5. Analytical Hierarchy Process
Metode Analytical Hierarchy Process AHP digunakan untuk memilih alternatif-alternatif strategi yang dirumuskan melalui analisis SWOT pada tahap
sebelumnya. Alternatif-alternatif strategi akan dapat dipilih berdasarkan skala prioritas bobot yang dihasilkan dari analisis AHP.
Analytical Hierarchy Process AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Metode ini adalah sebuah
kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan
keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut ke dalam bagian-bagiannya, menata bagian dan variabel ini dalam suatu susunan hierarki, memberi nilai
numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel mana yang
memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang
kompleks dengan menstruktur suatu hierarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau
prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan; lalu mensintesis berbagai
pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah
dibuat Saaty, 1993. Menurut Saaty, 1993, ada tiga prinsip dalam memecahkan persoalan
dengan AHP, yaitu a prinsip menyusun hierarki Decomposition, b. Prinsip menentukan prioritas Comparative Judgement. dan c. Prinsip konsistensi logis
Logical Consistency. Hierarki yang dimaksud adalah hierarki dari permasalahan
yang akan dipecahkan untuk mempertimbangkan kriteria-kriteria atau komponen- komponen yang mendukung pencapaian tujuan. Dalam proses menentukan tujuan
dan hierarki tujuan, perlu diperhatikan apakah kumpulan tujuan beserta kriteria- kriteria yang bersangkutan tepat untuk persoalan yang dihadapi. Setelah persoalan
di definisikan maka perlu dilakukan decomposition, yaitu memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat,
pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sehingga didapatkan beberapa tujuan tingkatan dari persoalan tadi. Karena alasan ini maka proses
analisis ini dinamai hierarki Hierarchy. AHP dapat digunakan dalam berbagai masalah diantaranya untuk mengalokasikan sumberdaya, analisis keputusan
manfaat atau biaya, menentukan peringkat beberapa alternatif, melaksanakan perencanaan ke masa depan yang diproyeksikan dan menetapkan prioritas
pengembangan suatu unit usaha dan permasalahan kompleks lainnya. Mayhoneys. 2008 mengemukakan bahwa secara umum, langkah-langkah
dasar dari AHP dapat diringkas sebagai berikut ini: 1 Mendefinisikan masalah dan menetapkan tujuan. Bila AHP
digunakan untuk memilih alternatif atau penyusunan prioritas alternatif, maka pada tahap ini dilakukan pengembangan alternatif.
2 Menyusun masalah dalam struktur hierarki. Setiap permasalahan yang kompleks dapat ditinjau dari sisi yang detail dan terstruktur.
3 Menyusun masalah prioritas untuk tiap elemen masalah pada tingkat hierarki. Proses ini menghasilkan bobot elemen terhadap pencapaian
tujuan, sehingga elemen dengan bobot tertinggi memiliki prioritas penanganan. Langkah pertama pada tahap ini adalah menyusun
perbandingan berpasangan yang ditransformasikan dalam bentuk matriks, sehingga matriks ini disebut matriks perbandingan
berpasangan. 4 Melakukan pengujian konsistensi terhadap perbandingan antar
elemen yang didapatkan pada tiap tingkat hierarki. Konsistensi perbandingan ditinjau dari per matriks perbandingan dan keseluruhan
hierarki untuk memastikan bahwa urutan prioritas yang dihasilkan didapatkan dari suatu rangkaian perbandingan yang masih berada
dalam batas-batas preferensi yang logis. 5 Melakukan pengujian konsistensi hierarki. Pengujian ini bertujuan
untuk menguji kekonsistenan perbandingan antara kriteria yang dilakukan untuk seluruh hierarki.
Rancangan hirarki AHP yang disusun untuk memilih strategi pengembangan usaha pembibitan sagu disajikan dalam Gambar 5.
Gambar 5. Hirarki penentuan strategi pengembangan usaha pembibitan sagu
Permadi 1992 mengemukakan bahwa proses hirarki secara praktis dapat dijelaskan sebagai berikut :
1 Mengidentifikasikan tujuan keseluruhan hierarki atau yang lazim disebut ’goal’. Yang disebutkan di sini adalah masalah yang akan
dicari pemecahan lewat model AHP.
