Sejarah hutan rakyat Kondisi Tegakan Hutan Rakyat

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Sejarah hutan rakyat

Desa Cikalong, Desa Tonjongsari, dan Desa Singkir merupakan tiga desa di Kecamatan Cikalong yang paling banyak ditanami jenis sengon yang dijadikan lokasi penelitian, yaitu masing-masing seluas 857,10 ha, 552,48 ha, dan 681,47 ha. Jenis sengon Paraserianthes falcataria L. Nielsen pada dasarnya sudah lama tahun 1990 dikenal dan terdapat di lahan-lahan milik warga Kecamatan Cikalong dengan sebutan kayu albiso. Sebelum maraknya penanaman sengon ini, pada tahun 1987 warga ramai menanam jenis cengkeh yang merupakan salah satu program yang dicanangkan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya, dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan warganya. Bibit cengkeh dibagikan kepada warga secara gratis, akan tetapi pada perkembangannya, jenis cengkeh ini kurang memberikan hasil yang diharapkan, sehingga kemudian ditinggalkan dan kembali pada sistem lama yaitu menanami lahan-lahan dengan jenis tanaman pertanian yang menurut warga menguntungkan seperti kelapa, pisang, dan pepaya. Sejak tahun 1990-an berawal dari pendatang pengepultengkulak yang mencari kemungkinan tersedianya kayu sengon di areal penelitian, membawa informasi tentang usaha di bidang usaha kayu sengon yang menjanjikan, dimana diterangkan bahwa bibit jenis sengon cukup mudah diperoleh, sederhana dalam pengelolaannya, tumbuh dengan cepat sehingga dapat dipanen antara umur tiga sampai lebih dari lima tahun sesuai kebutuhan daur butuh, dan tersedia pasar serta harga yang dianggap layak oleh petani untuk memperoleh keuntungan usaha. Kondisi tersebut mendorong petani untuk mulai mencoba menanam jenis sengon pada lahan kebun miliknya.

