Analisis SWOT HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 13. Analisis Kelayakan Finansial Berdasarkan Kenaikan Harga Beli No Parameter Analisis Kelayakan Nilai LayakTidak Layak

1 NPV

Rp. 4.927.932 Layak

2 PBP

4 Tahun 5 bulan -

3 IRR

11,30 Layak

4 PI

1,00 Layak 5 BEP Rp. 1.817.054.509 -

E. Analisis SWOT

Strategi pengembangan usaha pembibitan disusun berdasarkan hasil analisis SWOT, dengan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang dinilai berpengaruh dalam kegiatan pembibitan sagu. Faktor internal terdiri atas faktor yang merupakan kekuatan dan kelemahan. Faktor internal berupa kekuatan yang dimiliki oleh PT Y diuraikan sebagai berikut: 1. Sumber daya manusia pendukung PT Y memiliki sumber daya manusia pendukung dengan latar belakang akademisi dan peneliti dalam bidang pertanian dan tata kelola air dalam lahan gambut. Sumber daya manusia ini dinilai sebagai kekuatan pendukung yang dimiliki oleh PT Y. 2. Organisasi dan manajemen perusahaan Organisasi dan manajemen yang dimiliki oleh PT Y, khususnya dalam penanganan kegiatan pembibitan dan penanaman sagu di lokasi PT X telah tersusun dengan baik. Hal ini diwujudkan dengan adanya struktur dan pembagian tugas yang jelas, mulai dari manajer, asisten pembibitan, asisten penanaman, mandor yang khusus menangani kegiatan pembibitan dan penanaman. 3. Visi dan misi kerjasama pembibitan Visi dan misi kerjasama pembibitan adalah memenuhi kebutuhan tanam PT X. PT Y dalam kegiatan kerjasama ini turut mendorong terciptanya diversifikasi sumber pangan dan menerapkan hasil-hasil riset dari segi akademisi. 4. Kemampuan memperoleh bibit Sumber bibit sagu tidak sepenuhnya dapat diperoleh dari kebun PT X, karena bibit dengan kualitas baik diperoleh dari tanaman yang telah dipanen. Mengingat jumlah tanaman sagu yang pernah dipanen pun terbatas, maka sumber bibit sebagian besar dipenuhi dari kebun-kebun masyarakat di luar lokasi kebun sagu PT X. PT Y memiliki kemampuan untuk mendapatkan bibit dari luar dengan relatif lebih mudah, karena memiliki jaringan yang baik. 5. Kemampuan keuangan perusahaan Kemampuan keuangan yang dimiliki PT Y sangat mendukung kemampuannya dalam memperoleh bibit. Para pencari bibit umumnya enggan untuk mendapatkan pembayaran dalam tempo yang terlalu lama. PT Y pada prakteknya mampu memotong jalur birokrasi dan cepat dalam melakukan pembayaran bibit kepada pencari bibit. Faktor internal yang dinilai sebagai kelemahan dalam kegiatan pembibitan sagu diuraikan sebagai berikut. 1. Pengalaman melaksanakan pembibitan dan penanaman sagu PT Y belum memiliki pengalaman sebelumnya dalam melaksanakan kegiatan pembibitan dan penanaman sagu. Kegiatan pembibitan sagu pun belum banyak dilakukan dalam skala besar, umumnya dilakukan oleh masyarakat untuk skala kecil, dan bahkan sebagian besar tanaman sagu tidak dibudidayakan. 2. Komunikasi dan koordinasi di lapangan dengan PT X Kegiatan pembibitan dan penanaman di lapangan melibatkan dua belah pihak, yaitu PT X dan PT Y. PT Y dalam kegiatan penanaman perlu berkoordinasi dengan PT X sebagai pengelola kebun, yang akan menentukan blok-blok yang dapat ditanam dan dalam melaksanakan kegiatan sensus tanaman pada blok- blok yang telah ditanam. Pada prakteknya kegiatan koordinasi di lapangan tidak sepenuhnya dapat berjalan dengan baik. 3. Teknik pembibitan Teknik pembibitan dinilai masih belum mendapatkan hasil yang maksimal, hal ini ditunjukkan dengan tingginya nilai mortalitas. Berdasarkan kegiatan pembibitan yang telah dilaksanakan oleh PT Y sejak tahun 2010 hingga 2011, tingkat mortalitas pembibitan mencapai 22,69 persen. 