Tabel 13. Analisis Kelayakan Finansial Berdasarkan Kenaikan Harga Beli No
Parameter Analisis Kelayakan
Nilai LayakTidak Layak
1 NPV
Rp. 4.927.932 Layak
2 PBP
4 Tahun 5 bulan -
3 IRR
11,30 Layak
4 PI
1,00 Layak
5 BEP
Rp. 1.817.054.509 -
E. Analisis SWOT
Strategi pengembangan usaha pembibitan disusun berdasarkan hasil analisis SWOT, dengan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang dinilai
berpengaruh dalam kegiatan pembibitan sagu. Faktor internal terdiri atas faktor yang merupakan kekuatan dan kelemahan. Faktor internal berupa kekuatan yang
dimiliki oleh PT Y diuraikan sebagai berikut: 1. Sumber daya manusia pendukung
PT Y memiliki sumber daya manusia pendukung dengan latar belakang akademisi dan peneliti dalam bidang pertanian dan tata kelola air dalam lahan
gambut. Sumber daya manusia ini dinilai sebagai kekuatan pendukung yang dimiliki oleh PT Y.
2. Organisasi dan manajemen perusahaan Organisasi dan manajemen yang dimiliki oleh PT Y, khususnya dalam
penanganan kegiatan pembibitan dan penanaman sagu di lokasi PT X telah tersusun dengan baik. Hal ini diwujudkan dengan adanya struktur dan
pembagian tugas yang jelas, mulai dari manajer, asisten pembibitan, asisten penanaman, mandor yang khusus menangani kegiatan pembibitan dan
penanaman. 3. Visi dan misi kerjasama pembibitan
Visi dan misi kerjasama pembibitan adalah memenuhi kebutuhan tanam PT X. PT Y dalam kegiatan kerjasama ini turut mendorong terciptanya diversifikasi
sumber pangan dan menerapkan hasil-hasil riset dari segi akademisi. 4. Kemampuan memperoleh bibit
Sumber bibit sagu tidak sepenuhnya dapat diperoleh dari kebun PT X, karena bibit dengan kualitas baik diperoleh dari tanaman yang telah dipanen.
Mengingat jumlah tanaman sagu yang pernah dipanen pun terbatas, maka sumber bibit sebagian besar dipenuhi dari kebun-kebun masyarakat di luar
lokasi kebun sagu PT X. PT Y memiliki kemampuan untuk mendapatkan bibit dari luar dengan relatif lebih mudah, karena memiliki jaringan yang baik.
5. Kemampuan keuangan perusahaan Kemampuan keuangan yang dimiliki PT Y sangat mendukung kemampuannya
dalam memperoleh bibit. Para pencari bibit umumnya enggan untuk mendapatkan pembayaran dalam tempo yang terlalu lama. PT Y pada
prakteknya mampu memotong jalur birokrasi dan cepat dalam melakukan pembayaran bibit kepada pencari bibit.
Faktor internal yang dinilai sebagai kelemahan dalam kegiatan pembibitan sagu diuraikan sebagai berikut.
1. Pengalaman melaksanakan pembibitan dan penanaman sagu PT Y belum memiliki pengalaman sebelumnya dalam melaksanakan kegiatan
pembibitan dan penanaman sagu. Kegiatan pembibitan sagu pun belum banyak dilakukan dalam skala besar, umumnya dilakukan oleh masyarakat untuk skala
kecil, dan bahkan sebagian besar tanaman sagu tidak dibudidayakan. 2. Komunikasi dan koordinasi di lapangan dengan PT X
Kegiatan pembibitan dan penanaman di lapangan melibatkan dua belah pihak, yaitu PT X dan PT Y. PT Y dalam kegiatan penanaman perlu berkoordinasi
dengan PT X sebagai pengelola kebun, yang akan menentukan blok-blok yang dapat ditanam dan dalam melaksanakan kegiatan sensus tanaman pada blok-
blok yang telah ditanam. Pada prakteknya kegiatan koordinasi di lapangan tidak sepenuhnya dapat berjalan dengan baik.
3. Teknik pembibitan Teknik pembibitan dinilai masih belum mendapatkan hasil yang maksimal, hal
ini ditunjukkan dengan tingginya nilai mortalitas. Berdasarkan kegiatan pembibitan yang telah dilaksanakan oleh PT Y sejak tahun 2010 hingga 2011,
tingkat mortalitas pembibitan mencapai 22,69 persen.