5.2 Kondisi Tegakan Hutan Rakyat

Kondisi hutan rakyat sengon di tiga desa contoh pada umumnya masih terbilang muda. Hal ini dapat ditunjukkan oleh jumlah pohon yang memiliki diameter kurang dari 10 cm didominasi jumlah batang per hektar paling banyak. Sebaran jumlah batang per hektar per kelas diameter serta bentuk struktur tegakannya disajikan pada Tabel 13 dan Gambar 3. Tabel 13 Sebaran rata-rata jumlah batang pada setiap kelas diameter di Desa Cikalong Nama Desa Dusun Jumlah Batang per Hektar dalam Kelas Diameter 10 cm 11 – 15 cm 16 – 20 cm 21 – 25 cm 26 – 30 cm 30 cm Desa Cikalong Cilutung 271 25 13 5 4 9 Desakolot 258 52 21 5 5 1 Borosole 230 64 17 3 3 1 Cikalong 250 30 20 10 Pangapekan 296 27 9 4 1 3 Sindanghurip 306 50 40 24 3 1 Cisodong 316 76 12 9 4 Cikaret 221 47 27 14 3 1 Cipondoh 317 51 10 Rata-rata 274 47 19 8 3 2 Desa Tonjongsari Sukahurip 345 23 4 1 Pareang 293 2 17 1 3 2 Tonjong 306 29 12 2 1 1 Cigorowong 304 24 4 3 1 Jodang 289 51 12 3 1 Bojongnangka 310 18 24 12 10 2 Pamijahan 266 18 26 12 10 2 Rata-rata 302 24 14 5 4 1 Desa Singkir Ciheulang 261 39 15 8 6 3 Singkir 2 258 18 17 7 3 2 Jadimulya 237 55 31 8 2 Singkir 1 282 26 8 13 1 3 Desakolot 354 25 9 7 Rata-rata 278 33 16 9 2 2 Sumber: Hasil pengolahan data primer 2010 Diameter pohon dibawah 10 cm rata-rata sekitar 75,59 dan jumlah pohon siap tebang dengan ukuran 30 cm up 0,16 di Desa Cikalong; 86,46 diameter 10 cm dan 0,33 diameter 30 cm up di Desa Tonjongsari; 81,98 diameter 10 cm dan 0,47 diameter 30 cm up untuk Desa Singkir. Banyaknya jumlah pohon pada diameter kurang dari 10 cm, kemungkinan disebabkan oleh jumlah penanaman pada dua tahun terakhir dengan asumsi riap diameter 5 cmtahun mulai dilakukan secara besar-besaran setelah mereka merasakan manfaat dari usaha dibidang kayu rakyat yang dapat menunjang kebutuhan insidsentil mereka selama dua dasawarsa terakhir sejak penanaman sengon. Untuk mengetahui tipe struktur tegakan masing-masing desa berdasarkan karakteristik penyebaran jumlah batang per kelas diameter didekati dengan persamaan N = k.e -aD , dikenal dengan Negative Exponential Distribution Meyer 1952 dalam Davis dan Johnson 2001 yang dipakai sebagai penentuan kriteria kenormalan bagi hutan tidak seumur dan persamaan tersebut dikenal juga dengan istilah kurva J terbalik. Selanjutnya berdasarkan hasil uji anova pada tingkat α = 0.05 , terhadap ketiga persamaan Struktur tegakan dari ketiga desa contoh yang digambarkan dalam bentuk persamaan diatas, menunjukkan perbedaan dari nilai konstanta “k” yang mengambarkan tingkat kerapatan tegakan, sedangkan bentuk slope kurva J terbaliknya yang digambarkan oleh nilai konstanta “a” relatif tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Kondisi tersebut dapat dijelaskan melalui Gambar 3, Tabel 14 dan Tabel 15. Kurva yang menggambarkan hubungan antara jumlah batang dengan kelas diameter dari tegakan sengon di ketiga desa contoh dapat dapat dilihat pada Gambar 3. y = 844.4e -0.18x R² = 0.964 20 40 60 80 100 120 140 160 10 20 30 40 Jum la h ba ta ng N Diameter cm Struktur Tegakan Sengon y = 239.1e -0.15x R² = 0.874 10 20 30 40 50 60 70 10 20 30 40 Jum la h b at ang N Diameter cm Struktur Tegakan Sengon y = 188.9e -0.15x R² = 0.786 10 20 30 40 50 10 20 30 40 Jum la h ba ta ng N Diameter cm Struktur Tegakan Sengon Gambar 3 Struktur tegakan sengon di a Desa Cikalong, b Desa Tonjongsari, dan c Desa Singkir. c a b Tabel 14 Hasil uji kurva estimation distribusi eksponensial negatif dari ketiga desa contoh Nama Desa K A R 2 Desa Cikalong 844,40 -0,18 0,96 Desa Tonjongsari 239,10 -0,15 0,87 Desa Singkir 188,90 -0,15 0,79 Sumber: Hasil pengolahan data primer 2010 Dari perolehan persamaan yang disajikana pada Gambar 3 yaitu Y = 844,4 e- 0,18x untuk Desa Cikalong, Y = 239,1 e-0,15x untuk Desa Tonjongsari, dan Y = 188,9 e-0,15x untuk Desa Singkir, berdasarkan uji estimasi kurva eksponensial terhadap ketiga persamaan tersebut seperti yang disajikan pada Tabel 13, menerangkan bahwa ketiga persamaan tersebut menunjukkan hubungan antara jumlah batang terhadap kelas diameter cukup erat, dimana nilai R 2 yang diperoleh dari ketiga persamaan tersebut lebih besar dari 75 pada nilai α = 0,05. Nilai konstanta “k” dari ketiga persamaan tersebut secara umum menggambarkan bahwa tegakan sengon dari ketiga desa contoh lebih didominansi oleh jumlah pohon dengan diameter kecil. Nilai konstanta “k” yang cukup besar untuk Desa Cikalong menunjukkan kerapatan pada tegakan sengon di Desa Cikalong lebih banyak dikuasai pohon-pohon yang lebih kecil yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan kedua desa lainnya, yaitu hampir empat kali lebih besar dibanding kedua desa lainnya, yaitu Desa Tonjongsari dan Desa Singkir. Bentuk slope dari ketiga persamaan relatif tidak berbeda, ini dapat ditunjukkan oleh nilai koefisien “a” yang berbeda tipis diantara ketiga desa tersebut sehingga secara umum ketiga desa tersebut dapat dikatakan struktur tegakannya tidak banyak berbeda. Dengan melakukan uji anova satu arah terhadap jumlah perkelas diameter dari ketiga desa contoh, dapat memperkuat pernyataan sebelumnya, untuk lebih jelas hasil pengujian tersebut dapat disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Hasil uji anova satu arah terhadap jumlah batang perkelas diameter dari ketiga desa contoh Sumber Jumlah Db Kuadrat Tengah F hit Sig. Antar desa 31.583 2 15.792 1.841 .166 Galat 591.917 69 8.579 Total 623.500 71 Sumber: Hasil pengolahan data primer 2010 Dari tabel diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, karena nilai sig = 0,166 = , 5, maka terima Ho, maka tidak ada perbedaan signifikan antar ketiga desa dari segi jumlah batang, artinya struktur tegakan sengon yang ada di Desa Cikalong, Desa Tonjong sari dan Desa Singkir adalah sama.

5.3 Sediaan Tegakan Sengon