Penerapan metode permainan tradisional bebentengan dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada materi akuntansi perusahaan jasa di kelas XI IPS 3 SMA N 6 Tangerang Selatan (kuasi eksperimen di SMA N 6 Tangerang Selatan)

(1)

(Kuasi Eksperimen di SMA Negeri 6 Tangerang Selatan)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

OLEH

NADIA ISTIQOMAH NIM : 1110015000009

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1435 H./2014 M.


(2)

(3)

i

AKUNTANSI PERUSAHAAN JASA DI KELAS XI IPS 3 SMA N 6 TANGERANG SELATAN

(Kuasi Eksperimen di SMA Negeri 6 Tangerang Selatan)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

NADIA ISTIQOMAH NIM. 1110015000009

Mengesahkan

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Iwan Purwanto, M.Pd Anissa Windarti, M.Sc NIP. 19730424 200801 1 012 NIP. 19820802 201101 2 005

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2014


(4)

ii Nim : 1110015000009

Jurusan : Pendidikan IPS (Ekonomi) Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini yang berjudul “Penerapan Metode Permainan Tradisional Bebentengan dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Akuntansi Perusahaan Jasa di Kelas XI IPS 3 SMA N 6 Tangerang Selatan” (Penelitian eksperimen di SMA Negeri 6 Tangerang Selatan merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (SI) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 3 September 2014 Penulis


(5)

iii

Materi Akuntansi Perusahaan Jas DI Kelas XI IPS 3 SMA Negeri 6 Tangerang Selatan. (Penelitian Eksperimen di Kelas XI IPS 3), Skripsi. Jakarta: Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2014.

Latar belakang penelitian ini didasarkan pada masih rendahnya hasil belajar siswa di kelas XI IPS 3. Tujuan dari penelitiannya untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi akuntansi perusahaan jasa dengan penerapan metode permainan tradisional bebentengan.

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen dengan desain penelitian one group pretest postest design. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 6 Tangerang Selatan dari Bulan Maret sampai dengan Bulan April 2014. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mengetahui hasil penerapan metode permainan tradisional bebentengan dalam meningkatkan hasil belajar siswa di kelas XI IPS 3 ialah tes, observasi siswa, serta kuesioner.

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji-t untuk menguji hipotesis. Dari hasil perhitungan data diperoleh t hitung 10,741 dan t tabel 1,66757 pada taraf signifikansi à = 0,05. Karena t hitung 10,741 > t tabel 1,66757, maka dapat ditetapkan terdapat perbedaan rata-rata nilai hasil belajar pretest dan

postest setelah menerapkan metode permainan tradisional bebentengan di kelas XI IPS 3. Sehingga dapat disimpulkan metode permainan tradisional bebentengan dapat meningkatkan hasil belajar siswa di kelas XI IPS 3 pada mata pelajaran ekonomi bab akuntansi perusahaan jasa, materi jurnal umum.

Kata Kunci: Penerapan, Permainan Tradisional, Metode Permainan Bebentengan, Hasil Belajar, Akuntansi, Perusahaan Jasa.


(6)

iv

Bebentengan Methods in Improving Student Results on Material Corporate Accounting Jas IN Class XI IPS 3 SMA 6 South Tangerang. (Research Experiments in Class XI IPS 3), Skripsi. Jakarta: Department of Social Sciences Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching Science, State Islamic University (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2014.

The background of this research is based on the low learning outcomes of students in class XI IPS 3. The purpose of the research to improve student learning outcomes in the material accounting services firm with the application of traditional methods bebentengan game.

In this study the method used is the method of quasi-experimental research design with one group pretest posttest design. This study was conducted in South Tangerang SMA 6 from March to April 2014. The data collection techniques were used to determine the results of application of traditional methods of bebentengan game in improving student learning outcomes in class XI IPS 3 is the test, observations of students, as well as questionnaires.

Data analysis techniques in this study using a t-test to test the hypothesis. From the calculation of the data obtained 10,741 t and t table à 1.66757 at significance level = 0.05. Because 10,741 t count > t table 1.66757, it can be determined there are differences in the average value of the pretest and posttest learning outcomes after applying the methods of traditional methods bebentengan game in class XI IPS 3. It concluded traditional methods bebentengan game can improve student learning outcomes in XI IPS 3 chapters on economic subjects accounting services company, general ledger material.

Keywords: Implementation, Bebentengan Traditional Games, Traditional methods bebentengan game, Learning Outcomes, Accounting, Services Company.


(7)

v

yang berjudul “PENERAPAN METODE PERMAINAN TRADISIONAL BEBENTENGAN DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI AKUNTANSI PERUSAHAAN JASA DI KELAS XI IPS 3

SMA N 6 TANGERANG SELATAN” (Penelitian Kuasi Eksperimen di SMA

Negeri 6 Tangerang Selatan), ini dengan baik. Sholawat dan salam selalu tercurahkan atas baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan cahaya dalam hidup penulis berupa cahaya Islam.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Walaupun waktu, tenaga dan pikiran telah diperjuangkan dengan segala keterbatasan kemampuan yang penulis miliki, demi terselesaikannya skripsi ini agar bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Ucapan terimakasih yang tak terhingga atas bimbingan, penghargaan, dukungan serta bantuan dari berbagai pihak kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis sangat berterima kasih kepada:

1. Ibu Nurlena Rifai, M.A.Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan dosen pembimbing I yang telah memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.

3. Bapak Drs. Syaripulloh.,M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.


(8)

vi

mendukung penulis dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi.

6. Ibu Dr. Sita Ratnaningsih, M.Pd., selaku Dosen yang juga sangat membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi.

7. Bapak Dr. Muhamad Arif, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Akademis penulis.

8. Ibu Dr. Yayah Nurmaliyah, M.A., Ibu Nafia Wafiqni, M.Pd., ibu Tri Hajarwati, M.Si., Ibu Maila Dinia Husni Rahim, M.A., selaku para dosen yang sangat menginspirasi hidup penulis.

9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang tidak terhingga banyaknya dan sangat berguna bagi penulis.

10.Kedua orang tua tercinta Bapak H. M. Wargiono Saputro, B.E. S.Sos. dan Ibu Hj. Siti Amsanih yang senantiasa memberikan do’a, motivasi dan dukungan baik moril dan materil kepada penulis selama ini dalam hal apapun, terima kasih karena telah menjadi kekuatan dalam hidup penulis. 11.Untuk kakak-kakak tercinta, Indra Fauzi Kurniawan & Elin K.A., Arie

Fahrul Noer Ilham & Vera A., Imron Wahyudi & Ari A., Sarah Noer Annisa & Yan T., serta seluruh keluarga besar H. Hamim Nadjali dan Sastrodihardjo. Terima kasih karena kalian merupakan hal terindah yang diberikan Allah SWT dalam hidup penulis.

12.Teman-teman seperjuangan penulis, teman angkatan 2010, teman-teman kelas ekonomi. Terima kasih atas segala dukungannya, semoga Allah membalas semua kebaikannya.


(9)

vii

Mulianingsih, Dini Sugiarti Mentari, Yeyen Fitriyani, Titin Sutinah, Novi Mela Yuliani, Putri Ridhania, Fitri Amalia Azzahro, Syarif Hidayatullah, Andri Apriantoro, dan Andre Porandika.

15.Keluarga besar SMA N 6 Tangerang Selatan yang telah mengizinkan penulis penelitian.

16.Serta kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas doa dan bantuannya.

Atas bantuan mereka yang sangat berharga, penulis berdo'a semogaAllahS.W.T. memberikan balasan yang berlipat ganda sebagai amal shaleh dan ketaatan kepada-Nya, Amin.

Jakarta, 3 September 2014


(10)

viii Tabel 3.1 : Desain Penelitian

Tabel 3.2 : Kisi-kisi Instrumen Soal

Tabel 3.3 : Kisi-kisi Pedoman Observasi Siswa Tabel 3.4 : Kisi-kisi Angket

Tabel 3.5 : Klasifikasi Interpretasi Taraf Kesukaran Tabel 3.6 : Klasifikasi Daya Pembeda Soal

Tabel 4.1 : Nama Kepala SMA N 6 Tangerang Selatan Tabel 4.2 : Nama Pendidik SMA N 6 Tangerang Selatan

Tabel 4.3 : Nama Tenaga Kependidikan SMA N 6 Tangerang Selatan Tabel 4.4 : Input dan Output Peserta Didik

Tabel 4.5 : Perbandingan Keadaan Rill dan Ideal SMA N 6 Tangerang Selatan

Tabel 4.6 : Hasil Uji Validitas Instrumen Soal

Tabel 4.7 : Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen Soal Tabel 4.8 : Data Hasil Belajar Siswa (Pretest)

Tabel 4.9 : Data Hasil Belajar Siswa (Postest)

Tabel 4.10 : Data Hasil Pretest dan Postest

Tabel 4.11 : Nilai-Gain XI IPS 3 Tabel 4.12 : Deskriptif Statistik

Tabel 4.13 : Homogenitas Data Pretest

Tabel 4.14 : Homogenitas Data Postest

Tabel 4.15 : Uji T Tabel 4.16 : Uji T

Tabel 4.17 : Hasil Observasi Pelaksanaan Pembelajaran (pertemuan pertama) Tabel 4.18 : Hasil Observasi Pelaksanaan Pembelajaran (pertemuan kedua) Tabel 4.19 : Data Hasil Kuesioner Siswa


(11)

ix

Lampiran 3. Tabel Distribusi Frekuensi Postest XI IPS 3 Lampiran 4. Uji Validitas Instrumen Soal

Lampiran 5. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Soal Lampiran 6. Nilai Gain XI IPS 3

Lampiran 7. Nilai UTS Kelas XI IPS 3 Lampiran 8. Uji Normalitas Pretest XI IPS 3 Lampiran 9. Uji Normalitas Postest XI IPS 3

Lampiran 10. Uji Homogenitas Pretest dan Postest XI IPS 3 Lampiran 11. Uji Hipotesis (Uji t)

Lampiran 12. Tabel R(Product Moment) Lampiran 13. Tabel L Uji Liliefors Lampiran 14. Tabel T

Lampiran 15. RPP Pertemuan 1 Lampiran 16. RPP Pertemuan 2 Lampiran 17. Soal Pretest