4. Tingginya biaya operasional Biaya operasional yang dimaksudkan di sini adalah biaya-biaya yang
dikeluarkan di luar biaya langsung. Biaya operasional yang dikeluarkan oleh PT Y dinilai masih cukup tinggi, berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial,
biaya operasional adalah sebesar 35,24 persen dari total biaya produksi. 5. Teknik penanaman
Teknik penanaman dinilai masih belum maksimal, hal ini diindikasikan dengan tingginya mortalitas tanaman setelah tanam tiga bulan. Berdasarkan penanaman
yang telah dilaksanakan oleh PT Y sejak tahun 2010 hingga 2011, tingkat mortalitas tanaman sagu setelah tiga bulan mencapai 58,84 persen.
6. Kekuatan tawar bargaining power terhadap pemberi kerja PT Y memiliki kekuatan tawar menawar terhadap pemberi kerja PT X yang
rendah, hal ini diindikasikan dengan kegiatan koordinasi di lapangan yang dinilai tidak berjalan dengan baik.
7. Tingkat mortalitas yang tinggi di pembibitan dan penanaman Tingkat mortalitas yang tinggi dinilai sebagai kelemahan dengan bobot
terendah. Tingkat mortalitas merupakan akibat dari berbagai faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti teknik pembibitan, penanaman, serta kondisi
eksternal yang tidak dapat dikendalikan, seperti iklim. Berdasarkan pembobotan dan penilaian rating terhadap masing-masing
faktor internal Lampiran 21, maka dapat diperoleh bahwa sumberdaya manusia pendukung merupakan faktor kekuatan internal dengan bobot tertinggi sebesar
0,0936. Sumber daya manusia pendukung yang dimiliki oleh PT Y adalah akademisi dan peneliti dalam bidang pertanian khususnya tanaman sagu dan tata
kelola air pada lahan gambut. Sedangkan faktor kelemahan internal dengan bobot tertinggi adalah
pengalaman dalam melaksanakan kegiatan pembibitan dan penanaman sagu, dengan bobot sebesar 0,0886. Kegiatan pembibitan sagu belum banyak dilakukan
secara besar, umumnya dilakukan di kalangan petani rakyat untuk memenuhi kebutuhan kebun sendiri dengan bibit yang diperoleh langsung dari kebun sendiri
maupun dari hutan sagu. Hal ini dinilai sebagai kelemahan utama, karena cukup menentukan keberhasilan kegiatan pembibitan dan dalam melakukan kalkulasi
ekonomi dalam konteks bisnis pembibitan. Hasil pengolahan matriks IFE ditunjukkan dalam Tabel 14.
Tabel 14. Matriks IFE Faktor Internal
Bobot Rating
Skor a
b a x b
Kekuatan
A. Kemampuan memperoleh bibit 0,0877
4,0 0,351
B. Sumber daya manusia pendukung 0,0936
3,4 0,321
C. Visi dan misi kerjasama pembibitan 0,0887
3,7 0,329
D. Kemampuan keuangan perusahaan 0,0758
4,0 0,303
E. Organisasi dan manajemen perusahaan 0,0907
3,6 0,324
Kelemahan
F. Pengalaman melaksanakan pembibitan dan penanaman sagu
0,0886 1,9
0,165 G. Kekuatan tawar bargaining power terhadap
pemberi kerja 0,0732
1,1 0,084
H. Teknik pembibitan 0,0842
1,9 0,156
I. Teknik penanaman
0,0836 1,9
0,155 J. Tingkat mortalitas yang tinggi di pembibitan
dan penanaman 0,0635
1,1 0,073
K. Komunikasi dan koordinasi di lapangan dengan PT X
0,0862 1,1
0,099 L. Tingginya biaya operasional
0,0842 1,6
0,132
Total 1,0000
2,492
Faktor eksternal terdiri atas faktor yang merupakan peluang dan ancaman. Faktor eksternal yang dinilai sebagai peluang bagi PT Y dengan urutan bobot
tertinggi diuraikan sebagai berikut: 1. Sarana dan prasarana pendukung pembibitan dari PT X
Dalam kegiatan pembibitan dan penanaman sagu, PT X berkewajiban memenuhi dan menyediakan sarana dan prasarana pendukung yang
diperlukan. Sarana dan prasarana pendukung meliputi tempat tinggal untuk karyawan PT Y, kebersihan kanal untuk transportasi bibit dan sarana dan
prasarana dalam mengelola tinggi muka air. Tinggi muka air memiliki arti yang sangat penting dalam penanaman sagu di lahan gambut.
