dengan luas lahan 0,32 ha, dan di Desa Singkir terdapat di Dusun Jadimulya sebesar Rp.16.8768.515,- dengan luas lahan 0,25 ha.
Nilai NPV terbesar di Desa Cikalong terdapat di Dusun Sindanghurip sebesar Rp. 43.810.171,- dengan luas lahan 0,54 ha, di Desa Tonjongsari terdapat
di Dusun Pareang sebesar Rp.28.389.943,- dengan luas 0,36 ha, dan di Desa Singkir terdapat di Dusun Ciheulang sebesar Rp. 32.694.603,- dengan luas 0,45
ha. Berdasarkan hasil NPV masing-masing petani pemilik di ketiga desa contoh
semuanya menunjukkan nilai NPV 1, berarti usaha di bidang hutan rakyat bagi ketiga desa contoh untuk tingkat petani adalah layak untuk dilanjutkan sehingga di
dalam menentukan luasan suatu unit pengelolaan hutan rakyat lestari skala kecil ini berdasarkan sebuah dusun, maka skala luas minimal untuk Desa Cikalong
27,02 ha pada Dusun Pangapekan, untuk Desa Tonjongsari 10,37 ha pada Dusun Sukahurip dan untuk Desa Singkir 62,82 ha pada Dusun Singkir 2. Secara umum
berarti minimal skala luas unit pengelolaan hutan rakyat lestari skala kecil adalah 10,37 ha. Luas unit pengelolaan terkecil terdiri dari jumlah luas usaha petani HR
dari dusun tersebut yang berdasarkan skala usaha layak secara finansial nilai NPV 0.
5.7 Analisis sosial
Untuk menekan biaya pengelolaan, petani hutan rakyat dalam kegiatan pengadaan tanaman, seperti pada kegiatan membersihkan lahan, membuat lubang
tanam dan melakukan penanaman serta pemeliharaan sampai tanaman cukup kuat dilakukan sendiri karena memang mata pencaharian mereka secara harfiah adalah
sebagai petani. Kecenderungan mereka dalam mengelola hutan rakyat memiliki tujuan yang
kuat bahwa dengan membangun hutan takyat, secara finasial merupakan sumbangan cukup berarti yang telah dirasakan secara positif. Kontribusi
pendapatan dari usaha kayu rakyat tersebut dianggap sebagai tabungan pendapatan yang pada saat-saat tertentu dimana dibutuhkan biaya yang cukup
besar dapat merupakan sumbangan yang cukup nyata, seperti saat merencanakan naik haji, kenduri pernikahan atau khinatan anak bahkan menyekolahkan anaknya
sampai kejenjang lebih tinggi, sehingga dengan pencapaian ini secara tidak langsung dapat menaikkan status sosial mereka.
Kondisi tersebut secara sadar atau tidak jelas menggambarkan bahwa mereka telah merasakan manfaat keberadaan hutan rakyat yang dibangunnya
secara ekonomi, ekologi, dan sosial. Untuk mengetahui besarnya motivasi masyarakat tani HR terhadap ketiga aspek jaminan kelestarian hutan tersebut
tersebut, didekati melalui besarnya pengaruh faktor-faktor karakteristik internal dan ekternal petani HR terhadap motivasi manfaat ekonomi, manfaat ekologi, dan
manfaat sosial. Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda dengan metode stepwise stepwise regression, yang diterangkan melalui persamaan-persamaan
regresi linier berganda yang diperoleh dan yang disajikan pada Tabel 25. Tabel 25
Hasil Analisa Motivasi Ekonomi, Ekologi, dan Sosial berdasarkan Karakteristik Internal dan Eksternal masyarakat petani hutan rakyat di
Desa Cikalong, Desa Tonjongsari, dan Desa Singkir pada tingkat nyata 5:
Motivasi Model Persamaan Regresi
Sig. r
2
Sig. r
Ekonomi 1
Y1= 60,395 + 2,123 X14 + 6,723 X23 – 1,405 X24
