Aspek Instrinsik Struktur Naratif

125

5.2.1 Aspek Instrinsik

Membicarakan teks, menyangkut pemahaman tentang hal-hal di dalam teks itu sendiri sedangkan membicarakan konteks, menyangkut pemahaman tentang hal-hal di luar teks. Dalam menganalisis struktur naratif wacana dari aspek internal unsur instrinsik, dapat di lihat beberapa hal, yakni: latar tempat dan waktu, tema, penokohan, alur, sudut pandang, dan amanat Moeliono,1988:336. Secara singkat dapat dilihat seperti pada matrik 1 berikut. MATRIK : 1 GAMBARAN STRUKTUR NARATIF ASPEK INSTRINSIK No. ASPEK INSTRINSIK WACANA MITOS RATU KIDUL Wacana Mitos RK di Pesisir Bali Selatan versi 1 Wacana Mitos RK versi Kejawen di Bali versi 2 1 Tema Wacana Mitos RK di pesisir Bali Selatan dalam hubungannya dengan pengamalan ajaran Tri Kaya Parisudha dan kearifan lokal Tri Hita Karana. Implementasi dilakukan melalui ritual ber- yadnya terhadap laut. Wacana Mitos RK di pesisir Bali Selatan dan pengamalan ajaran ‘ ‘kaweruh’ Manungggaling kawula lan gusti. Aplikasinya dengan kegiatan meditasi yang terimplementasi melalui kearifan lokal ‘mulat- sarira’ untuk mencapai Mamayu hayuning bawana. 2 Alur Plot Alur ceritanya menunjukkan alur mundur menceritakan tentang kisah dewa-dewi pemberi kemakmuran, kesejahteraan sebagai penguasa sumber mata air. Wacananya berkaitan erat dengan perjalanan agama Hindu sampai di Bali. Mulai dari cerita dewi Gangga di pantai Yeh Gangga, dewi Parwati hutan Segara Rupek, cerita dewa-dewi lain serta para orang suci yang berjasa menata alam lingkunan Bali. Hal ini terjadi mulai dari zaman kerajaan Bali Kuno abad-11 hingga zaman Alur ceritanya menunjukkan alur maju, dengan wacana dimulai dari cerita terbakarnya hotel Bali Beach Sanur. Sebelum kebakaran terjadi sudah ada tanda peringatan yang diterima oleh salah seorang karyawan hotel pada saat itu, melihat penampakan dan mendapat petunjuk langsung dari KRK. Peringatan itu diharapkan mendapat respos terutama dari pihak manajemen. Namun, peringatan yang berulangkali muncul tidak direspons. Sampai terjadi kebakaran. Menurut terawangan gaib salah satu 126 republik. Wacananya adalah tentang roh dewa-dewi, bhatara-bhatari dan orang- orang suci yang bereinkarnasi sebagai RK. Keyakinan itulah memunculkan nama dewa-dewi Hindu yang berbeda-beda, namun semua mempunyai misi melindungi umat manusia dari segala permasalahan duniawi terutama di laut. Dalam kaitannya dengan wacana mitos RK bahwa sejak dulu masyarakat Bali menghormati laut dan menurut ajaran Hindu dipersonifikasikan sebagai‘ibu’ dengan simbol warna merah Brahma dan berkedudukan di Selatan. Dalam bahasa Jawa Kuna, Selatan disebut kidul. Dari situlah muncul nama ‘Ratu Kidul’ sebagai penguasa dan penjaga laut. Nama dewa-dewi yang berbeda-beda pada masing-masing wilayah pewacanaan disesuaikan dengan fungsinya dan tugasnya. Untuk memaknai kearifan lokal ini masyarakat senantiasa melakukan ritual sesaji terhadap alam Tuhan, alam lingkungan, dan manusia perwujudan Tri Hita Karana terutama terutama sumber- sumber mata air. Salah satu kearifan lokal yang dilakukan adalah dengan pembersihan diri lahir bathin agar terhindar dari mara bahaya yang dikenal dengan malukat ruwatan, yakni sebuah pemahaman yang lebih implisit ttg cara atau perlakuan manusia untuk menjaga harmonisasi alam semesta serta lingkungannya agar terhindar dari pencemaran. Ini semua merupakan cerminan dari ajaran etika Hindu Tri Kaya Parisudha dan Tri Hita Karana. Dengan malukat paranormal, hal itu disebabkan oleh perseteruan dan perebutan wilayah kekuasaan atas pantai Selatan antara Kanjeng Ratu Kidul dengan Ratu Gede Mas MacalingRatu Gede Dalem Ped. Akhirnya, terjadi perang api yang menimbulkan kebakaran di hotel BB sekitar tahun 1992. Pasca peristiwa itu terlihat ada keanehankejanggalan dari dampak kebakaran, yakni salah satu kamar sama sekali tidak tersentuh oleh api yang telah meluluhlantakkan hotel selama 3 hari. Dari hal yang mustahil itu, maka