2. Ketersediaan tenaga kerja
Tenaga kerja yang dimaksud di sini adalah buruh harian lepas, yang bertugas melaksanakan kegiatan perawatan bibit, penanaman dan pemeliharaan
tanaman sebelum diserahterimakan dari PT Y kepada PT X. 3. Ketersediaan areal tanam baru dan tanam sisip
Ketersediaan areal tanam baru dan tanam sisip di kebun PT X masih cukup besar. Dari total lahan yang dimiliki sebesar 21.620 ha, masih tertanam
sebesar 13.044 ha, sehingga masih tersisa sekitar 8.500 ha yang perlu untuk ditanam. Selain itu, tanam sisip juga terus dilakukan pada sebagian lahan-
lahan yang telah tertanam. 4. Ketersediaan bibit sagu in-house dan outsource
Ketersediaan bibit sagu, baik bibit in-house yang berasal dari dalam kebun PT X dan bibit outsource yang diperoleh dari luar kebun PT X masih cukup
besar. Hal ini ditunjukkan dengan tidak ditemukannya kesulitan yang berarti oleh PT Y dalam rangka memperoleh bibit sagu dalam periode 2010 hingga
2011. 5. Kelancaran pembayaran pembibitan
Pembayaran kegiatan pembibitan oleh PT X kepada PT Y sangat menentukan kemampuan PT Y dalam mengelola kegiatan pembibitan dengan baik. Dalam
kesepakatan kerjasama, PT X memberikan pembayaran berupa uang muka yang dibayarkan dalam tiga tahap hingga lunas sesuai dengan jumlah bibit
tertanam hidup.
Faktor eksternal yang dinilai sebagai ancaman bagi PT Y dalam mengembangkan kegiatan pembibitan adalah sebagai berikut.
1. Kontraktor lain penyedia bibit Selain PT Y, terdapat pula kontraktor penyedia bibit yang lain, yaitu BPPT
dan kontraktor perseorangan yang berasal dari penduduk setempat. Namun, kontraktor penyedia bibit dengan skala bibit yang besar adalah PT Y dan
BPPT. Berbeda dengan PT Y, kegiatan BPPT hanya menyediakan bibit saja, tidak termasuk dalam penanaman. Sedangkan kontraktor setempat umumnya
melakukan penanaman di lahan yang telah disediakan, dengan bibit yang diperoleh dari kebun sendiri dalam skala yang tidak terlalu besar.
2. Musim kemarau Musim kemarau merupakan faktor eksternal yang dinilai sebagai ancaman,
karena pada saat musim kemarau tingkat tinggi muka air cenderung turun lebih rendah. Syarat tinggi muka air untuk tanaman baru adalah 30-60 cm.
3. Kenaikan harga perolehan bibit dari toke setempat Toke merupakan istilah lain dari pemilik kebun sagu besar. Kebutuhan bibit
PT X yang besar tidak sepenuhnya mampu dipenuhi melalui kebun sendiri, sehingga sebagian besar dipenuhi dari luar. Bibit tersebut disebut sebagai
bibit out-source. Komposisi rata-rata bibit out-source PT Y selama periode pembibitan 2010-2011 adalah 69,26 persen.
4. Harga pembelian bibit tertanam hidup setelah 3 bulan dari PT X Harga pembelian bibit tertanam hidup setelah 3 bulan dari PT X saat ini
adalah sebesar Rp. 19.210. Harga bibit dihitung berdasarkan estimasi bisnis dan kesepakatan masing-masing pihak. Harga pembelian bibit tertanam hidup
sejak tahun 2010 telah mengalami dua kali kenaikan, sebagai berikut: a. Harga bibit yang ditanam hingga bulan November 2010: Rp. 16.260
b. Harga bibit yang ditanam bulan Desember 2010 – Februari 2011: Rp.
