1. 11. Hasil Analisis Data Simpanan Karbon

topografi, tanah, serta iklim yang sesuai sehingga hasil hutan yang diperoleh dapat optimal. Di sisi lain terdapat gangguan hutan berupa kebakaran hutan yang rawan terjadi pada bulan-bulan kering atau musim kemarau. Pada tahun 2008, terjadi kebakaran hutan dengan tipe kebakaran permukaan seluas lebih kurang 1 hektar di petak 112E wilayah Resort Pemangkuan Hutan RPH Donomulyo. Kebakaran permukaan adalah tipe kebakaran yang mengkonsumsi bahan bakar pada lantai hutan, baik berupa serasah, jatuhan ranting, dolok-dolok yang bergelimpangan di lantai hutan, tumbuhan bawah, dan sebagainya yang berada di bawah tajuk pohon dan diatas permukaan tanah Brown dan Davis 1973. Adanya gangguan hutan berupa kebakaran hutan secara tidak langsung memberikan dampak dan perubahan pada kondisi hutan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui terdapat perbedaan antara kondisi tegakan Jati yang tidak terbakar dengan tegakan Jati pasca kebakaran permukaan. Perbandingan yang dianalisis meliputi potensi volume tegakan, keanekaragaman jenis pada tingkat tumbuhan bawah, potensi simpanan biomassa dan potensi simpanan karbon di atas permukaan tegakan, tumbuhan bawah maupun serasah. Potensi volume tegakan Jati pada petak pasca kebakaran permukaan lebih besar dibandingkan dengan potensi volume Jati pada petak tidak terbakar. Potensi volume pada petak pasca kebakaran permukaan adalah 84,9155 m 3 ha, sedangkan pada petak tidak terbakar volumenya adalah 69,4850 m 3 ha. Hal ini dapat disebabkan oleh pertumbuhan alami pada petak pasca kebakaran permukaan jauh lebih baik dibandingkan dengan Jati yang tumbuh pada petak tidak terbakar. Pertumbuhan alami ini menyebabkan pertambahan diameter Jati meningkat sehingga potensi volumenya juga lebih besar. Selain itu, perbedaan yang nyata terlihat dari jumlah pohon yang tidak sama pada tiap petak yang mempengaruhi kerapatan pohon. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya kegiatan pengelolaan hutan seperti penjarangan maupun gangguan hutan berupa pencurian kayu serta adanya kematian pada pohon akibat serangan hama maupun penyakit yang dapat menyebabkan potensi volumenya menurun. Hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah Bogor, 2009 yang dilakukan pada contoh tanah baik pada tegakan Jati pasca kebakaran permukaan maupun tegakan Jati tidak terbakar menunjukkan peningkatan kandungan bahan organik C dan N. Nilai bahan organik C dan N pada tegakan Jati pasca kebakaran permukaan berturut-turut adalah 2,02 dan 0,15, sedangkan nilai bahan organik C dan N pada tegakan Jati tidak terbakar berturut-turut adalah 1,60 dan 0,11. Dapat disimpulkan bahwa kandungan hara meningkat karena pembakaran yang dipengaruhi oleh peningkatan nilai C dan N organik pada tanah sehingga pertumbuhan Jati pada tegakan pasca kebakaran permukaan lebih baik daripada tegakan tidak terbakar. McKinnonn et. al., 1996 menyebutkan bahwa kebakaran hutan kemungkinan bisa mengganggu proses ekologi hutan salah satunya yaitu suksesi alami. Kebakaran menyebabkan perubahan pola vegetasi sesuai dengan pola kebakaran yang terjadi, sehingga akan membentuk pola mosaik yang terdiri atas berbagai fase suksesi. Hutan yang terbakar menjadi terbuka, sehingga merangsang pertumbuhan gulma dan berbagai jenis eksotik, yang akan menyebabkan terganggunya keseimbangan ekologi antar jenis. Berkaitan dengan proses suksesi tersebut, adanya kebakaran permukaan pada petak 112E memberikan pengaruh terhadap semakin beragamnya vegetasi pada tingkat tumbuhan bawah. Hasil penelitian menunjukkan pada petak pasca kebakaran permukaan, ditemukan 29 jenis tumbuhan bawah, sedangkan pada petak tidak terbakar ditemukan 18 jenis tumbuhan bawah. Pada petak pasca kebakaran permukaan, jenis Lamtoro merupakan tumbuhan bawah paling banyak ditemukan dengan jumlah tertinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai K sebanyak 9125 indha 29,80 dari total dan nilai F tertinggi yaitu 0,75 18,29 dari total sehingga menghasilkan INP sebesar 48,09 tabel 4. Dengan demikian jenis Lamtoro adalah jenis yang dominan pada petak pasca kebakaran permukaan. Berbeda dengan petak pasca kebakaran, hasil analisis vegetasi tingkat tumbuhan bawah pada petak tidak terbakar menunjukkan jenis yang paling dominan adalah Abul-abul dengan nilai K sebanyak 29625 indha 63,37 dari total dan nilai F tertinggi yaitu 0,90 28,13 dari total sehingga menghasilkan nilai INP sebesar 91,49. Pada dasarnya kondisi tegakan setelah adanya gangguan hutan berupa kebakaran sangat terkait dengan perubahan komposisi jenis tumbuhan bawah. Pada petak pasca kebakaran permukaan, jenis tertentu diduga hanya tumbuhan