44
c. Analisis Persentase Elongasi
Gambar 13 dan 14 menunjukkan pengaruh substitusi tepung jagung HMT
terhadap persentase elongasi pada mi basah dan kering jagung. Baik pada ulangan 1 maupun ulangan 2, substitusi tepung jagung HMT memberikan perbedaan yang
nyata pada persentase elongasi mi jagung. Mi basah jagung memiliki rata-rata elongasi sebesar 46,55 menjadi 69,69 jika disubstitusi dengan tepung jagung
HMT, dan mi kering jagung memiliki rata-rata elongasi sebesar 35,24 menjadi
60,44. Lampiran 5 menunjukkan data-data nilai persentase elongasi, sedangkan hasil uji statistiknya dapat dilihat pada Lampiran 6.
10 20
30 40
50 60
70
Basah Natif Basah HMT
46,55
a
69,69
b
E lon
gas i
Jenis Mi Jagung
Gambar 13. Persentase elongasi mi basah jagung
10 20
30 40
50 60
70
Kering Natif Kering HMT
35,24
a
60,44
b
E lon
gas i
Jenis Mi Jagung
Gambar 14. Persentase elongasi mi kering jagung
Peningkatan persentase elongasi ini dipengaruhi oleh karakteristik tepung jagung HMT yang tidak memiliki breakdown. Nilai breakdown seperti telah
dipaparkan sebelumnya, merupakan tingkat kestabilan granula pati selama pemanasan Beta dan Corke, 2001 sehingga dengan tidak adanya nilai breakdown
45 dapat meningkatkan kekompakan serta meningkatkan elastisitas mi jagung. Selain
itu, proses modifikasi HMT menyebabkan terbentuknya ikatan baru yang lebih kompleks antara amilosa pada bagian amorpous dengan amilopektin pada bagian
kristalin, sehingga menghasilkan formasi kristalin baru yang memiliki ikatan lebih kuat dan rapat Takahashi et al 2005. Hal inilah yang mempengaruhi peningkatan
persentase elongasi mi jagung yang disubstitusi tepung jagung HMT.
d. Analisis KPAP Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan
Hasil pengukuran KPAP mi jagung dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, terlihat bahwa substitusi tepung jagung HMT dapat menurunkan nilai KPAP secara nyata, baik mi basah maupun mi kering.
Nilai rata-rata KPAP mi basah jagung sebesar 10,28 dan setelah disubstitusi tepung jagung HMT menjadi 8,68, sedangkan mi kering jagung sebesar 6,12
dan setelah disubstitusi tepung jagung HMT menjadi 4,72. Hal ini sesuai dengan harapan bahwa substitusi tepung jagung HMT dapat
menurunkan KPAP. Tepung jagung HMT seperti telah dipaparkan sebelumnya tidak memiliki viskositas maksimum, karateristik ini terkait dengan parameter
KPAP Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan karena memiliki korelasi negatif dengan kualitas produk akhir yaitu pengembangan dan jumlah polimer yang lepas
Newport Scientific, 1998. Data-data nilai kehilangan padatan akibat pemasakan
dapat dilihat pada Lampiran 7 , sedangkan hasil uji statistiknya dapat dilihat pada Lampiran 8.
2 4
6 8
10 12
Basah Natif Basah HMT
10,28
a
8,68
b
K P
A P
Jenis Mi Jagung
Gambar 15. Kehilangan padatan akibat pemasakan KPAP mi basah jagung
46
1 2
3 4
5 6
7
Kering Natif Kering HMT
6,12
a
4,72
b
K P
A P
Jenis Mi Jagung
Gambar 16. Kehilangan padatan akibat pemasakan KPAP mi kering jagung
Gambar 17 menunjukkan hubungan antara lama pemasakan menit dan
KPAP . Terlihat pada kedua gambar tersebut bahwa lama pemasakan menit berbanding terbalik dengan nilai KPAP. Hal ini terjadi karena semakin lama mi
dimasak maka proses pelepasan polimer akan meningkat dan akhirnya akan hancur atau akan merusak kekompakan bentuk mi jagung.
Nilai KPAP antara mi kering jagung native dan HMT pada waktu pemasakan selama 3 menit 6,07 untuk native dan 4,67 untuk HMT dan 6
menit 9,57 untuk native dan 8,70 untuk HMT tidak jauh berbeda. Akan tetapi, ketika dimasak pada waktu yang lebih lama, kedua jenis mi memberikan
nilai KPAP yang berbeda, nilai KPAP mi kering jagung native lebih tinggi dibandingkan mi kering jagung HMT.
y = 5,308x - 0,793 R² = 0,982
y = 4,094x - 0,092 R² = 0,962
0,00 5,00
10,00 15,00
20,00 25,00
30,00 35,00
3 6
9 12
15 18
K P
A P
Lama Pemasakan menit
Kering Natif Kering HMT
Gambar 17.
Hubungan antara kehilangan padatan akibat pemasakan KPAP dan lama waktu pemasakan mi kering jagung
47
2. Analisis Organoleptik Mi Jagung