18.520 c. Harga bibit yang ditanam mulai bulan Maret 2011: Rp. 19.120
Harga pembelian bibit saat ini dinilai sebagai ancaman, karena dengan tingkat mortalitas yang ada di lapangan, biaya produksi menjadi semakin tinggi dan
tidak tertutupi oleh pendapatan dari pembayaran bibit. Hal ini ditunjukkan dalam analisis kelayakan yang telah dilakukan.
5. Stabilitas dan kecukupan tinggi muka air di kebun Stabilitas dan kecukupan tinggi muka air di lahan gambut merupakan faktor
yang penting bagi tanaman sagu. Stabilitas dan kecukupan air yang terganggu merupakan ancaman. Berdasarkan pengalaman PT Y melaksanakan kegiatan
pembibitan periode 2010-2011,penyebab gangguan tersebut antara lain adalah dam jebol yang diakibatkan oleh pengambilan kayu oleh penduduk sekitar
dan musim kemarau yang panjang. Berdasarkan pembobotan dan penilaian rating terhadap masing-masing
faktor eksternal Lampiran 22 oleh masing-masing responden terpilih, maka
dapat diperoleh bahwa Sarana dan prasarana pendukung pembibitan dari PT X merupakan faktor peluang eksternal dengan bobot tertinggi sebesar 0,1150.
Sarana dan prasarana pendukung meliputi penyediaan tempat tinggal untuk karyawan PT Y, kebersihan kanal untuk transportasi bibit dan sarana dan
prasarana dalam mengelola tinggi muka air. Tinggi muka air memiliki arti yang sangat penting dalam penanaman sagu di lahan gambut. Sedangkan faktor
ancaman eksternal dengan bobot tertinggi adalah kontraktor lain penyedia bibit, dengan bobot sebesar 0,1158. Hasil pengolahan matriks EFE ditunjukkan dalam
Tabel 15 berikut.
Tabel 15. Matriks EFE Faktor Eksternal
Bobot Rating Skor
a b
a x b Peluang
A. Sarana dan prasarana pendukung pembibitan dari PT X
0,1150 3,0
0,345 B. Ketersediaan
bibit sagu
in-house dan
outsource 0,1002
3,4 0,344
C. Ketersediaan tenaga kerja 0,1137
2,4 0,276
D. Kelancaran pembayaran pembibitan 0,0860
3,9 0,332
E. Ketersediaan areal tanam baru dan tanam sisip 0,1008 2,9
0,288
Ancaman
F. Harga pembelian bibit tertanam hidup setelah 3 bulan dari PT X
0,0839 3,9
0,324 G. Kenaikan harga perolehan bibit dari toke
setempat 0,1003
3,1 0,315
H. Stabilitas dan kecukupan tinggi muka air di kebun
0,0776 3,6
0,277 I.
Kontraktor lain penyedia bibit 0,1158
2,4 0,281
J. Musim kemarau 0,1067
3,0 0,320
Total 1,0000
3,102
Matriks Internal dan Eksternal disusun berdasarkan skor matriks IFE dan EFE dengan tujuan mengetahui strategi apa yang sebaiknya digunakan. Skor
matriks IFE adalah 2,492 dan skor matriks EFE adalah 3,102. Berdasarkan input
skor matriks IFE dan EFE dalam matriks IE, maka dapat diketahui bahwa PT Y berada pada kuadran II, yang artinya dalam kondisi grow and build Umar, 2008.
Strategi yang sesuai untuk diterapkan pada kuadran ini adalah strategi intensif, yaitu product development. Matriks IE diilustrasikan dalam Gambar 8.
