Konsep Kelestarian Hasil TINJAUAN PUSTAKA

persoalan bagaimana mempertahankan produktivitas hutan; aspek pengolahan, berkaitan dengan semua tindakan mengubah bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi; aspek pemasaran, berkaitan dengan sistem distribusi, struktur pasar, penentuan harga, perilaku pasar, dan keragaan pasar; serta aspek kelembagaan yang berkaitan dengan perlunya penyempurnaan kelembagaan pada setiap subsistem pengusahaan hutan rakyat. Sementara itu, beberapa kendala dalam pengembangan hutan rakyat berkelanjutan menurut BPKH XI dan MFP-II 2009, diantaranya: 1 pemenuhan kebutuhan dasar, berkaitan minimnya luas kepemilikan lahan untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga dan penanaman hutan rakyat; 2 hak kepemilikan lahan, berkaitan dengan pengambilan keputusan atas lahan; 3 antipati terhadap pohon tertentu, berkaitan dengan mitos di masyarakat atas jenis-jenis pohon tertentu yang tumbuh alami di lahan mereka; 4 lahan yang kritis, berkaitan dengan kondisi fisik lahan yang sukar diusahakan; 5 keterbatasan modal dan tenaga kerja; 6 konversi lahan hutan ke pertanian; 7 persepsi yang keliru, berkaitan dengan pengalaman masyarakat sebelumnya; dan 8 kelangkaan informasi khususnya dalam ketidakjelasan prospek pemasaran jenis kayu yang dianjurkan.

2.2 Konsep Kelestarian Hasil

Meyer et al. 1961 menyatakan terdapat beberapa tipe kelestarian hasil yaitu : a Integral yield hasil integral, hutan terdiri dari pohon-pohon satu umur saja, ditanam pada saat yang sama dan ditebang pada saat yang sama pula, b Intermitten yield hasil periodik, tegakan terdiri dari pohon-pohon dalam beberapa kelas umur, dengan demikian akan dapat ditebang dalam beberapa kali dalam interval waktu tertentu atau secara regulasi, dan c Annual yield hasil tahunan, penebangan selalu siap dilakukan pada setiap tahun. Menurut Simon 1994, kelestarian hasil hutan menuntut tingkat produksi yang konstan untuk intensitas pengelolaan hutan tertentu dimana antara pertumbuhan dan pemanenan harus seimbang. Hutan yang tertata penuh akan menghasilkan kayu yang sama tahunan atau selama periode tertentu. Prinsip kelestarian hasil dalam pengusahaan hutan mensyaratkan diperolehnya hasil yang sedikitnya sama besar untuk satuan waktu dari suatu kesatuan pengusahaan hutan, karena satuan waktu yang biasa digunakan adalah tahun, maka secara operasional prinsip ini dapat diartikan sebagai diperolehnya hasil yang sama setiap tahun dari setiap kesatuan pengusahaan Suhendang 1993. Hasil tegakan lestari adalah banyaknya dimensi tegakan yang dapat dipanen dan dikeluarkan pada waktu tertentu yang besarnya sama dengan pertumbuhannya dan berlangsung terus menerus Davis dan Johnson 1987. Awang et al. 2002 mengemukakan bahwa kelestarian hutan rakyat ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya adalah adanya kebutuhan ekonomi masyarakat, pandangan-pandangan, kebutuhan penyelamatan lingkungan, dan sebagainya. Lebih lanjut Awang et al. menyatakan bahwa pemanfaatan hutan rakyat yang seimbang antara kepentingan ekonomi dan kepentingan lingkungan mengakibatkan hutan rakyat akan lestari yang mengakibatkan tidak lestarinya hutan rakyat adalah eksploitasi yang berlebihan terhadap hasil hutan rakyat. Suhendang 1993, menyatakan bahwa ukuran kelestarian hasil dikelompokkan ke dalam: 1 ukuran fisik luas areal penebangan, volume kayu, massa dan volume batang dan 2 ukuran ekonomis dalam bentuk nilai uang. Ukuran kelestarian hasil dengan ukuran fisik terutama volume yang banyak digunakan karena kepraktisannya dibandingkan dengan nilai uang yang relatif rumit karena dipengaruhi oleh banyak hal seperti inflasi, suku bunga dan sebagainya. Akan tetapi, penentuan uang sangat penting sebagai pertimbangan dalam pemilihan pengaturan hasil. Selanjutnya Iskandar et al. 2003 menyebutkan untuk mewujudkan kelestarian sumber daya hutan maka pengelolaan hutan harus mengandung tiga dimensi utama, yaitu kelestarian fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial. Dimensi tersebut berlaku pula dalam pengelolaan hutan rakyat. Pengelolaan hutan berada pada keadaan kelestarian hasil apabila besarnya hasil sama dengan pertumbuhannya dan berlangsung secara terus menerus. Secara umum dikatakan bahwa jumlah maksimum hasil yang dapat diperoleh dari hutan pada suatu waktu tertentu adalah jumlah kumulatif pertumbuhan sampai waktu itu sedangkan jumlah maksimum hasil yang dapat dikeluarkan secara terus menerus secara periode sama dengan pertumbuhan dalam periode waktu itu Davis and Jhonson 1987. Knuchel 1953 menerangkan bahwa suatu pengelolaan hutan dapat dikatakan lestari bila dapat menyediakan suplai kayu selama bertahun-tahun dari tebangan yang dilakukan terhadap tegakan yang telah mencapai kondisi masak tebang. Kelestarian hutan tidak hanya memperhatikan volume hasil yang tetap jumlahnya, tetapi juga harus memasukkan bentuk dan kualita batang serta nilai uang yang dihasilkan. Pengelolaan hutan berkelanjutan atau Sustainable Forest Management SFM merupakan prinsip dalam mengelola hutan untuk mencapai satu atau lebih tujuan yang ditentukan menyangkut kontinuitas produksi hasil dan manfaat lain yang diinginkan tanpa mengakibatkan kemunduran nilai produktivitas hutan dimasa datang dan menimbulkan efek yang merugikan pada lingkungan fisik dan sosial ITTO 1998. LEI merujuk pada Goot 1994 tentang manfaat hutan, Upton dan Bass 1995 tentang prinsip-prinsip kelestarian, merumuskan kelestarian pengelolaan hutan dilihat pada tiga manfaat pokok hutan, yaitu kelestarian manfaat ekologis, sosial, dan ekonomis, sebagai berikut: a Kelestarian manfaat ekologis, mencakup pemeliharaan viabilitas, fungsi ekosistem hutan dan ekosistem di sekitarnya pada level yang sama atau lebih tinggi. Ekosistem hutan harus mendukung kehidupan organism yang sehat, tetap mempertahankan produktivitas, adaptabilitas, dan kemampuannya untuk pulih kembali. Hal ini menghendaki pelaksanaan pengelolaan hutan yang menghargai atau didasarkan atas proses-proses alami. b Kelestarian manfaat sosial, mencerminkan keterkaitan hutan dengan budaya, etika, norma sosial dan pembangunan. Suatu aktivitas dikatakan lestari secara sosial apabila bersesuaian dengan etika dan norma-norma sosial atau tidak melampaui batas ambang toleransi komunitas setempat terhadap perubahan. c Kelestarian manfaat ekonomi, menunjukkan bahwa manfaat dari hutan melebihi biaya yang dikeluarkan oleh unit manajemen dan modal yang ekuivalen dapat diinvestasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

2.3 Konsep Pengaturan Hasil Hutan