pihak manajemen berniat untuk menanyakan kepada orang pintar dalam hal ini paranormal. Setelah mediasi dilakukan barulah diketahui bahwa kamar yang bernomor 327 itu ternyata adalah salah satu kamar yang pernah dipesan oleh Bung Karno pada saat pembangunan hotel baru dimulai. Kamar tsb rencananya digunakan untuk bermeditasi apabila sedang berada di Bali. Namun, sebelum hotel beroperasi BK mengakhiri kepemimpinannya. Akhirnya kamar itu pun disewakan seperti kamar-kamar lainnya hingga terjadi kebakaran. Sejak diketahui permasalahan seperti itu, maka kamar 327 disebut sebagai kamar Bung Karno dan tidak disewakan lagi tetapi disakralkan dengan menghias, merawat, dan memberikan ritual sesaji. Cerita berikutnya adalah Cottages BB yang bernomor 2401 menurut informan yang pernah menjadi ‘pemangku’ di kamar itu, keberadaannya dibangun tahun 1997 melalui mimpi dan petunjuk paranormal yang pernah didatangi oleh seorang perempuan cantik berambut panjang mengaku bernama KRK. Orang tsb 127 diharapkan pikiran, perkataan, dan perbuatan manusia dapat dikendalikan. Salah satu cara untuk menyatukan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dalam manifestasinya sebagai dewa-dewi penguasa sumber mata air dilakukan dengan jalan bhakti, mengucap syukur kepada Hyang Kuasa atau manifestasi-Nya. ternyata juga meminta disiapkan kamar khusus agar selalu bisa berdekatan dengan BK. Maka, jadilah kamar 2401yang selanjutnya dinamakan kamar suci Kanjeng Ratu Kidul. Sama perlakuannya seperti kamar 327, kamar 2401 pun dihias serba hijau, dirawat dan diberikan ritual sesaji baik sehari-hari maupun pada saat hari tertentu seperti pada bulan Suro tepatnya pada malam 1 Suro dilakukan ritual ‘labuhan’ larung di laut hingga saat ini. Setelah kedua kamar tsb di atas disakralkan, sejak itu pula muncul wacana mitos RK sesuai dengan persepsi dan sudut pandang masing- masing yang dikaitkan dengan tugas dan fungsinya pada wilayah pewacanaan. Melihat ciri khas keberadaan kedua kamar tsb maka para spiritual kejawen menghubungkan wacana mitos RK sebagai bentuk aplikasi ajaran ‘kaweruh’ yang dikenal sebagai manunggaling kawula lan gusti, yakni ajaran yang mengutamakan keserasian hubungan dengan alam semesta. Untuk mencapai hal itu bagi orang Jawa perlu melakukan kearifan lokal yang dinamakan mamayu hayuning bawana yakni cara untuk mencapai keharmonisan dengan alam lingkungan agar tercapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir dan bathin. Implementasi dari ajaran dan kearifan loka tsb dilaksanakan melalui meditasi dan ‘mulat sarira’perenungan diri untuk dapat menyatukan pikiran agar perkataan dan perbuatan dapat dikendalikan. 3 Tokoh dan perwatakannya Tokoh : Ratu Gede Sekaring Jagat, Dewi Danuh, Dewa Baruna, Ratu Ayu Mas Manik Tirta, Ibu Dewi Parwati, Ratu Suun Tokoh : Kanjeng Ratu Kidul Bunda Ratu Kidul,Soekarno, Ratu Gede Dalem NusaPed, Ratu Nyang Sakti, Ratu Ayu Subandar Dewi 128 Kidul, Sanghyang Sinuwun Kidul, Ratu Biyang Sakti, Ratu Ayu Manik Macorong Dane Gusti BlembongSawang DalemRatu Ayu Mas Kentel Gumi, Hyang Giri Putri, Ratu Sang Kala Sunya. Kwan Im. Perwatakannya; Ratu Gede Sekaring Jagat: gaib ,melindungi, mengayomi , welas asih, memberi kesembuhan. Dewi DanuhRatu Ayu Mas manik Tirta: gaib, mengayomi dan menciptakan kemakmuran, kesejahteraan serta pemberi berkah kepada para petani. Ibu Dewi Parwati: gaib, pemurah, mulia, setia, bersahaja , penuh welas asih, pemberi berkah kemakmuran dan inspirasi perlindungan terhadap bencana yang diakibatkan oleh alam. Ratu Ayu Manik Macorong Dane Gusti BlembongRatu Sawang Dalem Ratu Ayu Mas Kentel Gumi: gaib, setia, pemurah dan selalu menjaga keharmonisan alam dan makhluk hidup. Ratu Hyang Giri Putri: gaib, putri gunung yang cantik nan anggun, menjaga keseimbangan gunung , darat dan laut serta welas asih kepada umat manusia. Ratu Sang Kala Sunya: gaib, mengayomi dan melindungi manusia dari bencana alam terutama yang diakibatkan oleh