X14 = 0,000 X23 = 0,008
X24 = 0,000 0,260
0,000 0.008
0,000 Ekologi
2 Y2 = 39,831 + 1,648 X15 – 0,485 X24
X15 = 0,031 X24 = 0,003
0,055 0,031
0,003 Sosial
3 Y3= 32,910 + 3,015 X23 – 0,249 X24
X23 = 0,041 X24 = 0,003
0,046 0,008
0.041
Dari model-model persamaan regresi linier berganda yang disajikan pada Tabel 25, secara umum dapat diterangkan bahwa
dari 12 faktor, baik dari karakteristik internal maupun eksternal hanya faktor pendapatan yang mampu
menjelaskan ketiga faktor motivasi, sedangkan hanya faktor luas yang mampu menjelaskan faktor motivasi ekonomi dan faktor motivasi sosial. Faktor jumlah
tanggungan keluarga hanya mampu menjelaskan faktor motivasi ekologi, sedangkan faktor kebutuhan rumah tangga hanya mampu menjelaskan faktor
motivasi ekonomi. Walaupun persamaan tersebut memiliki nilai r
2
yang kecil, berarti menunjukkan kesanggupan dari keempat faktor karakteristik petani
tersebut dalam menerangkan ketiga faktor motivasi sangat lemah, tapi bila pengaruh masing-masing faktor tersebut dilakukana secara terpisah menunjukkan
nilai sig. yang tinggi pada tingkat kepercayaan α =5
Dari hasil analisis tersebut dapat di terangkan bahwa luas lahan merupakan faktor pembatas bagi unit skala usaha HR, yaitu memiliki rata-rata luas lahan
kepemilikan sebesar kurang dari 0,25 ha sehingga petani sejak dua puluh dekade terakhir telah berusaha mengoptimalkan lahan usahanya dengan menerapkan
sistem agroforestri, demi meningkatkan pendapatan untuk menutupi kebutuhan jumlah tanggungan rumah tangganya. Usaha petani di bidang kayu rakyat sampai
saat ini masih bersifat sampingan, terlihat bahwa rata-rata kontribusi pendapatan dari HR baru mencapai 15,40 dari total pendapatan petani dan nilai tersebut
lebih kecil dibandingkan nilai kontribusi dari usaha pertanian yang masih merupakan usaha pokok dari petani HR rata-rata sebesar 38,76 pada lahan usaha
yang luasnya sangat kecil rata-rata dibawah 0,25 ha. Selanjutnya dengan semakin besar faktor kebutuhan rumah tangga petani
HR, maka semakin besar pula motivasi petani terhadap aspek manfaat ekonomi, ini dapat diterangkan bahwa besarnya tanggungan keluarga petani memberi
dampak pada dorongan untuk meningkatkan jumlah tambahan pendapatan demi memenuhi kebutuhan keluarganya dan jika dipertimbangkan nilai kontribusi
usaha dibidang HR paling tinggi bila dibandingkan nilai kontribusi dari sektor usaha non pertanian yang lain, maka nilai tambah ini menunjukkan bahwa
dorongan motivasi ekonomi terhadap pengelolaan hutan rakyat menjadi tinggi. Besarnya motivasi ekonomi tersebut jelas berpengaruh terhadap pentingnya
mempertahankan keberadaan hutan rakyat yang secara sadar atau tidak menunjukkan motivasi petani terhadap manfaat ekologi juga tinggi, salah satu
dampak secara langsung yang paling dirasakan adalah terciptanya iklim mikro yang dihasilkan tegakan HR sengon yang telah memberikan rasa nyaman serta
lebih asri secara alami terhadap lingkungan hidup mereka dibanding sebelumnya dan secara tidak langsung tegakan sengon dapat membantu kesuburan lahan
kebun mereka secara tidak langsung melalui sistem pemupukan alami disamping pupuk buatan yang mereka biasa gunakan.