Lampiran 18. Soal Postest

Lampiran 19. Kunci Jawaban Soal Pretest

Lampiran 20. Kunci Jawaban Soal Postest

Lampiran 21. Lembar Pengesahan Uji Referensi


(12)

x

SURAT PERYATAAN KARYA SENDIRI………...ii

ABSTRAK………...iii

ABSTRACT ………...iv

KATA PENGANTAR ……….……...v

DAFTAR TABEL ………....viii DAFTAR LAMPIRAN………...ix

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang………..1

B. Identifikasi Masalah………...6

C. Pembatasan Masalah………6

D. Perumusan Masalah……….6

E. Tujuan Penelitian……….7

F. Manfaat Penelitian………...7

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori………8

1. Metode Belajar………...8

a. Pengertian dan Definisi Metode Menurut Ahli………..8

b. Pengertian Metode Pembelajaran……….10

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode…………...13

d. Desain Metode Bebentengan………16 e. Langkah-langkah Penerapan Metode Bebentengan……….18

2. Hakikat Permainan Tradisional………...21

a. Pengertian Permainan Tradisional………21


(13)

xi

4. Hakikat Belajar dan Hasil Belajar………...29

a. Pengertian Belajar………...29

b. Pengertian Hasil Belajar………..34

5. Hakikat Jurnal Umum………..36

a. Pengertian Jurnal Umum……….36

b. Fungsi Jurnal………...36

c. Bentuk Jurnal………..36

d. Proses Pencatatan Jurnal……….37

B. Penelitian yang Relevan………38

C. Hipotesis………...39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian………..40

B. Metode Penelitian……….40

C. Populasi dan Sampel Penelitian………42

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data………...43

1. Tes………43

2. Observasi……….44

3. Angket………..47

E. Langkah - langkah Analisis Data……….48

F. Kalibrasi Instrumen………..49

1. Uji Validitas……….49

2. Uji Reliabilitas……….50

3. Teknik Analisis Data………...51

a. Uji Normalitas Lilifors………51

b. Uji Homogenitas……….51

4. Analisis Data………52


(14)

xii BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Sekolah………...55

1. Tujuan Pendidikan Menengah……….55

2. Sejarah Singkat Sekolah………..55

a. Kondisi Rill……….55

b. Kondisi Ideal………...61

B. Analisis Data………63

1. Uji Validitas dan Reliabilitas………..63

2. Hasil Belajar Siswa……….65

a. Data Hasil Kognitif……….65

3. Analisis Data Kuantitatif...69

a. Uji Normalitas……….69

b. Uji Homogenitas……….71

c. Uji Hipotesis (uji t)……….72

4. Analisis Data Kualitatif………..73

a. Hasil Observasi………...73

b. Hasil Kuesioner………...78

C. Pembahasan Hasil Penelitian………80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………...83

B. Saran……….83

DAFTAR PUSTAKA……….85


(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Apabila kita berbicara tentang pendidikan, maka kegiatan belajar mengajar merupakan sebuah kegiatan yang tidak luput dari aktivitas pendidikan itu sendiri. Menurut Undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 20 Tahun 2003,

dalam bab II pasal 3, dijelaskan bahwa tujuan pendidikan ialah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, serta bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Untuk mencapai tujuan dari sistem pendidikan nasional tersebut, khususnya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, maka salah satu cara yang harus dilakukan ialah membudayakan kegiatan belajar mengajar.

Belajar mengajar merupakan dua kata yang tidak dapat dipisahkan. Ketika seorang anak ingin belajar, maka harus ada yang mengajarkannya. Sedangkan, apabila seseorang ingin mengajar, maka harus ada orang yang diajarkan.

Belajar mengajar selalu erat kaitannya dengan interaksi antara seorang pengajar dengan peserta didik. Belajar biasa dilakukan oleh siswa sedangkan mengajar biasa dilakukan oleh seorang guru. Oleh karena itulah, dapat disimpulkan bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang bernilai edukasi. Kegiatan yang selalu mengarah pada proses transfer knowledge serta penerimaan ilmu di antara seorang individu dengan individu lain, antara individu dengan kelompok, ataupun di antara kelompok dengan kelompok lainnya.

Belajar ialah kegiatan yang secara disengaja dilakukan oleh seseorang, baik berdasarkan keinginan sendiri maupun orang lain yang bertujuan untuk mencapai tujuan dari belajar itu sendiri.

Menurut Winkel, belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan

1


(16)

perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman.2 Sedangkan menurut Ernest R. Hilgard belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya.3

Secara sederhana, dapat dirumuskan bahwa proses belajar selalu mengejar tercapainya tujuan belajar itu sendiri. Harapan serta tuntutan yang tidak pernah hilang dari pikiran seorang pengajar ialah penguasaan materi ajar secara tuntas yang disampaikan guru di kelas. Namun, untuk mendapatkan suatu kondisi dimana siswa mampu memahami dan mendalami materi ajar ialah sesuatu yang tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Tujuan belajar bisa dilihat dari tiga sudut yang berbeda. Dimulai dari segi kognitif yang menekankan pengetahuan serta pendalaman materi ajar. Bagian yang selanjutnya ialah bagian afektif, di mana proses pembelajaran di kelas bukan hanya difokuskan untuk transfer of knowledge, melainkan juga untuk mendapatkan sikap yang baik. Sedangkan bagian ke tiga ialah bagian psikomotorik, di mana tujuan proses pembelajaran mengarah pada keterampilan atau kemampuan bertindak seorang anak.

Dalam mengukur tercapai atau tidaknya tujuan belajar itu sendiri, sekolah atau pendidikan formal yang ada di Indonesia selalu menitikberatkan pada perolehan nilai yang diperoleh siswa di dalam kelas. Hasil belajar ialah bentuk nyata berupa nilai-nilai dari proses belajar yang telah berlangsung.

Hasil belajar berupa nilai yang melebihi KKM merupakan tujuan belajar apabila dilihat dari sudut pandang kognitif. Untuk mendapat hasil belajar yang baik atau di atas KKM, maka hal yang harus dilakukan ialah mengupayakan cara-cara terbaik agar tercapainya tujuan belajar tersebut.

Hal ini penulis ungkapkan, karena berdasarkan pengalaman serta kajian pustaka dari buku-buku terkait pembelajaran ada dua faktor yang dapat mempengaruhi tercapai atau tidaknya proses belajar itu sendiri. Yang pertama ialah faktor internal, seperti minat, motivasi, serta kemauan dari dalam diri

2

, Pengertian Belajar Menurut Ahli, ( http://belajarpsikologi.com/pengertian-belajar-menurut-ahli/), diakses tanggal 13 Agustus 2014 jam 15.00.


(17)

sendiri. Sedangkan faktor yang kedua ialah faktor eksternal, seperti lingkungan, kondisi kelas, cuaca, teman bermain, media, serta metode belajar yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan pelajaran di kelas.

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman sehari-hari sewaktu penulis melaksanakan PPKT (Praktik Profesi Keguruan Terpadu) dalam pembelajaran ekonomi di SMA Negeri 6 Tangerang Selatan. Pada materi akuntansi perusahaan jasa, kemampuan siswa dalam menguasai materi pembelajaran belum memuaskan. Terbukti dari observasi kegiatan belajar siswa, tes unjuk kerja dan hasil evaluasi yang diperoleh siswa untuk mata pelajaran ekonomi kelas XI masih di bawah KKM. Sebagai contoh di kelas XI IPS 3, dari 35 siswa, terdapat 22 orang siswa yang masih memiliki nilai di bawah KKM, yaitu 75. Hal ini menunjukkan tingkat kemampuan siswa rendah, di mana hanya 37 % siswa yang mampu memiliki nilai di atas KKM (dapat dilihat pada lampiran 7).

Penulis dapat simpulkan bahwa salah satu penyebab dari permasalahan ini ialah kurang tepatnya penggunaan metode belajar di kelas serta kurang adanya motivasi belajar dari dalam diri siswa masing-masing. Metode belajar yang digunakan untuk mengajarkan mata pelajaran ekonomi materi akuntansi perusahaan jasa di kelas XI SMA N 6 Tangerang Selatan ialah metode ceramah. Hal ini menjadikan siswa tidak tertarik untuk mempelajari materi yang disampaikan oleh guru di kelas. Selain itu, pengerjaan latihan yang dilepas secara mandiri 100%, menjadikan siswa di kelas XI IPS merasa kesulitan. Karena memang materi akuntansi perusahaan jasa tak ubahnya belajar matematika siswa tidak bisa dilepas 100%, melainkan harus dibimbing dan diarahkan.

Selain itu, salah satu hambatan dalam pelajaran ekonomi di sana adalah kurang tertariknya siswa pada pelajaran ekonomi itu sendiri, terutama pada materi akuntansi perusahaan jasa. Banyak siswa yang mengalami kesulitan bila menghadapi soal-soal akuntansi. Bahkan dalam mengerjakan soal persamaan dasar yang merupakan basic dari akuntansi itu sendiri, siswa kurang mampu mengerjakannya. Hal ini mengakibatkan prestasi belajar ekonomi di kelas XI sangat rendah. Suatu kesalahan yang sering terjadi adalah guru kurang


(18)

memperhatikan tingkat pemahaman siswa dalam mengikuti perubahan, langkah, tahap demi tahap dalam penyampaian materi pelajaran. Dengan kata lain, siswa hanya dibuat tercengang oleh guru ketika seorang guru sedang asik dengan kegiatan menyelesaikan soal persamaan dasar akuntansi, tanpa bertanya apakah siswa-siswi di kelas paham atau tidak. Mungkin bagi guru, menyelesaikan soal persamaan dasar akuntansi ialah suatu hal yang remeh dan biasa. Namun bagi siswa persamaan dasar akuntansi ialah suatu hal yang memusingkan. Dan sebenarnya, apabila ingin berhasil mempelajari akuntansi, kunci utamanya ialah siswa harus mampu memahami secara mendalam terkait dengan persamaan dasar akuntansi itu sendiri.

Bisa disimpulkan, apabila siswa tidak mampu menyelesaikan soal-soal yang seorang guru beri, maka hasil belajar juga dapat dipastikan tidak sesuai dengan harapan. Untuk melihat hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan salah satu caranya ialah dengan melihat nilai dan keterampilan siswa dalam pembelajaran itu. Apabila nilai perolehan siswa jauh dari harapan, maka seorang guru harus memperbaiki pembelajaran agar kompetensi yang telah ditetapkan kurikulum pada materi akuntansi perusahaan jasa itu dapat tercapai. Hal tersebut peneliti alami di SMA Negeri 6 Tangerang Selatan pada Pelajaran Ekonomi.

Di dalam kelas, peneliti merasakan dan melihat kesulitan siswa dalam hal menguasai materi pada materi akuntansi perusahaan jasa sehingga merasa perlu untuk segera menangani masalah tersebut. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat, yang diharapkan dapat meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi akuntansi perusahaan jasa yang dipelajari di kelas XI.

