Persiapan Lubang Tanam Penanaman

terlebih dahulu dipangkas daun tuanya dengan ketinggian 30-40 cm dari banir. Tujuannya agar evaporasi dapat ditekan dan untuk mencapai pemunculan tunas. Abut terlebih dahulu direndam dalam larutan fungisida dengan konsentrasi 2 gl selama 1-2 menit sebelum dimasukkan ke dalam rakit, kemudian abut yang telah direndam dikeringanginkan. Perendaman tersebut bertujuan mematikan hama dan penyakit yang mungkin terbawa berama abut. Dengan demikian, abut yang akan ditanam di lapangan sudah terbebas dari hama dan penyakit. Persemaian dilakukan di dalam rakit. Rakit yang digunakan berbentuk persegi panjang yang dibagi menjadi tiga bagian. Ukuran rakit yang digunakan memiliki lebar 1 m dan panjang 2,5 m. rakit tersebut disangga pada pinggir kanal agar selama persemaian tidak tenggelam. Setelah diperoleh anakan sagu yang memenuhi kriteria anakan sagu yang baik, maka kegiatan selanjutnya adalah menyusun abut tersebut ke atas rakit. Rakit yang terdiri atas tiga bagian dapat diisi dengan jumlah abut kurang lebih sebanyak 80 bibit. Bibit-bibit tersebut disusun dengan memanfaatkan ruang rakit secara optimal, sehingga dapat menampung jumlah abut maksimal. Bagian banir harus terendam air agar abut tidak mengalami kekeringan dan posisi abut tegak. Bibit sagu disemai di dalam rakit selama tiga bulan. Setelah tiga bulan persemaian, bibit memiliki rata-rata jumlah daun 2-3 helai dan perakaran yang baik, sehingga bibit sudah dapat ditanam ke lapangan. Bibit tanaman sagu siap ditanam untuk pembukaan lahan baru maupun penyulaman Bintoro et al., 2008.

C. Penanaman

1. Persiapan Lubang Tanam

Lubang tanam disiapkan untuk penanaman bibit tanaman sagu yang telah dipersiapkan sebelumnya. Ukuran lubang tanam yang dibuat adalah 30 cm x 30 cm x 30 cm atau menyesuaikan dengan ukuran bibit. Bagian bawah bibit yang akan ditanam diusahakan menyentuh permukaan air agar terhindar dari kekeringan. Apabila permukaan air tanah sangat dalam, lubang digali sampai kedalaman 60 cm. setelah lubang tanam selesai dibuat maka bibit dapat segera ditanam. Bibit yang akan ditanam harus diseleksi terlebih dahulu dan harus memenuhi kriteria bibit yang baik. Sebelum dilakukan penanaman, lubang tanam dibersihkan dari kotoran atau daun-daun untuk mengurangi risiko terjangkitnya penyakit Bintoro et al., 2008.

2. Penanaman

Kegiatan penanaman bibit tanaman sagu dilakukan setelah bibit disemai selama tiga bulan dan telah memiliki 2-3 helai daun baru serta memiliki perakaran yang baik. Penanaman saat musim hujan persentase hidupnya lebih tinggi daripada penanaman pada musim kemarau. Hal tersebut disebabkan bibit tanaman sagu yang ditanam pada musim kemarau mengalami transpirasi dengan cepat, sehingga mengalami kekeringan. Kondisi tanah yang lembab dan suhu udara yang terlalu tinggi menentukan persentase hidup bibit sagu. Pengangkutan bibit sagu akan lebih mudah apabila persemaian dilakukan dekat dengan petak tanam. Persemaian di rakit mempermudah pengangkutan karena rakit yang berisi bibit dapat langsung ditarik dan ditranslokasikan pada pancang yang akan ditanami atau dilakukan penyulaman. Proses pengangkutan abut dari rakit persemaian ke lapangan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak tunas dan daun yang baru tumbuh. Pemotongan daun dan pucuk muda dilakukan untuk menghindari kerusakan karena pengangkutan. Pada saat penanaman, bagian akar bibit harus tertutup tanah dengan baik untuk menghindari serangan penyakit dan bibit tidak mudah rebah. Cara penanaman dilakukan dengan membenamkan banir ke dalam lubang tanaman. Bagian pangkal banir ditutup dengan tanah remah bercampur gambut. Tanah penutup ditekan dan diatur sehingga banir tidak sampai bergerak. Tanah lapisan atas dimasukkan sampai separuh lubang tanam. Akar-akar dibenamkan pada tanah penutup lubang dan pangkalnya agak ditekan sedikit ke dalam tanah. Pada bibit kemudian diberi dua batang kayu yang diletakkan secara bersilangan pada bibit. Pemasangan kayu tersebut dimaksudkan agar bibit lurus dan tegak, sehingga pada saat tanaman telah dewasa, tanaman menjadi kokoh dan tidak mudah tumbang Bintoro et al., 2008.

D. Analisis Kelayakan