110
Konjungsi adversatif namun pada kalimat kedua dan konjungsi kausal sebab pada
kalimat ketiga keberadaannya menjadi penghubung dengan kalimat-kalimat sebelumnya.
B. Kohesi Leksikal
Kohesi leksikal atau perpaduan leksikal adalah hubungan leksikal antara bagian-bagian wacana untuk mendapatkan keserasian struktur secara kohesif. Unsur
kohesi leksikal terdiri atas: sinonimi persamaan, antonimi lawan kata, hiponimi hubungan bagian atau isi, repetisi pengulangan, kolokasi kata sandang. Tujuan
digunakannya aspek-aspek leksikal di antaranya untuk mendapatkan efek intensitas makna bahasa, kejelasan informasi, dan keindahan bahasa lain Mulyana, 2005:29.
HG Tarigan 1987:97 mengatakan, suatu bentuk tekswacana dikatakan bersifat kohesif apabila terdapat kesesuaian antara bentuk bahasa language form
dengan konteksnya situasi internal bahasa. Untuk dapat memahami kekohesifan itu, diperlukan pengetahuan dan penguasaan kaidah-kaidah kebahasaan, wawasan
realitas, dan proses penalaran. Pada kondisi tertentu, unsur-unsur kohesi menjadi kontributor penting bagi
terbentuknya wacana yang koheren. Namun demikian, perlu disadari bahwa unsur- unsur kohesi tersebut tidak selalu menjamin terbentuknya wacana yang utuh dan
koheren. Alasannya, pemakaian alat-alat kohesif dalam suatu teks tidak langsung menghasilkan wacana yang koheren. Dengan kata lain, struktur wacana dapat
dibangun tanpa menggunakan alat-alat kohesi. Idealnya, wacana yang baik dan utuh harus memiliki syarat-syarat kohesi sekaligus koherensi. Adanya sebutan nama RK
111 yang berbeda-beda merupakan fakta semiotik dari kohesi leksikal. Beberapa unsur
kohesi leksikal yang terdapat pada wacana mitos RK, sebagai berikut. 1 Sinonimi
Sinonimi persamaan, merupakan salah satu jenis aspek kohesi leksikal yang berfungsi untuk menjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan lingual
tertentu dengan satuan lingual lain dalam sebuah wacana. Sinonimi berkaitan dengan berbagai kata yang memiliki makna yang sama. Sinonimi dalam wacana RK dapat
dilihat pada kutipan berikut.
Kutipan 8: a “Rupanya, reinkarnasi berikutnya setelah menjadi putri nelayan, Dewi Parwati
bermanifestasi sebagai Kanjeng Ratu Kidul.”Laksana, informan 7 b “Berbeda halnya dengan wacana di Pura Tirta Segara Rupek, ternyata Kanjeng
Ratu Kidul dipercaya, juga bernama Ratu Kidul.”Sarba, informan 8 c “Demikian selanjutnya wacana di Pura Srijong, Ratu Biyang Sakti yang bersthana
di tepi Goa Kelelawar Suci dipercaya sebagai manifestasi Ratu Kidul.”Suada, informan 10
d “Selanjutnya, di Pura Sakenan disebutkan Ratu Ayu Manik Macorong Dane Gusti Blembong sebagai Ratu Kidul.”Mk.Sakenan, informan 16
e “Sedangkan di hotel Bali Beach Sanur, Ratu Kidul diwacanakan sebagai Kanjeng Ibu Ratu Kidul.”Andre Mujiarto, informan 4
Pada dasarnya, dari kalimat-kalimat di atas yang dicetak miring menunjukkan orang yang sama atau bermakna sama. Beliaulah yang dimaksud dengan Ratu
Penguasa Lautan Ratu Kidul. Apabila dicermati penerapan sinonimi pada teks dipengaruhi oleh penggunaan campur kode dalam teks. Campur kode adalah bahasa
yang digunakan untuk mengomunikasikan cerita, yaitu bahasa campuran atau gabungan dua jenis bahasa atau lebih dalam sebuah peristiwa bahasa. Bentuk kata
yang bersinonimi pada teks merupakan variasi dalam pilihan kata. Fungsinya untuk menggali unsur keindahan dalam membangun dialog antar tokoh, atau dalam
112 mendeskripsikan jalan cerita yang membangun bentuk wacana. Pilihan kata
bersinonim yang diterapkan pada teks, dapat menunjang pergerakan cerita yang mengandung nilai filosofis dan teologis tinggi, sehingga menarik untuk dicermati dan
dinikmati. 2 Antonimi
Antonimi lawan kata, merupakan satuan lingual yang maknanya berlawanan atau beroposisi dengan satuan lingual yang lain. Berlawanan atau beroposisi makna
mencakup konsep yang berlawanan secara utuh sampai kepada yang hanya kontras makna. Antonimi adalah kohesi makna leksikal yang bersifat kontras atau berlawanan
antara konstituen yang satu dengan konstituen yang lain. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
