Ikan Karang Pulau Semak Daun

32 yang paling umum di ekosistem terumbu karang adalah karnivora, yang berkisar 50-70 dari seluruh spesies ikan terumbu. Ikan herbivora dan koralivora merupakan kelompok ikan terumbu besar kedua yaitu sebesar 15 dari spesies ikan terumbu dengan ikan yang paling dominan adalah Scaridae dan Acanthuridae. Ikan terumbu yang tergolong sebagai omnivora, zooplankton memiliki persentase sisa dari tipe pemangsa karnivora, herbivora dan koralivora, yaitu ikan famili Pomacentridae, Chaetodontidae, Pomacanthidae, Monacanthidae Nybakken 1999. Ikan terumbu yang tergolong herbivora adalah ikan-ikan yang aktif di siang hari dengan postur mulut yang kecil dan berwarna cemerlang dan beberapa jenis pada umumnya membentuk kelopok yang cepat bergerak, sedangkan ikan terumbu yang tergolong karnivora pada umumnya mencari mangsa di malam hari nokturnal. Asosiasi habitat dapat digunakan untuk menjelaskan pola distribusi ikan karang, banyak spesies mempunyai distribusi geografis yang luas. Kelompok ikan yang selalu berasosiasi dengan karang akan mencapai kelimpahan yang tinggi dalam habitat yang mempunyai kisaran geografis besar. Asosiasi ini kemungkinan dapat dijadikan sebagai penjelasan tentang biogeografi Choat dan Bellwood, 1991. Menurut White 1987, dasar perairan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan pola distribusi dan kelimpahan ikan karang. Beberapa famili ikan karang yang umum dijumpai di daerah terumbu karang yang dikelompokkan berdasarkan peranannya adalah sebagai berikut Kuiter, R. H. 1992 ; 1. Ikan target: Ikan yang merupakan target untuk penangkapan atau lebih dikenal juga dengan ikan ekonomis penting atau ikan konsumsi seperti; Seranidae, Lutjanidae, Kyphosidae, Lethrinidae, Acanthuridae, Mulidae, Siganidae Labridae Chelinus, Himigymnus, choerodon dan Haemulidae. Salah satu contoh ikan target adalah Ikan kerapu dari famili Seranidae dalam dunia internasional dikenal dengan nama groupertrout. Ikan jenis ini merupakan ikan konsumsi yang dipasarkan dalam keadaan hidup. 2. Ikan indikator: Sebagai ikan penentu untuk terumbu karang karena ikan ini erat hubunganya dengan kesuburan terumbu karang yaitu ikan dari Famili Chaetodontidae kepe-kepe. 3. Ikan mayor Mayor Family: Ikan ini umumnya dalam jumlah banyak dan banyak dijadikan ikan hias air laut seperti: Pomacentridae, Caesionidae, Scaridae, Pomacanthidae, Labridae, Apogonidae. Contoh: ikan badut Clown fish dari famili Pomacanthidae. Terdapat 88 jenis spesies ikan karang terdiri dari 21 Family ikan karang pada pengamatan yang dilakukan di 4 stasiun stasiun 1, 2, 3 dan 4 di kawasan perairan Pulau Semak Daun. Berdasarkan kelompok fungsionalnya, ikan terumbu karang dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : Kelompok ikan target, kelompok ikan mayor dan kelompok ikan indikator. Adapun jumlah setiap individu kelompok ikan karang per setiap stasiun pengamatan di Pulau Semak Daun dapat dilihat pada Tabel 3.6. 33 Tabel 3.6. Jumlah individu kelompok ikan karang di setiap stasiun pengamatan Lokasi Indikator ind500m 2 Target ind500m 2 Mayor ind500m 2 Jumlah Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 16 12 18 12 54 96 19 50 215 671 373 440 285 779 410 502 Jumlah 58 219 1699 1976 Individuha 290 1095 8495 9880 Perbandingan 1 4 29 Berdasarkan pengamatan, kelimpahan ikan kisaran 285-779 ind500m² atau sebesar 9.880 individu per hektarnya. Ikan karang dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan fungsi dan peranannya yaitu ikan indikator, ikan target dan ikan mayor dengan perbandingannya adalah 1:4:29. Kelimpahan beberapa jenis ikan ekonomis penting yang diperoleh pada saat penelitian yaitu ikan kakap Lutjanidae, ikan kerapu Serranidae, ikan baronang Siganidae, sedangkan ikan kakaktuaParrotfish Scaridae, dan ikan ekor kuning Caesionidae. Kondisi tersebut jika dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu, yaitu Siregar et al, 2010 menunjukkan terjadinya penurunan kelimpahan ikan karang pada kelompok ikan indikator dan target namun mengalami peningkatan kelimpahan pada kelompok ikan mayor. Tabel 3.7. Tabel 3.7 Perbandingan Kelimpahan ikan karang di Pulau Semak Daun pada saat penelitian dengan Tahun sebelumnya Sumber Informasi Tahun Indikator ind500m 2 Target ind500m 2 Mayor ind500m 2 Siregar et al 2010 72 678 1344 Hasil Penelitian 2013 58 219 1699 Sumber : Olahan data primer 2013 Penurunan kondisi terumbu karang diduga disebabkan oleh kombinasi antara pencemaran minyak yang terjadi pada tahun 2003-2004, eksploitasi berlebih terhadap terumbu karang dan penggunaan sianida TERANGI, 2008. Tim TERANGI, WWF Indonesia dan Elang ekowisata menemukan penyakit pada sebagain besar karang dengan genus Acropora tabulate dan branching, Pocillopora, Galaxea dan Porites Estradivari, 2006. Kondisi lingkungan perairan dan ekosistem terumbu karang akan mempengaruhi pertumbuhan ikan dimana terumbu karang merupakan habitat perkembang biakan. Lingkungan perairan yang tercemar akan menurunkan jumlah ikan baik secara kualitas maupun kuantitas. Penurunan stok ikan terjadi akibat tangkap lebih overfishing, degradasi sumberdaya alam terutama ekosistem terumbu karang akibat dari pencemaran, penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan bahan kimia, pengambilan karang yang berlebihan dan lain-lain. 34