Banyak sekali siswa-siswi yang berpendapat, bahwa akuntansi ialah pelajaran yang sulit. Akibat dari anggapan itulah, siswa-siswi jadi merasa kesusahan untuk memperoleh nilai atau hasil yang memuaskan. Selain dikarenakan adanya anggapan bahwa akuntansi adalah pelajaran yang sulit, timbulnya rasa bosan, acuh, dan tidak senang juga sangat berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar di kelas. Sebagai seorang pendidik yang kompeten, seharusnya sikap-sikap yang demikian harus diketahui dan dicari jalan keluarnya.


(19)

Dalam belajar ekonomi materi akuntansi perusahaan jasa diperlukan banyak latihan-latihan penyelesaian soal yang dibentuk dalam tugas yang berisi soal-soal serta suasana belajar yang menyenangkan. Menurut penelitian Iwan Purwanto, permainan tradisional bebentengan bisa dijadikan salah satu alternatif metode yang menyuguhkan keseruan serta kesenangan bagi siswa-siswi di dalam kelas. Hal ini dikarenakan dengan keadaan atau situasi yang menyenangkan, maka proses penjelasan materi yang dilakukan oleh guru kepada muridnya akan lebih mudah dipahami. Dari pengalaman yang pernah peneliti lalui, pemecahan soal ekonomi akan berhasil jika siswa memiliki ketertarikan terhadap proses belajar di kelas. Oleh karena itulah metode pembelajaran yang diterapkan haruslah menarik, menyenangkan, dan sesuai dengan materi ajar yang ingin diajarkan di kelas. Selain itu, dikarenakan siswa-siswi di kelas merasa senang dengan proses belajar mengajar, maka mereka akan lebih sering berlatih menyelesaikan soal-soal ekonomi yang bervariatif.

Dengan seringnya siswa menyelesaikan tugas yang berupa soal-soal maka konsep-konsep yang ada tidak mudah lupa. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka pada penelitian ini peneliti akan menggunakan “metode permainan tradisional bebentengan”. Alasan dipilihnya metode permainan tradisional bebentengan ialah untuk meningkatkan minat, motivasi, serta hasil belajar siswa dalam mengikuti proses belajar ekonomi di kelas. Peneliti sengaja menciptakan suasana yang menyenangkan dan kompetitif, agar siswa mampu bersaing antara sesama mereka serta dapat membantu siswa dalam memahami materi pembelajaran. Untuk melihat keberhasilan metode ini maka dilakukan penelitian dengan judul “Penerapan Metode Permainan Tradisional Bebentengan dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Akuntansi Perusahaan Jasa di Kelas XI IPS 3 SMA N 6 Tangerang Selatan”. B. Identifikasi Masalah

Penelitian ini terkait dengan penerapan metode permainan tradisional bebentengan dalam peningkatan hasil belajar siswa pada materi akuntansi


(20)

perusahaan jasa di kelas XI IPS SMA N 6 Tangerang Selatan, dengan identifikasi masalah :

1. Hasil belajar ekonomi siswa yang dicapai saat ini dipandang masih rendah. 2. Tidak adanya motivasi dalam belajar.

3. Tidak adanya minat dalam belajar.

C. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, maka perlu kiranya peneliti membatasi permasalahan agar mempermudah penelitian dan berjalan lebih terarah. Peneliti membatasi masalah pada metode pembelajaran yang diterapkan di dalam kelas. Dan pada penelitian ini peneliti memilih penerapan metode permainan tradisional bebentengan yang diyakini dapat meningkatkan hasil belajar siswa di kelas. D. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut, apakah penerapan metode permainan tradisional bebentengan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi akuntansi perusahaan jasa di kelas XI IPS 3 SMA Negeri 6 Tangerang Selatan ?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah, untuk mengetahui apakah penerapan metode permainan tradisional bebentengan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi akuntansi perusahaan jasa di kelas XI IPS 3 SMA Negeri 6 Tangerang Selatan.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang peneliti lakukan dibagi menjadi dua, yaitu manfaat praktis dan teoritis.


(21)

a. Siswa

Hasil penelitian ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa di kelas dalam mata pelajaran ekonomi materi akuntansi perusahaan jasa.

b. Guru

Hasil penelitian ini dapat meningkatkan kinerja guru dalam menyampaikan materi ajar di kelas. hal ini dikarenakan metode permainan tradisional bebentengan mampu meningkatkan hasil belajar ekonomi siswa di kelas. Selain itu, metode juga bisa dijadikan sebagai salah satu alternatif metode pembelajaran ekonomi di kelas XI yang dapat diterapkan untuk meningkatkan hasil belajar ekonomi siswa.

c. Kepala Sekolah

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk kepala sekolah agar mampu mengelola guru dengan sangat baik. Melalui penelitian ini, kepala sekolah dapat mengetahui bahwa guru telah melaksanakan penelitian terkait dengan metode pembelajaran di sekolah, sehingga proses serta hasil kegiatan belajar mengajar optimal.

2. Manfaat Teoritis

Menjadi salah satu referensi metode pembelajaran yang dapat diterapkan di sekolah dan mampu meningkatkan hasil belajar siswa di kelas. Baik untuk mata pelajaran hitung-hitungan maupun mata pelajaran bahasa dan eksak, khususnya ekonomi.


(22)

8 A. Kajian Teori

1. Metode Belajar

a. Pengertian dan Definisi Metode Menurut Ahli

Metode menurut asal usul katanya, berasal dari kata „met’ dan „hodes’.

Menurut asal usul bahasanya, metode berasal dari Bahasa Yunani, yaitu

„Methodos’. Methodos mengandung arti cara dan jalan yang ditempuh.

Sedangkan menurut istilah, metode merupakan jalan serta cara yang harus ditempuh dalam rangka mencapai suatu tujuan. Selain itu, sehubungan dengan upaya ilmiah, metode merupakan cara kerja yang digunakan untuk memahami objek dari suatu ilmu yang bersangkutan. Sehingga dapat disimpulkan, metode memiliki dua hal yang sangat penting dan mendasar, yaitu cara melakukan sesuatu serta rencana pelaksanaan sebuah cara.1

Adapun pengertian dan definisi metode menurut para ahli antara lain :

1) Rothwel dan Khazanas

Metode adalah cara, pendekatan, atau proses untuk menyampaikan informasi.

2) Titus

Metode adalah rangkaian cara dan langkah yang tertib dan terpola untuk menegaskan bidang keilmuan.

3) Macquarie

Metode adalah suatu cara melakukan sesuatu, terutama yang berkenaan dengan rencana tertentu.

4) Wiradi

Metode adalah seperangkat langkah (apa yang harus dikerjakan) yang tersusun secara sistematis (urutannya logis).

5) Drs. Agus M. Hardjana

Metode adalah cara yang sudah dipikirkan masak-masak dan dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah tertentu guna mencapai tujuan yang hendak dicapai.

1

, Arti Kata Metode, (http://artikata.com/arti-340805-Metode.html), diakses tanggal 13 Agustus 2014 jam 15.05.


(23)

6) Almadk

Metode adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran.

7) Ostle

Metode adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh sesuatu interelasi.

8) Hebert Bisno

Metode adalah teknik-teknik yang digeneralisasikan dengan baik agar dapat diterima atau digunakan secara sama dalam satu disiplin, praktek, atau bidang disiplin dan praktek.

9) Max Siporin

Metode adalah sebuah orientasi aktifitas yang mengarah kepada persyaratan tugas-tugas dan tujuan-tujuan nyata.

10)Rosdy Ruslan

Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu subjek atau objek penelitian, sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahannya.

11)Kamus Bahasa Indonesia

Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yg ditentukan.

12)Arti Kata

Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki.2

Menurut Sutirman, metode merupakan cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi. Beliau juga menjelaskan terkait dengan hubungan strategi dan metode itu sendiri. Strategi adalah a plan of operation achieving something, sedangkan metode ialah a way in achieving something. Selain itu strategi merupakan suatu rencana kegiatan untuk memperoleh sesuatu, sedangkan metode merupakan suatu cara untuk memperoleh sesuatu.3

Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno menjelaskan bahwa metode merupakan cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.4

Dalam kegiatan belajar mengajar, terdapat dua komponen yang saling terkait, yaitu guru dan siswa. Dalam proses pembelajaran, tugas guru ialah

2

Ibid.

3

Sutirman, Media & Model-model Pembelajaran Inovatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu,2013), h. 21.

4

Pupuh F. dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami, (Bandung: PT. Refika Aditama,2007), h. 15.


(24)

menyapaikan materi ajar yang harus dikuasai oleh siswa. Dan ternyata, dalam proses penyampaian materi tersebut, guru sangat membutuhkan sebuah metode. Hal ini dikarenakan metode dapat mempercepat tercapainya tujuan dari sebuah proses pembelajaran.

Namun bukan hanya sekedar menerapkan metode apa saja di dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Guru juga harus memahami materi ajar, tujuan dari proses pembelajaran, karakteristik siswa, serta karakteristik metode itu sendiri. Hal ini diperlukan, agar guru mampu menerapkan metode yang tepat dan sesuai dengan kondisi serta tujuan yang akan dicapai. Bagi seorang guru, menguasai metode mengajar merupakan sebuah kewajiban, sebab seorang guru tidak akan dapat mengajar dengan baik apabila ia tidak menguasai metode secara tepat.5

b. Pengertian Metode Pembelajaran

Pada zaman dahulu kala, tepatnya sebelum tahun 2000-an, proses pembelajaran di institusi-institusi pendidikan berjalan dengan sangat konvensional. Di mana metode yang digunakan dalam setiap penyampaian materi di kelas, monoton atau hanya terpaku pada metode ceramah saja. Namun keadaanpun berubah seiring dengan pergantian dan penyempurnaan kurikulum di Negara Indonesia. Dimulai dari kurikulum 2004, KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), sampai kurikulum 2013 yang diterapkan mulai dari pertengahan tahun 2013 yang lalu.

Dunia pendidikan Indonesia mulai berubah pikiran dan menjadikan metode pembelajaran sebagai sebuah alat yang sangat penting dan perlu dikembangkan. Walau masih banyak yang berpikiran bahwa mengajar ialah sebuah perkara yang mudah. Namun pada kenyataanya, mengajar anak atau siswa-siswi yang lahir di tahun 2000-an dengan berbagai fasilitas teknologi yang sangat menunjang mereka untuk mendapatkan informasi lebih, bukan hanya dari gurunya saja.