Kutipan 9: “Pura Penataran Agung Sakenan dipandang sebagai simbol laki purusa dan Pura
Susunan Wadon sebagai simbol perempuan pradhana.”Mk.Sakenan, informan 16
Unsur antonimi, kutipan di atas terjadi pada kata purusa, mendapat oposisi kata pradhana. Selanjutnya, membentuk satu kesatuan dikotomis yang mengacu
pada makna tentang keadaan yang terjadi di alam semesta, terutama yang menimpa kehidupan manusia yang tidak luput dari jangkauan rwa-bhineda. Antonimi yang
muncul dalam teks cenderung kata-kata yang berpasangan, tetapi berlawanan bentuk dan makna. Memposisikan antonimi sebagai kesatuan lingual yang mengandung
konsep makna yang berlawanan secara utuh dengan kontras makna. Pilihan kata yang tersaji dalam kutipan 9 merupakan wujud nyata bahwa dalam wacana RK di Pesisir
113 Bali Selatan mengandung antonimi yang berfungsi mendukung tokoh atau penegasan
wacana dalam peristiwa-peristiwa yang disajikan. 3 Hiponimi
Hiponimi hubungan bagianisi,
menyatakan hubungan makna yang mengandung pengertian hubungan hirarkhis. Apabila kata memiliki semua komponen
makna kata lainnya, tetapi tidak sebaliknya, maka perhubungan itu disebut hiponimi Kentjono,1982:80. Hiponimi kemudian menjadi dasar pendekatan yang dikenal
dengan “semantik field” atau “semantik domain,” yaitu suatu pendekatan semantik yang mencoba melakukan klasifikasi makna berdasarkan kesamaan komponen
makna. Kata yang mempunyai kesamaan arti atau bidang makna yang sama dikumpulkan dalam satu kelompok. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
Kutipan 10: “Di wilayah ini dahulu kala merupakan daerah pertanian, masyarakat subak
bercocok-tanam seperti; padi, jagung, palawija, dan lain-lain menurut musim dan hari wewaran atau hari baik.”Mangku Suada, informan 10
Kata padi, jagung, palawija dan lain-lain mempunyai unsur makna yang sama,
disatukan dalam satu rangkaian karena merupakan satu kelompok yaitu hiponim dari tanaman pertanian.
4 Repetisi Repetisi pengulangan, adalah pengulangan satuan lingual yang dianggap
penting untuk memberikan tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Penyajian repetisi bisa dalam bentuk pengulangan bunyi, suku kata, kata, serta kalimat. Di
114 antara jenis repetisi yang ada, tidak semua repetisi tertuang dalam wacana RK di
pesisir Bali Selatan. Berikut kutipan salah satu jenis repetisi yakni repetisi penuh.
Kutipan 11:
“Dahulu, banyak pelaku mistik mengakui, kawasan pantai Padang Galak merupakan zona hitam untuk adu nyali dan kesaktian. Tetapi kini di pinggir
Pantai Padang Galak telah berdiri berjejer tempat pemujaan mewah di tengah gemuruh ombak dan gelombang yang menjilat buas.”Alit Adnyana, informan
21
Repetisi penuh terjadi di awal pada anak kalimat 1 ‘Dahulu’, pada
pengulangannya, terjadi pergeseran posisi terdapat pada anak kalimat 2 ‘kini.’
Namun, tidak mengurangi makna kalimat sehingga pengulangannya pun tetap penuh. Repetisi penuh yang terkandung pada kutipan di atas berfungsi memberikan
gambaran dalam kaitannya dengan penggunaan kalimat yang sederhana dan mudah dipahami, karena tidak banyak kalimat-kalimat kias dan tidak mengurangi arti estetik
teks. Repetisi penuh berarti mengulang satu fungsi dalam kalimat secara penuh, tanpa pengurangan dan perubahan bentuk.
5 Kolokasi Kolokasi sading kata, adalah kohesi leksikal berupa relasi makna yang
berdekatan antara konstituen yang satu dengan konstituen yang lain atau hubungan antar kata yang berbeda pada lingkungan dan bidang yang sama. Asosiasi tetap antara
kata dan kata lain dalam lingkungan yang sama Mulyana, 2005:30. Hal ini dapat dilihat pada kutipan kalimat sebagai berikut.
Kutipan 12: “Semua arca dan patung ini merupakan persembahan dari orang yang telah
merasakan mendapat berkah. Kemungkinan orang itu sadar bahwa benda itu bukan miliknya.” Alit Adnyana, informan 21.
115 Pada kalimat kedua, kata orang itu sadar dalam wacana tersebut, membentuk
kolokasi leksikal karena unsur itu merupakan bentuk ‘penyadaran’ akan sesuatu yang ada di dunia ini bukan miliknya. Penyadaran ini juga bermakna untuk ‘mengingatkan’
bahwa dalam kehidupan, soal memberi dan menerima merupakan kewajiban.
5.1.2 Aspek Koherensi