laut . Perwatakannya; Kanjeng Ratu Kidul Bunda Ratu : gaib, cantik, anggun,welas asih, meneladani, mengayomi dan melindungi, serta penyayang, membantu mengatasi segala permasalahan duniawi. Sukarno: religiusitas, agamis, superior, kharismatik, founding father, cerdas, kritis, pemikir yg handal idealis, percaya akan kehidupan alam lain supranatural, pemersatu, fleksibel namun tetap revolusioner. Ratu Gede Dalem NusaPed: mistis maha gaib, tegas, sakti mandraguna, disegani, namun adil memberikan hukuman dan bijaksana dalam menjaga keamanan perbatasan antara laut dengan darat dapat melindungi masyarakat dari bencana serta hama penyakit. Ratu Nyang Sakti: gaib, pemberi berkah, pemurah dalam hal rejeki untuk setiap rumah tangga yang bermasalah dengan keuangan. Ratu Ayu Subandar: gaib, pemurah dalam hal rejeki mengatur keluar masuknya rejeki pada setiap pemujanya. Dewi Kwan Im: gaib, welas asih, lemah lembut, penyayang, 129 pemurah sebutan lain Ratu Ayu Subandar. 4 Latar Latar Tempat : wilayah Pesisir Bali selatan dg beberapa Pura Dang Kahyangan a.l: Pura Watu Klotok, Pura Batu Bolong, Pura Dalem Sakenan, Pura Campuhan Windhu Segara,Pura Segara Tirta Empul Mertasari, Pura Segara, Pura Susunan Wadon, Pura Sri Jong, Pura Tirta Segara Rupek. Latar Tempat ; Hotel Inna Grand Bali Beach- Sanur kamar 327 dan Cottages 2401. Latar Suasana : Religius-magis. Latar Suasana : Religius-magis, dan politis. 5 Sudut pandang Sudut pandang orang ketiga Sudut pandang orang ketiga 6 Gaya Bahasa Cerita yang dituturkan kembali oleh para informan dengan gaya bahasanya cenderung bersifat informal, singkat, padat dan apa adanya. Cerita yang dituturkan kembali oleh para informan dengan gaya bahasanya cenderung bersifat informal, singkat, padat dan apa adanya. 7 Amanat Wacana mitos RK di pesisir Bali Selatan adalah wacana sastra yang mengandung pesan bernuansa religius dalam kaitannya dengan alam. Menurut ajaran Hindu di Bali kondisi manusia dan alam harus seimbang dan harmonis. Dalam mengatasi berbagai masalah hidup baik yang diakibatkan oleh manusia maupun oleh alam dapat ditempuh dengan cara mulat sarira, yaitu kearifan lokal untuk introspeksi diri. Dengan melakukan pendekatan dan berpasrah diri kepada Yang Maha Kuasa, memohon petunjuk serta pengampunannya agar semua keinginan dilancarkan. Namun, sebelum mendekatkan diri kepada-NYA, hendaknya pikiran, perkataan, dan perbuatan tri kaya parisuda dalam diri masing-masing dilakukan pembersihan dan Wacana mitos RK di pesisir Bali Selatan mengandung sebuah pesan religius-magis untuk penghormatan terhadap laut yang dipersonifikasikan sebagai ‘ibu’. Seorang ‘ ibu’ akan selalu menjadi tempat mencurahkan keluh kesah dari anak-anaknya. Demikian pula ‘laut’ menjadi tempat penampungan segala kotoran sampah, namun tetap saja laut dibutuhkan, karena merupakan sumber dari segala sumber kehidupan. Mengingat begitu pentingnya laut, maka masyarakat wajib melindungi dan melestarikannya dari ancaman abrasi dan pencemaran. Apabila laut dalam kondisi kritis, dapat menimbulkan bencana yang dikenal dengan tsunami. Kemudian, diartikan sebagai pertanda akhir zaman, suatu wilayahpemerintahan sedang mengalami masa sulit seperti terjadinya konflik politik, sosial dan ideologi akan dapat 130 penyucian secara lahir bathin melalui ritual yang dikenal dengan melukat ruwatan. Penyatuan dan penyucian diri dengan alam semesta juga merupakan simbol dari penyucian buana Alit dan buana Agung. Oleh karena itu, masyarakat juga melakukan ritual melasti, mapakelem, dan nyegara-gunung. Dengan melakukan ruwatan diperoleh ketenangan, kenyamanan, dan ketentraman. Apabila tubuhbadan merasa nyaman dapat berpengaruh terhadap ketenangan dan ketentraman pikiran. Seorang yang berpikir tenang dan berperilaku bijak adalah orang yang sehat secara fisik lahir maupun bathinnya. Jadi malukat atau ruwatan merupakan salah satu bentuk kearifan lokal tentang pengobatan tradisional atau salah satu bentuk