Tata Cara Konsolidasi BUMN Persero

Secara khusus apabila dilaksanakan suatu peleburan maka pada dasarnya terbentuklah suatu perseroan baru dan diharapkanperseroan yang baru dibentuk akan menjadi lebih baik dan dapat berpengaruh dalam perekonomian nasional.

E. Tata Cara Konsolidasi BUMN Persero

Pengaturan mengenai peleburan BUMN diatur dalam PP No. 43 Tahun 2005 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara. Dalam Pasal 5 PP No. 43 Tahun 2005, Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Penggabungan yang dilakukan antara Perum dengan Perum lainnya, atau Persero dengan Persero lainnya; 2. Peleburan yang dilakukan antara Perum dengan Perum lainnya, atau Persero dengan Persero lainnya; atau 3. Pengambilalihan yang dilakukan Perum terhadap Persero, Perum terhadap perseroan terbatas, Persero terhadap Persero lainnya, atau Persero terhadap perseroan terbatas. Pelaksanaan peleburan bagi BUMN persero haruslah dilaksanakan dengan BUMN persero juga dan tidak dapat dilaksanakan dengan perum. Dalam hal persero ingin melakukan peleburan dengan perum, salah satu dari BUMN tersebut haruslah beralih menjadi perum atau persero.Dan pelaksanaan peleburan BUMN persero sebagaimana yang diatur dalam Pasal 11 UU BUMN, bahwa t ata cara Penggabungan dan Peleburan Persero dengan Persero dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas. Penggabungan, peleburan dan pengambilalihan dilakukan atas usulan menteri kepada presiden disertai dengan alasan pertimbangan setelah dikaji bersama dengan menteri keuangan. Pertimbangan yang disampaikan oleh menteri kepada presiden, antara lain berisi penjelasan mengenai keberatan kreditor atas rencana penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan BUMN, apabila ada. Pengkajian bersama dengan menteri keuangan dilakukan karena tindakan- tindakan tersebut dapat mengakibatkan perubahan terhadap struktur penyertaan modal negara. Pengkajian terhadap rencana penggabungan, peleburan dan pengambilalihan BUMN juga dapat mengikut sertakan menteri teknis danatau menteri lain danatau pimpinan instansi lain yang dianggap perlu, dan hal ini adalah sehubungan dengan kebijakan sektoral pada bidang usaha BUMN. 61 Dan sesuai dengan Pasal 10 PP No. 43 Tahun 2005 bahwa, penggabungan, peleburan dan pengambilalihan BUMN dilaksanakan oleh Menteri setelah diterbitkannya peraturan pemerintah mengenai Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan BUMN yang bersangkutan. 62 Selanjutnya pengaturan tentang peleburan BUMN merujuk kepada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaksanaan peleburan dalam Perseroan Terbatas sebagaimana yang diatur dalam Pasal 11PP No. 43 Tahun 2005, dan dalam hal ini pengaturannya merujuk kepada UUPT. Dalam ketentuan Pasal 124 UUPT dikatakan bahwa, ketentuan sebagaimana dimaksud Dalam hal ini berarti pelaksanaan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan BUMN baru dapat dilaksanakan oleh Menteri apabila sudah diterbitkan peraturan pemerintah mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan BUMN tersebut sebagi dasar hukumnya. 61 Wawan Zulmawan, Panduan Praktis Merger atau Akuisisi Perusahaan Jakarta: Permata Aksara, 2013, hlm. 57. 62 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2005 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Perubahan Bentuk Badan Hukum Badan Usaha Milik Negara, Bab III, Pasal 10. dalam Pasal 123 mutatis mutandis berlaku bagi Perseroan yang akan meleburkan diri, sehingga pengaturan mengenai penggabungan Persero dan peleburan Persero tidak jauh berbeda, namun tetap memiliki perubahan seperlunya dalam pengaturan tersebut terhadap pelaksanaan peleburan, yang berarti juga terdapat sedikit perbedaan dalam pelaksanaan peleburan BUMN persero dengan penggabungan BUMN persero. Hal ini berarti bahwa dalam pelaksanaan peleburan dapat dilaksanakan dengan menyusun rancangan peleburan oleh Direksi yang akan melakukan meleburkan diri, sebagaimana mengatur rancangan penggabungan oleh Direksi perseroan yang akan menggabungkan diri. Rancangan peleburan tersebut sekurang-kurangnya memuat: 63 1. Nama dan tempat kedudukan dari setiap perseroan yang akan melakukan peleburan. 2. Alasan serta penjelasan direksi perseroan yang akan melakukan peleburan dan persyaratan peleburan. 3. Tata cara penilaian dan konversi saham antar perseroan yang meleburkan diri. 4. Rancangan perubahan anggaran dasar antar perseroan yang meleburkan diri apabila ada. 5. Laporan keuangan 3 tiga tahun buku terakhir dari setiap perseroan yang akan melakukan peleburan. 6. Rencana pengakhiran kegiatan usaha dari perseroan yang akan melakukan Peleburan. 63 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Bab VIII, Pasal 123. 7. Neraca performa antar perseroan yang akan melakukan peleburan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. 8. Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota direksi, dewan komisaris, dan karyawan perseroan yang akan melakukan peleburan diri. 9. Cara penyelesaian hak dan kewajian perseroan yang akan meleburkan diri terhadap pihak ketiga. 10. Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap peleburan perseroan. 11. Nama anggota direksi dan dewan komisaris serta gaji, honorarium dan tunjangan bagi anggota direksi dan dewan komisaris perseroan yang akan melakukan peleburan. 12. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan peleburan. 13. Laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari sertiap Perseroan yang akan melakukan peleburan. 14. Kegiatan utama dari setiap perseroan yang melakukan peleburan dan perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan. 15. Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan perseroan yang akan melakukan peleburan. Setelah Rancangan Peleburan selesai disusun oleh direksi, sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 123 ayat 2 UUPT yang berlaku juga bagi pelaksanaan peleburan, maka haruslah meminta persetujuan Dewan Komisaris dan kemudian diajukan kepada RUPS untuk mendapat persetujuan. 64 64 Ibid, Pasal 123 ayat 2. Pasal 127 UUPT mengatur bahwa, keputusan RUPS tersebut akan sah apabila diambil sesuai dengan Pasal 87 ayat 1 yaitu dilaksanakan dengan musyawarah mufakat. Dan juga keputusan RUPS tersebut akan sah apabila sesuai dengan ketentuan pada Pasal 89 yaitu, jika dalam rapat paling sedikit 34 tiga perempat bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 34 tiga perempat bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran danatau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. Namun apabila kuorum kehadiran tidak tercapai maka dapat dilakukan RUPS kedua. Keputusan dalam RUPS kedua sah apabila dalam rapat paling sedikit 23 dua pertiga bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit 34 tiga perempat bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran danatau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. 65 Namun sebelum pelaksanaan RUPS haruslah dilaksanakan pengumuman sebagaimana yang diatur dalam Pasal 127 UUPT. Untuk menindak rancangan yang sudah dibuat untuk pelaksanaan peleburan maka wajib untuk mengumumkan ringkasan rancangan peleburan tersebut, paling sedikit dalam 1 satu surat kabar di Indonesia. Selain itu, direksi haruslah juga mengumumkan secara tertulis 65 Ibid, Pasal 127 ayat 1. kepada karyawan dari Perseroan yang akan melaksanakan peleburan dalam jangka waktu paling lambat 30 tiga puluh hari sebelum pemanggilan RUPS. 66 Tujuan daripada pengumuman tersebut adalah memberi kesempatan kepada pihak-pihak yang bersangkutan agar mengetahui adanya rencana peleburan tersebut dan mereka dapat mengajukan keberatan jika mereka merasa kepentingannya dirugikan. Namun terkhusus kepada para kreditur dari perseroan yang akan melakukan peleburan, dapat mengajukan keberatan paling lambat 14 empat belas hari setelah pengumuman mengenai peleburan. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pihak para kreditur tidak mengajukan keberatan, amak secara otomatis dianggap menyetujui peleburan. Namun jika pihak para kreditur mengajukan keberatan, dan sampai pada tanggal dilaksanakan RUPS tidak dapat diselesaikan oleh Direksi, maka keberatan tersebut harus disampaikan oleh Direksi dalam RUPS guna mendapatkan penyelesaian, dan selama penyelesaian belum tercapai maka peleburan tidak dapat dilaksanakan. 67 Selanjutnya dalam Pasal 128 UUPT diatur bahwa, rancangan peleburan yang sudah disetujui oleh RUPS kemudian dituangkan ke dalam akta peleburan yang dibuat di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia, dan dapat dialihbahasakan apabila menyangkut kepentingan pihak asing. 68 66 Ibid, Pasal 127 ayat 2. 67 Wawan Zulmawan, Op.Cit.,hlm. 49-50. 68 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Bab VIII, Pasal 128. Selanjutnya mengajukan permohonan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mendapatkan persetujuan menteri mengenai pengesahan perseroan, dan permohonan dilakukan dengan melampirkan akta peleburan perseroan. 69 Selanjutnyabagi direksi hasil peleburan berkewajiban mengumumkan hasil peleburan dalam 1 satu surat kabar atau lebih dalam jangka waktu paling lama 30 tiga puluh hari terhitung sejak tanggal berlakunya peleburan. Pengumuman ini bertujuan agar pihak ketiga yang berkepentingan mengetahui bahwa peleburan sudah dilakukan. 70 KetentuanPasal 122UUPT menyebutkan bahwa, peleburan berakibat perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum, dan berakhirnya perseroan dilakukan tanpa likuidasi terlebih dahulu. Berdasarkan PP No. 43 Tahun 2005 dalam Pasal 7, pelaksanaan peleburan BUMN mesti dilakukan dengan memperhatikan: 71 1. Kepentingan Persero danatau Perum yang bersangutan, pemegang saham minoritas dan karyawan Persero danatau Perum bersangkutan; 2. Asas persaingan usaha yang sehat dan asas kepentingan masyarakat. Yang dimaksud dengan memperhatikan “asas persaingan uaha yang sehat” adalah agar penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan BUMN dilakukan dengan menghindari terjadinya kemungkinan terjadi monopoli, ogliopoli, atau monopsoni dalam berbagai bentuk yang merugikan masyarakat. 3. Kepentingan para kreditur. Ketentuan ini merupakan pelaksanaan dari prinsip- prinsip hukum perjanjian. Kreditur dalam hal ini adalah kreditur BUMN yang akan melakukan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan. 69 Ibid, Pasal 130. 70 Ibid, Pasal 133. 71 Wawan Zulmawan, Op.Cit.,hlm. 58. BAB III KEDUDUKAN PEMEGANG SAHAM MINORITAS DALAM BUMN

A. Definisi Pemegang Saham Minoritas