3.4 Pemanfaatan Potensi Sumberdaya Terumbu Karang

3.4.1 Perikanan Budidaya di Pulau Semak Daun

Perairan dangkal pulau Semak Daun di Kepulauan Seribu memiliki luas 315.19 ha. Kawasan perairan dangkal tersebut terdiri atas lima goba seluas 33.3 ha dan reeflat seluas 281.89 ha. Kedalaman goba antara 3-15 m pada saat pasang. Kawasan perairan potensial seluas 2 ha dapat digunakan untuk sistem sekat enclosure, 9.99 ha untuk keramba jaring apungKJA cage culture, 40.7 ha untuk sistem kandang pen culture, dan 262.31 untuk long line. Sementara, kawasan potensial untuk sistem sea ranching meliputi semua kawasan, selain kawasan untuk sistem sekat dan sistem kandang Kurnia, 2012. Kawasan peairan dangkal yang potensial untuk budidaya perikanan menunjukkan daerah tersebut memiliki ekosistem terumbu karang yang baik sehingga Pulau Semak Daun dapat juga dikembangkan kegiatan wisata bahari. Bagian karang dalam yang lain dari P. Semak Daun adalah reef flat dan mud flat yang merupakan bagian paling dominan. Sebelum tahun 2000 kawasan ini merupakan tempat budidaya rumput laut dengan menggunakan sistem longline. Kedalaman kawasan ini antara 0,5 – 3,0 m pada saat pasang. Sementara, pada saat surut beberapa reef flat tidak berair. Substrat reef flat berupa pasir berkarang, baik karang hidup maupun karang mati bercampur dengan pecahan karang dan cangkang moluska yang sudah kosong. Bagian reef flat yang tidak berarus pada bagian dasarnya bersubstrat pasir yang mengandung lumpur sehingga disebut mud flat. Sejak tahun 2004 di perairan Semak Daun, Kepulauan Seribu, mulai digalakkan sea farming. Sea farming adalah sistem pemanfaatan ekosistem perairan laut berbasis marikultur dengan tujuan untuk meningkatkan stok sumberdaya ikan fish resources enhancement bagi keberlanjutan perikanan tangkap dan aktivitas berbasis kelautan lainnya seperti ekowisata bahari. Berdasarkan kajian penelitian sebelumnya Kurnia 2012, menyatakan di perairan Semak Daun kini berjalan kegiatan sea farming. Pada periode 2007-2009 dari total 75 anggota kelompok sea farming P. Panggang, 24 orang mendapatkan dana bergulir SPKKAKS 2008. Namun, pada tahun 2010 anggota yang aktif ada 43 orang. Ikan yang dibudidayakan adalah ikan kerapu bebek dan ikan kerapu macan. Jumlah KJA adalah 207. Ukuran KJA rata-rata 3x3 m 2 . Kepadatan umumnya 200 ekor per keramba. Sementara, pakan yang dihabiskan sehari mencapai 3 kg pelet Kurnia, 2012. Berdasarkan data Suku Dinas Kelautan dan Pertanian Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta tahun 2013, pada tahun 2012 penambahan KJA sebanyak 8 unit dimana satu unit terdiri dari 6 KJA sehingga berjumlah 48 KJA. Jika ditotal keseluruhan maka jumlah KJA yang telah ada di Pulau Semak Daun adalah 255 KJA, sedangkan berdasarkan kajian peneliti sebelumnya daya dukung kawasan Pulau Semak Daun untuk budidaya perikanan keramba jaring apungKJA seluas 9,99 ha dengan jumlah 404 KJA. Dengan demikian baru 63 saja dari luas kawasan yang dapat dimanfaatan untuk 35 KJA, atau hanya sekitar 2 saja pemanfaatan yang baru dilakukan dari seluruh kawasan perairan Pulau Semak Daun yang memiliki potensi untuk kegiatan perikanan budidaya. Artinya pemanfaatan sumberdaya kawasan Pulau Semak Daun untuk budidaya perikanan masih bisa dikembangkan lagi karena hanya sebatas peruntukan keramba jaring apungKJA saja sedangkan budidaya perikanan lainnya belum dimanfaatkan seperti sistem sekat enclosure seluas 2 ha, untuk sistem kandang pen culture seluas 40.7 ha, untuk long line seluas 262.31. dan untuk sistem sea ranching meliputi semua kawasan. Tentunya dalam pengelolaan kawasan untuk budidaya perikanan harus mempertimbangkan keadaan ekologis kawasan, sosial dan ekonomi masyarakat sekitar.

