkat menunjukkan retrogradasi lebih cepat terjadi sehingga membentuk struktur mi yang lebih kuat dan kompak. Hal ini dapat mengurangi kelengketan karena mencegah polimer-polimer lepas selama pemasakan. Data- data nilai kekerasan, kekenyalan dan kelengketan yang diukur dengan Texture Analyzer dapat dilihat pada Lampiran 3, sedangkan hasil uji statistiknya dapat dilihat pada Lampiran 4. 200 400 600 800 1000 Basah Natif Basah HMT 859,51 a 648,24 b N il ai K el en gk et an gf Jenis Mi Jagung Gambar 11. Nilai kelengketan mi basah jagung yang diukur dengan Texture Analyzer 200 400 600 800 1000 1200 Kering Natif Kering HMT 1117,68 a 748,70 b N il ai K el en gk et an gf Jenis Mi Jagung Gambar 12. Nilai kelengketan mi kering jagung yang diukur dengan Texture Analyzer 44

c. Analisis Persentase Elongasi