terapy air. Adapun tempat yang paling baik untuk melakukan ritual malukat adalah pada sumber- sumber mata air seperti danau, sungai dan laut serta pada pertemuan aliran air sungai yang bertemu dengan air laut yang di Bali dikenal dengan nama Campuan. Oleh karena itu sumber mata air seperti tersebut harus disakralkan dengan mendirikan bangunan suci ‘pelinggih’ dan memberikan ritual sesaji agar selalu dalam kondisi bersih, sehat, nyaman, tenang dan bebas dari pencemaran serta aura negatif. Harapan –harapan tersebut telah tertuang dalam konsep Tri Hita Karana sebagai tiga penyebab hubungan untuk mencapai keharmonisan. Tempat-tempat seperti tersebut di atas diminati oleh para penekun spiritual mengakibatkan perubahan zaman. Di dalam versi 2 ini, wacana mitos RK yang dikaitkan dengan Hotel BB sebagai hotel tertua dan tertinggi di Bali atas gagasan Soekarno. Dibandingkan dengan hotel lainnya, berada di luar peraturan, sehingga tidak menutup kemungkinannya berbagai bahaya datang dari segala arah seperti terjadinya kebakaran yang dimitoskan sebagai perang api antara KRK dengan Ratu Gede Macaling. Di lain sisi, mungkin saja karena konsleting listrik, namun kemudian dikaitkan dengan mitos keberadaan RK di Bali. Apapun alasan dan pemahaman para tokoh dan masyarakat yang berkompeten di bidangnya. Wacana mitos RK pada akhirnya berkembang mengikuti perkembangan zaman dan teknologi. Pada intinya setiap manusia dalam komunitasnya harus mampu mencari jalan keluar solusi dari setiap musibah atau masalah yang dialami. Solusi yang diharapkan adalah solusi terbaik bagi semua orang, tidak hanya mementingkan pribadikelompok. Pernyataan ini merupakan pesan yang tidak saja untuk direnungkan, tetapi harus ditindaklanjuti serta diimplementasikan oleh masyarakat Bali sesuai dengan situasi dan kondisi alam pada saat ini, baik terhadap pegunungan, daratan dan lautan. Kerusakan lingkungan akibat ulah manusia atau perlakuan terhadap alam yang tidak manusiawi sudah tidak dapat ditolerir lagi karena dampak yang ditimbulkannya dapat merusak masa depan atau nasib manusia. Oleh sebab itu, dalam teologi pantheisme dinyatakan 131 Keterangan Matrik: 1 1 Tema Wacana Tema atau theme adalah permulaan dari suatu ujaran dan bersifat abstrak. Tema atau tematik adalah pokok pikiran yang menjadi dasar sebuah percakapan. untuk bermeditasi, olah bathin sehingga dapat menyatu dengan Tuhan sang pencipta alam semesta yang dalam konsep Hindu disebut Jiwan Muktimoksa. Hal ini merupakan tujuan akhir dari tahapan kehidupan manusia. Dalam versi ini RK diyakini dan disebut dengan nama yang berbeda-beda sahasra nama sesuai dengan kemampuan menyebutkannya sebagai dewa- dewi penguasa sumber mata air dan pemberi berkah kemakmuran bagi masyarakat. Hal ini tidak bisa disalahkan, sebab kenyamanan dan keamanan terletak pada diri para pemuja, justru dapat meningkatkan niat masyarakat untuk selalu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. bahwa alam semesta itulah personifikasi dari Tuhan. Hubungan Tuhan, manusia dan alam harus seimbang, paling tidak sebagai masyarakat yang peduli terhadap lingkungan harus sudah mulai bertindak untuk meminimalkan kerusakan dan pencemaran yang telah terjadi demi generasi mendatang. Tujuan dari penyeimbangan tersebut untuk menemukan hubungan yang harmonis antara ketiga unsur alam, agar dapat diperoleh kemakmuran dan kesejahteraan lahir bathin dan untuk kestabilan pulau Bali pada umumnya. Itulah alasannya Hotel BB setiap tahun baru Jawa tepatnya pada malam 1 Suro melakukan ritual ‘labuhan’ larung, sedangkan masyarakat nelayan di pantai Pengambengan melakukan ritual ‘petik laut’. Wacana mitos RK di Hotel BB juga identik dengan kegiatan bermeditasi untuk selalu dapat mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa melalui RK sebagai personifikasinya. Oleh karena itu, konsep filosofi ajaran manunggaling kawula lan gusti, yang dijabarkan melalui kearifan lokal mamayu hayuning bawana, penting dilakukan dengan harapan kondisi lingkungan alam semesta dapat senantiasa terjaga kelestariannya. Walaupun pada akhirnya tergantung dari cara manusia dalam menyikapinya. 