rakyat yang dibangun melalui subsidi atau bantuan sebagiankeseluruhan biaya pembangunannya; 3 hutan rakyat pola kredit usaha, yaitu hutan rakyat yang
dibangun atas kerjasama masyarakat dan perusahaan swasta dengan insentif permodalan berupa kredit kepada rakyat dengan bunga ringan Winarno 2007.
2.1.2 Pemikiran Mengenai Hutan Rakyat
Awang 2005, mengemukakan bahwa konstruksi pengetahuan tahap pertama sudah meletakkan tinta emas dalam pengembangan hutan rakyat di
Indonesia tahun 1930-2004. Tetapi kita tidak boleh berpuas diri dengan situasi itu, sebab untuk hutan Indonesia masa yang akan datang, pengetahuan tentang
hutan rakyat harus lebih luas dari pemikiran generasi pertama tersebut. Karakteristik hutan rakyat sampai saat ini bersifat individual, oleh keluarga,
organisasi petani komunal, tidak memiliki manajemen formal, tidak responsif, subsisten, dan dipandang sebagai tabungan bagi keluarga pemilik hutan rakyat.
Karakteristik seperti ini bagi perkembangan ke depan kurang memiliki daya saing tinggi, tidak memiliki posisi tawar yang tinggi dengan pedagang dan industri,
tidak dapat menjamin sinkronisasi konservasi dan kelestarian hutannya Awang, 2005.
Konstruksi pemikiran generasi kedua tentang hutan rakyat adalah membongkar pengetahuan dan pemahaman sekaligus semua kebijakan yang
membatasi atau menyempitkan pengertian hutan rakyat tersebut. Kontruksi baru ini mendorong agar pengetahuan tentang hutan rakyat diperluas sama luasnya
dengan fungsi hutan itu sendiri. Hutan rakyat adalah hamparan lahan yang ditumbuhi alam dan buatan tanaman keras dan tanaman semusim oleh individu
maupun kelompok masyarakat di atas lahan milik, lahan komunal, lahan perusahaan, dan lahan yang dikuasai negara.
Selanjutnya Awang 2005 menyatakan dukungan terpenting yang sangat diperlukan untuk mengembangkan hutan rakyat dalam bingkai konstruksi baru di
Indonesia pada masa yang akan datang adalah antara lain: 1. Departemen kehutanan harus membuat kebijakan yang memungkinkan agar
kawasan hutan yang dikuasai perusahaan dan yang dikuasai negara dapat
diakses dan dibuka peluang berusahanya untuk berkolaborasi dengan masyarakat.
2. Secara serius dan berkesinambungan pemerintah mengalokasikan dana reboisasi untuk kegiatan pembangunan hutan rakyat fisik dan non fisik,
penanaman, pemeliharaan, pengolahan hasil, dan pemasaran hasil. Dana ini dapat berupa bantuan cuma-cuma, kredit langsung oleh rakyat, dan model
kemitraan usaha hutan rakyat. 3. Komoditas yang dikembangkan dalam hutan rakyat harus mencakup kayu, non
kayu, dan jasa lingkungan. 4. Pemerintah harus memberikan reward kepada pemilik dan pengelola hutan
rakyat yang telah menyelamatkan lingkungan, pemerintah jangan menciptakan kebijakan yang disinsentif misal membuat Perda yang memberatkan petani
hutan rakyat. 5. Semua pihak mendorong setiap pemerintah daerah untuk membuat peraturan
daerah yang berkaitan dengan pengumpulan dana publik dari pengguna jasa lingkungan untuk kepentingan pemeliharaan dan pengembangan hutan rakyat.
6. Semua pihak agar mengembangkan pengetahuan dan pemikiran dan disosialisasikan kepada publik Indonesia bahwa hutan rakyat mampu berfungsi
sebagai kawasan penyerap CO
2
, pemeliharaan satwa, dan konservasi flora, tanah dan air.
2.1.3 Luas dan Potensi Hutan Rakyat