pengembangan industri perkayuan dari skala kecil sampai skala cukup besar didaerahnya. Lain halnya dengan di Banjarnegara, petani hutan rakyat lebih
mementingkan proporsi lebih besar untuk jenis tanaman penghasil buah salak pondoh dimana salak sudah sejak lama merupakan sumber pendapatan utamanya
dibandingkan dari kayu rakyat. Pengelolaan hutan rakyat di Kecamatan Cikalong dirasa belum berkembang
secara optimal. Hal ini dibuktikan dari kondisi proporsi antara pohon-pohon yang berdiameter kecil lebih banyak dibandingkan pohon-pohon yang siap tebang.
Walaupun demikian dengan berjalannya waktu, masyarakat mulai merasakan manfaat menanam jenis kayu dalam hal penghasilan tambahan sebagai bentuk
tabungan yang dapat diperoleh dan digunakan untuk menutupi kebutuhan insidentil keluarga, seperti biaya anak masuk sekolah dan sebagainya.
Oleh karena belum adanya sistem kelembagaan dan kebijakan yang secara serius dalam menunjang usaha hutan rakyat, baik dalam aspek produksi,
pengolahan maupun pemasaran, masyarakat tani hutan rakyat di Kecamatan Cikalong masih lemah dalam hal posisi tawar sehingga perlu penyempurnaan
sistem kelembagaan yang lebih profesional melalui seperangkat kebijakan yang tepat guna dan mampu mendukung terciptanya iklim usaha yang lebih kondusif
dengan harapan petani hutan rakyat selaku produsen mampu bernegosiasi dalam menentukan posisi tawar yang lebih baik dari saat ini.
5.4 Pengaturan Hasil
Dalam menyelesaikan perhitungan jatah tebang tahunan diasumsikan: 1. Riap rata-rata diameter 5 cmth
2. Persen kematian untuk mencapai kelas diameter 11-15 cm sebesar 20 Persen kematian untuk mencapai kelas diameter 16-20 cm sebesar 10.
Persen kematian untuk mencapai kelas diameter 21-25 cm sebesar 10 Persen kematian untuk mencapai kelas diameter 25-30 cm sebesar 0
Contoh pengaturan hasil untuk dusun Cilutung, desa Cikalong:
Tabel 18 Kondisi jumlah batang tegakan hutan rakyat Dusun cilutung, Desa Cikalong
Nama Desa Dusun
Tahun ke-
Luas ha
Jumlah batang per kelas diameter 10
cm 11 – 15
cm 16 – 20
cm 21 – 25
cm 26 – 30
cm 30
cm
Cikalong 271ha
25ha 13ha
5ha 4ha
9ha Cilutung
33,92
9192 848
441 170
136 305
Periode I 1
76 7354
763 397
170 136
2 91
61 6618
687 397
170 3
111 73
55 5956
687 397
4 183
89 66
50 5956
687 5
309 146
80 60
50 5956
Periode II 6
1733 247
131 72
60 50
7 1724
1386 222
118 72
60 8
1801 1379
1247 200
118 72
9 1962
1441 1241
1122 200
118 10
2472 1570
1297 1117
1122 200
Periode III 11
3550 1978
1413 1167
1117 1122
Dan seterusnya
Tabel 19 Penentuan jatah tebang tahunan untuk hutan rakyat Dusun Cilutung, Desa Cikalong
Nama Dusun
Tahun ke-
Luas ha
JPLT JTT
Sisa Keterangan
Cilutung 33,92
Periode I 1
305 76
229 Tahun 1 penebangan = penanaman = 76
2 365
91 274
Tahun 2 penebangan = penanaman = 91 3
444 111
333 Tahun 3 penebangan = penanaman = 111
4 730
183 547
Tahun 4 penebangan = penanaman = 183 5
1234 309
925 Tahun 5 penebangan = penanaman = 309
Periode II
6 6931
1733 5198
Tahun 6 penebangan = penanaman = 1733 7
6894 1724
5170 Tahun 7 penebangan = penanaman = 1724
8 7205
1801 5404
Tahun 8 penebangan = penanaman = 1801 9
7846 1962
5884 Tahun 9 penebangan = penanaman = 1962
10 9887
2472 7415
Tahun 10 penebangan = penanaman = 2472
Periode III
11 14199
3550 10649
Tahun 11 penebangan = penanaman = 3550
Dan seterusnya
Penerapan cara pengaturan hasil berdasarkan riap dan jumlah batang untuk periode lima tahun pertama kegiatan penebangan dianggap sebagai jangka waktu
penyesuaian, dan periode penebangan lima tahun berikutnya sudah menunjukkan kondisi fluktuasi jatah tebang tahunan yang relatif stabil dimana jumlah pohon
yang ditebang meningkat dibandingkan hasil jatah tebang lima tahun pertama, apalagi bila pohon yang ditanam kembali setelah penebangan sebagai salah satu
syarat mempertahankan kelestarian hasil, jumlahnya lebih dari jatah yang ditebang, maka kemungkinan produksi tahunannya akan lebih besar lagi.
