Pengelolaan Hutan Lestari TINJAUAN PUSTAKA

menurun sampai akhirnya pada tahun ke sepuluh tinggal persen kelas I dan sisanya pohon kelas II. Rencana tebangan seperti ini pada awalnya memang konservatif karena tidak hanya menebang pohon-pohon yang terbesar saja agar diperoleh volume tebangan yang besar pula. Tetapi pada siklus tebangan berikutnya volume etat akan meningkat yang berarti ada perbaikan potensi dan kualitas tegakan.

2.4 Pengelolaan Hutan Lestari

Menurut Manan 1997 pengelolaan hutan sama dengan manajemen hutan yaitu penerapan metode bisnis dan prinsip-prinsip teknis kehutanan dalam pengurusan suatu hutan. Tujuan pengelolaan hutan adalah tercapainya manfaat ganda multiple use yaitu menghasilkan kayu, mengatur tata air, tempat hidup margasatwa, sumber makanan ternak dan manusia, dan tempat rekreasi. Sebagai kegiatan manajemen, dengan demikian kegiatan pengelolaan hutan termasuk pengelolaan hutan rakyat meliputi penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya hutan, pemanfaatan sumberdaya dan kawasan hutan, serta perlindungan sumberdaya hutan dan konservasi alam yang pada tataran pelaksanaannya mengedepankan terciptanya kelestarian hutan. Pengelolaan hutan berada pada keadaan kelestarian hasil apabila besarnya hasil sama dengan pertumbuhannya dan berlangsung secara terus menerus. Secara umum dikatakan bahwa jumlah maksimum hasil yang dapat diperoleh dari hutan pada suatu waktu tertentu adalah jumlah kumulatif pertumbuhan sampai waktu itu sedangkan jumlah maksimum hasil yang dapat dikeluarkan secara terus menerus secara periode sama dengan pertumbuhan dalam periode waktu itu Davis and Jhonson 1987. Suhendang 2000 menegaskan bahwa yang dimaksud dengan pengelolaan hutan secara lestari adalah pemanfaatan hasil dan nilai-nilai yang dapat diperoleh dari hutan untuk generasi kini tidak boleh mengorbankan daya dukung hutan tersebut untuk memberikan hasil dan nilai-nilai yang sama untuk generasi yang akan dating. Konsep pengelolaan hutan lestari mencakup pemahaman bahwa hutan memiliki fungsi ekonomi, fungsi ekologis, dan fungsi sosial budaya. Fungsi ekonomi adalah keseluruhan hasil hutan yang dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan manusia dalam melakukan berbagai tindakan ekonomi. Hal ini berarti sumberdaya hutan diharapkan memberikan manfaat dan menyokong pendapatan masyarakat serta dapat menjadi sumber peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Fungsi ekologis adalah berbagai bentuk jasa hutan yang diperlukan dalam memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan seperti untuk mengendalikan erosi, memelihara kesuburan tanah, habitat flora dan fauna, dan fungsi-fungsi hutan untuk mengendalikan penyakit tanaman. Artinya sumberdaya hutan diharapkan dapat menopang terciptanya keseimbangan dan kestabilan enabling condition sehingga hutan dapat dinikmati oleh generasi berikutnya. Fungsi sosial budaya adalah barang dan jasa yang dihasilkan oleh hutan yang dapat memenuhi kepentingan umum terutama bagi masyarakat di sekitar hutan untuk beragai kepentingan dalam pemenuhaan kebutuhan hidupnya, misalnya penyediaan lapangan pekerjaan, penyediaan kayu bakar, penyediaan lahan untuk bercocok tanam, serta untuk berbagai fungsi yang diperlukan dalam rangka melaksanakan kegiatan pendidikan, pelatihan, serta untuk kegiatan budaya dan keagamaan. Fungsi sosial budaya dari sumberdaya hutan dengan demikian adalah untuk menampung tenaga kerja masyarakat dalam sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang mengedepankan aspek keadilan, kesejahteraan, dan keberlanjutan. Pengelolaan hutan berkelanjutan atau Sustainable Forest Management SFM merupakan prinsip dalam mengelola hutan untuk mencapai satu atau lebih tujuan yang ditentukan menyangkut kontinuitas produksi hasil dan manfaat lain yang diinginkan tanpa mengakibatkan kemunduran nilai produktivitas hutan dimasa datang dan menimbulkan efek yang merugikan pada lingkungan fisik dan sosial ITTO 1998. LEI merujuk pada Goot 1994 tentang manfaat hutan, Upton dan Bass 1995 tentang prinsip-prinsip kelestarian, merumuskan kelestarian pengelolaan hutan dilihat pada tiga manfaat pokok hutan, yaitu kelestarian manfaat ekologis, sosial, dan ekonomis, sebagai berikut: a