Selain itu semakin kecil pendapatan maka makin tinggi motivasi petani HR terhadap manfaat sosial. Meningkatnya pendapatan tambahan dari sektor HR
memberikan dorongan untuk lebih mengembangkan usaha HR dan kesejahteraan masyarakat secara sosial akan meningkat karena uasaha dibidang HR secara multi
efek memberi peluang bagi penyerapan tenaga kerja mulai dari kegiatan penebangan, tenaga pengepul, jasa angkutan, jasa pemasaran, dan kegiatan mulai
dari industri hulu sampai industri hilir. Untuk mengukur apakah pengelolaan hutan rakyat yang telah berkembang
di ketiga wilayah lokasi penelitian, yaitu Desa Cikalong, Desa Tonjongsari, dan Desa Singkir dengan mempertimbangkan aspek manfaat ekonomi, manfaat
ekologi, dan manfaat sosial, maka dibuat model nilai komposit ketiga aspek tersebut dengan sediaan tegakan jumlah batang sengon per kelas diameter pada
setiap lahan petani HR. Model komposit kelestarian HR yang diperoleh adalah HtLst = 0,655 Y1 + 0,127 Y2 + 0,243 Y3, dimana Y1 adalah aspek ekonomi, Y2
adalah aspek ekologi, dan Y3 adalah aspek sosial. Dari ketiga aspek tersebut yang paling signifikan adalah aspek ekonomi sig. 0,000
α = 0,05, aspek ekologi Sig. 0,243
α = 0,05, dan aspek sosial sig. 0,252 α = 0.05. Berdasarkan analisis statistik dari regresi linier berganda tersebut, ketiga
peubah bebas yaitu motivasi ekonomi, ekologi, dan sosial hanya mampu menjelaskan sebesar 23 terhadap peubah tidak bebas terhadap kelestarian sig.F
= 0,000. Model regresi berganda tersebut dapat diandalkan untuk mengetahui besarnya pengaruh ketiga peubah motivasi terhadap tingkat kelestarian. Faktor
motivasi ekonomi menunjukkan pengaruh paling besar dibandingkan faktor motivasi ekologi dan sosial terhadap kelestarian hutan. Hal yang dapat
diterangkan dari analisis tersebut, yaitu menggambarkan masyarakat petani HR di Desa Cikalong, Desa Tonjongsari, dan Desa Singkir tidak atau belum memahami
akan prinsip-prinsip kelestarian dalam tujuan kegiatan pengelolaan HR, sadar atau tidak pengalaman yang telah dicapai dalam dua dekade terakhir sejak HR pertama
kali dibangun, menunjukkan motivasi terhadap aspek ekonomi cukup tinggi dengan harapan nilai tambah dari pendapatan melalui peningkatan kontribusi HR
dapat meningkatkan kesejahteraan sosial petani HR. Suatu bukti bahwa masyarakat tani HR di Desa Cikalong, Desa Tonjongsari,
dan Desa Singkir menunjukkan motivasi positif secara ekonomi, walaupun motivasi ekologi dan sosial belum terlihat secara signifikan. Kegiatan penanaman
oleh petani HR sampai saat ini masih terus dilakukan, walaupun skala waktu kegiatan penanamannya masih belum teratur karena tergantung ketersediaan
biaya, mungkin kondisi inilai yang menyebabkan kondisi sebaran jumlah batang per kelas diameter standing stock yang ada di lokasi penelitian belum bisa
dikatakan memenuhi kriteria lestari. Secara umum, berdasarkan berbagai hasil analisis dapat disusun suatu
rumusan tentang unit pengelolaan hutan rakyat skala kecil berdasarkan skala luas dusun, melalui pertimbangan penilaian yang dibatasi skala usaha yang
berdasarkan penilaian ekonomi layak secara finansial nilai NPV 0. Kontribusi hutan rakyat terhadap total pendapatan petani dan terpeliharanya keberadaan
tegakan hutan yang merupakan modal dasar sebagai jaminan produksi tahunan secara berkelanjutan dengan ketentuan jumlah batang berdiameter tertentu sesuai
permintaan pasar yang berlaku dalam hal cara penyediaan kayu dari produsen petani HR yaitu berdasarkan jumlah batang. Untuk itu tahapan proses
implementasinya di lapangan dengan tetap mempertimbangkan kapasitas sosial budaya masyarakat tani hutan yang masih dicirikan perangkat norma sosial
budaya tradisional yang masih sederhana, sebagai berikut: 1. Adanya luasan minimal usaha dengan sediaan standing stock yang menjamin
jumlah tebangan tahunan secara berkelanjutan berdasarkan sistem pengaturan hasil yang tepat dan tetap mempertimbangkan aspek sosial budaya lokal.