(25)

Peran guru menjadi sangat sulit diterapkan, apabila guru tersebut tidak memiliki kompetensi dalam menerapkan metode-metode pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan tujuan dan materi ajar. Oleh karena itulah, guru harus mempelajari serta mengembangkan materi tentang metode serta teknik pembelajaran yang berguna untuk menciptakan sebuah interaksi belajar antara guru dan siswa.6

Menurut Sudiono, Triyono, dan Moh. Padil, metode merupakan salah satu bagian yang tidak dapat dilepaskan dari sebuah sistem pembelajaran. Selain itu metode juga merupakan suatu rangkaian cara yang diterapkan oleh guru di kelas, dengan memperhatikan faktor-faktor yang ada di dalamnya demi mencapai suatu tujuan pembelajaran.7

Secara garis besar dalam satu proses interaksi, belajar menempuh 4 (empat) fase pokok yang meliputi :

1) Fase pendahuluan

Fase yang dimaksudkan untuk menyusun dan mempersiapkan set yang menguntungkan, menyenangkan guna pembahasan materi pembelajaran. Dalam fase ini fasilitator dapat melakukan kaji ulang (review) terhadap pembahasan sebelumnya dan menghubungkan dengan pembahasan berikutnya.

2) Fase pembahasan

Fase yang dimaksudkan untuk melakukan kajian, pembahasan, dan penelaahan terhadap materi pembelajaran. Dalam fase ini, mahasiswa mulai dikonsentrasikan perhatiannya pada pokok materi pembahasan. Dalam fase ini perlu dicari yang cocok dengan tujuan, sifat, materi, latar belakang mahasiswa dan pendidik atau fasilitator sendiri.

3) Fase menghasilkan

Yaitu tahap di mana seluruh hasil pembahasan ditarik pada suatu kesimpulan bersama berdasarkan pada pengalaman dan teori yang mendukungnya.

4) Fase penurunan

Fase yang dimaksudkan untuk menurunkan konsentrasi mahasiswa secara berangsur-angsur. Ketegangan perhatian mahasiswa terhadap materi pembelajaran perlu secara bertahap diturunkan untuk memberi isyarat bahwa proses pembelajaran akan berakhir.8

6

Sudiyono, dkk. Strategi Pembelajaran Partisipatori di Perguruan Tinggi, (Malang: UIN-Malang Press,2006), h. 117.

7Ibid.,

h. 118.

8Ibid


(26)

Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Teori Metode Pembelajaran, menurut beberapa ahli : a) Menurut Nana Sudjana

Metode pembelajaran adalah, “Cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya

pengajaran”.

b) Menurut M. Sobri Sutikno

Menyatakan, “Metode pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan”. c) Menurt Gerlach dan Elly

Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai rencana yang sistematis untuk menyampaikan informasi.

Berdasarkan definisi atau pengertian metode pembelajaran yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran merupakan suatu cara atau strategi yang dilakukan oleh seorang guru agar terjadi proses belajar pada diri siswa untuk mencapai tujuan.9

Berdasarkan kajian pengertian metode di atas, arti kata metode sebagaimana aslinya ialah cara. Secara umum, metode ditafsirkan sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan tertentu. Metode seringkali dihubungkan dengan kegiatan belajar mengajar. Dan mengajar mengandung arti memberi pelajaran. Jadi dapat disimpulkan, metode mengajar ialah cara-cara yang digunakan oleh pengajar, dalam menyampaikan materi ajar sesuai dengan kondisi pelajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.10

Dengan demikian, guru harus mempelajari jenis-jenis metode mengajar secara mendalam. Selain itu, guru atau pengajar juga harus mempelajari karakteristik dari materi ajar, siswa, serta tujuan pembelajaran itu sendiri. Karena ketika seorang pengajar tidak menguasai karakteristik faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode dengan baik. Maka, pencapaian tujuan proses pembelajaranpun akan sulit untuk dicapai.

9

, Definisi Metode Pembelajaran Menurut Para Ahli,

(http://mtk2012unindra.blogspot.com), diakses tanggal 27 Agustus 2014 jam 15.00.

10


(27)

Guru juga harus mempunyai inisiatif dan jiwa kreativitas yang tinggi. Karena tidak semua langkah-langkah metode yang akan kita terapkan, kita akan adopsi secara keseluruhan pada saat pelaksanaannya di kelas. Kegiatan ini perlu dilaksanakan, demi menyesuaikan dengan karakteristik materi ajar, siswa, tujuan pembelajaran, serta sarana dan prasarana yang ada. Dan dapat disimpulkan, metode mengajar merupakan salah satu komponen yang menjadi tolak ukur keberhasilan kegiatan belajar mengajar di kelas.

Menurut Syaiful B. Djamarah, dkk., metode memiliki kedudukan :

1. Sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM);

2. Menyiasati perbedaan individual anak didik; 3. Untuk mencapai tujuan pembelajaran.11

Semakin tepat penggunaan metode mengajar diterapkan di kelas, maka semakin tepat pula pencapaian tujuan pembelajaran yang diinginkan. Oleh karena itu, fungsi metode mengajar tidak perlu ditanyakan lagi. Metode mengajar secara nyata ikut menentukan berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran dan merupakan bagian yang integral dalam sebuah sistem pengajaran.12

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode

Pada prinsipnya tidak ada satupun metode mengajar yang dapat dipandang sempurna dan cocok dengan semua pokok bahasan yang ada dalam setiap bidang studi. Hal ini disebabkan karena setiap metode pasti memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Karena itulah, guru tidak boleh sembarangan memilih serta menggunakan metode belajar. Berikut ini merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode menurut Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, diantaranya ialah:

1) Tujuan yang ingin dicapai

Tujuan ialah sasaran yang ingin dicapai dari setiap kegiatan. Setiap guru seharusnya memperhatikan tujuan dari proses pembelajaran itu sendiri. Hal ini disebabkan karena tujuan dari proses pembelajaran yang akan dicapai sangat

11Ibid

.

12Ibid


(28)

mempengaruhi dalam penentuan metode. Sebab metode ikut pada tujuan, bukan sebaliknya.

2) Materi pelajaran

Materi pelajaran ialah sejumlah materi yang hendak disampaikan oleh guru dalam proses pembelajaran untuk bisa dipelajari dan dikuasai oleh peserta didik.

3) Peserta didik

Peserta didik ialah orang yang melakukan proses pembelajaran atau subjek belajar yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda, baik minat, bakat, kebiasaan, motivasi, situasi sosial, lingkungan keluarga, dan harapan terhadap masa depannya.

4) Situasi

Situasi merupakan setting atau lingkungan pembelajaran yang bersifat dinamis. Guru harus teliti dalam melihat situasi. Oleh karena itu, pada waktu tertentu guru perlu melakukan proses pembelajaran di luar kelas atau di alam terbuka.

5) Fasilitas

Fasilitas dapat mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar. Karena ketiadaan fasilitas akan sangat mengganggu pemilihan metode. Seperti tidak adanya laboratorium untuk praktek yang kurang mendukung penggunaan metode eksperimen atau demonstrasi. Jadi, fasilitas ini sangatlah penting guna berjalannya proses pembelajaran yang efektif.

6) Guru

Setiap orang memiliki kepribadian, performance style, kebiasaan dan pengalaman belajar yang berbeda-beda. Kompetensi mengajar biasanya dipengaruhi pula oleh latar belakang pendidikan. Guru yang berlatar belakang pendidikan keguruan biasanya lebih terampil dan mampu memilih metode dan tepat dalam menerapkannya, sedangkan guru yang latar belakang pendidikannya kurang relevan, sekalipun tepat dalam menentukan metode, namun sering mengalami hambatan dalam penerapannya. Jadi, untuk menjadi seorang guru pada intinya harus memiliki jiwa yang profesional. Dengan memiliki jiwa keprofesionalan


(29)

dalam menyampaikan pelajaran atau dalam proses pembelajaran itu akan berhasil sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.13

Syaiful Bahri Djamarah dan Winarno Surakhmad, mengemukakan lima macam faktor yang mempengaruhi pemilihan serta penggunaan metode mengajar, yakni :

a) Tujuan dengan berbagai jenis dan fungsinya.

b) Anak didik dengan berbagai tingkat kematangan atau usianya. c) Situasi dan keadaan.

d) Fasilitas yang ada di sebuah sekolah bervariasi secara kualitas dan kuantitasnya.

e) Kepribadian dan kompetensi guru yang berbeda-beda.14

Sedangkan menurut Slameto dalam bukunya “Proses Belajar Mengajar

dalam Sistem Kredit Semester”, terdapat dua hal lagi yang menjadi kriteria

pemilihan metode mengajar, yaitu : a) Besar kelas /jumlah siswa

Besar kelas ditentukan oleh banyaknya siswa yang mengikuti proses pembelajaran dalam kelas. Kelas kecil, contohnya ialah kelas dengan 5-10 orang siswa. Kelas ini memerlukan metode pembelajaran yang berbeda dari metode pembelajaran yang diterapkan dalam kelas besar dengan jumlah siswa 50-100 orang anak.

b) Waktu yang tersedia

Waktu yang tersedia sangat mempengaruhi pemilihan metode pembelajaran yang akan di terapkan di kelas. Hal ini berpengaruh karena jumlah waktu yang direncanakan atau dialokasikan untuk menyajikan materi ajar, berguna dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang sudah ditentukan. Untuk menyampaikan materi ajar yang banyak, harus menggunakan metode pembelajaran dalam waktu yang singkat. Berbeda dengan metode yang diterapkan dalam penyampaian materi yang sedikit, memerlukan metode yang waktu penyajian relatif cukup lama.15

13

Ibid., h.60-61.

14Ibid.,

h.15.

15

Slameto, Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,1991), h.99.


(30)

d. Desain Metode Pembelajaran Bebentengan

Metode pembelajaran bebentengan merupakan metode yang telah dikembangkan oleh Iwan Purwanto. Dalam penelitian individunya yang berjudul

“Desain metode pembelajaran melalui permainan anak tradisional sebagai

implementasi pendidikan karakter”, Iwan Purwanto menjelaskan tentang hubungan permainan anak tradisional dengan pendidikan karakter terhadap anak itu sendiri. Selain itu, beliau juga berhasil membuat sebuah desain metode pembelajaran permainan tradisional Jawa Barat, yaitu bebentengan.

Langkah-langkah permainan bebentengan yang telah dikembangkan sebagai berikut :

1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. 2) Guru membagi dua kelompok sama banyak. 3) Pemilihan kelompok sebaiknya bersifat heterogen.

4) Guru memberikan materi ajar untuk dipahami secara individu dan kelompok dengan cara diskusi.

5) Siswa dalam kelompok mendiskusikan strategi bertanya dari pertanyaan yang dibuat dalam kelompok masing-masing satu pertanyaan untuk setiap individu.

6) Pimpinan kelompok melakukan suit untuk menentukan kelompok mana yang akan mengajukan pertanyaan terlebih dahulu.

7) Selama proses permainan tidak diperkenankan untuk membuka buku atau materi ajar.