Kelestarian manfaat ekologis, mencakup pemeliharaan viabilitas, fungsi ekosistem hutan dan ekosistem di sekitarnya pada level yang sama atau lebih tinggi. Ekosistem hutan harus mendukung kehidupan organism yang sehat, tetap mempertahankan produktivitas, adaptabilitas, dan kemampuannya untuk pulih kembali. Hal ini menghendaki pelaksanaan pengelolaan hutan yang menghargai atau didasarkan atas proses-proses alami. b Kelestarian manfaat sosial, mencerminkan keterkaitan hutan dengan budaya, etika, norma sosial dan pembangunan. Suatu aktivitas dikatakan lestari secara sosial apabila bersesuaian dengan etika dan norma-norma sosial atau tidak melampaui batas ambang toleransi komunitas setempat terhadap perubahan. c Kelestarian manfaat ekonomi, menunjukkan bahwa manfaat dari hutan melebihi biaya yang dikeluarkan oleh unit manajemen dan modal yang ekuivalen dapat diinvestasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Salah satu lembaga akreditasi di dunia yang merupakan sebuah sistem sertifikasi yang menetapkan standard dan proses sertifikasi yang diakui secara internasional. FSC telah memiliki 16 lembaga sertifikasi tingkat internasional yang diakreditasi oleh FSC, diantaranya TUV di Indonesia Putera et al.2011. Forest Stewardship Council FSC, menciptakan istilah hutan-hutan yang dikelola dengan intensitas rendah dan berskala kecil Small and Low Intensity Managed Forest SLIMF, yaitu hutan tanaman dan non hutan tanaman yang ditetapkan sebagai area yang luasnya kurang dari 1000 ha dan kriteria yang harus dipenuhi menurut standard FSC Hinrichs et al 2008; Putera et al 2011, yaitu: 1. Luas wilayah hutan yang dikelola tidak lebih dari 100 ha, atau 2. Hutan dikelola untuk hasil hutan bukan kayu 3. Hutan dikelola untuk hasil hutan kayu dengan ketentuan tingkat pemanenan kurang dari 20 dari riap rata-rata tahunan pada seluruh wilayah hutan produksi yang dikelola dan total pemanenan tidak lebih dari 5000 m 3 tahun. Sertifikasi FSC hanya diberikan kepada unit-unit usaha pengelolaan hutan dan turunannya, yang dikelola secara benar berdasarkan prinsip dan kriteria FSC yang telah dilakukan penilaian independen oleh lembaga sertifikasi certifier. FSC adalah sebuah lembaga internasional non profit, independen, non pemerintah, yang didirikan untuk mempromosikan tanggung jawab pengelolaan terhadap hutan dunia secara berkelanjutan Putera et al. 2011. Terdapat tiga tipe sertifikat FSC yang dapat dikeluarkan, diperpanjang atau dicabut oleh lembaga sertifikasi yang telah diakreditasi oleh FSC yaitu: 1. Sertifikat pengelolaan hutan, yaitu sertifikat untuk kegiatan pengelolaan hutan yang telah memenuhi prinsip dan kriteria FSC, yang didasarkan pada penilaian aspek sosial, lingkungan, dan ekonomi. 2. Sertifikat controlled wood diberikan hanya untuk pengelola hutan, diberikan untuk kayu yang berasal dari hutan yang belum mendapat sertifikasi FSC, tapi telah memenuhi lima kriteria sebagai berikut: a Tidak dipanen secara illegal. b Kegiatan pemanenannya tidak menimbulkan pelanggaran terhadap hak- hak sipil dan tradisional. c Tidak dipanen dari wilayah dengan nilai konservasi tinggi daerah yang layak dilindungi yang kegiatan pemanenannya mengancam keberadaan wilayah tersebut. d Tidak dipanen dari hasil hutan alam konservasi e Tidak dipanen dari wilayah yang terdapat penanaman pohon hasil rekayasa genetik. 3. Sertifikat lacak balak chain of custody CoC, ditujukan bagi industri dan organisasi perdagangan yang memproses dan memperdagangkan hasil hutan. Ketiga tipe sertifikasi diatas dapat dilakukan pada dua bentuk sertifikasi yaitu perorangan dan kelompok. Terdapat tiga tipe sertifikasi berkelompok menurut standar FSC, yaitu: 1 Tipe klasik, yaitu wadah kelompok hanya memiliki tanggung jawab dalam hal penanganan administrasi anggota kelompok yang meliputi penjualan dan pemasaran. 2 Tipe campuran, yaitu wadah kelompok berbagai tanggung jawab dengan anggota kelompok yang meliputi kegiatan perencanaan, silvikultur, pemanenan, dan pemantauan agar masing-masing pemilik lahan tetap memenuhi aturan kelompok. 3 Tipe pengelola sumberdaya resource manager, yaitu pengelola sumberdaya bertanggung jawab pada semua kegiatan operasional kelompok yang mengatasnamakan anggota kelompok.

2.5 Motivasi