Gambar 8. Matriks Internal Eksternal
Berdasarkan hasil analisis matriks IFE dan EFE, serta dengan mengetahui kondisi perusahaan saat ini melalui matriks IE, selanjutnya disusun analisis
matriks SWOT untuk merumuskan alternatif-alternatif strategi sesuai dengan tujuan yaitu untuk mengembangkan usaha, sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel
16. Perumusan alternatif strategi dilakukan melalui pengembangan empat tipe strategi berdasarkan masing-masing faktor yang telah diidentifikasi. Keempat tipe
strategi tersebut adalah: a. Strategi SO Strength-Opprtunity
b. Strategi WO Weakness-Opprtunity c. Strategi ST Strength-Threat
d. Strategi WT Weakness-Threat
Tabel 16. Perumusan Strategi PT Y dengan Matriks SWOT
Faktor Internal
Faktor Eksternal Strength S
1. Sumber daya manusia pendukung
2. Organisasi dan manajemen
perusahaan 3. Visi dan misi
kerjasama pembibitan 4. Kemampuan
memperoleh bibit 5. Kemampuan
keuangan perusahaan Weaknesses W
1. Pengalaman melaksanakan
pembibitan dan penanaman sagu
2. Komunikasi dan koordinasi di lapangan
dengan PT X 3. Teknik pembibitan
4. Tingginya biaya operasional
5. Teknik penanaman 6. Kekuatan tawar
bargaining power terhadap pemberi kerja
7. Tingkat mortalitas yang tinggi di pembibitan dan
penanaman Opportunities O
1. Sarana dan prasarana
pendukung pembibitan dari PT
X
2. Ketersediaan tenaga kerja
3. Ketersediaan areal tanam baru dan
tanam sisip 4. Ketersediaan bibit
sagu in-house dan outsource
5. Kelancaran pembayaran
pembibitan
a. Strategi SO
1 Meningkatkan jumlah produksi
dan menekan
tingkat mortalitas bibit S: 1,
2, 3, 4, 5; O: 1, 2, 3, 4, 5
2 Mengusahakan perbanyakan
bibit sagu secara generatif
S: 1, 2, 3, 5; O: 1, 3, 5
b. Strategi WO
1 Meningkatkan koordinasi
dan kerjasama diantara tim
lapangan PT X dan PT Y untuk
meningkatkan produktivitas bibit W: 2,
6; O: 1, 2, 3, 4 2 Melakukan
kerjasama riset untuk mendukung
perbaikan kegiatan
pembibitan dan
penanaman sagu W:1, 3, 5; O:1, 2, 5
Lanjutan Tabel 16.
Faktor Internal
Faktor Eksternal Strength S
1. Sumber daya manusia pendukung
2. Organisasi dan manajemen
perusahaan 3. Visi dan misi
kerjasama pembibitan 4. Kemampuan
memperoleh bibit 5. Kemampuan
keuangan perusahaan Weaknesses W
1. Pengalaman melaksanakan
pembibitan dan penanaman sagu
2. Komunikasi dan koordinasi di lapangan
dengan PT X 3. Teknik pembibitan
4. Tingginya biaya operasional
5. Teknik penanaman 6. Kekuatan tawar
bargaining power terhadap pemberi kerja
7. Tingkat mortalitas yang tinggi di pembibitan dan
penanaman Threats T
1. Kontraktor lain penyedia bibit
2. Musim kemarau 3. Kenaikan harga
perolehan bibit dari toke setempat
4. Harga pembelian bibit tertanam
hidup setelah 3 bulan dari PT X
5. Stabilitas dan kecukupan tinggi
muka air di kebun
c. Strategi ST
1 Melakukan penanaman
pada musim
penghujan untuk
menekan tingkat mortalitas S:
1; T: 2, 5 2 Melakukan negosiasi
harga beli
bibit tertanam hidup S: 2,
3, 4; T: 3, 4
d. Strategi WT
1 Melakukan perbaikan
dalam teknik pembibitan dan
penanaman sagu
W:3, 5, 7; T: 2, 5 2 Melakukan
efisiensi untuk menekan biaya
produksi W:1, 4; T: 1, 3, 4
Berdasarkan Tabel 16 di atas, alternatif-alternatif strategi yang dihasilkan berdasarkan masing-masing tipe strategi adalah sebagai berikut:
a. Strategi SO Strength-Opprtunity Alternatif strategi yang dihasilkan adalah dengan menggunakan
kekuatan untuk memanfaatkan peluang.
Rumusan alternatif strategi: 1 1 Meningkatkan jumlah produksi dan menekan tingkat
mortalitas bibit. Jumlah produksi bibit perlu ditingkatkan, karena masih terdapat
peluang penanaman yang besar pada kebun PT X, baik tanam di lahan baru maupun tanam sisip di lahan-lahan yang telah tertanam.
Peningkatan jumlah produksi harus disertai dengan menekan tingkat mortalitas bibit, baik di pembibitan maupun penanaman.
Dengan demikian, produktivitas pembibitan secara keseluruhan dapat ditingkatkan.