4. Tingginya biaya operasional Biaya operasional yang dimaksudkan di sini adalah biaya-biaya yang dikeluarkan di luar biaya langsung. Biaya operasional yang dikeluarkan oleh PT Y dinilai masih cukup tinggi, berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial, biaya operasional adalah sebesar 35,24 persen dari total biaya produksi. 5. Teknik penanaman Teknik penanaman dinilai masih belum maksimal, hal ini diindikasikan dengan tingginya mortalitas tanaman setelah tanam tiga bulan. Berdasarkan penanaman yang telah dilaksanakan oleh PT Y sejak tahun 2010 hingga 2011, tingkat mortalitas tanaman sagu setelah tiga bulan mencapai 58,84 persen. 6. Kekuatan tawar bargaining power terhadap pemberi kerja PT Y memiliki kekuatan tawar menawar terhadap pemberi kerja PT X yang rendah, hal ini diindikasikan dengan kegiatan koordinasi di lapangan yang dinilai tidak berjalan dengan baik. 7. Tingkat mortalitas yang tinggi di pembibitan dan penanaman Tingkat mortalitas yang tinggi dinilai sebagai kelemahan dengan bobot terendah. Tingkat mortalitas merupakan akibat dari berbagai faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti teknik pembibitan, penanaman, serta kondisi eksternal yang tidak dapat dikendalikan, seperti iklim. Berdasarkan pembobotan dan penilaian rating terhadap masing-masing faktor internal Lampiran 21, maka dapat diperoleh bahwa sumberdaya manusia pendukung merupakan faktor kekuatan internal dengan bobot tertinggi sebesar 0,0936. Sumber daya manusia pendukung yang dimiliki oleh PT Y adalah akademisi dan peneliti dalam bidang pertanian khususnya tanaman sagu dan tata kelola air pada lahan gambut. Sedangkan faktor kelemahan internal dengan bobot tertinggi adalah pengalaman dalam melaksanakan kegiatan pembibitan dan penanaman sagu, dengan bobot sebesar 0,0886. Kegiatan pembibitan sagu belum banyak dilakukan secara besar, umumnya dilakukan di kalangan petani rakyat untuk memenuhi kebutuhan kebun sendiri dengan bibit yang diperoleh langsung dari kebun sendiri maupun dari hutan sagu. Hal ini dinilai sebagai kelemahan utama, karena cukup menentukan keberhasilan kegiatan pembibitan dan dalam melakukan kalkulasi ekonomi dalam konteks bisnis pembibitan. Hasil pengolahan matriks IFE ditunjukkan dalam Tabel 14. Tabel 14. Matriks IFE Faktor Internal Bobot Rating Skor a b a x b Kekuatan A. Kemampuan memperoleh bibit 0,0877 4,0 0,351 B. Sumber daya manusia pendukung 0,0936 3,4 0,321 C. Visi dan misi kerjasama pembibitan 0,0887 3,7 0,329 D. Kemampuan keuangan perusahaan 0,0758 4,0 0,303 E. Organisasi dan manajemen perusahaan 0,0907 3,6 0,324 Kelemahan F. Pengalaman melaksanakan pembibitan dan penanaman sagu 0,0886 1,9 0,165 G. Kekuatan tawar bargaining power terhadap pemberi kerja 0,0732 1,1 0,084 H. Teknik pembibitan 0,0842 1,9 0,156 I. Teknik penanaman 0,0836 1,9 0,155 J. Tingkat mortalitas yang tinggi di pembibitan dan penanaman 0,0635 1,1 0,073 K. Komunikasi dan koordinasi di lapangan dengan PT X 0,0862 1,1 0,099 L. Tingginya biaya operasional 0,0842 1,6 0,132 Total 1,0000 2,492 Faktor eksternal terdiri atas faktor yang merupakan peluang dan ancaman. Faktor eksternal yang dinilai sebagai peluang bagi PT Y dengan urutan bobot tertinggi diuraikan sebagai berikut: 1. Sarana dan prasarana pendukung pembibitan dari PT X Dalam kegiatan pembibitan dan penanaman sagu, PT X berkewajiban memenuhi dan menyediakan sarana dan prasarana pendukung yang diperlukan. Sarana dan prasarana pendukung meliputi tempat tinggal untuk karyawan PT Y, kebersihan kanal untuk transportasi bibit dan sarana dan prasarana dalam mengelola tinggi muka air. Tinggi muka air memiliki arti yang sangat penting dalam penanaman sagu di lahan gambut. 