Fokus
Faktor Lingkungan
Interal Eksternal
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PEMBIBITAN SAGU
Faktor lingkungan
internal 1 Faktor
lingkungan internal 2
Faktor lingkungan
internal 3 Faktor
lingkungan eksternal 1
Faktor lingkungan
eksternal 2 Faktor
lingkungan eksternal 3
Faktor lingkungan
eksternal 4 Faktor
lingkungan internal 4
Alternatif Strategi
Aktor
Tujuan
Pimpinan PT X
Manajer Pembibitan
PT X Asisten
Pembibitan dan Penanaman PT X
Mitra Kerja PT X PT Y
Alternatif Strategi 1
Alternatif Strategi 3
Alternatif Strategi 4
Alternatif Strategi 2
Tujuan 1 Tujuan 3
Tujuan 4 Tujuan 2
2 Tentukan kriteria-kriteria yang diperlukan atau kira-kira sesuai dengan tujuan keseluruhan tersebut. Kriteria ini biasanya terdiri
dari syarat-syarat atau keadaan yang kiranya dapat menunjang tercapainya sebuah ’goal’ dan biasanya masih bersifat umum
general. Sejalan dengan hal tersebut, maka perlu dipertimbangkan kemungkinan penambahan sub-sub kriteria di
bawah setiap kriteria. Sub kriteria merupakan penjabaran lebih detail dari kriteria yang masih bersifat umum tersebut dan hal ini
biasanya diperlukan bagi para pengambil keputusan yang menyukai hal-hal yang lebih detail.
3 Identifikasikan alternatif-alternatif yang akan dievaluasi di bawah sub-sub kriteria
Perbandingan antar elemen satu dengan yang lain digunakan untuk memperoleh gambaran pengaruh relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap
masing-masing tujuan elemen yang lain setingkat di atasnya. Perbandingan didasarkan pada penilaian judgement dari para pengambil keputusan dengan
memberikan penilaian tingkat kepentingan satu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya. Perbandingan sesuai tingkat kepentingan secara berpasangan
dilakukan dengan kuantifikasi atas data kualitatif pada materi wawancara atau melalui kuesioner dengan nilai komparasi pembobotan antara nilai 1 sampai 9.
Skala 1 sampai dengan 9 merupakan skala yang terbaik dalam menguantifikasikan pendapat penilaian, yaitu berdasarkan akurasinya yang ditunjukkan dengan nilai
RMS Root Mean Square Deviation dan MAD Median Absolute Deviation, selengkapnya sebagaimana Tabel 9 Saaty, 1993.
Tahapan selanjutnya dalam AHP adalah menentukan perbandingan berpasangan yang dilakukan dengan melakukan perbandingan antar elemen dari
hasil penilaian judgment seluruhnya sebanyak n x [n-12], dimana n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan secara berpasangan.
Tabel 9. Skala Banding Secara Berpasangan Dalam AHP Tingkat
Kepentingan Keterangan
Penjelasan
1 Kedua
elemen sama
pentingnya Dua
elemen mempunyai
pengaruh yang sama terhadap tujuan
3 Elemen yang satu sedikit
lebih penting daripada elemen yang lainnya.
Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen
dibanding dengan
elemen lainnya.
5 Elemen
yang satu
lebih penting daripada elemen yang
lain. Pengalaman dan penilaian sangat
kuat mendukung satu elemen dibanding elemen lainnya.
7 Elemen yang satu jelas lebih
penting daripada elemen yang lain.
Satu elemen
dengan kuat
didukung dan dominan terlihat dalam praktek.
9 Elemen yang satu mutlak
lebih penting daripada elemen yang lain.
Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap yang lain
memiliki tingkat
penegasan tertinggi
yang mungkin
menguatkan. 2,4,6,8
Kebalikan Nilai-nilai antara dua nilai
pertimbangan yang
berdekatan Jika untuk aktivitas ke-i
mendapat satu angka bila dibandingkan
dengan aktivitas ke-j, maka j
mempunyai nilai
kebalikannya bila
dibandingkan dengan i. Bila vektor pembobotan elemen-elemen operasi A1, A2, dan A3
dinyatakan sebagai vektor W, dengan W = w1, w2, w3, maka nilai intensitas kepentingan elemen operasi A1 dibandingkan dengan A2 dapat dinyatakan
sebagai perbandingan bobot elemen A1 terhadap A2, yakni;
12 2
1 A
W W
Nilai wiwj dengan i, j = 1, 2, 3, …, n didapat dari responden, yaitu pada stakeholders yang berkompeten dalam strategi pengembangan komoditas. Bila
matriks ini dikalikan dengan vektor kolom W w1, w2, w3, …, wn maka diperoleh hubungan AW = nW.