8) Pada sesi pertandingan individu dalam kelompok mengajukan pertanyaan kepada individu dari kelompok lain yang dikehendaki.

9) Individu yang tidak bisa jawab atau jawabannya salah maka akan menjadi tawanan, namun bisa dibela oleh individu dalam kelompoknya namun pembelaan hanya satu kali selama proses permainan berlangsung. Jika jawaban pembela salah maka keduanya akan menjadi tawanan.

10) Guru disini sebagai wasit atas jawaban dan pertanyaan yang diberikan, agar pertanyaan tidak di luar dari tujuan pembelajaran.

11) Begitu seterusnya sampai kelompok tertawan semua.16

Setelah melalui tahap uji coba, ternyata desain metode pembelajaran tradisional bebentengan mengalami beberapa revisi, sebagai berikut :

a) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. b) Guru membagi dua kelompok sama banyak. c) Pemilihan kelompok sebaiknya bersifat heterogen.

16Iwan Purwanto, “ Desain Metode Pembelajaran Melalui Permainan Anak Tradisional Sebagai

Implementasi Pendidikan Karakter,” Penelitian Individu pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,


(31)

d) Guru memberikan materi ajar untuk dipahami secara individu dan kelompok dengan cara diskusi.

e) Siswa dalam kelompok mendiskusikan strategi bertanya dari pertanyaan yang dibuat dalam kelompok masing-masing satu pertanyaan untuk setiap individu.

f) Pimpinan kelompok melakukan suit untuk menentukan kelompok mana yang akan mengajukan pertanyaan terlebih dahulu.

g) Selama proses permainan tidak diperkenankan untuk membuka buku atau materi ajar.

h) Pada sesi pertandingan individu dalam kelompok mengajukan pertanyaan kepada individu dari kelompok lain yang dikehendaki.

i) Individu yang tidak bisa jawab atau jawabannya salah maka akan menjadi tawanan, namun bisa dibela oleh individu dalam kelompoknya namun pembelaan hanya satu kali selama proses permainan berlangsung. Jika jawaban pembela salah maka keduanya akan menjadi tawanan.

j) Tawanan bisa kembali pada kelompoknya jika bisa menjawab pertanyaan yang diberikan pihak lawan (tahap ini adalah tahap perbaikan setelah uji coba).

k) Guru disini sebagai wasit atas jawaban dan pertanyaan yang diberikan, agar pertanyaan tidak di luar dari tujuan pembelajaran.

l) Begitu seterusnya sampai kelompok tertawan semua.17

e. Langkah-langkah Penerapan Metode Permainan Tradisional Bebentengan di Kelas

Peneliti merubah beberapa langkah-langkah dalam menerapkan metode permainan tradisional bebentengan yang telah didesain oleh Iwan Purwanto. Hal ini peneliti lakukan berdasarkan tujuan pembelajaran, materi ajar yang akan peneliti sampaikan, serta kondisi siswa-siswi di kelas.

Dalam menerapkan metode pembelajaran bebentengan, peneliti menerapkan dua model yang berbeda. Model yang pertama ialah model pembelajaran yang hanya ingin mencapai pada tahap bisa atau tidak siswa membuat jurnal umum. Sedangkan, model yang kedua ialah model yang menginginkan pemahaman mendalam dari siswa-siswi di kelas. Siswa tidak hanya ditantang untuk membuat jurnal umum dari setiap transaksi yang dibacakan oleh guru, melainkan siswa juga ditanya mengapa mereka bisa membuat jurnal seperti itu.

17Ibid.,


(32)

Hal ini menjadikan siswa jauh lebih tertantang dan menuntut siswa agar mau menghafal saldo normal akun-akun yang keluar dalam transaksi akuntansi perusahaan jasa. Langkah-langkah yang peneliti rancang untuk penerapan metode bebentengan model pertama, sebagai berikut :

a) Kelas dibagi menjadi dua kelompok besar berdasarkan absen ganjil dan genap.

b) Siswa dipersilahkan untuk bergabung dengan teman sekelompoknya.

c) Guru memberitahu atau membacakan aturan serta langkah-langkah permainan bebentengan, yaitu :

(a) Terdapat sepuluh soal yang akan diselesaikan.

(b) Setiap kelompok mempunyai kesempatan untuk menjawab tiga pertanyaan wajib.

(c) Empat soal selanjutnya merupakan soal rebutan.

(d) Permainan akan dimulai oleh kelompok yang memenangkan suit di depan kelas.

(e) Di tengah kelas, terdapat meja yang berfungsi sebagai tempat menaruh spidol untuk empat soal rebutan di akhir permainan.

(f) Kelompok lawan memilih anggota kelompok yang mendapat giliran maju untuk menjawab soal.

(g) Bagi perwakilan kelompok yang belum tepat mengerjakan soal di depan kelas. Akan dijadikan sebagai tawanan kelompok lawannya.

(h) Namun dua orang siswa dari kelompok yang maju, boleh memperbaikinya.

(i) Apabila jawaban benar, maka tawanan boleh dilepaskan dari kelompok lawan. Dan soal dicatat sebagai hasil pengerjaan kelompok tersebut. (j) Apabila jawaban tidak benar, maka kelompok lawan boleh

membenarkannya. Dan soal dicatat sebagai hasil pengerjaan kelompok yang membenarkannya.

(k) Bagi kelompok yang paling banyak menyelesaikan soal di depan kelas. Maka memiliki kesempatan untuk melepaskan satu tawanan kelompoknya.


(33)

(l) Perhitungan kelompok pemenang berdasarkan berapa banyak tawanan yang ada pada kelompok lawan. Semakin sedikit, maka kelompok tersebut adalah kelompok pemenang.

4) Permainan dimulai dengan memberikan kesempatan salah satu perwakilan kelompok untuk melakukan suit.

5) Guru membacakan tiga soal wajib untuk masing-masing kelompok secara bergantian.

6) Guru membacakan empat soal rebutan serta menjelaskan setiap penyelesaian soal yang dikerjakan siswa di depan kelas.

7) Guru dan siswa menghitung jumlah tawanan yang setiap kelompok miliki. 8) Guru dan siswa menghitung jumlah soal yang dikerjakan masing-masing

kelompok.

9) Guru mempersilahkan satu kelompok yang paling banyak menyelesaikan soal untuk melepaskan satu tawanan kelompoknya.

10) Guru dan siswa menentukan kelompok pemenang permainan bebentengan. 11) Perwakilan kelompok mengumpulkan kertas daftar nama anggota

kelompoknya masing-masing.

Sedangkan langkah-langkah yang peneliti rancang untuk penerapan metode bebentengan model kedua, sebagai berikut :

a) Kelas dibagi menjadi dua kelompok besar berdasarkan absen ganjil dan genap.

b) Siswa dipersilahkan untuk bergabung dengan teman sekelompoknya.

c) Guru memberitahu atau membacakan aturan serta langkah-langkah permainan bebentengan, yaitu :

(1) Terdapat sepuluh soal rebutan yang akan diselesaikan.

(2) Setiap kelompok mempunyai kesempatan untuk menjawab soal.

(3) Di tengah kelas, terdapat meja yang berfungsi sebagai tempat menaruh spidol untuk soal rebutan.

(4) Permainan dimulai dengan pembacaan soal pertama oleh guru.

(5) Masing-masing kelompok mendiskusikan jawaban dari soal yang dibacakan guru.


(34)

(6) Bagi kelompok yang sudah tahu jawaban soal. Perwakilan kelompoknya diperbolehkan merebut spidol di atas meja di tengah kelas.

(7) Kelompok lawan memikirkan kira-kira siapa yang akan ditunjuk dari kelompok yang maju, untuk menjelaskan jawaban soal yang sudah berhasil dikerjakan teman sekelompoknya.

(8) Bagi perwakilan kelompok yang belum tepat mengerjakan soal di depan kelas. Akan dijadikan sebagai tawanan kelompok lawannya.

(9) Namun dua orang siswa dari kelompok yang maju dan ditunjuk oleh kelompok lawan, boleh memperbaiki jawaban soal serta menjelaskannya.

(10)Apabila jawaban benar, maka tawanan boleh dilepaskan dari kelompok lawan. Dan soal dicatat sebagai hasil pengerjaan kelompok tersebut. (11)Apabila jawaban tidak benar, maka kelompok lawan boleh

membenarkannya. Dan soal dicatat sebagai hasil pengerjaan kelompok yang membenarkannya.

(12)Bagi kelompok yang paling banyak menyelesaikan soal di depan kelas. Maka memiliki kesempatan untuk melepaskan satu tawanan kelompoknya.

(13)Perhitungan kelompok pemenang berdasarkan berapa banyak tawanan yang ada pada kelompok lawan. Semakin sedikit, maka kelompok tersebut adalah kelompok pemenang.

2. Hakikat Permainan Tradisional a. Pengertian Permainan Tradisional

Permainan tradisional anak ialah permainan yang dimainkan anak pada usia dini, balita, dan usia sekolah dasar. Permainan tradisional anak-anak bersifat turun temurun dan tidak diketahui asal mula serta siapa yang menciptakan permainan tersebut. Oleh karena itulah, permainan tradisional memiliki sifat atau ciri yang sudah tua usianya. Permainan tradisional anak-anak biasa dimainkan anak-anak dalam satu lingkungan, baik lingkungan keluarga,


(35)

rumah, ataupun sekolah. Pada dasarnya anak-anak mengetahui tata cara atau macam-macam jenis permainan tradisional ini dari pewarisan generasi terdahulu yang dilakukan manusia (anak-anak) dengan tujuan mendapat kegembiraan.18

Sedangkan menurut Atik Soepandi, Skar dan kawan-kawan, yang disebut permainan adalah perbuatan untuk menghibur hati baik yang mempergunakan alat ataupun tidak mempergunakan alat. Sedangkan yang dimaksud tradisional ialah segala apa yang dituturkan atau diwariskan secara turun temurun dari orang tua atau nenek moyang. Jadi permainan tradisional adalah segala perbuatan baik mempergunakan alat atau tidak, yang diwariskan turun temurun dari nenek moyang, sebagai sarana hiburan atau untuk menyenangkan hati.19

Di dalam artikel yang dibuat oleh Agung Gunawan Sutrisna permainan tradisional dibagi ke dalam tiga golongan. Golongan yang pertama ialah permainan yang berfungsi untuk bermain (rekreatif). Golongan kedua ialah permainan yang berfungsi untuk bertanding (kompetitif). Sedangkan golongan atau kelompok yang terakhir ialah permainan yang bersifat edukatif.20

Permainan tradisional yang bersifat rekreatif biasanya dimainkan oleh anak-anak untuk mengisi waktu senggang. Permainan tradisional yang bersifat kompetitif, memiliki ciri terorganisir, bersifat kompetitif, dan dimainkan paling sedikit oleh dua orang. Selain itu juga mempunyai kriteria yang dapat menentukan siapa yang menang dan yang kalah, serta mempunyai peraturan yang diterima bersama oleh pesertanya. Sedangkan permainan tradisional yang bersifat edukatif, merupakan jenis permainan tradisional yang terdapat unsur-unsur pendidikan di dalamnya.21

Permainan tradisional adalah bentuk kegiatan permainan dan atau olahraga yang berkembang dari suatu kebiasaan masyarakat tertentu. Pada perkembangan selanjutnya permainan tradisional sering dijadikan sebagai jenis permainan yang memiliki ciri kedaerahan asli serta disesuaikan dengan tradisi budaya setempat. Kegiatannya dilakukan baik secara rutin maupun sekali-kali dengan maksud untuk

18

, Permainan Tradisional Warisan Sejarah yang Hampir Punah,

(http://www.sorgemagz.com/?p=2921), diakses tanggal 27 Agustus 2014 jam 15.04.