2. Ketersediaan tenaga kerja Tenaga kerja yang dimaksud di sini adalah buruh harian lepas, yang bertugas melaksanakan kegiatan perawatan bibit, penanaman dan pemeliharaan tanaman sebelum diserahterimakan dari PT Y kepada PT X. 3. Ketersediaan areal tanam baru dan tanam sisip Ketersediaan areal tanam baru dan tanam sisip di kebun PT X masih cukup besar. Dari total lahan yang dimiliki sebesar 21.620 ha, masih tertanam sebesar 13.044 ha, sehingga masih tersisa sekitar 8.500 ha yang perlu untuk ditanam. Selain itu, tanam sisip juga terus dilakukan pada sebagian lahan- lahan yang telah tertanam. 4. Ketersediaan bibit sagu in-house dan outsource Ketersediaan bibit sagu, baik bibit in-house yang berasal dari dalam kebun PT X dan bibit outsource yang diperoleh dari luar kebun PT X masih cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan tidak ditemukannya kesulitan yang berarti oleh PT Y dalam rangka memperoleh bibit sagu dalam periode 2010 hingga 2011. 5. Kelancaran pembayaran pembibitan Pembayaran kegiatan pembibitan oleh PT X kepada PT Y sangat menentukan kemampuan PT Y dalam mengelola kegiatan pembibitan dengan baik. Dalam kesepakatan kerjasama, PT X memberikan pembayaran berupa uang muka yang dibayarkan dalam tiga tahap hingga lunas sesuai dengan jumlah bibit tertanam hidup. Faktor eksternal yang dinilai sebagai ancaman bagi PT Y dalam mengembangkan kegiatan pembibitan adalah sebagai berikut. 1. Kontraktor lain penyedia bibit Selain PT Y, terdapat pula kontraktor penyedia bibit yang lain, yaitu BPPT dan kontraktor perseorangan yang berasal dari penduduk setempat. Namun, kontraktor penyedia bibit dengan skala bibit yang besar adalah PT Y dan BPPT. Berbeda dengan PT Y, kegiatan BPPT hanya menyediakan bibit saja, tidak termasuk dalam penanaman. Sedangkan kontraktor setempat umumnya melakukan penanaman di lahan yang telah disediakan, dengan bibit yang diperoleh dari kebun sendiri dalam skala yang tidak terlalu besar. 2. Musim kemarau Musim kemarau merupakan faktor eksternal yang dinilai sebagai ancaman, karena pada saat musim kemarau tingkat tinggi muka air cenderung turun lebih rendah. Syarat tinggi muka air untuk tanaman baru adalah 30-60 cm. 3. Kenaikan harga perolehan bibit dari toke setempat Toke merupakan istilah lain dari pemilik kebun sagu besar. Kebutuhan bibit PT X yang besar tidak sepenuhnya mampu dipenuhi melalui kebun sendiri, sehingga sebagian besar dipenuhi dari luar. Bibit tersebut disebut sebagai bibit out-source. Komposisi rata-rata bibit out-source PT Y selama periode pembibitan 2010-2011 adalah 69,26 persen. 4. Harga pembelian bibit tertanam hidup setelah 3 bulan dari PT X Harga pembelian bibit tertanam hidup setelah 3 bulan dari PT X saat ini adalah sebesar Rp. 19.210. Harga bibit dihitung berdasarkan estimasi bisnis dan kesepakatan masing-masing pihak. Harga pembelian bibit tertanam hidup sejak tahun 2010 telah mengalami dua kali kenaikan, sebagai berikut: a. Harga bibit yang ditanam hingga bulan November 2010: Rp. 16.260 b. Harga bibit yang ditanam bulan Desember 2010 – Februari 2011: Rp. 18.520 c. Harga bibit yang ditanam mulai bulan Maret 2011: Rp. 19.120 Harga pembelian bibit saat ini dinilai sebagai ancaman, karena dengan tingkat mortalitas yang ada di lapangan, biaya produksi menjadi semakin tinggi dan tidak tertutupi oleh pendapatan dari pembayaran bibit. Hal ini ditunjukkan dalam analisis kelayakan yang telah dilakukan. 5. Stabilitas dan kecukupan tinggi muka air di kebun Stabilitas dan kecukupan tinggi muka air di lahan gambut merupakan faktor yang penting bagi tanaman sagu. Stabilitas dan kecukupan air yang terganggu merupakan ancaman. Berdasarkan pengalaman PT Y melaksanakan kegiatan pembibitan periode 2010-2011,penyebab gangguan tersebut antara lain adalah dam jebol yang diakibatkan oleh pengambilan kayu oleh penduduk sekitar dan musim kemarau yang panjang. Berdasarkan pembobotan dan penilaian rating terhadap masing-masing faktor eksternal Lampiran 22 oleh masing-masing responden terpilih, maka dapat diperoleh bahwa Sarana dan prasarana pendukung pembibitan dari PT X merupakan faktor peluang eksternal dengan bobot tertinggi sebesar 0,1150. Sarana dan prasarana pendukung meliputi penyediaan tempat tinggal untuk karyawan PT Y, kebersihan kanal untuk transportasi bibit dan sarana dan prasarana dalam mengelola tinggi muka air. Tinggi muka air memiliki arti yang sangat penting dalam penanaman sagu di lahan gambut. Sedangkan faktor ancaman eksternal dengan bobot tertinggi adalah kontraktor lain penyedia bibit, dengan bobot sebesar 0,1158. Hasil pengolahan matriks EFE ditunjukkan dalam Tabel 15 berikut. Tabel 15. Matriks EFE Faktor Eksternal Bobot Rating Skor a b a x b Peluang A. Sarana dan prasarana pendukung pembibitan dari PT X 0,1150 3,0 0,345 B. Ketersediaan bibit sagu in-house dan outsource 0,1002 3,4 0,344 C. Ketersediaan tenaga kerja 0,1137 2,4 0,276 D. Kelancaran pembayaran pembibitan 0,0860 3,9 0,332 E. Ketersediaan areal tanam baru dan tanam sisip 0,1008 2,9 0,288 Ancaman F. Harga pembelian bibit tertanam hidup setelah 3 bulan dari PT X 0,0839 3,9 0,324 G. Kenaikan harga perolehan bibit dari toke setempat 0,1003 3,1 0,315 H. Stabilitas dan kecukupan tinggi muka air di kebun 0,0776 3,6 0,277 I. Kontraktor lain penyedia bibit 0,1158 2,4 0,281 J. Musim kemarau 0,1067 3,0 0,320 Total 1,0000 3,102 Matriks Internal dan Eksternal disusun berdasarkan skor matriks IFE dan EFE dengan tujuan mengetahui strategi apa yang sebaiknya digunakan. Skor matriks IFE adalah 2,492 dan skor matriks EFE adalah 3,102. Berdasarkan input skor matriks IFE dan EFE dalam matriks IE, maka dapat diketahui bahwa PT Y berada pada kuadran II, yang artinya dalam kondisi grow and build Umar, 2008. Strategi yang sesuai untuk diterapkan pada kuadran ini adalah strategi intensif, yaitu product development. Matriks IE diilustrasikan dalam Gambar 8. Gambar 8. Matriks Internal Eksternal Berdasarkan hasil analisis matriks IFE dan EFE, serta dengan mengetahui kondisi perusahaan saat ini melalui matriks IE, selanjutnya disusun analisis matriks SWOT untuk merumuskan alternatif-alternatif strategi sesuai dengan tujuan yaitu untuk mengembangkan usaha, sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 16. Perumusan alternatif strategi dilakukan melalui pengembangan empat tipe strategi berdasarkan masing-masing faktor yang telah diidentifikasi. Keempat tipe strategi tersebut adalah: a. Strategi SO Strength-Opprtunity b. Strategi WO Weakness-Opprtunity c. Strategi ST Strength-Threat d. Strategi WT Weakness-Threat Tabel 16. Perumusan Strategi PT Y dengan Matriks SWOT Faktor Internal Faktor Eksternal Strength S 1. Sumber daya manusia pendukung 2. Organisasi dan manajemen perusahaan 3. Visi dan misi kerjasama pembibitan 4. Kemampuan memperoleh bibit 5. Kemampuan keuangan perusahaan Weaknesses W 1. Pengalaman melaksanakan pembibitan dan penanaman sagu 2. Komunikasi dan koordinasi di lapangan dengan PT X 3. Teknik pembibitan 4. Tingginya biaya operasional 5. Teknik penanaman 6. Kekuatan tawar bargaining power terhadap pemberi kerja 7. Tingkat mortalitas yang tinggi di pembibitan dan penanaman Opportunities O 1. Sarana dan prasarana pendukung pembibitan dari PT X 2. Ketersediaan tenaga kerja 3. Ketersediaan areal tanam baru dan tanam sisip 4. Ketersediaan bibit sagu in-house dan outsource 5. Kelancaran pembayaran pembibitan