2. Petani hutan rakyat memiliki kapasitas tingkat adaptasi, persepsi, dan motivasi tinggi terhadap aspek manfaat ekonomi, ekologi, dan sosial yang cukup dan
terbuka bagi tujuan peningkatan usaha di bidang kayu rakyat. Kapasitas ini dapat diperoleh melalui kegiatan penyuluhan dan pelatihan.
3. Perlu pendampingan terkait kemungkinan peningkatan usaha pengembangan pengelolaan hutan rakyat, yaitu para stakeholder Pemda, Penyuluh, LSM,
Perguruan Tinggi yang berdedikasi kuat dan peduli untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani berbasiskan hutan rakyat.
4. Perlu dibangun satu atau lebih kelompok tani hutan pada wilayah skala luas dusun. Jumlah anggota disesuaikan dengan kondisi lingkungan masyarakat dan
usahanya. Kelompok dibangun atas dasar adanya kepentingan dan tujuan bersama dengan prinsip dari, oleh, dan untuk petani berdasarkan prinsip-
prinsip kebebasan memilih menjadi anggota kelompok tani. Adanya keterbukaan dan kesetaraan antara penyuluh, pelaku utama, dan pelaku usaha;
kemitraan dibangun atas prinsip saling menghargai, saling membutuhkan, menguntungkan dan memperkuat partisipatif dalam hak dan kewajiban;
keswadayaan; mampu menggali potensi diri dalam penyediaan dana dan sarana.
5. Tersedianya kelembagaan yang tepat dan diimbangi suatu perangkat kebijakan yang efektif yang mampu menciptakan iklim usaha hutan rakyat. untuk lebih
kondusif dan lebih berpihak pada masyarakat tani hutan rakyat. Perlu informasi tentang tingkat pemahaman organisasi petani; keadaan usaha tani dan
kelembagaan yang ada, serta kondisi sebaran, domisili dan jenis usaha tani. Kelembagaan masyarakat yang ada sebagai bahan pertimbangan dalam
membangun kelembagaan unit kelompok petani maupun unit pengelolaan skala dusun.
6. Melaksanakan advokasi saran dan pendapat kepada para petani khususnya tokoh-tokoh petani setempat tentang pengertian kelompok; proses dan langkah-
langkah menuju pembentukan kelompok; kewajiban dan hak setiap petani menjadi anggota kelompok serta para pengurusnya; dan penyusunan rencana
kerja serta cara kerja kelompok. 7. Untuk meningkatkan kemampuan kelompok tani dalam melaksanakan fungsi
organisasi yang kuat dan mandiri dalam mengembangkan usaha tani dengan sistem agroforestri, harus dicirikan oleh:
a Adanya pertemuan rutin, memiliki rencana kerja kelompok, memiliki aturan norma yang disepakati dan ditaati bersama, melakukan pencatatan
administrasi organisasi yang rapih, memfasilitasi usaha tani secara komersil dan berorientasi pasar, adanya jalinan kerja sama antar kelompok tani,
adanya pemupukan modal usaha baik iuran anggota atau penyisihan hasil usaha kegiatan kelompok.
b Adanya evaluasi yang dilakukan secara partisipasi. Peran pemerintah terkait dengan kegiatan HR adalah bertindak sebagai
fasilitator dan menyusun kebijakan yang lebih memihak kepada kepentingan masyarakat tani hutan rakyat.
c Memberikan insentif berupa reward bagi petani HR yang berhasil dalam mengembangkan usaha pengelolaannya atau dalam rangka penyelamatan
lingkungan, bukan berupa disinsentif, misalnya membuat perda yang memberatkan petani HR.
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN