Perlindungan Hak Kesehatan Narapidana Dalam Pandangan Hukum Positif dan Hukum Pidana Islam di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tanggerang (Analisis Yuridis UU No 12 Tahun 1995)

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

WAWAN SOLIHIN NIM: 1111045100015

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2015/1436 H


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Positif Dan Hukum Pidana Islam Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang (Analisis Yuridis UU No 12 Tahun 1995)”. Konsentrasi Kepidanaan Islam, Program Studi Jinayah Siyasah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perlindungan hak kesehatan fisik narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang berdasarkan UU No 12 Tahun 1995 dan Hukum Pidana Islam. Hal ini dilakukan dengan mengkaji perlindungan hak kesehatan fisik narapidana tersebut berdasarkan hukum positif dan hukum pidana Islam.

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian hukum empiris sosiologis, dengan melihat dari segi Undang-Undang No 12 Tahun 1995 dan fakta sesungguhnya di lapangan yaitu berupa pelaksanaan hak kesehatan tersebut di Lembaga Pemasyarakatan. Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan normatif yaitu Undang-Undang No 12 Tahun 1995 dan pendekatan empiris yaitu pelaksanaan perlindungan kesehatan fisik di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang. Sedangkan jenis penelitiannya berupa analisis kualitatif deskriptif yaitu menggambarkan tentang suatu fenomena yang datanya diambil melalui buku-buku literatur, peraturan Undang-Undang yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, wawancara dengan Kasi Binapi, penjaga Lapas, dokter Lapas, dan beberapa narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang.

Hasil penelitian menunjukan bahwa perlindungan hak kesehatan fisik narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang sudah sesuai dengan Undang-Undang No 12 Tahun 1995 dan hukum pidana Islam yaitu Al-Maqasid Al-Syari’ah yakni Hifzh al-nafsi (memelihara jiwa). Hal itu terlihat dari pelayanan kesehatan dari pihak Lapas yang cukup baik terhadap narapidana yang sakit, baik itu sakit ringan maupun sakit berat. Sarana prasarananya pun sudah lengkap mulai dari program penyuluhan kesehatan, pengecekan kesehatan, asupan makan yang bergizi, alat-alat kesehatan, obat-obatan, tim medis serta kebersihan di Lapas tersebut terjaga dengan baik dan bersih. Sehingga tidak ada narapidana yang meninggal karena sakit di dalam Lapas.


(6)

ii

panjatkan kehadirat Allah SWT. Dengan kuasa-Nya kita dapat bernafas, bergerak, berfikir dan hidup dengan penuh makna dan kebahagiaan atas nikmat yang indah. Dengan penuh keikhlasan, Penulis bersyukur atas kehidupan yang telah diberi. Alhamdulillah Allah SWT telah memberikan kita potensi berfikir, bertindak, berusaha, dan berjuang.

Sholawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW. Nabi yang telah membawa umat Islam dari zaman Jahiliyah menuju zaman Islamiyah yang seperti sekarang ini. Kesejahteraan dan keselamatan semoga selalu tercurahkan untuknya, para keluarga, seluruh sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Alhamdulillah, penulis panjatkan kepada Allah SWT. Tidak ada kemampuan melainkan apa yang telah Allah SWT berikan, atas Ridha-Nya pula disertai dengan kesungguhan, maka penulis dapat menyelesaikan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mencapai gelar (S1) Sarjana Strata Satu di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan menghasilkan sebuah karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi yang penulis angkat dengan judul: “Perlindungan Hak Kesehatan Narapidana Dalam Pandangan Hukum Positif Dan Hukum Pidana Islam Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang (Analisis Yuridis UU No 12 Tahun 1995)”.


(7)

iii

dapat diatasi dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu penulis memanjatkan syukur yang sedalam-dalam kehadirat Allah SWT dan mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga serta menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini: Dr. H. M. Nurul Irfan M. Ag. Yang dengan tulus, ikhlas dan penuh perhatian telah membimbing, mengarahkan dan memberi petunjuk-petunjuk serta nasihat-nasihat yang sangat berharga kepada penulis.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada yang terhormat.

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para pembantu Dekan.

3. Ibu Dra. Hj. Maskufa. M.Ag Ketua Program Studi Jinayah Siyasah jurusan Kepidanaan Islam dan kepada ibu Rosdiana MA, Sekretaris Program Studi Kepidanaan Islam.

4. Bapak H. Qosim Arsyadani S.Ag.,MA Dosen Akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

5. Bapak Dr. H.M. Nurul Irfan,M, Ag. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan serta saran kepada penulis.


(8)

iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Kepala Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM Provinsi Banten yang telah memberikan perizinan untuk meneliti di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang.

9. Ketua Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang dan para petugas yang telah memberikan izin penulis untuk mengadakan penelitian dan memperoleh informasi, tidak lupa juga rekan-rekan narapidana di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang yang telah memberikan informasi kepada penulis. 10. Bapak dan ibuku yang tercinta, bapak H. Sulhi dan Ibu Hj. Marhati’ah

yang telah berusaha payah membesarkan dan mengarahkan pendidikan penulis, sehingga tanpa hal tersebut sulit kiranya penulis dapat mencapai apa yang diperoleh saat ini. Terima kasih telah memberikan kasih sayang, doa, motivasi, semangat dan pengorbanan sepanjang masa hingga sekarang anakmu dapat menuntut ilmu hingga jenjang saat ini.

11. Untuk kakakku Suherman SE, Sukmariah, Edi Suaedi, Wati, Umi Kulsum yang telah mendukung untuk menyelesaikan Studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan adikku Mursi dan Feri Setiawan yang telah memberi semangat dan inspirasi.

12. Neng Novi Mela Yuliani S. Pd. Yang selalu sabar menemani, memberi semangat dan motivasi di saat pembuatan skripsi ini.


(9)

v

14. Sahabat-sahabat Jurusan Pidana Islam angkatan 2011 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah memotivasi untuk terselesainya skripsi. 15. Teman-teman Keluarga Mahasiswa Cilegon (KMC) yang tidak bisa

disebutkan satu persatu, yang telah memotivasi untuk terselesainya skripsi. 16. Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penyusunan skripsi

ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, semoga semua kebaikan yang telah diberikan mendapatkan ganjaran yang setimpal serta selalu mendapat ridha Allah SWT dan keberkahannya Rasulullah SAW.

penulis sangat menyadari keterbatasan kemampuan penulis, serta mengakui sifat kemanusiaan yang banyak kekurangan dan kesalahan. Segala petunjuk dari para pembaca sangat diharapkan demi pembenaran dan kesempurnaan skripsi ini dan semoga membawa manfaat khususnya bagi penulis dan para pembaca aamiin.

Mengakhiri kata pengantar ini, penulis berdoa semoga partisipasi aktif semua pihak yang tersebut di atas dan yang tidak dapat disebutkan, benar-benar menjadi bagian dari rangkaian amal mereka, Aamiin.

Jakarta, Maret 2015

Wawan Solihin 1111045100015


(10)

vi

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Lembar Pengesahan Pembimbing Surat Pernyataan Karya Ilmiah

Abstrak ... ... i

Kata Pengantar ... . ii

Daftar Isi ... vi

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ……… . 15

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian ……… ... 16

D.Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ... .... 17

E. Metode Penelitian ... ... 18

F. Sitematika Penulisan ... . 22

BAB II HAM DAN KONSEP PERUNDANG-UNDANGAN NARAPIDANA BERDASARKAN UU NO 12 TAHUN 1995 DAN HUKUM PIDANA ISLAM A.Hakikat Hak Asasi Manusia ... 25

1. Pengertian Hak Asasi Manusia ... . 25

2. Hak Asasi Manusia Menurut Islam ... . 27

3. Jenis-jenis Hak Asasi Manusia Dalam Islam ... 29


(11)

vii

5. Jenis-jenis Hak Asasi Manusia ... . 35

B.Hakikat Perlindungan Hak Narapidana ... . 38

C.Konsep Perundangan Terhadap Narapidana Menurut UU No 12 Tahun 1995 ... . 40

1. Hakikat Narapidana ... . 40

2. Hak-Hak Narapidana ... . 41

D.Perlindungan Hak Kesehatan Narapidana Menurut Hukum Pidana Islam dan UU No 12 Tahun 1995 ... ... 42

1. Perlindungan Hak Kesehatan Narapidana Menurut UU No 12 Tahun 1995 ... . 43

2. Perlindungan Hak Kesehatan Narapidana Menurut Hukum Islam ... .. 45

BAB III DESKRIPSI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA PEMUDA TANGERANG DAN KASUS PELANGGARAN HAK NARAPIDANA A.Deskripsi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang ... .. 48

B. Keadaan Bangunan ... . 49

C.Tinjauan Historis ... . 50

D.Tugas Pokok dan Fungsi ... . 51

E. Struktur Organisasi ... . 52

F. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran ... . 53


(12)

viii

H.Jumlah Narapidana Keseluruhan Di Lembaga Pemasyarakatan

Kelas IIA Pemuda Tangerang ... 56

I. Sarana Prasarana Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang ... 56

J. Sarana Kesehatan Alat Medis, Obat-obatan, Ruangan, Alur Berobat ... 57

K. Kondisi Saat Ini ... 59

L. Kasus Pelanggaran Hak Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PERLINDUNGAN KESEHATAN NARAPIDANA A.Kajian Pelaksanaan Hak Kesehatan Fisik Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang Menurut UU No 12 Tahun 1995 ... 62

1. Pelayanan Kesehatan ... 64

2. Asupan Makanan ... 72

3. Akses Kesehatan ... 74

4. Kebersihan ... 75

5. Olahraga ... 76

B. Kajian Pelaksanaan Hak Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang Menurut Hukum Pidana Islam .... 76.


(13)

ix

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan ... 82 B.Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(14)

1

A.Latar Belakang Masalah

Manusia sejak lahir tentunya saling membutuhkan satu sama lain karena manusia merupakan makhluk sosial. Oleh karena itu, manusia harus mengetahui tata cara dalam kehidupan bermasyarakat agar mampu menciptakan kehidupan yang damai dan tentram. Dalam kehidupan bermasyarakat, tentunya akan diatur oleh hukum yang berlaku di negara tersebut, sehingga masyarakat harus tunduk terhadap hukum tanpa terkecuali. Hukum berfungsi untuk mengatur tata cara penyelenggaraan negara, seperti yang dinyatakan oleh Teguh Prasetyo dalam buku yang berjudul Hukum Pidana menyatakan bahwa tujuan hukum pidana yaitu:

1. Untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik (Aliran klasik)

2. Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkungannya (Aliran modern). 1

Dari tujuan di atas, dapat diketahui bahwa hukum bertujuan untuk mencegah seseorang agar tidak melakukan kejahatan, sehingga seseorang yang telah melakukan kejahatan tersebut mampu menyadari serta kembali lagi untuk

1


(15)

melakukan perbuatan yang lebih baik, dan dapat bersatu kembali dengan lingkungan masyarakat.

Pada saat ini, di Indonesia sedang berlangsung usaha untuk memperbaharui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai bagian dari usaha pembaharuan hukum Nasional yang menyeluruh. Usaha pembaharuan itu dilakukan, tidak hanya karena alasan bahwa KUHP yang sekarang ini diberlakukan dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan masyarakat, akan tetapi karena KUHP tersebut tidak lebih dari produk warisan penjajahan Belanda yang tidak sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat.

Seperti yang dinyatakan oleh Jimmly Ashidiqqie dalam bukunya yang berjudul Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia bahwa “Perlunya KUHP itu diperbaharui bertolak dari alasan-alasan yang bersifat praktis, filosofis, sosiologis, dan bahkan alasan yang bersifat praktis karena adanya kebutuhan dalam praktik”.2 Maka dari itu hukum yang telah ditetapkan dalam KUHP perlu diadakan pembaharuan dan dikodifikasi mengikuti perkembangan zaman, sehingga manusia bisa mengetahui dan mentaati peraturan-peraturan baru tersebut, dimana peraturan tersebut lebih baik dibandingkan KUHP yang lama.

Pembangunan di bidang hukum merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dengan pembangunan manusia seutuhnya, untuk itu usaha pembangunan di bidang hukum perlu terus ditingkatkan. Harus disadari bahwa pembangunan hukum merupakan salah satu sarana untuk terwujudnya sistem

2

. Jimly Asshiddiqie, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Angkasa 1996, h. 1


(16)

hukum dan produk hukum yang dapat mengayomi dan memberikan landasan hukum bagi masyarakat dan pembangunan itu sendiri.

Hukum adalah perlindungan bagi para individu agar ia tidak diperlakukan semena-mena di satu pihak ke pihak yang lain. Hukum merupakan perlindungan bagi masyarakat dan negara agar tidak ada seorangpun yang melanggar ketentuan-ketentuan yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu, hukum bukan saja merupakan salah satu jaminan perlindungan terhadap individu agar tidak diperlakukan semena-mena, tetapi juga merupakan alat pengatur antar hak dan kewajiban serta antara kewajiban dan ketertiban. Sehubungan dengan hal tersebut, maka alat penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya bukan semata-mata bertolak pada ketentuan yang berlaku, tetapi juga wajib melayani kebutuhan masyarakat secara serasi dan seimbang.

Ali Yuswandi menegaskan bahwa “Aparat penegak hukum harus berani mengambil langkah-langkah secara tegas kepada setiap pelanggar hukum dan melindungi setiap orang dari setiap tindakan pelanggar hukum”.3 Maka dari itu, jika penegak hukum di Indonesia melaksanakan hukumnya dengan tegas, maka kemungkinan besar lebih sedikit orang yang melakukan pelanggaran hukum karena manusia cenderung akan takut dengan pelaksanaan hukum yang tegas. Jika hukuman bisa dibeli maka hukum pun akan rusak dan tidak akan menjadi sebuah pembelajaran bagi manusia.

3

. Ali Yuswandi, Penuntutan Hapusnya Kewenangan Menuntut Dan Menjalankan Pidana cet -1, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya 1995, h.2


(17)

Meningkatnya kesejahteraan hidup serta makin cepatnya penerapan teknologi modern justru manusia bukan makin bahagia, akan tetapi malah mengalami kemunduran-kemunduran yang berhakekat Dehumanisasi.4 Keadaan manusia justru semakin memburuk dan secara keseluruhan bahkan menunjukkan gejala-gejala rontok. Mengenai kenyataan ini, kalangan ilmuwan dan kaum cerdik-cendikiawan banyak menuliskan pendapat dan peringatannya, sedangkan pers dan media masa lainnya sehari-hari penuh dengan berita-berita tentang makin parahnya keadaan manusia saat ini.

Menurut Djoko Prakoso dan Djaman Andhi Nirwanto dalam bukunya yang berjudul Hak Asasi Manusia dan Hukum Pidanamenjelaskan bahwa:

Memburuknya keadaan manusia di dunia modern sekarang ini, ternyata bukan saja memiskinkan manusia akan kebajikan dan perhatian terhadap sesamanya, akan tetapi telah meningkatkan pula kecenderungan-kecenderungan yang mendorong meningkatnya perbuatan-perbuatan kekerasaan dan teror, sehingga terasa sangat mengancam peradaban dan martabat manusia modern tersebut.5

Banyaknya tindakan-tindakan yang mengancam peradaban dan martabat manusia pada saat ini, karena banyaknya tindakan pelanggaran moral yang buruk sehingga merugikan manusia yang lainnya. Dengan banyaknya tindakan moral yang buruk maka semakin bertambah pula jumlah narapidana. Meskipun seseorang telah ditetapkan menjadi seorang narapidana, akan tetapi narapidana tersebut tetap memiliki hak-hak yang harus dilindungi yang sesuai dengan

4

. Dehumanisme adalah penghilangan harkat manusia. KBBI, Jakarta: Balai Pustaka 1988 cet-1.

5

. Djoko Prakoso dan Djaman Andhi Nirwanto. Euthanasia: Hak Asasi Manusia dan Hukum Pidana, , Jakarta: Ghalia Indonesia 1984, cet -1, h. 27-28


(18)

amanat UU No 12 Tahun 1995 dalam pasal 14 dinyatakan bahwa hak-hak narapidana meliputi:

a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya; b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani; c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;

d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak; e. Menyampaikan keluhan;

f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang;

g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;

h. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu lainnya;

i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);

j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga;

k. Mendapatkan pembebasan bersyarat; l. Mendapatkan cuti menjelang bebas; dan

m.Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.6

Meskipun hak-hak narapidana sudah diatur dalam Undang-Undang, akan tetapi pada kenyataannya masih ada beberapa hak narapidana yang belum terpenuhi. Tentunya hal ini menjadi masalah dalam pelaksanaan hak asasi manusia.

Sebagai titik tolak dalam pembahasan masalah hak asasi manusia di Indonesia ini, maka sorotan kita tidak terlepas dari Undang-Undang Dasar dan Pancasila, karena Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar dari segala peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia, begitu pula Pancasila adalah merupakan sumber dari segala sumber tertib hukum Indonesia.

6

. Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, Jakarta: PT Intan Sejati 2007, cet -3, h. 185


(19)

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan pengendapan dari cita-cita dan pengalaman bangsa Indonesia dalam perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia untuk menghapuskan penjajahan. Oleh sebab itu, pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dimulai dengan menonjolkan hak setiap bangsa untuk merdeka, sebagaimana dinyatakan pada alinea pertamanya

yaitu “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.7

Menurut Johnny Ibrahim, dalam bukunya yang berjudul Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif menyatakan “Pada dasarnya kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum, sepanjang sejarah peradaban manusia peran sentral hukum dalam upaya menciptakan suasana yang menginginkan manusia merasa terlindungi, hidup berdampingan secara damai dan menjaga eksistensinya di dunia telah diakui”. 8 Manusia sebagai makhluk yang tidak luput dari kesalahan maka dengan itu manusia tidak bisa dipisahkan dengan hukum, karena dengan adanya hukum manusia bisa menjadi lebih baik dan terarah.

Menurut Sholehuddin dalam bukunya yang berjudul Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana menyatakan bahwa:

Masalah hukum tidaklah dapat dipisahkan dengan masalah pidana dan pemidanaan yang dalam sejarahnya selalu mengalami perubahan. Dari

7

. Djoko Prakoso dan Andhi Nirwanto, Euthanasia, Hak Asasi Manusia dan Hukum Pidana, h, 41-42

8

. Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif Malang: Bayumedia Publishing, 2007, cet -3, h. 1.


(20)

abad ke abad, keberadaannya banyak diperdebatkan para ahli. Bila disimak dari sudut perkembangan masyarakat, perubahan itu adalah hal yang wajar, karena manusia akan selalu berupaya untuk memperbaharui tentang suatu hal demi meningkatkan kesejahteraan dengan mendasarkan diri pada pengalamannya di masa lampau9.

Maka tidak diherankan lagi jika peraturan selalu mengalami perubahan dan selalu diperdebatkan oleh kalangan para ahli hukum karena hukum selalu berubah-ubah tidak ada hukuman yang bisa menjamin tanpa adanya perubahan yang menuju kebaikan. Dalam pasal 3 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 menyatakan bahwa:

Fungsi sistem pemasyarakatan menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berintegritasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab oleh karena itu sistem pemasyarakatan haruslah mampu mengembalikan warga binaannya menjadi pribadi yang taat hukum.10

Sebagai negara hukum, hak-hak narapidana itu harus dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang, maka dari itu penegak hukum khususnya para staf di lembaga pemasyarakatan harus menjamin perlindungan hak-hak narapidana sebagaimana fungsi lembaga pemasyarakatan sendiri yang berfungsi untuk melakukan pembinaan terhadap narapidananya. Narapidana juga perlu diperhatikan sebagai mana manusia yang lainnya, agar ketika narapidana sudah mendapatkan kebebasan bisa menjadi masyarakat yang lebih baik. Walaupun seorang narapidana telah melakukan kesalahan melanggar hukum akan tetapi mereka tidak boleh diperlakukan secara tidak manusiawi, misalnya penyiksaan

9

. Muhammad Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana: Ide Dasar Double Track System dan Implementasinya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, h. 1

10

. Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia , Bandung: PT. Refika Admitama, 2006, h. 106.


(21)

di dalam lembaga pemasyarakatan, tidak mendapat fasilitas untuk menunjang pelaksanaan hak-haknya dan tidak adanya kesempatan untuk mendapat remisi.

Pada dasarnya hak narapidana antara narapidana laki-laki dan narapidana perempuan memiliki hak yang sama, hanya ada beberapa saja yang berbeda karena narapidana perempuan memiliki beberapa hak yang tidak didapatkan oleh narapidana laki-laki. Ada juga beberapa hal yang berbeda, di antaranya karena perempuan mempunyai kodrat yang tidak dimiliki oleh narapidana laki-laki yaitu menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui maka dalam hal ini hak-hak narapidana perempuan perlu mendapat perhatian yang khusus baik menurut Undang-Undang maupun berdasarkan peraturan dari petugas lembaga pemasyarakatan di seluruh wilayah Indonesia.

Selain dibahas dalam hukum positif, hak asasi manusia pun dibahas dalam hukum pidana Islam. Menurut Frans Maramis terdapat dua pandangan yang berbeda tentang tujuan dari keberadaan hukum pidana yaitu:

1. Untuk melindungi masyarakat dari kejahatan. Merupakan suatu realitas bahwa dalam masyarakat senantiasa ada kejahatan, sehingga diadakannya hukum pidana adalah untuk melindungi masyarakat dari terjadinya kejahatan.

2. Untuk melindungi individu-individu dari kemungkinan kesewenangan penguasa. Pandangan ini didasarkan pada suatu titik tolak bahwa kekuasaan cenderung disalah gunakan, sehingga diadakannya hukum pidana justru untuk membatasi kekuasaan penguasa.11

11

. Frans Maramis, Hukum Pidana dan Tertulis di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012, h.12-13


(22)

Selain hal itu bisa kita lihat bahwa hukum pidana Islam dalam buku Hukum Pidana Islam karangan Asadulloh Al-Faruq menyatakan bahwa

“Hukum Pidana Islam bertujuan melindungi lima kebutuhan hidup manusia atau yang biasa disebut dengan istilah Al maqasid al syari’ah al khamsah yaitu:

1. Hifzh al din (memelihara agama) 2. Hifzh al nafsi (memelihara jiwa) 3. Hifzh al maal (memelihara harta) 4. Hifzh al nashl (memelihara keturunan) 5. Hifzh al’aqli (memelihara akal).12

Hal tersebut menjelaskan bahwa manusia merupakan makhluk yang mulia dan setiap manusia berhak memiliki dan dilindungi dalam hak-haknya sebagai manusia, walaupun manusia sering melakukan kehilafan dan kesalahan bukan berarti manusia kehilangan hak-haknya.

Menurut Asadulloh Al Faruk dalam buku Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam bahwa “Seseorang yang terkenai pidana dalam hukum pidana Islam adalah orang yang telah terbukti melalui pembuktian, telah melakukan suatu tindakan yang dilarang oleh syar’i. Terpidana adalah orang yang benar-benar memiliki kesalahan, dan kesalahan itu bukan sekedar praduga, tetapi

harus dibuktikan sehingga tidak ada lagi keraguan”.13

Dalam bahasa arab ada dua istilah untuk hukuman penjara, pertama: As-Sijnu: mencegah atau menahan, yang kedua Al- Habsu: diartikan juga As-Sijnu,

dengan demikian kedua kata tersebut mempunyai arti yang sama. Menurut Imam Ibn Al-Qayyim Al-Jauziah, yang dimaksud dengan Al-Habsu menurut

12

Asadulloh Al Faruk, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam, Bogor : Ghalia Indonesa, 2009, h. 12

13


(23)

syara’ bukanlah menahan pelaku ketempat yang sempit, melainkan menahan

seseorang dan pencegahnya agar ia tidak melakukan perbuatan hukum, baik menahan tersebut di dalam rumah, masjid maupun di tempat yang lainnya.14 Penahanan model itulah yang dilaksanakan pada masa Nabi dan Abu Bakar, artinya pada masa Nabi dan Abu Bakar tidak ada tempat yang khusus disediakan untuk menahan seorang pelaku. Akan tetapi setelah umat Islam bertambah banyak dan wilayah kekuasaan Islam bertambah luas, Khalifah Umar pada masa pemerintahannya membeli rumah Shafwan ibn Umayyah dengan harga 4.000 (empat ribu) dirham untuk kemudian dijadikan sebagai penjara. Selain tindakan Khalifah Umar dasar hukum untuk diperbolehkannya hukuman penjara ada dalam surat An-Nisaa ayat 15.15 Yang artinya: Dan terdapat para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikan). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan yang lain kepadanya. (QS. An-Nisaa’: 15). Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya Islam memberikan hukuman bagi para pelanggar dengan tujuan untuk membina mereka agar bisa mentaati aturan yang ada di masyarakat tanpa mengurangi hak-hak mereka.

14

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, Cet- 1, h. 261

15


(24)

Hak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah SWT pernah bersabda “Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu”, (HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini. Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-haknya.

Menurut Jimly Asshiddiqie, dalam bukunyaPembaharuan Hukum Pidana Indonesia menyatakan bahwa:

Yang dimaksudkan dengan orang yang memerangi dan para perusuh dalam ayat ini adalah para perusuh dan pengganggu keamanan umum seperti dengan merampok, menyamun, dan sebagainya. Mereka itu, (maksudnya perampok dan penyamun), apabila tidak mengambil harta dan tidak pula membunuh korbannya tetapi hanya menakut-nakuti saja atau menyebabkan rasa takut saja kepada korban, maka pidana yang diancamkan baginya adalah pidana pengusiran. Ini menunjukan bahwa yang bersangkutan diasingkan dari kehidupan pergaulan sehari-hari yang berarti kemerdekaannya sebagai pribadi ditiadakan atau dikurangi sedemikian rupa, sehingga ia tidak bebas bergaul dalam kehidupannya sehari-hari di tengah-tengah masyarakat.16

Oleh karena itu diasingkan dari kehidupan pergaulan sehari-hari sama saja dengan di penjara karena kemerdekaannya dikurangi atau tidak bebas untuk bergaul ke masyarakat dalam hak-haknya.

16


(25)

Apa yang dijumpai di dalam lembaga pemasyarakatan sering berbeda dengan apa yang tercantum di dalam perundang-undangan, karena ada hal yang belum sepenuhnya dapat terlaksana sebagaimana amanat Undang-Undang. Seperti yang disampaikan oleh Hazairin dalam bukunya yang berjudul Tujuh Serangkai Tentang Hukum yang menegaskan bahwa “Hidup dalam penjara walaupun dalam penjara yang super modern, adalah hidup yang sangat menekan jiwa, pikiran dan hidup kepribadian”.17 Seharusnya Lapas mampu menjadikan manusia yang tidak baik menjadi manusia yang baik, sesuai dengan Undang-Undang, sehingga narapidana bisa diterima dengan baik di masyarakat dan menjadi agen perubahan di masyarakat. Ketidaksesuaian di Lembaga Pemasyarakatan dengan pelaksanaan hak-hak yang diamanatkan oleh Undang-Undang bisa kita lihat dari berbagai peristiwa yang diberitakan oleh:

1. Sindonews.com. Seorang narapidana kasus narkoba atas nama Pati Taulani (40), tewas di dalam kamar selnya di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur. Sabtu (21/9/2013).18

2. Liputan6.com. Semarang - Brojol Hermawan, seorang napi kasus pencurian dan kekerasan di Lapas Kelas 1 Kedungpane Semarang, Jawa Tengah tewas setelah terlibat dalam perkelahian antar narapidana di dalam Lapas. Ia dikeroyok oleh 2 penghuni lainnya.19

17

. Hazairin, Tujuh Serangkai Tentang Hukum, Jakarta: PT. Tintamas, 1974. h. 2 18

. http://m.sindonews.com/read/785832/31/narapidana-kasus-narkoba-tewas-di-lapas-cipinang. Berita ini diakses Rabu. 17 september-2014 pukul 12.30

19

. http://news.liputan6.com/read/2103515/berkelahi-di-lapas-seorang-napi-di-semarang-tewas-ditusuk. Berita ini diakses pada Rabu 17 september 2014. Pukul 12.55


(26)

Berdasarkan peristiwa tersebut bisa kita amati bahwa di dalam Lembaga Pemasyarakatan ternyata masih terjadi tindakan-tindakan kekerasan, dan hak-hak narapidana yang belum terpenuhi, yang tentunya hal ini melanggar hak-hak asasi manusia. Tidak jarang juga narapidana yang meninggal di dalam lembaga pemasyarakatan disebabkan sakit karena mempunyai penyakit pribadi. Hal tersebut pun pernah terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang yaitu Narapidana yang bernama Benget Situmorang meninggal karena sakit di Rutan Cipinang hal tersebut karena terlantarkan di dalam Rutan”.20

Semua petugas dan penjaga lembaga pemasyarakatan serta staf-staf yang mempunyai kewajiban untuk menjaga dan melindungi narapidana, jika peraturan dan fasilitas di dalam lembaga pemasyarakatan teratur dan tercukupi maka perlindungan hak-hak narapidana akan berjalan dengan baik, karena narapidana pun mempunyai hak untuk hidup dan untuk dilindungi. Fungsi dari Lembaga Pemasyarakatan sendiri adalah membina warga binaannya berubah menjadi lebih baik, bukan semakin memburuk, maka dari itu perlu dibimbing dan perlu diperhatikan dengan baik hak-haknya.

Keadaan narapidana tersebut tentunya tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H yang berbunyi: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.

20

. Hery H Winarno, http://www.merdeka.com/peristiwa/benget-diterlantarkan-hakim-pn-jakarta-timur-karena-miskin.htmlBerita ini diakses Sabtu Rabu 20 September 2014 pukul 13.45


(27)

Kesehatan itu sendiri terdiri dari dua yaitu kesehatan jasmani maupun rohani akan tetapi dalam pelaksanaannya hak kesehatan jasmani maupun rohani kurang terlaksana dengan baik, seperti narapidana yang meninggal di dalam lembaga pemasyarakatan karena tidak mendapatkan perlindungan dan fasilitas kesehatan yang baik, serta masih ada narapidana yang melakukan kekerasan antar sesama narapidana di lembaga pemasyarakatan.

Kesehatan jasmani adalah keserasian yang sempurna antara bermacam-macam fungsi jasmani, disertai dengan kemampuan untuk menghadapi kesukar-sukaran yang biasa, yang terdapat dalam lingkungan, di samping secara positif merasa gesit, kuat dan bersemangat.21 Kesehatan jasmani atau kesehatan fisik yaitu bentuk dan fungsi fisiknya tidak mengalami gangguan, sehingga bisa melaksanakan aktivitasnya dengan normal.

Sedangkan kesehatan mental adalah keserasian yang sempurna atau integrasi antara fungsi-fungsi jiwa yang bermacam-macam, disertai kemampuan untuk menghadapi kegoncangan-kegoncangan jiwa yang ringan yang biasa terjadi pada orang, di samping itu secara positif dapat merasakan kebahagiaan dan kemampuan.22 Kesehatan mental lebih terpacu dengan kesehatan jiwa seseorang yang tidak bisa membedakan yang baik dan yang buruk. Adanya pelanggaran hak narapidana terutama hak kesehatannya di dalam Lapas, tentunya hal ini harus diselesaikan, terutama Lapas-Lapas yang

21

. Abdul Aziz-Quussiy, Pokok-Pokok Kesehatan Jiwa/Mental, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1986 cet. -2, h. 12

22


(28)

merupakan acuan bagi Lapas lainnya maka harus mampu memberikan contoh yang baik dalam pelaksanaan hak narapidananya.

Berdasarkan karakteristik dari Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang sendiri, sebagai Lapas terbesar di Provinsi Banten, seperti yang diberitakan di media massa, maka tentunya Lapas tersebut menjadi acuan dalam pelaksanaan perlindungan hak kesehatan fisik bagi Lapas di Provinsi Banten lainnya.

Sehubungan dengan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, maka masalah tersebut akan dibahas dengan judul: “Perlindungan Hak Kesehatan Narapidana Dalam Pandangan Hukum Positif Dan Hukum Pidana Islam Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang (Analisis Yuridis UU No 12 Tahun 1995)”.

B.Pembatasan Dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Penelitian ini hanya dibatasi pada pelaksanaan hak kesehatan fisik baik itu kesehatan fisik dari dalam maupun dari luar. Pengkajian masalah dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif terhadap pelaksanaan hak kesehatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang. Tujuan dari pembatasan masalah ini adalah untuk memfokuskan pada hak kesehatan fisik luar maupun dalam yang sesuai dengan Undang-Undang No 12 Tahun 1995 dan perspektif hukum pidana Islam.


(29)

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut maka rumusan masalahnya sebagai berikut:

a. Bagaimana pelaksanaan perlindungan hak kesehatan fisik narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang berdasarkan UU No 12 Tahun 1995?

b. Bagaimana pandangan hukum pidana Islam terhadap pelaksanaan perlindungan hak kesehatan fisik narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang ?

C.Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan hak kesehatan fisik narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang berdasarkan UU No 12 Tahun 1995.

b. Untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan hak kesehatan fisik narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang berdasarkan hukum pidana Islam.

2. Manfaat Penelitian

a. Hasil penelitian ini, diharapkan dapat menjelaskan tentang pelaksanaan perlindungan hak kesehatan fisik narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang, yang berdasarkan peraturan UU No 12 Tahun 1995 dan hukum pidana Islam.


(30)

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pengembangan ilmu hukum dan pengetahuan tentang peraturan hak kesehatan narapidana serta dapat juga dipergunakan sebagai sumbangan terhadap penelitian yang sejenis maupun berbeda.

D.Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Dalam tinjauan (Review) kajian terdahulu, telah dilakukan beberapa tinjauan ke beberapa skripsi terdahulu yang berhubungan dengan permasalahan yang ada, agar tidak terjadi plagiasi atau penjiplakan yakni diantaranya:

1. Peraturan dan Pelaksanaan Hak-Hak Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang (Kajian Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam) oleh Lukman. Konsentrasi pidana Islam Program Studi

Siyasah Jinayah Syar’iyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012.

Dari review skripsi terdahulu, tidak ditemukan skripsi yang membahas mengenai materi yang terkandung secara menyeluruh dalam judul yang diangkat yakni mengenai Perlindungan Hak Kesehatan Fisik Narapidana Dalam Pandangan Hukum Positif Dan Hukum Pidana Islam Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang (Analisis Yuridis UU No 12 Tahun 1995).


(31)

E.Metode Penelitian

Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis.23 Pada dasarnya sesuatu yang dicari dalam penelitian adalah pengetahuan atau lebih tepatnya pengetahuan yang benar, di mana pengetahuan yang benar ini nantinya dapat dipakai untuk menjawab pertanyaan atau ketidaktahuan tertentu.24

Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum empiris sosiologis yaitu untuk melihat bagaimana hukum yang ada yaitu Undang-Undang No 12 Tahun 1995 dipraktikan di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang. Dengan demikian, hukum bukan hanya dipandang sebagai sebuah kaidah saja melainkan juga merupakan sebuah proses sosial dan lembaga sosial.25

1. Pendekatan

Penelitian ini menggunakan dua (2) pendekatan, yaitu melalui pendekatan normatif yaitu pendekatan perundang-undangan berupa Undang-Undang No 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan sebagai fokus sekaligus tema sentral penelitian.26 Penelitian ini juga menggunakan pendekatan penelitian empiris yang berkaitan dengan pelaksanaan perlindungan hak

23

Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009, cet -2, h. 42

24

. Bambang Sugono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997, cet -1 h.27-28.

25

. Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2010, cet -1, h. 47

26


(32)

kesehatan fisik narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian yang berbentuk kualitatif deskriptif yang berusaha untuk menggambarkan pelaksanaan hak kesehatan fisik narapidana di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang yang dikaitkan dengan Undang-Undang No 12 Tahun 1995 tanpa membandingkan ataupun mencari pengaruh antar variabel tersebut.

3. Data Penelitian

Adapun mengenai sumber data yang digunakan yaitu data primer, data skunder, bahan hukum primer, bahan hukum sekunder serta bahan non hukum yaitu:

a. Sumber data primer ini diambil melalui:

1) Hasil pengamatan lapangan, gambaran umum dari pelaksanaan perlindungan hak kesehatan fisik narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang.

2) Hasil wawancara dengan Kasi Binapi atau Petugas di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang, Narapidana, dan Dokter Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang. 3) Studi dokemen-dokumen yang terkait dengan Lembaga


(33)

b. Sumber data sekunder yang digunakan terdiri dari: 1) Al-Qur’an

2) Buku-buku yang berkaitan dengan Ilmu Hukum Pidana dan Hukum Pidana Islam yang berhubungan dengan permasalahan yang ada. 3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995

tentang Pemasyarakatan.

4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbing Warga Binaan Pemasyarakatan

c. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas

(autoritatif).27

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: (a) peraturan perundang-undangan No 12 Tahun 1995, (b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (c) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbing Warga Binaan Pemasyarakatan. d. Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang

merupakan dokumen yang tidak resmi. Oleh karena itu, bahan hukum sekunder yang digunakan terdiri atas skripsi dan jurnal hukum.28

27

. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta:PT. Sinar Grafika, 2010, cet -2, h.

47 28


(34)

e. Bahan non hukum dapat berupa buku-buku, jurnal, laporan hasil penelitian dan lain sebagainya, sepanjang mempunyai relevansi dengan objek permasalahan yang akan diteliti.29

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan terdiri dari:

a. Teknik observasi yaitu dengan cara melakukan pengamatan langsung dengan obyek yang akan diteliti yaitu tentang pelaksanaan perlindungan hak kesehatan fisik terhadap narapidana.

b. Teknik wawancara yaitu dengan melakukan wawancara kepada subyek yang terkait dengan penelitian ini yaitu Kasi Binapi, Dokter Lapas, dan Narapidana serta petugas Lembaga Pemasyarakatan yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan hak-hak narapidana.

c. Teknik kepustakaan yaitu mencari data yang berkaitan dengan permasalahan yang ada melalui Al-Qur’an, Hadits-Hadits hukum dan Undang-Undang serta buku-buku yang terkait.30

5. Subyek-Obyek Penelitian

Pelaksanaan wawancara dengan Kasi Binapi, Dokter dan Petugas Lapas, dan Narapidana Kelas IIA Pemuda Tangerang, diperlukan untuk mendapatkan penjelasan secara langsung tentang pelaksanaan perlindungan hak kesehatan fisik narapidana. Oleh karena itu yang menjadi subyek penelitian dalam penelitian ini adalah narapidana, kasi binapi, dokter serta petugas Lapas Kelas

29

. Ibid, h.57 30


(35)

IIA Pemuda Tangerang. Sedangkan obyeknya adalah hak-hak kesehatan fisik narapidana yang berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang No 12 Tahun 1995. Adapun yang dijadikan sebagai tempat penelitian yaitu di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang. 6. Teknik Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif. Data kualitatif ini didapatkan dengan hasil wawancara dan observasi. Desain penulisan ini adalah deskriptif analisis yaitu sebuah studi untuk menemukan fakta dan interpretasi yang tepat dan menganalisa dengan lebih dalam tentang hubungannya, sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran dan penjelasan khususnya mengenai pelaksanaan perlindungan hak kesehatan fisik narapidana di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman dalam membaca skripsi ini, penulis telah menyusun pengkajian materi dari yang bersifat umum sampai ke yang khusus, sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan

Bab ini diuraikan tentang pokok-pokok pikiran yang melatar belakangi penelitian ini, yang diorganisir menjadi 6 (enam) sub-sub, yaitu: (1) Latar belakang masalah, (2) Pembatasan dan perumusan masalah, (3) Tujuan dan manfaat penelitian, (4) Tinjauan (review) kajian terdahulu, (5) Metode penelitian dan (6) Sistematika penulisan.


(36)

BAB II: Ham Dan Konsep Perundang-undangan Narapidana Berdasarkan UU NO 12 Tahun 1995 Dan Hukum Pidana Islam

Bab ini akan menjelaskan tentang Hakikat Hak Asasi Manusia (HAM) berdasarkan pandangan umum dan pandangan Islam, hakikat perlindungan HAM, jenis-jenis HAM, sejarah HAM, konsep perundangan terhadap narapidana menurut UU No 12 Tahun 1995, dan perlindungan hak kesehatan narapidana menurut hukum pidana Islam dan UU No 12 Tahun 1995.

BAB III : Deskripsi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang Dan Kasus Pelanggaran Hak Narapidana

Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang dan Pelaksanaan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang. Dalam bab ini menyajikan sub-sub, yaitu: Deskripsi, Keadaan Bangunan, Tinjauan Historis, Tugas Pokok dan Fungsi, Struktur Organisasi, Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Indikator Keberhasilan, serta sarana prasarana Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang.

BAB IV: Hasil Penelitian Hak Perlindungan Kesehatan Narapidana

Bab ini akan menganalisa pelaksanaan hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang dikaitkan dengan Undang-Undang No 12 tahun 1995 serta analisis hukum pidana Islam terhadap permasalahan tersebut.


(37)

BAB V : Penutup

Bab ini merupakan akhir dari pembahasan yang berisi tentang penutupan dan uraian yang telah dibahas. Di samping itu dimuat pula saran-saran yang terkait tindak lanjut atas temuan penelitian.


(38)

BAB II

HAM DAN KONSEP PERUNDANG-UNDANGAN

NARAPIDANA BERDASARKAN UU NO 12 TAHUN 1995 DAN

HUKUM PIDANA ISLAM

A.Hakikat Hak Asasi Manusia 1. Pengertian Hak Asasi Manusia

Menurut Locke di dalam keadaan alam (state of nature) manusia telah mempunyai hak-hak kodrat yang tidak dapat diganggu gugat yaitu hak hidup, hak bebas, hak milik dan hak atas kebahagiaan.31

Menurut A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Kewargaan (Civic Education) ICCE UIN Syarif Hidayatullah menyatakan bahwa “Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.32

Menurut Muhammad Erwin dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan

Republik Indonesia menyatakanbahwa “Hak asasi manusia merupakan hak dasar,

31

. Mariam Darus Badru lzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya, Bandung: penerbit Alumni 1981, h. 112

32

. A. Ubaedila dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2008, cet -3, h. 132


(39)

pemberian Tuhan dan dimiliki manusia selama hidup dan sesudahnya serta tidak dapat dicabut dengan semau-maunya tanpa ketentuan hukum yang ada, jelas, adil, dan benar sehingga harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh individu, masyarakat dan negara”.33

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang dimiliki manusia selama hidupnya yang merupakan pemberian dari Tuhan, yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun. Oleh karena itu, setiap manusia harus menjunjung tinggi dan mentaati hak asasi manusia yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang, sehingga diantara sesama manusia tersebut tidak ada perbedaan baik itu yang miskin maupun yang kaya. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kerugian yang akan terjadi di masyarakat.

Hak asasi manusia tersebut harus dijalankan dengan baik. Adanya hak asasi manusia tersebut maka hak-hak manusia menjadi teratur dan terarah, sehingga di dalam suatu negara tindakan penindasan akan terminimalisir. Hak asasi manusia sendiri telah melekat dalam diri manusia, sehingga manusia bernilai sangat tinggi karena manusia merupakan makhluk yang paling mulia yang diciptakan oleh Allah SWT sehingga wajib untuk dihormati.

33

. Muhamad Erwin, Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia, Jakarta: PT. Refika Aditama, 2013, cet -3, h. 159


(40)

2. Hak Asasi Manusia Menurut Islam

Berbicara tentang hak asasi manusia dalam Islam maka yang kita maksudkan adalah hak-hak yang diberikan oleh Tuhan. Menurut Maulana Abul A’la Maududi bahwa “Hak-hak yang diberikan oleh raja-raja atau majelis-majelis legislatif dengan mudahnya bisa dicabut kembali semudah saat memberikannya, tetapi tidak ada individu maupun lembaga yang memiliki kewenangan untuk mencabut hak-hak yang diberikan oleh

Tuhan”.34

Hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya, yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya, dan karena itu bersifat suci.35 Oleh karena itu hak asasi manusia harus dijaga dan dijunjung tinggi oleh setiap manusia karena dalam Islam pun sangat mengedepankan hak asasi tersebut. Hak Asasi tidak bisa dihilangkan oleh siapapun karena hak asasi pemberian dari Tuhan, sehingga jika ada manusia yang menghilangkan hak asasi seseorang maka dia telah melanggar hukum positif dan hukum Islam.

Seiring dengan menguatnya kesadaran global akan arti penting hak asasi manusia dewasa ini, persoalan tentang universalitas hak asasi manusia dan hubungannya dengan berbagai sistem nilai atau tradisi agama terus menjadi pusat perhatian dalam perbincangan wacana hak asasi manusia kontemporer. Harus diakui bahwa agama berperan memberikan landasan etik kehidupan manusia.36

Menurut Supriyanto Abdi, terdapat tiga varian pandangan tentang hubungan Islam dan hak asasi manusia, baik yang dikemukakan oleh para sarjana barat atau pemikir muslim sendiri, yaitu:

34. Maulana Abul A’la Maududi, Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Jakarta: Bumi Askara, 1995, cet -1, h. 10

35

. Muchlis M. Hanafi, Hukum Keadilan, Dan Hak Asasi Manusia, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2010, cet -1, h. 278

36

. Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Mausia Dalam Konstitusi Indonesia: dari UUD 1945 sampai dengan Amandemen uud 1945 Tahun 2002 Jakarta: Kencana, 2007, cet -2, h. 56


(41)

a. Islam tidak sesuai dengan gagasan dan konsepsi hak asasi manusia modern.

b. Islam menerima semangat kemanusiaan hak asasi manusia modern c. Menegaskan bahwa hak asasi manusia modern adalah khazanah

kemanusiaan universal dan Islam memberikan landasan normatif yang sangat kuat terhadapnya.37

Dalam Al-Qur’an banyak sekali yang menyebutkan tentang hak asasi manusia diantaranya dalam surat Al-Maidah ayat 32:

“Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi bani Israil, bahwa barang siapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barang siapa memelihara kehidupan semua manusia, sesungguhnya Rasul kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di

bumi”. 38

Dalam surat Al-An’am ayat 151 dijelaskan pula bahwa jangan kamu membunuh nyawa yang diharamkan Allah, kecuali dengan suatu sebab yang benar. Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa hak untuk hidup bagi manusia itu tanpa mengenal perbedaan agama, ras ataupun bangsa.

37

. Ibid. h. 58

38. Rachmat Syafe’i. Terjemahan Al-quran kementrian Agama RI, Bandung : Sygma Publishing, cet, 1


(42)

Bachtiar Surin dalam tafsirnya memberi makna bahwa “Memelihara Kehidupan” berarti juga memberi makan mereka yang kelaparan, memberi pengobatan yang sakit, menolong yang kesusahan, alangkah tinggi nilai kemanusiaan dalam ayat ini.39 Bisa kita lihat bahwa hak asasi manusia dalam Islam sangat memelihara kehidupan manusia, berupa memberikan pengobatan bagi yang sakit, memberi makan bagi yang kelaparan dan menolong kepada yang membutuhkan pertolongan. Oleh karena itu Islam sangat menganjurkan untuk saling melindungi dan dilindungi antar sesama manusia.

Islam adalah agama universal yang mengajarkan keadilan bagi semua manusia tanpa pandang bulu. Sehingga agama kemanusiaan Islam meletakkan manusia pada posisi yang sangat mulia. Manusia di gambarkan oleh Al-Qur’an sebagai makhluk yang paling sempurna dan harus dimuliakan.40

Hal ini menegaskan bahwa Islam mengajarkan untuk berbuat adil terhadap sesama manusia dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

3. Jenis-Jenis Hak Asasi Manusia Dalam Islam

Hak asasi manusia dalam Islam yaitu: hak hidup, hak berkeluarga, hak memelihara agama, hak kepemilikan harta, hak memelihara akal untuk berfikir dan berekspresi.41

39

. Azhary, Negara Hukum Indonesia, Jakarta: Universitas Indonesia, 1995, cet -1, h. 84 40

. A. Ubaedila dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, h. 125

41


(43)

Jenis-jenis hak-hak asasi manusia tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Hak hidup

Islam sangat menghormati harkat dan martabat manusia, dan melarang siapa pun untuk merendahkan harkat dan martabat itu. b. Hak berkeluarga

Fikih Islam mengatur secara rinci seluk beluk pernikahan dan pembentukan keluarga dalam bab munakahat. Membina keluarga merupakan sifat naluriah manusia.

c. Hak memelihara agama

Selain sebagai makhluk sosial manusia adalah makhluk beragama. Status ini meniscayakan manusia untuk percaya kepada Tuhan.

d. Hak kepemilikan harta

Hak kepemilikan harta sangat dihargai dalam Islam. Allah terang-terangan menyatakan bahwa alam dan seluruh isinya diciptakanuntuk dimanfaatkan oleh manusia.

e. Hak memelihara akal untuk berfikir dan berekspresi

Hal ini Islam berfikir adalah sebuah kewajiban. Mereka yang mau menelaah Al-Qur’an akan menemukan puluhan ayat memotivasi manusia untuk berfikir tentang dirinya dan alam semesta.

Sedangkan menurut Maulana Abul A’la Maududi dalam buku Hak -Hak Asasi Manusia Dalam Islam, menyatakan bahwa hak asasi manusia


(44)

hak penghormatan terhadap kesucian kaum wanita, hak untuk memperoleh kebutuhan hidup pokok, hak Individu atas kebebasan, hak atas keadilan, hak kesamaan derajat umat manusia, hak untuk kerja sama

dan tidak bekerja sama”.42

Hak asasi manusia tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Hak untuk hidup

Hak asasi yang paling utama adalah hak untuk hidup. Al-Qur’an menegaskannya dalam surat Al-Maidah ayat 32 “Barang siapa yang membunuh seorang manusia (tanpa alasan pantas) tanpa direncanakan, atau bukan karena melakukan perusakan di muka bumi maka

seakan-akan ia dipandang telah membunuh manusia seluruhnya”.

b. Hak atas keselamatan hidup

Hak ini terdapat di surat Al-Maidah ayat 32 dijelaskan “Dan barang siapa menyelamatkan dengan perbuatannya hidup seorang manusia maka dengan perbuatannya itu seakan-akan ia menyelamatkan hidup

seluruh umat manusia”.

c. Hak penghormatan terhadap kesucian kaum wanita

Unsur ketiga dalam piagam hak-hak asasi manusia yang diberikan oleh Islam adalah bahwa kesucian seorang wanita harus dihormati dan dilindungi setiap saat, baik apabila ia sebangsa dengan kita atau termasuk bangsa musuh, baik ia tidak ditaklukan, baik ia seagama dengan kita, atau termasuk bangsa musuh, baik ia kita temukan di


(45)

dalam hutan belantara atau di sebuah kota yang ditaklukan, baik ia seagama dengan kita atau sama sekali ia tidak beragama. Seorang muslim tidak diperbolehkan menyiksanya secara fisik dalam keadaan apapun.

d. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup pokok Surat Az-Zariyat ayat 19 menyatakan

“Dan di antara harta benda mereka sesungguhnya terdapat bagian dari kaum peminta-minta dan orang miskin”.

e. Hak individu atas kebebasan

Islam secara tegas melarang praktek primitif penangkapan orang yang merdeka untuk dijadikan hamba sahaya atau budak atau untuk diperjualbelikan sebagai hamba sahaya. Nabi Muhammad SAW

Mengatakan bahwa “Ada tiga kategori manusia yang aku sendiri akan

menggugatnya pada hari kiamat, yaitu mereka yang menyebabkan seorang yang merdeka menjadi hamba sahaya, lalu menjualnya dan

memakan uang hasil penjualannya” (Bukhari dan Ibnu Majah). f. Hak atas keadilan

Ini adalah hak yang sangat penting dan bernilai yang diberikan Islam kepada manusia. Dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 2 dinyatakan bahwa “Janganlah membiarkan kebencianmu terhadap suatu kaum mendorongmu berbuat sewenang-wenang”. Dengan penekanan kepada hal ini Al-Qur’an menyatakan bahwa “Hai


(46)

orang-orang beriman, jadikan kamu orang-orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi semata-mata karena Allah”.

g. Kesamaan derajat umat manusia

Islam tidak saja mengakui prinsip kesamaan derajat mutlak diantara manusia tanpa melihat kepada warna kulit, ras, atau kebangsaan, melainkan menjadikannya realitas yang penting. Menurut Islam Tuhan memberikan kepada manusia hak persamaan ini sebagai hak asasi, oleh karena itu tidak seorang pun yang dapat dikenai diskriminasi atas dasar warna kulitnya, tempat kelahirannya, ras, bangsa atau kebangsaan.

h. Hak untuk kerja sama dan tidak bekerja sama

Al-Qur’an mengatakan dalam surat Al-Maidah ayat 2 “Tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikkan dan takwa dan

jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. 4. Sejarah Hak Asasi Manusia

Sebagai negara anggota PBB, setiap tahun tepatnya pada tanggal 10 Desember kita mengadakan upacara peringatan kelahiran hak-hak asasi manusia (HAM), sebagai penghormatan dan pengakuan akan harkat dan martabat manusia sebagaimana di umumkan oleh dokumen PBB Declaration Of Human Right pada tanggal 10 Desember 1948.43

43

. Anhar Gonggong dkk, Sejarah Pemikiran Hak Asasi Manusia Di Indonesia, 1995, cet -1, h. 8


(47)

Setelah amandemen kedua Undang-Undang Dasar 1945 dan keluarnya ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang hak asasi manusia dan diundangkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia, perkembangan hak asasi manusia di Indonesia semakin pesat.44 Hal ini ditandai dengan adanya kebebasan berpendapat, dan penegakkan hukum yang tegas terhadap para pelanggar HAM.

Sejarah hak-hak asasi manusia itu baru tumbuh dan berkembang pada waktu hak-hak asasi itu oleh manusia mulai diperhatikan dan diperjuangkan terhadap serangan atau bahaya, yang timbul dari kekuasaan yang dimiliki oleh

kesatuan masyarakat, yang disebut “negara” (staat) oleh sebab itu pada hakikatnya persoalan hak asasi manusia itu adalah berkisar pada perhubungan antara manusia (individu) dan masyarakat.45

Para pendiri negara ini sadar benar akan arti penting dan perlunya jaminan hak-hak asasi manusia itu. Untuk pembuktiannya kita simak dari dokumen otentik berupa jawaban Soepomo dalam kedudukannya sebagai ketua panitia kecil perancang Undang-Undang yang diucapkan pada tanggal 15 Juli 1945, sebagai berikut ”Tentang memasukkan hak-hak dasar warga negara dalam Undang-Undang Dasar, tadi sudah dikatakan bahwa Undang-Undang

Dasar harus mempunyai sistematik”.46

Hal ini menunjukkan bahwa pendiri

44

. Rozali Abdullah, Syamsir, Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan HAM di Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia, h. 16

45

. Djoko Prakoso dan Djaman Adhi Nirwanto, EUTHANASIA, Hak Asasi Manusia dan Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984, h. 29

46


(48)

bangsa sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia, sehingga mereka memasukan hak-hak asasi manusia ke dalam Undang-Undang yang bersifat sistematik.

Perkembangan hak asasi manusia di Indonesia sebenarnya dalam UUD 1945 telah tersurat, namun belum tercantum secara transparan. Setelah dilakukan amandemen 1 sampai dengan IV Undang-Undang Dasar 1945, ketentuan tentang hak asasi manusia tercantum pada pasal 28 A sampai 28 J.47 Adapun dalam pasal 28 J dinyatakan sebagai berikut:

Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan Undang-Undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakatandemokratis.48

Dari sejarah tersebut dapat terlihat bahwa hak asasi manusia di Indonesia sudah mulai diperhatikan ketika Indonesia merancang Undang-Undang Dasar. Perlindungan HAM pada saat itu bertujuan untuk melindungi manusia dari serangan/bahaya, serta menjaga hubungan antara sesama manusia.

Setelah amandemen kedua, UUD 1945 mengeluarkan ketetapan MPR RI tentang Hak Asasi Manusia yang tercantum dalam Undang-Undang No 39 Tahun 1999. Adanya Undang-Undang tentang HAM ini maka kehidupan

47

. Muladi, Hak Asasi Manusia, Hakekat, Konsep Dan Implikasinya Dalam Perspektif Hukum Dan Masyarakat, Jakarta: PT. Refika Aditama, 2005, cet -1 h. 3

48


(49)

manusia akan semakin baik, damai, dan tentram serta tidak ada penindasan seperti zaman penjajahan.

5. Jenis-Jenis Hak Asasi Manusia

Sementara secara operasional beberapa bentuk hak asasi manusia yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia adalah sebagai berikut:

a. Hak hidup

b. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan c. Hak mengembangkan diri

d. Hak memperoleh keadilan e. Hak atas kebebasan pribadi f. Hak atas rasa aman

g. Hak atas kesejahteraan

h. Hak turut serta dalam pemerintahan i. Hak wanita

j. Hak anak49

Adapun penjelasan hak asasi manusia yang terdapat dalam PP No 39 Tahun 1999 tersebut yaitu:

a. Hak untuk hidup

Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, meningkatkan taraf hidupnya, hidup tentram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir batin, serta memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat.

b. Hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan

Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah atas kehendak yang bebas.

49


(50)

c. Hak mengembangkan diri

Setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.

d. Hak memperoleh keadilan

Setiap orang tanpa diskriminasi berhak memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi, serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan secara obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan adil dan benar.

e. Hak memperoleh kebebasan pribadi

Setiap orang bebas memilih dan mempunyai keyakinan politik, mengeluarkan pendapat di muka umum, memeluk agama tidak diperbudak, memilih kewarganegaraan tanpa diskriminasi, bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia.

f. Hak atas rasa aman

Setiap orang berhak atas perlindungan diri, keluarga, kehormatan, martabat, hak milik, rasa aman dan tentram, serta perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.


(51)

g. Hak atas kesejahteraan

Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, bangsa, dan masyarakat dengan tidak melanggar hukum, serta mendapatkan jaminan sosial yang dibutuhkan, berhak atas pekerjaan, kehidupan yang layak, dan mendirikan serikat pekerja demi melindungi dan memperjuangkan kehidupannya.

h. Hak turut serta dalam pemerintahan

Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan secara langsung atau melalui perantara wakil yang dipilih secara bebas, dan dapat diangkat kembali dalam setiap jabatan pemerintah.

i. Hak wanita

Seorang wanita berhak memilih, dipilih diangkat dalam jabatan, profesi, dan pendidikan sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundangan. j. Hak anak

Setiap anak berhak atas perlindungan dari orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara, serta memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan diri, dan tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.50

50


(52)

Adapun bentuk-bentuk hak asasi manusia sebagai berikut:

a. Hak-hak sipil, yang meliputi: hak hidup, hak untuk menikah, hak untuk diperlakukan sama dihadapan hukum, hak untuk memeluk agama, dan hak untuk terbebas dari kekerasan.

b. Hak politik, yang meliputi: hak untuk berserikat dan berkumpul, hak untuk menyatakan pendapat secara lisan atau tulisan, hak untuk berpendapat di muka umum, termasuk mencari suaka.

c. Hak ekonomi yaitu: hak untuk memiliki sesuatu, memperalihkannya, seperti membeli dan menjualnya, serta memanfaatkannya, termasuk pula hak atas jaminan sosial, hak dapat perlindungan kerja ataupun hak perdagangan.

d. Hak sosial budaya, yang meliputi: hak atas kesehatan, hak atas pendidikan, hak atas kekayaan intelektual, hak atas pekerjaan, hak atas pemukiman dan perumahan.51

Hak-hak tersebut merupakan komponen dasar bagi penyelengaraan kehidupan manusia dalam rangka mencapai kehidupan yang sejahtera.

B. Hakikat Perlindungan Hak Asasi Manusia

Menurut Muladi dalam buku Hak Asasi Manusia, Hakekat, Konsep Dan Implikasinya Dalam Perspektif Hukum Dan Masyarakat menyatakan

bahwa “Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku”.52

Undang-Undang tentang hak asasi manusia ini merupakan payung dari seluruh peraturan perundang-undangan tentang hak asasi manusia. Oleh karena itu pelanggaran baik yang langsung maupun tidak langsung atas hak asasi manusia dikenakan sanksi pidana, perdata, dan administratif sesuai dengan

51

. Muladi, Hak Asasi Manusia, Hakekat, Konsep Dan Implikasinya Dalam Perspektif Hukum Dan Masyarakat, h. 167

52


(53)

ketentuan peraturan perundang-undangan.53 Hal ini dilakukan sebagai bentuk, perlindungan terhadap penegakkan hak asasi manusia.

Kewajiban menghormati hak asasi manusia tersebut tercermin dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjiwai keseluruhan pasal dalam batang tubuhnya, terutama berkaitan dengan persamaan kedudukkan warga negara dalam hukum dan pemerintah.54

Undang-Undang Dasar 1945 merupakan perwujudan lebih lanjut dari kesepakatan satu tujuan tadi yang dimuat di dalam satu naskah yaitu dalam pembukaan UUD yang berbunyi:

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.55

Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar 1945 merupakan payung dari pelaksanaan penegakkan HAM di Indonesia.

53

. Undang-Undang HAM 1999, Jakarta: Sinar Grafika, 2000, cet -1, h. 42 54

. Ibid, h. 39 55


(54)

C.Konsep Perundangan Terhadap Narapidana Menurut UU No 12 Tahun 1995

1. Hakikat Narapidana

Menurut Andi Hamzah dalam buku Sistem Hukum Pidana dan Pemidanaan Indonesia bahwa “Narapidana adalah seorang manusia atau anggota masyarakat yang menjalani pidana hilang kemerdekaan karena sebuah kejahatan atau pelanggaran hukum”.56

Menurut Gatot Supramono dalam bukunya yang berjudul Hukum Acara Pengadilan Anak bahwa “Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan”.57 Sedangkan menurut Dwidja Priyatno dalam bukunya yang berjudul Sistem Pelaksanaan Pidana

Penjara di Indonesia bahwa “Narapidana adalah terpidana yang menjalani

pidana hilang kemerdekaan di Lapas.58 Oleh karena itu, narapidana merupakan warga negara yang dibatasi hak-haknya sebagai masyarakat, tetapi tidak semua hak-hak manusia dicabut dan narapidana juga mempunyai hak-hak tersendiri.

Seseorang yang melanggar hukum akan dimasukkan ke dalam penjara, pidana penjara adalah suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang tersebut di dalam sebuah lembaga pemasyarakatan, dengan mewajibkan orang untuk

56

. Andi Hamzah, Sistem Hukum Pidana dan Pemidanaan Indonesia, Jakarta: Pradiya Paramita, 1993, h. 1

57

. Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, Jakarta: PT. Intan Sejati, 2007, cet -3, h. 180

58

. Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, jakarta: PT. Refika Aditama, 2006, cet -1, h. 163


(55)

mentaati semua peraturan tata tertib yang berlaku di dalam lembaga pemasyarakatan, yang berkaitan dengan sesuatu tindakan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar peraturan tersebut.59 Namun pembatasan hak tersebut, tidak mengurangi esensi dari hak asas manusia yang dimiliki narapidana tersebut. Meskipun mereka mendapatkan hukuman, akan tetapi penegakkan hak asasi narapidana tetap dilaksanakan.

2. Hak-Hak Narapidana

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan dalam pasal 14 menyatakan bahwa hak narapidana yaitu:

a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya; b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani; c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;

d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak; e. Menyampaikan keluhan;

f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang;

g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;

h. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu lainnya;

i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);

j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga;

k. Mendapatkan pembebasan bersyarat; l. Mendapatkan cuti menjelang bebas; dan

m.Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.60

Hak-hak seorang narapidana tidak jauh berbeda hak asasi manusia yang lainnya, hanya ada beberapa yang tidak dimiliki oleh seorang narapidana.

59

. P.AF Lamintang, Theo Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika 2010, cet-1, h. 54

60


(56)

Diantaranya yaitu seorang narapidana tidak memiliki hak kebebasan seperti manusia yang lainnya.

D.Perlindungan Hak Kesehatan Narapidana Menurut Hukum Pidana Islam dan Undang-Undang No 12 Tahun 1995

Kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera sempurna yang lengkap meliputi: kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas dari penyakit/kelemahan.61

Istilah kesehatan dalam Undang-Undang No 9 Tahun 1960 tentang pokok-pokok, Bab 1 pasal 2 menjelaskan bahwa “Kesehatan dalam Undang-Undang ini ialah keadaan yang meliputi kesehatan badan, rohani (mental), dan sosial dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan.62

Istilah ini telah sedikit berubah di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 23 Tahun 1992 tentang kesehatan sedunia sebagai berikut

“Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomi”.63

61

. Wahid Iqbal Mubarok dan Nurul Chayatin, Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi, Jakarta: h. 17

62

. Juli Soemirat Slamet, Kesehatan Lingkungan, Jakarta: Gadjah Mada University Pres. cet -1 hal. 4

63

. Wahid Iqbal Mubarok dan Nurul Chayatin, Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori Dan Aplikasi, h. 17


(57)

Menurut Rusmin Tumanggor dkk dalam bukunya yang berjudul Wanita Dan Kesehatan Perilaku Kesehatan Wanita Di Pemukiman Kumuh menyatakan

bahwa “Seseorang dianggap sakit apabila yang bersangkutan menanggapi gejala-gejala dengan cara-cara yang kurang nyaman diiringi tanda-tanda organ dan fungsi tubuh, mental dan solusinya yang kurang baik, yang menyebabkan

ia tak dapat melakukan sebagian atau seluruh peranan normalnya”.64

Kesehatan seseorang harus diutamakan walaupun seseorang itu telah melakukan pelanggaran, karena kesehatan merupakan hak dasar yang harus dimiliki oleh setiap orang. Seorang narapidana pun mempunyai hak-hak layaknya seorang manusia biasa yang salah satunya yaitu: Hak kesehatan, jika seseorang itu sehat maka aktivitas sehari-hari akan normal.

1. Perlindungan Hak Kesehatan Narapidana Menurut UU No 12 Tahun 1995

Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan atau pelayanan kesehatan dan penerapannya. Hal ini berarti hukum kesehatan adalah aturan tertulis mengenai hubungan antara pihak pemberi pelayanan kesehatan dengan masyarakat atau anggota masyarakat.65

64

. Rusmin dkk, Wanita dan Kesehatan Perilaku Kesehatan Wanita di Pemukiman Kumuh, Jakarta:Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, h. 8

65

. Soekidjo Notoatmodjo, Etika Dan Hukum Kesehatan, Jakarta: PT Rineka Cipta, cet -1 h. 44


(58)

Dalam bidang kesehatan menurut Soekidjo Notoatmodjo dalam bukunya Etika dan Hukum Kesehatan bahwa Undang-Undang mengatur hak-hak masyarakat sebagai berikut:

a. Setiap orang berhak atas kesehatan

b. Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan.

c. Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.

d. Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlakukan bagi dirinya.

e. Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan.

f. Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab.

g. Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.66

Semua hak kesehatan tersebut merupakan hak dasar dalam upaya pelaksanaan hak kesehatan, yang harus dilakukan secara konsekuen

Dalam Peraturan Republik Indonesia No 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dalam pasal 16 bahwa “Narapidana atau anak didik pemasyarakatan ada keluhan mengenai kesehatannya, maka dokter atau tenaga kesehatan lainnya di lembaga pemasyarakatan wajib melakukan pemeriksaan”.67 Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 32 tahun 1999 pasal 17 bahwa dalam hal penderita sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (3) memerlukan perawatan lebih lanjut, maka dokter Lapas memberikan rekomendasi kepada

66

. Ibid h. 53 67


(59)

Kepala Lapas agar pelayanan kesehatan dilakukan di rumah sakit umum pemerintah di luar lembaga pemasyarakatan.68 Dalam pasal 24 setiap orang dilarang memberi makanan dan minuman yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, keamanan, dan ketertiban kepada narapidana dan anak didik pemasyarakatan.69 Sedangkan dalam PP No 32 tahun 1999 pasal 7 bahwa

“Setiap narapidana dan anak didik pemasyarakatan berhak mendapat perawatan jasmani berupa:

1. Memberi kesempatan melakukan olahraga dan rekreasi; 2. Pemberian perlengkapan pakaian; dan

3. Pemberian perlengkapan tidur dan mandi”.70

Semua penjabaran Undang-Undang diatas, dapat dijadikan indikator terkait pelaksanaan hak kesehatan narapidana.

2. Perlindungan Hak Kesehatan Narapidana Menurut Hukum Islam

Dalam perspektif Islam, kesehatan merupakan nikmat dan karunia Allah SWT yang wajib disyukuri. Sehat juga obsesi setiap insan berakal, sehingga tak seorangpun yang tidak ingin selalu sehat, agar tugas dan kewajiban hidup dapat terlaksana dengan baik.71

Kesehatan merupakan kebutuhan fitrah manusia dan juga sebagai nikmat Allah, tetapi banyak yang mengabaikan dan merupakan nikmat sehat ini.