2 Mengusahakan perbanyakan bibit sagu secara generatif. Perbanyakan bibit sagu dimungkinkan untuk dilakukan secara
generatif, dengan memanfaatkan bibit sagu bermutu baik. Karena keterbatasan biji bermutu, sehingga perbanyakan tanaman sagu
sampai dengan saat ini dilakukan secara vegetatif dengan memanfaatkan anakan sucker. Upaya terobosan ini perlu
dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah produksi bibit yang baik yang dapat dihasilkan.
b. Strategi WO Weakness-Opprtunity Alternatif strategi yang dihasilkan adalah dengan meminimalkan
kelemahan untuk memanfaatkan peluang. Rumusan alternatif strategi:
1 Meningkatkan koordinasi dan kerjasama diantara tim lapangan PT X dan PT Y untuk meningkatkan produktivitas bibit.
Koordinasi dan kerjasama di lapangan dinilai perlu ditingkatkan guna memperbaiki produktivitas bibit. Koordinasi dan kerjasama
yang perlu ditingkatkan utamanya dalam hal kegiatan penanaman dan sensus setelah tanam. Kegiatan sensus tanaman di blok-blok
yang telah tertanam sering terlambat dari waktu yang telah disepakati, yaitu 3 bulan setelah tanam. Sehingga serah terima bibit
pun mundur dari waktu yang seharusnya. Bagi PT Y, hal ini tidak menguntungkan, karena berpotensi menanggung risiko mortalitas
bibit setelah tanam yang lebih tinggi akibat keterlambatan sensus tanaman.
2 Melakukan kerjasama riset untuk mendukung perbaikan kegiatan pembibitan dan penanaman sagu.
Kerjasama riset memungkinkan untuk dilaksanakan antara PT X dan PT Y, dimana PT Y memiliki sumberdaya manusia pendukung
dan PT X memiliki dukungan sarana dan prasarana serta pendanaan yang baik. PT X dan PT Y dinilai memiliki kepentingan yang sama
dengan kerjasama riset, karena hasil dari riset dapat bermanfaat bagi kedua belah pihak.
c. Strategi ST Strength-Threat Alternatif strategi yang dihasilkan adalah dengan menggunakan
kekuatan untuk mengatasi ancaman. Rumusan alternatif strategi:
1 Melakukan penanaman pada musim penghujan untuk menekan tingkat mortalitas.
Pada musim penghujan, tinggi muka air cenderung meningkat. Dengan demikian, bibit yang ditanam pada musim penghujan
memiliki kemungkinan hidup lebih besar, karena tidak terhindar dari ancaman kekurangan air. Tinggi optimum air di kanal untuk
pertumbuhan dan perkembangan sagu yang baik adalah sekitar 30- 50 cm Bintoro, 2010.
2 Melakukan negosiasi harga beli bibit tertanam hidup Berdasarkan hasil analisis finansial, dengan harga bibit yang
ditetapkan saat ini, kegiatan pembibitan menunjukkan hasil analisa yang tidak layak, dengan asumsi tingkat mortalitas dan biaya-biaya
yang berlaku sesuai dengan keadaan sekarang. Dengan demikian, strategi negosiasi harga beli bibit tertanam hidup dapat
diimplementasikan untuk mendapatkan harga yang sesuai. d. Strategi WT Weakness-Threat
Alternatif strategi yang dihasilkan adalah dengan meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman.
Rumusan alternatif strategi: 1 Melakukan perbaikan dalam teknik pembibitan dan penanaman
sagu. Perbaikan teknik pembibitan dan penanaman sagu bertujuan
menurunkan tingkat mortalitas bibit sagu, baik di pembibitan maupun setelah tanam. Perbaikan teknik pembibitan yang dapat
dilakukan adalah memberikan naungan. Pada percobaan yang pernah dilakukan, pemberian naungan di pembibitan memiliki
dampak positif terhadap tingkat bibit hidup. Perbaikan teknik penanaman yang dapat dilakukan adalah dengan memperlebar
lubang tanam untuk meningkatkan kemampuan hidup bibit yang baru ditanam.
2 Melakukan efisiensi untuk menekan biaya produksi. Biaya produksi di luar biaya langsung adalah sebesar 35,24
persen. Biaya produksi ini dinilai terlalu besar dan masih memungkinkan untuk ditekan, dengan mengurangi komponen
biaya yang
cukup tinggi
seperti gaji
manajer, transportasiperjalanan dinas kantor.
F. Perumusan Strategi Melalui Teknik AHP