V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5. 1. Hasil
Berdasarkan pengambilan data di lapangan, terdapat dua lokasi yang digunakan dalam menduga potensi karbon di tegakan Jati Tectona grandis yaitu
pada areal tidak terbakar di Petak 111A dan areal pasca kebakaran permukaan tahun 2008 di petak 112E di wilayah Resort Pemangkuan Hutan RPH
Donomulyo, Kesatuan Pemangkuan Hutan KPH Malang, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Kedua lokasi tersebut merupakan jenis Jati yang berasal dari Areal
Produksi Benih APB yang ditanam dengan jarak tanam 3 x 2 m dan merupakan tanaman tahun 2000. Pengambilan contoh untuk masing-masing lokasi adalah
seluas 0,2 hektar dengan lima kali pengulangan.
A B
Gambar 5. Kondisi tegakan Jati pasca kebakaran permukaan A dan tegakan Jati tidak terbakar B
5. 1. 1. Potensi Volume Tegakan
Hasil pengukuran di lapangan berupa keliling pohon cm yang kemudian dikonversikan menggunakan Tarif Volume Lokal TVL Jati KPH Malang, Perum
Perhutani Unit II Jawa Timur yang memberikan informasi mengenai potensi volume tegakan Jati baik pada areal pasca kebakaran permukaan maupun areal
tidak terbakar. Hasil perhitungan potensi volume tegakan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Potensi volume tegakan Jati Tectona grandis umur 9 tahun di areal pasca kebakaran dan tidak terbakar, KPH Malang
Umur tahun
Jenis Tegakan
Jarak tanam
Luas Petak
Jumlah Pohon
Kerapatan Nha
Volume per
hektar m
3
ha Volume
per pohon
m
3
Diameter rata-rata
cm 9
Tegakan Pasca
Kebakaran 3 x 2
0.2 185
925 84.9155
0.0919 14.7454
9 Tegakan
Tidak Terbakar
3 x 2 0.2
180 900
69.4850 0.0756
13.6530
Potensi volume yang dimiliki tegakan Jati Tectona grandis pada petak pasca kebakaran permukaan berbeda dengan potensi volume Jati petak tidak
terbakar. Potensi volume Jati pada petak pasca kebakaran permukaan adalah 84,9155 m
3
ha, sedangkan pada petak tidak terbakar volumenya adalah 69,4850 m
3
ha. Apabila dilihat dalam Tabel 3, jumlah pohon pada tegakan pasca kebakaran permukaan lebih banyak daripada jumlah pohon pada tegakan tidak
terbakar yang masing-masing jumlah pohonnya adalah 185 pohon untuk tegakan pasca kebakaran permukaan dan 180 pohon untuk tegakan tidak terbakar. Hal
tersebut dapat terjadi karena adanya kegiatan pengelolaan hutan pada tegakan Jati seperti penjarangan maupun gangguan hutan berupa pencurian kayu yang dapat
menyebabkan berkurangnya jumlah pohon dalam suatu tegakan Jati. Faktor lain yang dapat mempengaruhi berkurangnya jumlah pohon adalah adanya kematian
pada pohon akibat serangan hama maupun penyakit. Perbedaan lain dari adanya perbedaan jumlah pohon tersebut adalah
kerapatan pohon pada tegakan pasca kebakaran permukaan lebih besar yaitu 925 pohonha sedangkan pada tegakan tidak terbakar kerapatannya 900 pohonha.
Untuk hasil perhitungan volume per pohon dan diameter rata-rata, pada tegakan pasca kebakaran permukaan memiliki nilai yang lebih besar yaitu berturut-turut
0,0919 m
3
dan 14,7454 cm
,
sedangkan volume per pohon dan diameter rata-rata pada tegakan tidak terbakar berturut-turut adalah 0,0756 m
3
dan 13,6530 cm.