68

. Ibid h. 233 69

. Ibid h. 235 70

. Ibid h. 231 71

. Arief Sumantri, Kesehatan Lingkungan, Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri, cet -2 h. -297


(60)

Dalam kitab Shahih Al-Bukhari Fathul Baari yang ditulis oleh Syaikh Abdul Azis Abdullah bin Baz dijelaskan sebagai berikut:

ملس هيلع ه ىلص يب لا لاق : غم ات (

ارفلا ةحصلا سا لا م ريثك ا يف ب 6049

Rasulullah SAW bersabda “Dua nikmat yang sering membuat manusia tertipu, yaitu sehat dan waktu senggang” ( HR. Imam Bukhari).72

Tujuan hukum Islam yaitu pemeliharaan jiwa, maka dari itu hukum Islam wajib memelihara hak asasi manusia untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya, untuk itu hukum Islam melarang pembunuhan (QS Al-Isra: 33) sebagai upaya menghilangkan jiwa manusia dan melindungi berbagai sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk mempertahankan kemaslahatan hidupnya.73

Jiwa manusia adalah suci dan tidak boleh disakiti dan segala usaha harus dilakukan untuk melindunginya, terutama tidak seorangpun diperbolehkan menyakiti seseorang kecuali berdasarkan hukum, seperti hukuman qishash

pada tindak pidana pembunuhan. Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 178 yaitu

72

. Syaikh Abdul Azis Abdullah bin Baz, Kitab Shahih Al-Bukhari Fathul Baari, Pustakaazzam, 2009, h. 2

73

. Muhammad Daud Ali dan Habibah Daud, Lembaga-Lembaga Islam di Indonesia, Jakrta: PT. Raja Grafindo Persada, cet -1 h. 134


(61)

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qishash, berkenan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan. Tetapi barang siapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diyat (pula). Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Barang siapa melampaui batas setelah itu maka ia akan mendapatkan azab yang sangat pedih.74

Berdasarkan penjelasan dalam ayat Al-Qur’an tersebut, bisa dilihat bahwa hukum Islam itu bijak dan adil dalam menegakkan hak asasi manusia. Dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa jika telah memperoleh maaf, maka

qishsah tidak berlaku, tetapi hukum Islam tetap mewajibkan ganti rugi berupa

diyat. Apabila orang tersebut tetap berperilaku buruk dan tidak menyadari kesalahannya, maka ia akan mendapatkan azab yang sangat pedih dari Allah SWT. Hal ini mengisyaratkan bahwa penegakkan hak asasi manusia dalam Islam ditegakkan seadil mungkin dan tetap memperhatikan hak-hak narapidana atau orang yang menimbulkan masalah. Oleh karena itu, Islam sangat mementingkan hak kesehatan yang merupakan bagian dari menjaga kemaslahatan umat dan penegakkan HAM.

74. Rachmat Syafe’i , Terjemah Al-Quran Kementrian Agama RI. Bandung: Sygma Publishing, h. 27


(62)

BAB III

DESKRIPSI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA PEMUDA TANGERANG DAN KASUS PELANGGARAN HAK NARAPIDANA

A.Deskripsi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Pemuda Tangerang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia, pada tanggal 16 Desember 1983 Nomor: M.03.UM.01.06 Tahun 1983 tentang penetapan Lembaga Pemasyarakatan tertentu sebagai Rumah Tahanan Negara. Dalam lampiran II Surat Keputusan tersebut Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang di samping ditetapkan sebagai Lapas dan juga sebagian ruangannya ditetapkan sebagai Rumah Tahanan Negara (Rutan).

Seperti diketahui bahwa Lapas merupakan tempat untuk melakukan pembinaan terhadap pelanggaran hukum yang sudah diputus oleh Hakim dan sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Sedangkan Rutan merupakan tempat yang diperuntukkan bagi pelanggar hukum yang masih dalam proses peradilan baik dalam tahapan penyidikan, penuntutan, ataupun mereka yang masih dalam proses pemeriksaan di pengadilan.

Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pemasyarakatan tanggal 26 Juni 1985 Nomor E PS 01 10 10-116 tentang penempatan narapidana Anak Negara dan Anak Sipil, dinyatakan bahwa narapidana dewasa adalah narapidana yang berumur lebih dari 21 tahun. Narapidana pemuda adalah mereka yang berumur antara 18 tahun sampai 21 tahun. Sedangkan berdasarkan Surat Kepala Kantor


(63)

Wilayah Departemen Kehakiman Wilayah VII DKI Jaya tanggal 18 Februari 1984 Nomor: W7.A.UM.01.06.923.84, Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang juga dijadikan tempat penampungan narapidana yang berusia maksimal 27 tahun.

Namun penempatan tersebut pada saat ini tidak dapat dilaksanakan secara kaku, karena pada akhir-akhir ini ada kecenderungan makin meningkatnya jumlah penghuni di wilayah Banten, sehingga Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang oleh Pimpinan Wilayah difungsikan sebagai Lapas penyangga dari adanya kecenderungan over kapasitas. Di samping itu, apabila terjadi keributan di Lapas Cipinang, Rutan Salemba, dan Lapas Kelas 1 Tangerang (kecenderungan pada saat pasca reformasi tahun 1998), maka Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang juga dijadikan Lapas yang menampung narapidana yang terlibat dalam keributan tersebut. Akibatnya fungsi sebagai Lapas yang khusus menampung dan membina narapidana pemuda, sudah tidak murni lagi. Hal ini diperkuat lagi dengan ditetapkannya Lapas Pemuda sebagai Rutan yang notabene tidak mengenal pengklasifikasian yang ditinjau dari aspek umur.

B.Keadaan Bangunan

Bangunan Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang dibuat tahun 1924 dan diselesaikan pada tahun 1927. Bangunan ini didirikan di areal tanah seluas 385.420m2, dengan luas tanah bangunan sebesar 28.610 m2 dan luas bangunan sebesar 10.312 m2. Bentuk bangunan model kipas, yang terdiri dari 6 (enam)


(64)

blok yaitu blok A, blok B, blok C, blok D, blok E, blok F sebanyak 120 kamar yang sudah direnovasi dengan kapasitas 1356 orang.

Sistem penguncian menggunakan sistem gerendel dengan satu gembok kunci. Dilihat dari fungsinya sistem penguncian yang demikian sangat efektif untuk mencegah adanya pengeluaran penghuni secara tidak sah pada malam hari, karena apabila seorang petugas ingin mengeluarkan satu orang penghuni maka resikonya akan membuka semua pintu kamar. Dengan demikian resiko yang akan diambil oleh seorang petugas pun akan sangat berat.

Selama ini seluruh bangunan telah mengalami renovasi masing-masing blok pada tahun anggaran: 1989/1990, 1994/1995, 1999/2000, 2007, 2008, dan 2009.

C.Tinjauan Historis

1. Pada tahun 1927-1942 oleh Pemerintah Hindia Belanda ditetapkan sebagai tempat pemenjaraan bagi pemuda bangsa Belanda maupun pribumi, dengan sebutan Jeugd Gevangenis

2. Pada tahun 1942-1945 oleh pemerintah Jepang dijadikan tempat pelaksanaan pidana dengan sebutan Keimusho Shikubu

3. Pada tahun 1946-1948 oleh Pemerintah Belanda (Palang Merah NICA) digunakan sebagai tempat penampungan pengungsi Cina Pendalaman

4. Pada tahun 1984-1950 oleh Pemerintah Indonesia dijadikan tempat untuk pelaksanaan pemenjaraan bagi pemuda dengan sebutan Jeughd Gevangenis


(65)

5. Pada tahun 1950-1964 oleh Pemerintah Indonesia dijadikan tempat untuk pelaksanaan pidana penjara untuk pemuda dengan sebutan Rumah Penjara Anak-anak

6. Pada tahun 1964-1965 oleh Pemerintah Indonesia dijadikan tempat pelaksanaan pemasyarakatan pemuda dengan sebutan Lembaga Pemasyarakatan Khusus Pemuda.

7. Pada tahun 1965-1979 oleh Pemerintah Indonesia dijadikan tempat pemidanaan narapidana pemuda dan Pusat Rehabilitasi Tahanan G.30.S/PKI. Dengan sebutan Lembaga Pemasyarakatan Khusus Pemuda. 8. Pada tahun 1979-1984 Pemerintah Indonesia dijadikan tempat pelaksanaan

pemasyarakatan untuk pemuda sebutan Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Pemuda Tangerang.

9. Pada tahun 1984-sekarang oleh Pemerintah Indonesia dijadikan tempat pelaksanaan pemasyarakatan untuk pemuda merangkap sebagai Rumah Tahanan Negara Tangerang dengan sebutan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang.

D. Tugas Pokok dan Fungsi

1. Lapas mempunyai tugas melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik dan melaksanakan tugas perawatan tahanan.

2. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut Lapas mempunyai beberapa fungsi yaitu:


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Harga Diri Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan

26 227 125

Implementasi pembinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan jember berkaitan dengan hak-hak narapidana berdasarkan uu.12 tahun 1995 (Tentang Pemasyarakatan)

0 18 101

Perlindungan hak kesehatan narapidana dalam pandangan hukum positif dan hukum pidana islam di lembaga pemasyarakatan kelas IIA pemuda Tangerang : analisis yuridis uu no 12 tahun 1995

1 8 0

PEMENUHAN HAK-HAK NARAPIDANA SELAMA MENJALANI MASA PIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA YOGYAKARTA.

0 3 15

SKRIPSI PEMENUHAN HAK-HAK NARAPIDANA SELAMA MENJALANI MASA PIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA YOGYAKARTA.

0 4 11

PENDAHULUAN PEMENUHAN HAK-HAK NARAPIDANA SELAMA MENJALANI MASA PIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA YOGYAKARTA.

0 2 16

PENULISAN HUKUM/ SKRIPSI KERUSUHAN NARAPIDANA DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta).

0 3 14

ANALISIS YURIDIS TERHADAP BENTUK PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN (Studi Kasus Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sidoarjo).

0 0 91

ANALISIS KEDUDUKAN HUKUM NARAPIDANA PENDERITA HIVAIDS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA PANGKALPINANG SKRIPSI

0 0 15

ANALISIS YURIDIS TERHADAP BENTUK PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN (Studi Kasus Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sidoarjo) SKRIPSI

0 0 53