19Ibid. 20Ibid. 21Ibid.


(36)

mencari hiburan dan mengisi waktu luang setelah terlepas dari aktivitas rutin seperti bekerja mencari nafkah, sekolah, dsb. Dalam pelaksanaannya permainan tradisional dapat memasukkan unsur-unsur permainan rakyat dan permainan anak ke dalamnya. Bahkan mungkin juga dengan memasukkan kegiatan yang mengandung unsur seni seperti yang lazim disebut sebagai seni tradisional.22

Permainan tradisional di sini bisa identik dengan istilah lain yang juga lazim digunakan, yaitu olahraga tradisional. Agar suatu kegiatan dapat dikategorikan sebagai permainan tradisional tentunya harus teridentifikasikan unsur tradisinya yang memiliki kaitan erat dengan kebiasaan atau adat suatu kelompok masyarakat tertentu. Di samping itu, kegiatan itupun harus kuat mengandung unsur fisik yang secara nyata melibatkan kelompok otot besar dan juga mengandung unsur bermain yang melandasi maksud dan tujuan dari kegiatan itu. Maksudnya, suatu kegiatan dikatakan permainan tradisional jika kegiatan itu masih diakui memiliki ciri tradisi tertentu, dan melibatkan otot-otot besar.23

b. Peran Permainan Tradisional

Permainan Tradisional yang ada di berbagai belahan nusantara ini dapat menstimulasi berbagai aspek perkembangan anak, seperti :

1) Aspek motorik

Melatih daya tahan, daya lentur, sensorimotorik, motorik kasar, motorik halus.

2) Aspek kognitif

Mengembangkan maginasi, kreativitas, problem solving, strategi, antisipatif, pemahaman kontekstual.

3) Aspek emosi

Katarsis emosional, mengasah empati, pengendalian diri 4) Aspek bahasa

Pemahaman konsep-konsep nilai 5) Aspek sosial

Menjalin relasi, kerjasama, melatih kematangan sosial dengan teman sebaya dan meletakkan pondasi untuk melatih keterampilan sosialisasi berlatih peran dengan orang yang lebih dewasa/masyarakat.

6) Aspek spiritual

Menyadari keterhubungan dengan sesuatu yang bersifat agung

(transcendental).

22Ibid. 23Ibid.


(37)

7) Aspek ekologis

Memahami pemanfaatan elemen-elemen alam sekitar secara bijaksana. 8) Aspek nilai-nilai/moral

Menghayati nilai-nilai moral yang diwariskan dari generasi terdahulu kepada generasi selanjutnya.24

3. Hakikat Permainan Tradisional Bebentengan a. Pengertian Permainan Tradisional Bebentengan

Bebentengan merupakan salah satu permainan tradisional yang dulu sangat diminati oleh anak-anak untuk mengisi waktu libur atau hanya sekadar menghilangkan rasa penat. Bebentengan, di beberapa daerah sering kali dikenal sebagai rerebonan di daerah Jawa Barat, sedangkan di daerah lain juga dikenal dengan nama prisprisan, omer, jek-jekan. Bebentengan sendiri berasal dari kata benteng atau pertahanan. Kata bebentenganadalah Dwipurwa (pengulangan suku kata pertama) dengan memakai akhiran an yang artinya menyerupai atau berbuat seperti atau bukan sebenarnya. Permainan bebentengan mempunyai relevansi dengan kehidupan masyarakat Indonesia pada zaman penjajahan Belanda dahulu. Pertahanan Indonesia terhadap Belanda menggunakan benteng yang akhirnya benteng tersebut dianalogikan terhadap kehidupan anak-anak lalu lahirlah istilah bebentenganuntuk sebutan permainan tradisional ini.25

Menurut Yayat Sudaryat dalam artikel permainan tradisional warisan sejarah yang hampir punah, Guru Besar Sastra Universitas Pasundan Bandung Bebentengan sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda dahulu. Jika bebentengan pada zaman itu sebagai strategi pertahanan Indonesia terhadap gempuran penjajah Belanda, maka pada zaman sekarang bebentengan sebagai permainan yang maksud permainannya tak jauh beda dengan zaman dahulu, yaitu

mempertahankan pertahanan dari serangan musuh,” jelas Yayat.26

Menurut Sri Mulyani, “bebentengan merupakan permainan tradisional yang memerlukan keterampilan, ketangkasan, kecepatan berlari, serta strategi yang jitu.

24Ibid. 25Ibid. 26Ibid.


(38)

Inti dari permainan ini adalah menyerang dan mengambil alih benteng dari

lawan.”27

Dalam bermain permainan bebentengan, yang paling dibutuhkan ialah tempat atau perkarangan yang cukup luas. Perkarangan digunakan untuk berlari-lari oleh anak-anak. Waktu dalam bermain permainan tradisional bebentengan bebas, boleh siang atau malam hari. Yang terpenting ialah penerangan yang cukup.28

Permainan tradisional bebentengan biasa dimainkan oleh dua kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 4 sampai 8 orang, bahkan lebih. Kedua kelompok akan memilih suatu tempat yang dijadikan sebagai markas. Markas biasanya sebuah tiang, batu, atau pilar, yang disebut sebagai benteng. Permainan tradisional bebentengan sangat bagus dimainkan oleh anak-anak. Karena dengan bermain bebentengan, sama saja anak berolahraga.29

b. Langkah-langkah Permainan Tradisional Bebentengan 1) Persiapan

Awal mula permainan ini ialah anak-anak yang akan ikut bermain berkumpul di lapangan atau tanah kosong yang cukup luas, kira-kira seluas lapangan bulu tangkis. Kemudian anak-anak yang akan ikut bermain dibagi menjadi dua kelompok yang sama rata, bila kelompok pertama berjumlah empat orang maka kelompok kedua juga berjumlah empat orang. Biasanya pembagian kelompoknya dibagi dengan cara suit atau pun hom pim pah.30

2) Peralatan

Pada permainan bebentengan para pemain tidak memerlukan alat-alat khusus, cukup lahan kosong untuk menjadi pijakan dan batas antara kedua kubu kelompok masing-masing. Kedua kelompok membuat markas bebentengannya

27

Sri Mulyani, 45 Permainan Tradisional Anak Indonesia, (Yogyakarta: Langensari Publishing,

2013), h. 22.

28

Ibid.

29Ibid.,

h. 23.

30

, Permainan Tradisional Warisan Sejarah yang Hampir Punah,


(39)

saling berjauhan, biasanya di sudut lapangan. Misalnya kelompok pertama di sudut barat maka kelompok yang kedua di sudut timur.31

3) Peraturan

Setiap personil pada kedua kubu harus menyentuh benteng. Hal ini menandakan bahwa status personil tersebut adalah baru. Kalau dia agak lama tidak menyentuh benteng, maka status personil tersebut akan disebut lamo. Personil yang berstatus lamo, dapat dikejar, diburu, dan ditawan oleh personil dari benteng lawan yang berstatus baru. Jika seorang lamo sedang berada atau berlari di luar benteng dapat menjadi tawanan lawan jika disentuh oleh personil dari benteng lawan yang berstatus baru.

Personil yang menjadi tawanan akan berdiri bergandengan di dekat benteng lawan yang menawannya. Para tawanan tidak dapat lagi bebas memburu atau menyerang sampai mereka dapat dibebaskan. Para tawanan dapat dibebaskan oleh teman dari bentengnya dengan cara menyentuh teman-temannya yang menjadi tawanan tersebut.32

4) Permainan

Awal mula permainan ini dimulai dengan majunya atau menyerangnya dari salah satu personil tiap kubu salah satu benteng untuk menantang musuh permainannya. Personil dari lawan mainnya kemudian balik menyerang dan mengejar musuhnya. Dari sana para pemain yang maju saling mengejar dan menghindar satu sama lainnya. Jika seorang lamo yang maju kemudian ditangkap atau disentuh oleh lawan mainnya maka dia menjadi tawanan musuhnya.

Seorang lamo berusaha mengejar dan menghindar dari lawan mainnya supaya tak jadi tawanan musuhnya dan para personil yang berada pada markas bentengnya dapat bergantian secara bergiliran untuk maju menyerang musuhnya. Demikian seterusnya sehingga terjadi saling kejar mengejar antar personil kedua benteng.

Pada sela-sela permainan sering terjadi kehabisan personil karena ditawan dan bentengnya dikepung oleh lawannya. Lawan pengepung ini dapat

31Ibid. 32Ibid.


(40)

membebaskan teman-temannya yang juga menjadi tawanan dan dijaga oleh personil di benteng lawannya. Setelah dibebaskan, para mantan tawanan ini dapat turut mengepung benteng lawannya. Sisa personil dari benteng yang terkepung dapat mengejar para pengepung yang berstatus lamo untuk mempertahankan bentengnya, atau balik mengirim penyerang ke benteng pengepung jika benteng para pengepung tidak menjaganya.33

5) Akhir Permainan

Satu kelompok dapat memenangankan permainan jika salah satu personil mereka dapat menyentuh benteng lawan tanpa disentuh oleh lawan yang mempertahankan benteng yang diserang tersebut. Setelah ada yang menang dan kalah, maka permainan selesai dan dapat dimulai kembali permainan bebentengan tersebut dari awal.34

Peraturan pertandingan menurut Wisnujadmika, sebagai berikut :

1. Permainan bebentengan

Pemain bebentengan yang keluar dari basecamp dianggap menyerbu terlebih dahulu. Pemain ini apabila dikejar oleh musuh dan tersentuh oleh tangan musuh dianggap tertangkap. Pemain yang tertangkap di tempatkan tawanan (tempat yang sudah ditentukan sebelum pertandingan dimulai, biasanya 2 meter sebelah kanan atau kiri dari basecamp).35

33

Ibid.