3.4.2 Wisata Bahari Pulau Semak Daun dan Pulau Pramuka

Pemanfaatan sumberdaya terumbu karang berupa keindahan panorama bawah laut salah satunya adalah wisata bahari yaitu dengan kegiatan selamdiving dan snorkeling. Wisatawan yang ingin melakukan aktivitas snorkeling dan diving di perairan Pulau Semak Daun biasanya bermalam di Pulau Pramuka karena di Pulau Semak Daun tidak tersedia fasilitas penginapan, waktu tempuh dari Pulau Pramuka ke Pulau Semak Daun dengan menggunakan perahu motor milik nelayan atau pengelola wisata sekitar 20 menit. Luas daratan Pulau Semak Daun kuranglebih 0,5 ha dengan panjang pantai 59 m 2 dan lebar pantai 18 m 2 . Adapun kegiatan wisata yang dapat dilakukan di daratan Pulau Semak Daun adalah outbond, berkemah, berjalan-jalan mengelilingi pulau, dan bermain di pantai. Berdasarkan data dari Suku Dinas Pariwisata Kepulauan Seribu, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pulau Pramuka pada tahun 2012 adalah 36.218 orang. Wisatawan yang datang ke Pulau Pramuka berdasarkan hasil penelitian menunjukkan sekitar 41 persen dari pengunjung berasal dari Jakarta. Tujuan utama wisatawan adalah menyelam, snorkeling dan menikmati suasana panorama laut. Pengunjung datang bersama rombongan dan keluarga 4-20 orang. Untuk memperoleh data wisatawan peneliti melakukan wawancara terhadap pengunjung. Responden yang dimintai informasinya merupakan sebagian wisatawan yang sedang berekreasi di kawasan wisata Pulau Pramuka, berusia 15 tahun sampai dengan 40 tahun, dapat berkomunikasi dengan baik serta memiliki mata pencaharian. Sampel yang diambil dalam penelitian berjumlah 50 responden, merupakan wisatawan nusantara dengan rata-rata 6 - 7 kali kunjungan dalam satu tahun. Wisata bahari yang terdapat di kawasan Pulau Pramuka menawarkan produk dan jasa. Produk wisata yang ditawarkan terdiri dari semua kebutuhan yang dapat digunakan oleh wisatawan selama melakukan kegiatan wisata. Jasa yang ditawarkan merupakan fasilitas yang diberikan oleh pengelola wisata atau masyarakat terhadap wisatawan ketika mereka memanfaatkan setiap fasilitas tersebut. Perkembangan dari kegiatan wisata tentunya akan menimbulkan dampak terhadap jumlah wisatawan. Kegiatan wisata bahari yang dapat dilakukan di Pulau Pramuka antara lain adalah mengunjungi penangkaran penyu, menikmati sunrise dan sunset di tepi pantai atau dermaga, berperahubanana boat, menanam bibit