Bila matriks A diketahui dan ingin diperoleh nilai W, maka dapat diselesaikan melalui persamaan berikut:
[ A-nI ] W = 0, dimana I = matriks identitas. Untuk menghitung akar ciri, vektor ciri dan menguji konsistensinya, jika
tidak konsisten maka pengambilan data diulangi atau dikoreksi, yaitu: a Menghitung akar ciri.
Untuk mendapatkan akar ciri n maka harus ada kondisi [A – n I ] = 0 dan
n3. b Menghitung vektor ciri
Nilai vektor ciri merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini bertujuan untuk mensintesiskan penilaian judgement dalam penentuan prioritas. Untuk
menghitung vektor ciri, maka akar ciri n maksimum hasil perhitungannya di atas disubstitusikan dengan persamaan:
[A – n I ] = 0
dengan menggunakan normalisasi w1 + w2 + w3 = 1, sehingga bila didapatkan maksimum = 2, maka perkaliannya menjadi sebagai berikut:
[ A – n I ] W = 0
dimana pada akhir perhitungan akan diperoleh vektor ciri w1, w2, dan w3. Vektor ini memberikan informasi berupa pilihan skenario yang paling optimal.
c Perhitungan Indeks Konsistensi Concictency IndexCI Indeks konsistensi menyatakan penyimpangan konsistensi dan menyatakan
ukuran tentang konsisten tidaknya suatu penilaian atau pembobotan perbandingan berpasangan, dihitung dengan menggunakan rumus:
CI = λ max – n
n-1 dimana λ max = akar ciri maksimum dan n = ukuran matriks.
Nilai pengukuran konsistensi diperlukan untuk mengetahui tingkat konsistensi jawaban dari responden yang akan berpengaruh terhadap validitas atau
keabsahan hasil. Perhitungan Concistency Ratio CR dengan persamaan :
CR = CI RI
dimana nilai RI diperoleh dari Tabel 10 berikut.
Tabel 10.Nilai Random Indeks Ukuran Matriks
Indeks Random
1 dan 2 0,00
3 0,58
4 0,90
5 1,12
6 1,24
7 1,32
8 1,41
Sumber: Saaty, 1993
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum PT X
1. Sejarah Kebun
Perkebunan sagu di Riau dahulu merupakan salah satu bagian dari kelompok usaha Siak Raya Group dengan nama PT National Timber and Forest
Product yang didirikan pada tanggal 4 September 1970. PT National Timber and Forest Product merupakan salah satu pemegang Hak Pengusahaan Hutan HPH
berdasarkan surat keputusan Menteri Pertanian nomor 135KPTS UM3 1974 tanggal 14 Maret 1974 di Propinsi Riau dengan luas areal konsesi 100.000 ha
yang telah beroperasi selama lebih dari 21 tahun. PT National Timber and Forest Product telah diberikan persetujuan prinsip
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu IUPHHBK pada Hutan Tanaman Industri HTI dalam hutan tanaman sagu atas areal hutan produksi
seluas ± 19.900 ha di Provinsi Riau. Setelah berakhirnya masa konsesi HPH 20 tahun, selanjutnya pada tahun 1995 PT National Timber and Forest Product
mengajukan Izin Penebangan Kayu IPK.Izin Penebangan kayu tersebut disetujui dengan syarat apabila setelah penebangan dilakukan, perusahaan harus menanami
kembali areal tersebut dengan Hutan Tanaman Industri yaitu sagu Metroxylon spp. dengan mengajukan Rencana Kerja Tahunan RKT pada setiap tahunnya.
Melalui surat keputusan Menteri Kehutanan nomor SK.353MEN-HUT- II2008 diberikan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu pada Hutan
Tanaman Industri IUPHHBK-HTI dalam hutan tanaman sagu kepada PT National Timber and Forest Product atas areal hutan produksi seluas 21.620 ha di
Propinsi Riau. Surat Keputusan tersebut dikeluarkan untuk merevisi SK Menteri Kehutanan nomor 1083MenhutIV1995 tanggal 24 Juli 1995 karena penambahan
luas areal hutan produksi. Pada tahun 2009 dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan no
SK.380MENHUT-II2009 tanggal 25 Juni 2009 tentang perubahan atas keputusan Menteri Kehutanan nomor SK.353MENHUT-II2008 tanggal 24
September 2008 tentang pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada hutan tanaman industri dalam hutan tanaman sagu kepada PT