132 Tema merupakan perumusan dan kristalisasi topik-topik yang akan dijadikan landasan pembicaraan, atau tujuan yang akan dicapai melalui topik tersebut Keraf, 1984:107. Tema merupakan suatu ide pokok dalam sebuah cerita dan merupakan yang terpenting dalam cerita sebagai tujuan yang ingin dicapai dan disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karangan Tarigan, 1987:125. Nurgiantoro 2007:70, tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita, tentang berbagai pengalaman kehidupan, seperti: masalah cinta, rindu, takut, religius dan sebagainya. Tema sering disinonimkan dengan ide atau tujuan utama cerita. Pengarang bercerita untuk mengatakan sesuatu kepada pembaca. Tema yang baik memiliki empat sifat, yaitu 1 kejelasan, 2 kesatuan, 3 perkembangan, dan 4 keaslian. Sifat kejelasan menyangkut pada gagasan sentral, uraian kalimat, dan rincian- rinciannya. Sifat kesatuan atau keutuhan ialah, semua bagian dalam wacana mengacu dan menuju pada gagasan utama tema. Sifat perkembangan, artinya ada proses pengembangan tema secara maksimal, logis, dan teratur. Sifat keaslian atau orisinalitas dapat dimaknai sebagai kejujuran dalam mengungkapkan fakta-fakta, gagasan, dan pikiran dengan kemampuan sendiri. Setiap tema terdiri atas beberapa topik dan setiap topik disempitkan menjadi judul-judul yang relevan dengan tema. Penelitian ini mengulas tentang, tema ‘wacana sastra bernuansa religi’. Selanjutnya, diturunkan menjadi topik yang bertajuk ‘kearifan lokal’. Topik ini diturunkan lagi menjadi “Persepsi Masyarakat Terhadap Mitos Ratu Kidul di Pesisir Bali Selatan: Kajian Wacana Naratif.” Dengan demikian, suatu topik pada dasarnya adalah suatu 133 ‘tema kecil’ yang lebih menyempit dan makin spesifik. Artinya, dalam satu gagasan utama, tema mewadahi kedua aspek lainnya. Kajian tematik wacana yang berjudul ‘Persepsi Masyarakat terhadap Mitos Ratu Kidul di Pesisir Bali Selatan’ meliputi tema utama, yaitu ide sentral yang terkandung dalam keseluruhan cerita. Aspek-aspek yang membangunnya, antara lain: alur, latar, tokoh, sudut pandang, dan amanat. Berdasarkan hasil kajian terhadap struktur formal dan struktur naratif, maka tema utama wacana dari kedua versi yang ditemukan adalah, ajaran tentang keseimbangan serta keharmonisan lingkungan alam kodrati dan adikodrati demi mencapai tingkat kehidupan yang tertinggi melalui pelestarian laut dan gunung. Tema utama dapat dijabarkan baik secara implisit maupun eksplisit. Secara implisit tertuang pada setiap peristiwa yang dibangun oleh tokoh-tokoh sentral dalam wacana. Pada versi 1, memperkenalkan tokoh RK sebagai dewa-dewi Hindu penguasa sumber mata air yang diyakini dapat memberikan kesejahteraan dan energi kekuatan spiritual tentang ajaran etika agama Hindu Tri Hita Karana dan Tri Kaya Parisudha. Ajaran tersebut diimplementasikan melalui kearifan lokal ritual ber- yadnya terhadap alam semesta khususnya yang dilakukan di laut dan sumber mata air seperti ritual ‘nyegara-gunung’,‘mapekelem’, ‘melasti’, ‘melukat’. Laut merupakan sumber mata air terbesar dalam kehidupan. Oleh karena itu, sumber mata air yang akan dimanfaatkan harus ditata, dijaga, dilindungi, dan dilestarikan agar terhindar dari pencemaran dan kerusakan lingkungan terutama yang diakibatkan oleh manusia. Pada versi 2, tokoh utama adalah Kanjeng Ratu Kidul KRK, yang secara tidak langsung memperkenalkan ‘roh’ Soekarno melalui peristiwa kerawuhan pada 134 saat Hotel Inna Bali Beach Sanur mengalami kebakaran bulan Januari tahun 1992. Versi ini, didukung oleh komunitas paranormal dengan memperkenalkan ajaran kaweruh ‘manunggaling kawula lan gusti’. Dalam aplikasinya dilakukan melalui kearifan lokal ‘mamayu hayuning bawana’ dengan implementasi berupa aktivitas meditasi yang merupakan wujud dari ‘mulat sarira’ kontemplasi diri. Konsep ini merupakan salah satu ajaran kejawen yang bertujuan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup dengan cara mencintai dan melestarikan alam lingkungan. Implementasi dari ajaran tersebut yang berkaitan dengan wacana mitos RK dilakukan dengan tradisi ritual ‘labuhan’ dan ‘petik laut’. Tema kedua versi tersebut dipersepsi dan dipahami oleh masyarakat secara berbeda. Ada tiga kelompok masyarakat yang mempersepsi mitos RK di Pesisir Bali Selatan, diantaranya; a kelompok paranormal memahami wacana mitos RK dengan memuja RK sebagai sasuhunan sehingga perlu dibuatkan tempat pemujaannya berupa palinggih, gedongkamar suci atau melalui pemujaan patung, arca, lukisan. Tempat pemujaan yang telah dibangun tentu diberikan ritual sesaji sehingga muncul ritual ‘labuhan’ atau ‘ngelarung’ pada saat malam 1 Suro; b kelompok nelayan memahami wacana mitos RK dengan memujanya sebagai penguasa laut selatan sehingga perlu melakukan ritual ‘petik laut’; c kelompok masyarakat multikultur memahami wacana mitos RK sebagai dewa-dewi atau bhatara-bhatari leluhur sehingga perlu dibuatkan palinggih dan letaknya berdekatan dengan pura Dang Kahyangan. Berkaitan dengan tradisi perlu melakukan ritual-ritual yang berhubungan dengan laut seperti nyegara-gunung, mapakelem, nganyud, ngangkid, dan melasti. 135 Semua ritual dan persembahan serta sarana yang digunakan ditujukan hanya kepada Tuhan Yang Mahaesa dengan manifestasi Beliau salah satunya Kanjeng Ratu Kidul. Dari paparan tema tersebut di atas akhirnya akan mengacu pada tanda, betapa pentingnya menjaga keseimbangan dan keharmonisan alam semesta: gunung, darat, dan laut agar tetap lestari. Salah satu bentuk ajaran kasih sayang serta perhatian masyarakat Bali terhadap alam semesta diekspresikan melalui berbagai kearifan lokal, dengan tradisi ritual ber-yadnya terhadap unsur-unsur alam. Berbagai yadnya yang dilakukan, seperti: mecaru, melasti, mapakelem, nyegara-gunung,labuhan, petik laut dan ritual lain lebih dikenal dengan ritual bhuta yadnya karena ditujukan kepada unsur alam yang da tan kasat mataniskala alam adikodrati. Berbeda dengan ritual ‘malukat’ sebagai bentuk ritual penyucian diri secara lahir dan bathin ditujukan kepada manusia sebagai makhluk yang berkewajiban menata lingkungan alamnya. 2 Alur Plot Alur merupakan jalinan peristiwa dalam sebuah cerita untuk memperoleh efek tertentu. Alur cerita mengisahkan tentang bagaimana peristiwa itu berlangsung sejak awal hingga akhir. Nurgiantoro 2007:153-154, plotalur merupakan jalan cerita, atau peristiwa demi peristiwa yang susul menyusul membentuk cerita. Setiap kejadian adalah sebab akibat dari peristiwa yang diakibatkan karena peristiwa yang lain mempunyai hubungan kausalitas. Peristiwa atau cerita dimanifestasikan melalui perbuatan, tingkah laku dan sikap tokoh-tokoh utama cerita yang bersifat verbal maupun nonverbal. Oleh karena itu, plot merupakan cerminan atau perjalanan tingkah laku para tokoh dalam berpikir, berkata, dan bertindak. 136 Alur cerita kedua versi wacana mitos tentang RK di Pesisir Bali Selatan masing-masing berbeda, yang mempersamakan hanyalah inti dari wacananya. Walaupun demikian, pembahasan tentang alur tetap mendapat porsi tersendiri dengan mengolah berbagai informasi yang diperoleh dari para penutur. Di dalam versi 1, alur ceritanya menunjukkan alur mundur. Dalam wacana ini diceritakan kisah dewa-dewi Hindu penguasa sumber mata air sebagai pemberi kemakmuran. Dewa-dewi yang disebutkan dipercaya merupakan reinkarnasi dari RK. Sebagaimana keyakinan dalam agama Hindu, bahwa air dari sungai gunung dan danau muaranya akan ke laut. Kemunculan nama dewa-dewi pembawa berkah kemakmuran yang berbeda-beda sesuai peran dan fungsinya. Kaitannya dengan wacana mitos RK, bahwa masyarakat di Bali menghormati laut yang menurut ajaran Hindu dengan personifikasi sebagai ‘ibu’ dan simbol warna merah Brahma yang berkedudukan di