Menurut Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan PKMK UGM 2012, manual rujukan sebaiknya dikembangkan oleh kelompok kerja atau tim
rujukan di sebuah kabupatenkota. Tujuan manual adalah untuk menjalankan sistem rujukan pelayanan ibu dan anak dikaitkan dengan sumber pembiayaannya.
Berdasarkan hal di atas menurut peneliti, pembuatan SOP berdasarkan resiko yang terjadi pada kasus kegawatdaruratan ibu dan anak sangat memberi
manfaat yang efektif dan memudahkan petugas dalam menangani kasus yang dihadapinya difasilitas kesehatan pada setiap level rujukan jadi tidak bekerja
sesuai pengalaman dan keyakinan mereka dalam menatalaksanakan rujukan pasien komplikasi.
5.2.3.1 Tindakan pra rujukan
Berdasarkah hasil wawancara dengan semua informan di Puskesmas Hamparan Perak dan Puskesmas Bandar Khalipah didapat bahwa sebelum
melaksanakan rujukan kedua puskesmas terlebih dahulu melakukan tindakan stabilisasi pasien dengan memberikan obat-obatan dan pemasangan infus sesuai
kasus. Apabila setelah dilakukan stabilisasi pasien tidak dapat ditangani maka pasien akan di rujuk ke Rumah Sakit.
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Rukmini 2006 bahwa setiap kasus emergensi yang datang di setiap puskesmas mampu PONED harus langsung
ditangani, setelah itu baru melakukan pengurusan administrasi pendaftaran, pembayaran, alur pasien. Jika tidak dapat ditangani maka akan dirujuk ke rumah
sakit PONEK.
Menurut Depkes 2007, Setelah dilakukan stabilisasi kondisi pasien pemberian obat-obatan, pemasangan infus dan pemberian oksigen, kemudian
ditentukan apakah pasien akan dikelola di tingkat Puskemas PONED atau dirujuk ke rumah sakit PONEK Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Komprehensif,
untuk mendapatkan pelayanan yang lebih sesuai dengan kegawatdaruratannya
dalam upaya penyelamatan jiwa ibu dan anak. 5.2.3.2
Komuniukasi Sebelum Pelaksannaan Rujukan
Berdasarkan hasil wawancara diketahui gambaran komunikasi yang dibangun oleh petugas dalam memutuskan untuk dirujuk, dari kedua puskesmas
yang diteliti, didapat bahwa Puskesmas Bandar Khalifah terlebih dahulu melaksanakan proses konseling mengenai keadaan ibu dan anak dalam bahaya
dengan keluarga pasien sebelum diberikan informed consent, jadi dalam memutuskan petugas melibatkan keluarga pasien, sedangkan di Puskesmas
Hamparan Perak juga melakukan komunikasi untuk meminta persetujuan keluarga dan pasien yang akan di rujuk, tetapi tidak membuat informed consent dan
langsung membuat surat pengantar pasien dari puskesmas ke rumah sakit karena belum memiliki format informed consent. Informed consent merupakan dokumen
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh pasien atau wali pasien yang merupakan prosedur wajib dalam pelaksanaan rujukan karena merupakan bukti
persetujuan pasien yang dirujuk. Menurut Depkes 2007, Memberikan informasi kepada penderita dan
keluarga, kaji ulang rencana rujukan bersama ibu dan keluarga. Jika perlu dirujuk, siapkan dan sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan, perawatan dan hasil
penilaian termasuk partograf yang telah dilakukan untuk dibawa ke fasilitas rujukan. Jika ibu tidak siap dengan rujukan, lakukan konseling terhadap ibu dan
keluarganya tentang rencana tersebut dan membantu membuat rencana rujukan pada saat awal persalinan.
Komunikasi dengan tempat rujukan berdasarkan hasil wawancara juga dilakukan oleh Puskesmas Hamparan Perak dan Puskesmas Bandar Khalipah ke
rumah sakit tempat rujukan. Sehingga rumah sakit dapat mempersiapkan penanganan yang diperlukan pasien, dan apabila diperlukan rumah sakit bisa
mengirimkan ambulan untuk membawa pasien. Seperti disampaikan oleh Murray et, al 2001, rujukan yang efektif
memerlukan komunikasi antar fasilitas. Tujuan dari komunikasi itu adalah agar pihak fasilitas terujuk mengetahui keadaan pasien dan dapat menyiapkan secara
dini penanganan yang diperlukan pasien segera setelah pasien sampai di rumah sakit.
5.3 Mekanisme Pembiayaan dalam Penanganan Pasien Rujukan