34Ibid.

35

, Permainan Bentengan, (http://wisnujadmika.wordpress.com), diakses tanggal 6 April 2014 jam 09.00.


(41)

2. Pemain musuh mengejar penyerang

Pemain ini dapat kembali mempertahankan bentengnya apabila telah diselamatkan temannya, dengan cara menyentuh tangan atau bagian tubuhnya. Kelompok pemain dinyatakan mendapatkan nilai apabila dapat menyentuh

basecamp musuh. Berakhirnya pertandingan ditentukan oleh kesepakatan para pemain. Kelompok yang kalah akan mendapatkan hukuman, yaitu menggendong kelompok yang menang dari benteng yang satu ke benteng lainnya, jumlah gendongan tergantung kesepakatan. 36

3. Pemain yang ditawan berada di tempat tawanan

Seorang pemain mendapatkan nilai dengan menyentuh basecamp musuh.37

36Ibid.

37


(42)

Sedangkan cara bermain permainan bebentengan menurut Sri mulyani ialah :

1. Permainan dimulai dengan membuat dua kelompok terlebih dahulu.

2. Setiap kelompok terdiri dari empat sampai delapan anak, baik putra maupun putri.

3. Masing-masing kelompok memilih tiang, pilar, ataupun pohon yang disebut sebagai benteng mereka.

4. Kedua kelompok harus saling menyerang atau mengambil alih benteng lawan dengan menyentuh tiang atau pilar yang dipilih oleh lawan dan

meneriakkan kata “benteng”.

5. Kemenangan juga bisa diraih dengan menawan seluruh anggota lawan dengan lari menyentuh tubuh mereka.

6. Untuk menentukkan siapa yang berhak menjadi penawan, ditentukan dari siapa yang paling akhir menyentuh benteng mereka.38

4. Hakikat Belajar dan Hasil Belajar a. Pengertian Belajar

Sadirman, dalam bukunya „interaksi dan motivasi belajar mengajar’

mengemukakan beberapa pengertian serta definisi belajar menurut para ahli. Ada beberapa definisi tentang belajar, antara lain sebagai berikut :

1) Cronbach memberikan definisi :

Learning is shown by a change in behavior as a result of experience”.

2) Harold Spears memberikan batasan:

Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction”.

3) Geoch, mengatakan:

Learning is a change in performance as a result of practice”.39

Dari ketiga definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang mengarah pada perubahan tingkah laku dan penampilan melalui berbagai aktivitas. Seperti aktivitas membaca, mengamati, mendengarkan,

38

Sri Mulyani, op.cit., h. 23.

39

Sardiman, A. M., Interaksi dan motivasi belajar mengajar, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,2000), h.20.


(43)

dan meniru. Proses atau kegiatan belajar akan menghasilkan perubahan tingkah laku yang menyeluruh, apabila seseorang belajar langsung dari pengalaman atau mengalaminya sendiri.40

Selain definisi menurut para ahli di atas, belajar juga dapat dibedakan ke dalam dua pandangan, pandangan luas dan sempit. Belajar dalam pengertian luas dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik dalam mencapai keutuhan perkembangan pribadi seorang anak. Sedangkan menurut arti sempit, belajar merupakan upaya penguasaan materi ajar menuju terbentuknya kepribadian yang seutuhnya.41

Pengertian belajar dalam arti sempit, biasa dilakukan oleh para guru di kelas. Dimana guru mencoba memberikan materi ajar atau ilmu pengetahuan sebanyak mungkin dan siswa berusaha untuk menerima pelajaran dengan sebaik-baiknya. Berdasarkan pengertian belajar secara sempit, guru hanyalah berperan sebagai pengajar, bukan pendidik. Kemudian masyarakat akan beranggapan bahwa belajar ialah menghafal. Dan pengertian belajar dalam arti sempit ini dapat dibuktikan melalui kegiatan yang siswa lakukan menjelang ujian, yaitu menghafal. 42

Selain itu, belajar juga dapat diartikan sebagai kegiatan untuk berubah. Bukan hanya berubah dari sudut wawasan dan keilmuannya saja, melainkan juga dari beberapa sudut lainnya. Seperti kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, dan penyesuaian diri. Dan dapat disimpulkan, bahwa belajar akan selalu menghasilkan perubahan bagi orang-orang yang melakukan proses pembelajaran.43

Terkait dengan pengertian belajar dalam arti sempit, terdapat beberapa teori belajar yang berfokus pada unsur kognitif saja. Apabila dijabarkan, unsur-unsur kognitif dibedakan menjadi penataan fakta, konsep, dan prinsip yang membentuk menjadi suatu kesatuan yang bermakna bagi peserta didik. Dan ternyata, teori belajar yang menekankan pada unsur kognitif, selama ini di

40

Ibid.

41Ibid.,

h. 20-21.

42Ibid.,

h. 21.


(44)

kehidupan nyata dapat diterima. Dengan beberapa syarat tentunya, yaitu dapat mempengaruhi perkembangan afeksi seseorang.44

Pada akhirnya konsep ini melahirkan teori belajar yang bertumpu pada konsep pembentukan super ego. Konsep super ego merupakan konsep belajar yang dalam prosesnya, belajar harus melalui kegiatan menirukan. Selain itu, belajar juga melalui proses interaksi antar pribadi seseorang dengan pihak lain, misalnya seorang tokoh (super ego, menyangkut dimensi sosial). Yang perlu ditegaskan adalah siapa pun yang menjadi figur untuk ditiru, si peniru akan mendapatkan pengalaman yang berguna bagi dirinya sendiri.45

Semakin banyak seorang anak belajar melalui kegiatan peniruan terhadap tokoh, semakin banyak pula pengalaman yang diperolehnya. Sesuai dengan konsep super-ego, maka pengalaman yang diperoleh si subjek didik, akan banyak menyangkut segi moral.46

Hal ini sesuai dengan penegasan Brend bahwa struktur kepribadian individu manusia itu terdiri dari tiga komponen yang dinamakan: id, ego, dan super ego.

1) Id lebih menekankan pemenuhan nafsu, 2) super ego lebih bersifat sosial dan moral,

3) ego akan menjembatani antara keduanya, terutama kalau berkembang menghadapi lingkungannya, atau dalam aktivitas belajar.47

Menurut konsep belajar super ego, ketika seseorang belajar maka orang tersebut dapat membina moralitas dirinya sendiri. Hal ini dapat diperoleh melalui interaksi dengan pribadi-pribadi manusia yang lain.48

Belajar boleh dikatakan sebagai suatu proses interaksi antara diri manusia (id-ego-super ego) dengan lingkungannya. Lingkungan tersebut dapat berwujud pribadi, fakta, konsep, ataupun teori. Menurut Sadirman dalam bukunya, “ proses interaksi adalah :

a) proses internalisasi dari sesuatu ke dalam diri yang belajar.

b) dilakukan secara aktif, dengan segenap panca indera ikut berperan.”49

44Ibid. 45

Ibid., h. 22.

46Ibid. 47Ibid. 48Ibid.


(45)

Proses internalisasi sesuatu ke dalam diri orang yang belajar dilakukan secara aktif dengan segenap panca indera. Setelah itu perlu kiranya diadakan kegiatan lanjutan dari proses internalisasi, yaitu proses sosialisasi. Proses sosialisasi merupakan kegiatan mensosialisasikan atau menginternalisasikan atau menularkan suatu hal kepada pihak lain. Dalam proses sosialisasi, orang yang belajar pasti berinteraksi dengan orang lain, dan menghasilkan pengalamannya sendiri. Pengalaman yang dilalui oleh orang lain, akan menyebabkan proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang.50

Para ilmuan khususnya para ahli psikologi sering sekali mempunyai pendapat dan pandangan yang berbeda-beda terkait dengan pengertian belajar itu sendiri. Hal ini dapat terjadi karena mereka memberi tekanan dari sudut pandang masing-masing. Walaupun terkadang maksud yang dituju sama, namun bahasa penyampaian dan pengungkapan yang digunakannya berbeda. Pada akhirnya teori belajar dapat dibedakan menjadi dua pandangan yaitu, pandangan tradisional dan pandangan modern.

Oemar Hamalik menjabarkan dua pandangan pengertian belajar sebagai berikut :

Belajar menurut pandangan tradisional. Menurut pandangan ini, belajar adalah usaha memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan. Pengetahuan mendapat tekanan yang penting, oleh sebab pengetahuan memegang peranan utama dalam hidup manusia. Pengetahuan adalah kekuasaan. Siapa yang memiliki banyak pengetahuan maka dia akan mendapat kekuasaan. Siapa yang memiliki banyak pengetahuan maka dia akan mendapat kekuasaan, dan sebaliknya siapa yang kosong pengetahuannya, atau bodoh maka dia akan dikuasai orang lain. Karena itu memiliki banyak pengetahuan adalah penting. Itu sebabnya, pandangan ini disebut pandangan yang intelektualitas, terlalu menekankan pada perkembangan otak. Untuk memperoleh pengetahuan maka siswa harus mempelajari berbagai mata pelajaran di sekolah. Dalam hal ini, “buku

pelajaran” atau bahan bacaan, menjadi sumber pengetahuan yang utama.

Sehingga sering ditafsirkan bahwa belajar berarti mempelajari buku bacaan.51 Belajar menurut pandangan modern. Menurut pandangan ini, yang dimaksud dengan belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat interaksi dengan lingkungan. Seseorang dinyatakan melakukan kegiatan belajar setelah ia

49Ibid. 50Ibid.,

h. 22-23.

51


(46)

memperoleh hasil, yakni terjadinya perubahan tingkah laku, misalnya, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan sebagainya. Pada hakikatnya perubahan tingkah laku itu adalah perubahan kepribadian pada diri seseorang. Tingkah laku mengandung pengertian yang luas meliputi segi jasmaniah (struktural) dan segi rohaniah (fungsional), keduanya saling bertalian dan saling berinteraksi satu sama lain. Pola tingkah laku itu terdiri dari berbagai aspek, keterampilan, kebiasaan, emosi, budi pekerti, apresiasi, jasmani, hubungan sosial, dan lain-lain. Jadi, tingkah laku itu sesungguhnya sangat luas, bukan hanya terdiri atas pengetahuan saja, seperti yang dikemukakan oleh pandangan tradisional.52

Oemar Hamalik juga menjelaskan bahwa siswa yang belajar dipandang sebagai organisme yang hidup, siswa bersifat aktif dan senantiasa mengadakan interaksi dengan lingkungannya. Respon terhadap lingkungannya berbeda-beda, ada yang bersifat menerima, menolak, mencari sendiri, dan dapat pula mengubah lingkungannya.53

Lingkungan yang dijelaskan dalam buku Oemar Hamalik bukan hanya terdiri dari buku bacaan, tetapi juga guru, sekolah, masyarakat masa lampau, dan lain-lain. Oleh karena itu, lingkungan bersifat luas, tidak sempit. Selain itu interaksi antara individu dengan lingkungannya, pelajar akan memperoleh pengalaman yang bermakna bagi hidupnya.54

Definisi belajar menurut para ahli ialah sebagai berikut :

1. Skinner mengartikan belajar sebagai suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.

2. Hilgard & Bower dalam bukunya mengemukakan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya).

3. M. Sobry Sutikno dalam bukunya mengartikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Kaki seseorang patah karena terkena benda yang berat yang terjatuh dari atas loteng, ini tidak bisa disebut perubahan hasil dari belajar. Jadi, perubahan yang bagaimana yang dapat disebut belajar ?.