Selatan. Dalam bahasa Jawa Kuna, Selatan dikatakan dengan kata ‘kidul’. Dari situ muncul nama Ratu Kidul sebagai penguasa dan penjaga laut yang keberadaannya di Selatan. Penamaan RK yang berbeda-beda pada masing-masing ‘palinggih’ menyesuaikan dengan fungsi dan kondisi wilayah pewacanaan. Di dalam versi ini yang lebih ditonjolkan adalah pemaknaan kearifan lokal ‘malukat, nyegara-gunung, mapakelem, melasti’ dalam pemahaman yang lebih eksplisit, yakni dengan cara atau perlakuan manusia untuk menjaga harmonisasi alam semesta serta lingkungan laut. Hal ini merupakan cerminan dari ajaran etika Hindu Tri Kaya Parisudha dan Tri Hita Karana wawancara dengan Mk. Dalem Sakenan, 27 Maret 2014. Sedangkan 137 manfaat ‘malukat’ ruwatan adalah untuk pembersihan diri manusia secara lahir bathin agar terhindar dari mara bahaya. Demikian juga dengan ritual laut lainnya untuk tujuan mengharmoniskan alam semesta yaitu buwana alit dengan buwana agung. Ritual ‘malukat’ dapat menjadi salah satu cara untuk menyatukan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dalam manifestasinya sebagai dewa-dewi penguasa sumber mata air. Dengan ritual ‘malukat’ diharapkan agar alam semesta serta lingkungannya terhindar dari pencemaran sampah ‘sekala’ maupun ‘niskala’ sehingga kondisi alam tetap lestari wawancara dengan Alit Adnyana, 21 April 2014. Di dalam versi 2, alur ceritanya menunjukkan alur maju. Wacana dimulai dari cerita mitos terbakarnya Hotel Bali Beach BB Sanur. Hasil terawangan niskala, disebabkan oleh perebutan wilayah kekuasaan antara KRK dengan Ratu Gde Mas MacalingRatu Gde Dalem Ped terhadap laut Bali Selatan. Ceritanya dikemas melalui asal usul peristiwa kebakaran hotel, dan menggunakan mediasi kerawuhan seperti yang diceritakan oleh informan Mangku Made Wirya wawancara, 10 Mei 2013. Setiap informan menggunakan cara pandang serta argumentasi masing-masing dalam memahami permasalahan yang terjadi, sehingga alur ceritanyapun berliku. Salah seorang penekun spiritual kejawen, Andre Mujiarto mengatakan bahwa, pendirian Hotel BB tidak terlepas dari adanya konsep Maritim dan konsep Bhineka Tunggal Ika gagasan Soekarno. Konsep dimaksud merupakan penggalan cerita kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular. Dalam kaitannya dengan KRK, wacananya dikemas melalui ajaran kaweruh yang dikenal dengan manunggaling kawula lan 138 gusti. Secara eksplisit antara rakyat dengan pemimpin harus bersatu bersama-sama dalam menghadapi segala rintangan. Ajaran ini berkembang menjadi kearifan lokal tentang bagaimana memperlakukan alam semesta serta lingkungan sebaik-baiknya sebagai ciptaan Tuhan, dengan berupaya melindungi keselamatan dunia untuk mencapai kesejahteraan lahir maupun bathin fisik dan spiritual. Kearifan lokal ini dikenal dengan mamayu hayuning bawana, yaitu sebuah ‘laku’ menuju keselamatan dan kebahagiaan hidup. Memayu hayuning bawana sebagai upaya memperindah dan melindungi keselamatan dunia baik lahir maupun bathin dengan fokus perhatian lebih diutamakan pada wilayah darat, laut dan gunung. Aplikasi kearifan lokal ini dilakukan dengan jalan meditasi untuk‘mulat sarira’ kontemplasi dan berzikir dengan harapan pikiran, perkataan, serta perbuatan manusia dapat dikendalikan. Kearifan lokal tersebut berimplikasi dengan didirikannya kamar suci pada cottages hotel nomor 2401 khusus untuk Kanjeng Ratu, dan kamar nomor 327 yang tidak terbakar pada saat peristiwa kebakaran tahun 1992, dinamai kamar suci Soekarno juga disakralkan. Selanjutnya fenomena yang terjadi di Hotel BB pada akhirnya berimbas terhadap pendirian palinggih dan gedong suci KRK di pesisir Bali Selatan. Dalam hal ini, RK dipandang sebagai simbol magis dan pantas diberikan penghormatan karena turut menjaga keharmonisan alam Bali terutama laut. Penghormatan pun dilakukan sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atau manifestasi-Nya melalui tradisi ritual larung sesaji labuhan pada malam 1 Suro khusus di hotel