a. Strategi SO

1 Meningkatkan jumlah produksi dan menekan tingkat mortalitas bibit S: 1, 2, 3, 4, 5; O: 1, 2, 3, 4, 5 2 Mengusahakan perbanyakan bibit sagu secara generatif S: 1, 2, 3, 5; O: 1, 3, 5

b. Strategi WO

1 Meningkatkan koordinasi dan kerjasama diantara tim lapangan PT X dan PT Y untuk meningkatkan produktivitas bibit W: 2, 6; O: 1, 2, 3, 4 2 Melakukan kerjasama riset untuk mendukung perbaikan kegiatan pembibitan dan penanaman sagu W:1, 3, 5; O:1, 2, 5 Lanjutan Tabel 16. Faktor Internal Faktor Eksternal Strength S 1. Sumber daya manusia pendukung 2. Organisasi dan manajemen perusahaan 3. Visi dan misi kerjasama pembibitan 4. Kemampuan memperoleh bibit 5. Kemampuan keuangan perusahaan Weaknesses W 1. Pengalaman melaksanakan pembibitan dan penanaman sagu 2. Komunikasi dan koordinasi di lapangan dengan PT X 3. Teknik pembibitan 4. Tingginya biaya operasional 5. Teknik penanaman 6. Kekuatan tawar bargaining power terhadap pemberi kerja 7. Tingkat mortalitas yang tinggi di pembibitan dan penanaman Threats T 1. Kontraktor lain penyedia bibit 2. Musim kemarau 3. Kenaikan harga perolehan bibit dari toke setempat 4. Harga pembelian bibit tertanam hidup setelah 3 bulan dari PT X 5. Stabilitas dan kecukupan tinggi muka air di kebun

c. Strategi ST

1 Melakukan penanaman pada musim penghujan untuk menekan tingkat mortalitas S: 1; T: 2, 5 2 Melakukan negosiasi harga beli bibit tertanam hidup S: 2, 3, 4; T: 3, 4