52Ibid. 53Ibid. 54Ibid.


(47)

perubahan yang dimaksud di sini adalah perubahan yang terjadi secara sadar (disengaja) dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.

4. C.T. Morgan merumuskan belajar sebagai suatu perubahan yang relatif dalam menetapkan tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang lalu.

5. Thursan Hakim mengartikan belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya fikir, dan lain-lain kemampuannya.55

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar pada hakikatnya merupakan perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah melakukan aktivitas tertentu. Walaupun pada kenyataanya tidak semua perubahan termasuk kategori belajar. Seperti contohnya, perubahan fisik, mabuk, gila, dan sebagainya.56

Hal terpenting dalam belajar ialah proses bukan hasil yang diperolehnya. Dalam belajar, seseorang harus menikmati prosesnya. Karena dari proses itulah, seseorang dapat menerima berbagai pengalaman penting yang dapat merubah tingkah laku serta pola pikir seseorang.

b. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan nilai yang bisa dijadikan sebagai bukti nyata dari perubahan yang dialami oleh orang yang belajar. Hasil belajar kerap kaitannya dengan pengertian belajar dalam arti sempit. Tujuan belajar yang diinginkan dari sudut kognitif ialah peserta didik mampu menguasai materi ajar yang disampaikan oleh guru di kelas. Dan dapat dilihat dari perolehan hasil belajar siswa di kelas.

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dalam buku Nana Sudjana, “ Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni:

1) keterampilan dan kebiasaan, 2) pengetahuan dan pengertian,

55

Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, Op.cit.,h. 5-6.


(48)

3) sikap dan cita-cita.”57

Sedangkan, dalam buku penilaian hasil proses belajar mengajar, Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni :

a) informasi verbal,

b) keterampilan intelektual, c) strategi kognitif,

d) sikap, dan

e.)keterampilan motoris.58

Dalam sistem pendidikan nasional, Indonesia menggunakan pendapat Benyamin Bloom dalam pembagian ranah atau bagian dari hasil belajar. Dan secara garis besar dibagi menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.59

Ranah yang pertama ialah ranah kognitif yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual dan terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Aspek pertama dan kedua disebut aspek kognitif tingkat rendah dan aspek ke tiga sampai aspek ke enam termasuk ke dalam aspek kognitif tingkat tinggi.60

Ranah yang kedua ialah ranah afektif yang berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.61

Ranah yang terakhir atau ketiga ialah ranah psikomotoris yang berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Terdapat enam aspek dalam ranah psikomotoris, yaitu:

1. gerakan refleks,

2. keterampilan gerakan dasar, 3. kemampuan perseptual, 4. keharmonisan atau ketepatan,

5. gerakan keterampilan kompleks, dan 6. gerakan ekspresif dan interpretatif.62

57

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h. 22.

58

Ibid.

59Ibid. 60Ibid. 61Ibid.


(49)

Diantara ketiga ranah di atas, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.63

Namun, pada perubahan kurikulum sekarang ini. Di mana kurikulum tingkat satuan pendidikan atau KTSP diubah menjadi kurikulum 2013. Penilaian afektif dan psikomotorik tidak kalah penting dengan penilaian kognitif itu sendiri.

5. Hakikat Jurnal Umum a. Pengertian Jurnal Umum

Menurut Chumaditus Sa’dyah dan Dadang Argo P,

Setiap transaksi yang sudah diwujudkan dalam bukti transaksi harus dicatat dahulu dalam jurnal. Jadi, jurnal merupakan catatan akuntansi permanen yang pertama, sehingga jurnal sering disebut buku catatan pertama (book of original entry). Jurnal juga bisa diartikan sebagai media atau buku yang mencatat transaksi keuangan secara kronologis dengan menuliskan akun yang didebet dan dikredit.64

b. Fungsi Jurnal 1) Fungsi mencatat

Jurnal digunakan untuk mencatat transaksi berdasarkan bukti transaksi. 2) Fungsi historis

Jurnal dicatat secara kronologis berdasarkan tanggal terjadi transaksi. 3) Fungsi analisis

Jurnal digunakan untuk mencatat hasil analisis bukti transaksi sehingga jelas letak debit atau kredit dari akun yang terpengaruh.

4) Fungsi instruktif

Perintah untuk mendebit atau mengkredit akun yang terpengaruh beserta jumlahnya.

5) Fungai informatif

Memberikan informasi mengenai transaksi yang terjadi.65

62Ibid.

, h. 23.

63Ibid.

64Chumaditus Sa’dyah dan Dadang Argo P.,

Ekonomi 2 Kelas XI SMA dan MA,(Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan, 2009), h. 277.

65

Agung Feryanto, Buku Panduan Pendidik Ekonomi untuk SMA dan MA, (Klaten: PT. Intan Pariwara, 2009), h. 196.


(50)

c. Bentuk Jurnal

Keterangan:

1) Diisi tahun, bulan, serta tanggal transaksi. Untuk tahun cukup ditulis sekali saja tiap halaman judul, kecuali ada pergantian tahun. Sama halnya dengan bulan.

2) Diisi nomor bukti transaksi.

3) Diisi oleh akun yang akan didebet dan dikredit. Aturan untuk penulisan akun yang didebet di mulai dari kiri, dan akun kredit ditulis di bawahnya sedikit ke kanan.

4) Kolom referensi diisi dengan kode akun yang angkanya sudah dipindahkan ke buku besar.

5) Diisi nilai nominal akun yang didebet. 6) Diisi nilai nominal akun yang dikredit

7) Penambahan keterangan singkat mengenai transaksi (tidak mutlak ada)66

d. Proses Pencatatan Jurnal Umum

Proses pencatatan jurnal umum dapat dilakukan dengan mudah, apabila siswa atau peserta didik mampu memahami serta menghafal rumus persamaan dasar akuntansi dan tabel saldo normal akun. Ketika dua hal tersebut dapat dikuasai oleh siswa, maka kemampuan dalam menganalisis soal atau transaksi-transaksi yang adapun ikut menentukan.67

1) Rumus persamaan dasar akuntansi Harta=Utang+Modal.

2) Saldo normal akun-akun perusahaan jasa

Tabel 2.1 Saldo Normal Akun

Nama Akun Bertambah ( + ) Berkurang ( - ) Saldo Normal

Harta Debit Kredit Debit

Utang Kredit Debit Kredit

Modal Kredit Debit Kredit

Pendapatan Kredit Debit Kredit

Beban Kredit Debit Kredit

66Ibid. 67

, Cara Membuat Jurnal Umum, (http://wwwbelajarakuntansi-accounting.blogspot.com), diakses tanggal 22 Agustus 2014 jam 08.39.


(1)

Departemen Pendidikan, 2009)

15. Agung Feryanto, Buku Panduan Pendidik Ekonomi untuk SMA dan MA, (Klaten: PT. Intan Pariwara, 2009)

16. (http://wwwbelajarakuntansi-accounting.blogspot.com)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

No. Footnote Pembimbing I Pembimbing II

1. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung:Alfabeta, 2012)

2. Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, ( Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007)

3. Syofian Siregar, Statistika Deskriptif untuk Penelitian Dilengkapi Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011)

4. Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Kedua, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2013)

5. (http://www.pusattesis.com/uji-reliabilitas/)


(2)

6. Budi Susetyo, Statistika untuk Analisis Data Penelitian, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2010),

7. Amenah. HM., “ Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Penerapan Metode Problem Solving Pada Siswa Kelas VIII di MTS Al-Hidayah Rawadenok Depok “, Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2013, tidak dipublikasikan.


(3)

LAMPIRAN 22

Kegiatan menentukan kelompok mana yang akan memulai permainan


(4)

Kegiatan diskusi antar kelompok


(5)

Siswa sedang mengincar teman dari kelompok lawan untuk maju mengerjakan soal


(6)

Siswa-siswi yang menjadi tawanan di depan kelas


Dokumen yang terkait

Pengaruh media video terhadap hasil belajar siswa SMA pada konsep gerak lurus: kuasi eksperimen di SMA Negeri 6 Tangerang Selatan

1 8 273

Pengaruh Pendekatan Deep Dialogue Critical Thinking Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi di SMA Negeri 6 Tangerang Selatan

1 31 205

Pengaruh hypermedia terhadap hasil belajar siswa sma pada konsep momentum dan impuls (kuasi eksperimen di SMA Negeri 4 Tangerang Selatan)

1 11 207

Pengaruh hypermedia terhadap hasil belajar fisika siswa kelas xi pada konsep hukum gravitasi newton (kuasi eksperimen di SMA Negeri 3 Tangerang Selatan)

1 25 0

The Effectiveness of Guided Questions towards Students’ Writing Skill of Descriptive Text

0 5 86

Penerapan metode permainan tradisional bebentengan dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada materi akuntansi perusahaan jasa di kelas XI IPS 3 SMA N 6 Tangerang Selatan: Kuasi Eksperimen di SMA Negeri 6 Tangerang Selatan

3 25 156

Pengaruh model pembelajaran advance organizer dengan peta konsep terhadap hasil belajar siswa: kuasi eksperimen pada kelas XI IPA SMA Negeri 8 Kota Tangerang Selatan

4 28 246

Karakter Siswa Kelas XI IPS di SMA Negeri 7 Kota Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2015-2016

0 6 137

Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Number Head Together Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa Materi Ajar Sistem reproduksi (Penelitian Tindakan Kelas Di SMA Negeri 6 Tangerang Selatan

0 3 14

PENERAPAN METODE PEMBELAJARANPARTISIPATIF TEKNIK PERMAINAN AKUN DALAM UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITASDAN HASIL BELAJAR AKUNTANSI SISWA KELAS XI IPS 2 SMA N 1 TALAWI T.P2013/2014.

0 2 21