Hal yang harus diperhatikan adalah jumlah penanaman tersebut juga harus memperhatikan kapasitas kemampuan lahan yang ada daya dukung lahan, serta
ditambah dengan usaha kegiatan pemeliharaan yang tepat seperti kegiatan penjarangan yang tujuannya selain demi meningkatkan kondisi pertumbuhan
tegakan yang lebih baik, juga memberikan nilai tambah sebagai hasil antara, jadi tidak mustahil untuk memperoleh peningkatan yang signifikan bagi keberlanjutan
produksi kayu yang ada. Laju kegiatan penanaman hutan rakyat di Pulau Jawa dan Madura antara
Tahun 2003- 2010 Dephut dan BPS 2004; Pusat P2H 2010 adalah 20.000 hektar per tahun Nugroho 2010, maka timbul pertanyaan apakah kondisi tersebut
merupakan jaminan bahwa hasil produksinya sudah lestari. Jawabannya kembali kepada bagaimana suatu sistem pengaturan hasil tersebut dapat diterapkan untuk
mengantisipasi budaya daur butuh yang selama ini dianut masyarakat petani HR yang memiliki ciri sosial budaya cukup beragam dan untuk semua ini perlu
dibuktikan melalui serangkaian penelitian lebih lanjut. Sistem pengaturan hasil dalam penelitian ini merupakan suatu konsep
sederhana yang diharapkan dapat diterima dan sesuai dengan pengetahuan masyarakat tani HR yang telah dimilikinya secara turun temurun local
knowledge. Selain itu, merupakan salah satu bentuk pengaturan hasil yang mungkin bisa ditawarkan dalam usaha menuju sertifikasi.
Dari tiga tipe sertifikasi yang bisa dikeluarkan FSC mungkin yang cocok diterapkan untuk hutan rakyat di Kecamatan Cikalong adalah Sertificat Controlled
Wood yang diberikan hanya untuk pengelola hutan dengan bentuk sertifikasi kelompok. Kelima kriteria sebagai syarat dalam bentuk sertifikasi kelompok
tersebut berdasarkan kondisi umum hutan rakyat sengon di Kecamatan Cikalong tidak menjadi permasalahan yang menyulitkan, namun secara teknis didalam
menuju keaarah tujuan sertifikasi harus melalui tahapan proses cukup panjang yaitu:
1 perlu diawali kegiatan sosialisasi secara partisipatif kolaborasi dari berbagai pihak stakeholder yang terkait dengan usaha dalam peningkatan atau
pengembangan kegiatan usaha kayu rakyat yang pada kenyataannya untuk hutan rakyat di Kecamatan Cikalong masih murni bergerak atas inisiatif
masyarakat tani secara swadaya dan belum tersentuh bantuan apapun baik dari Pemda dalam hal ini Dinas Kehutanan maupun pihak-pihak swasta yang
berkepentingan, 2 perlu menggali inisiatif dan persepsi serta motivasi masyarakat petani hutan
untuk meningkatkan animo yang ada dalam tujuan mencapai manfaat pengelolaan hutan rakyat secara lestari,
3 perlu peningkatan kapasitas lokal petani hutan saat ini khususnya dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka melalui pelnyuluhan dan
pelatihan yang tepat guna. Semua ini merupakan tahapan awal dalam persiapan menuju perolehan
sertifikasi baik menurut prinsip dan kriteria LEI ataupun FSC. Suatu gambaran tegakan hutan rakyat Kecamatan Cikalong saat ini,
menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara proporsi jumlah batang yang siap tebang dengan jumlah batang berdiameter dibawah 10 cm. Hal ini dapat
diakibatkan karena tidak adanya aturan penebangan yang memperhatikan ketersediaan jumlah batang dengan ukuran diameter di bawah 30 cm yang siap
ditebang untuk periode penebangan berikutnya. Selama ini penebangan dilakukan atas dasar asas kebutuhan sesaat atau dikenal dengan istilah daur butuh,
sedangkan kegiatan penanaman setelah penebangan kondisinya tidak selalu teratur karena tergantung kondisi kemampuan petani, yang mungkin hal ini dikarenakan
usaha di bidang hutan rakyat ini masih bersifat usaha sampingan. Seiring berjalannya waktu, mereka mulai merasakan manfaat dari hasil kayu sengon
tersebut, maka para petani hutan mulai serentak menanam secara bersamaan.
5.5 Kontribusi Hutan Rakyat