d. Strategi WT

1 Melakukan perbaikan dalam teknik pembibitan dan penanaman sagu W:3, 5, 7; T: 2, 5 2 Melakukan efisiensi untuk menekan biaya produksi W:1, 4; T: 1, 3, 4 Berdasarkan Tabel 16 di atas, alternatif-alternatif strategi yang dihasilkan berdasarkan masing-masing tipe strategi adalah sebagai berikut: a. Strategi SO Strength-Opprtunity Alternatif strategi yang dihasilkan adalah dengan menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. Rumusan alternatif strategi: 1 1 Meningkatkan jumlah produksi dan menekan tingkat mortalitas bibit. Jumlah produksi bibit perlu ditingkatkan, karena masih terdapat peluang penanaman yang besar pada kebun PT X, baik tanam di lahan baru maupun tanam sisip di lahan-lahan yang telah tertanam. Peningkatan jumlah produksi harus disertai dengan menekan tingkat mortalitas bibit, baik di pembibitan maupun penanaman. Dengan demikian, produktivitas pembibitan secara keseluruhan dapat ditingkatkan. 2 Mengusahakan perbanyakan bibit sagu secara generatif. Perbanyakan bibit sagu dimungkinkan untuk dilakukan secara generatif, dengan memanfaatkan bibit sagu bermutu baik. Karena keterbatasan biji bermutu, sehingga perbanyakan tanaman sagu sampai dengan saat ini dilakukan secara vegetatif dengan memanfaatkan anakan sucker. Upaya terobosan ini perlu dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah produksi bibit yang baik yang dapat dihasilkan. b. Strategi WO Weakness-Opprtunity Alternatif strategi yang dihasilkan adalah dengan meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang. Rumusan alternatif strategi: 1 Meningkatkan koordinasi dan kerjasama diantara tim lapangan PT X dan PT Y untuk meningkatkan produktivitas bibit. Koordinasi dan kerjasama di lapangan dinilai perlu ditingkatkan guna memperbaiki produktivitas bibit. Koordinasi dan kerjasama yang perlu ditingkatkan utamanya dalam hal kegiatan penanaman dan sensus setelah tanam. Kegiatan sensus tanaman di blok-blok yang telah tertanam sering terlambat dari waktu yang telah disepakati, yaitu 3 bulan setelah tanam. Sehingga serah terima bibit pun mundur dari waktu yang seharusnya. Bagi PT Y, hal ini tidak menguntungkan, karena berpotensi menanggung risiko mortalitas bibit setelah tanam yang lebih tinggi akibat keterlambatan sensus tanaman. 2 Melakukan kerjasama riset untuk mendukung perbaikan kegiatan pembibitan dan penanaman sagu. Kerjasama riset memungkinkan untuk dilaksanakan antara PT X dan PT Y, dimana PT Y memiliki sumberdaya manusia pendukung dan PT X memiliki dukungan sarana dan prasarana serta pendanaan yang baik. PT X dan PT Y dinilai memiliki kepentingan yang sama dengan kerjasama riset, karena hasil dari riset dapat bermanfaat bagi kedua belah pihak. c. Strategi ST Strength-Threat Alternatif strategi yang dihasilkan adalah dengan menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman. Rumusan alternatif strategi: 1 Melakukan penanaman pada musim penghujan untuk menekan tingkat mortalitas. Pada musim penghujan, tinggi muka air cenderung meningkat. Dengan demikian, bibit yang ditanam pada musim penghujan memiliki kemungkinan hidup lebih besar, karena tidak terhindar dari ancaman kekurangan air. Tinggi optimum air di kanal untuk pertumbuhan dan perkembangan sagu yang baik adalah sekitar 30- 50 cm Bintoro, 2010. 2 Melakukan negosiasi harga beli bibit tertanam hidup Berdasarkan hasil analisis finansial, dengan harga bibit yang ditetapkan saat ini, kegiatan pembibitan menunjukkan hasil analisa yang tidak layak, dengan asumsi tingkat mortalitas dan biaya-biaya yang berlaku sesuai dengan keadaan sekarang. Dengan demikian, strategi negosiasi harga beli bibit tertanam hidup dapat diimplementasikan untuk mendapatkan harga yang sesuai. d. Strategi WT Weakness-Threat Alternatif strategi yang dihasilkan adalah dengan meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman. Rumusan alternatif strategi: 1 Melakukan perbaikan dalam teknik pembibitan dan penanaman sagu. Perbaikan teknik pembibitan dan penanaman sagu bertujuan menurunkan tingkat mortalitas bibit sagu, baik di pembibitan maupun setelah tanam. Perbaikan teknik pembibitan yang dapat dilakukan adalah memberikan naungan. Pada percobaan yang pernah dilakukan, pemberian naungan di pembibitan memiliki dampak positif terhadap tingkat bibit hidup. Perbaikan teknik penanaman yang dapat dilakukan adalah dengan memperlebar lubang tanam untuk meningkatkan kemampuan hidup bibit yang baru ditanam. 2 Melakukan efisiensi untuk menekan biaya produksi. Biaya produksi di luar biaya langsung adalah sebesar 35,24 persen. Biaya produksi ini dinilai terlalu besar dan masih memungkinkan untuk ditekan, dengan mengurangi komponen biaya yang cukup tinggi seperti gaji manajer, transportasiperjalanan dinas kantor.

F. Perumusan Strategi Melalui Teknik AHP