BB. Sampai saat ini, kepercayaan tersebut meluas tidak hanya bagi masyarakat nelayan atau pegawai hotel, tetapi juga masyarakat umum dari 139 berbagai profesi dan status turut serta memundut memuliakan dengan menjadikan sebagai sasuhunan junjunganpujaan. Pada saat ini, nama RK yang dimuliakan oleh beberapa paranormal di Bali berkembang hampir menyamai sasuhunan terhadap Ratu Gde Dalem Ped. Perkumpulan spiritual yang menerapkan ajaran-ajaran tentang alam semesta dengan sasuhunan RK sebagian besar bertujuan untuk melakukan pelayanan di bidang pengobatan serta penanganan masalah kehidupan lain bagi masyarakat yang membutuhkannya. Nama RK juga berimbas kepada penjualan lukisan dalam berbagai wujud yang menunjukkan karakter, sifat, serta fungsi serta keberadaannya. Nengah Jaya Subagya, wawancara, 15 Pebruari 2014, seorang pedagang lukisan di Pasar Beringkit menuturkan, bahwa dijualnya lukisan dewa-dewi Hindu termasuk lukisan RK dengan segala wujud yang disandingkan dengan lukisan Bung Karno karena terinspirasi oleh mimpi yang pernah dia alami selain karena dimotivasi oleh seorang pensiunan Angkatan Laut. Para ‘pemangku’ di Pura-Pura Dang Kahyangan yang berada di pesisir Bali Selatan dalam ‘Sae’doa menyebut RK dengan berbagai nama berbeda-beda, salah satu di antaranya di Pura Dalem Pangembak dengan sebutan Ratu Gede Sekaring Jagat wawancara dengan Mk. Ranten, 3 Juni 2013. 3 Tokoh Penokohan dan Perwatakannya. Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh artinya menunjuk pada pelaku. Tokoh merupakan hasil rekaan pengarang. Oleh karena itu, perlu digambarkan ciri-ciri lahir melalui sifat dan sikapnya. Tokoh sebagai pelaku dalam cerita, bercerita tentang manusia atau makhluk 140 lain yang diceritakan sebagaimana halnya kehidupan manusia nyata Tarigan, 1987: 133-134. Penokohan artinya pelukisan tentang watak pelaku yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Oleh sebab itu, tokoh atau penokohan identik dengan perwatakannya. Tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam karya naratif, oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu, melalui ekspresi dalam ucapan dan tindakan. Penokohan dalam pengertian yang lebih luas menyangkut teknik perwujudan dan pengembangan tokoh yang diceritakan. Pembacalah yang memberi arti atau memaknai, memahami dan menafsirkan yang dimaksud sesuai dengan logika dan persepsinya Nurgiyantoro, 2007:166. Tokoh dan penokohan mempunyai posisi yang strategis sebagai pengemban dan penyaji pesan, amanat atau sesuatu yang ingin disampaikan oleh pengarang. Penggambaran tokoh dan penokohan harus dianyam, dijalin bersama-sama dengan unsur lain dalam wacana. Tokoh yang ditampilkan dalam teks adalah tokoh utama, tokoh kedua, dan tokoh sampingan. Tokoh utama adalah tokoh yang secara dominan terlibat dalam pembentukan insiden teks. Tokoh kedua adalah tokoh yang berperan sebagai oposisi tokoh utama, sehingga perannya bersifat sekunder dalam teks. Tokoh sampingan adalah tokoh yang bersifat menunjang tokoh utama dan tokoh kedua, sehingga pelukisannya tidak sebanyak tokoh utama. Di lihat dari fungsinya, tokoh dibedakan atas: tokoh protagonis tokoh yang dikagumi karena mengejawantahkan norma, nilai yang ideal, dan antagonis tokoh yang beroposisi dengan tokoh protagonis secara langsung maupun tidak langsung. 141 Untuk mengetahui para tokoh yang dituturkan dalam wacana ini, dapat dilihat melalui fisik dan psikis atau dari sifat, karakter, dan intensitas kehadirannya dalam tuturan. Karakter serta watak para tokoh dalam wacana mitos RK dengan cara langsung telling. Artinya, perwatakan itu dilukiskan melalui pemaparan watak tokoh pada eksposisi dan komentar langsung para informan sehingga peneliti lebih cepat memahami dan menghayati watak tokoh dimaksud. Tokoh dan perwatakan yang diungkap dalam wacana mitos RK, dibatasi hanya pada tokoh utama dan tokoh kedua dari versi 2. Tokoh utama, dan tokoh pendamping dari versi 1 pemaparan oleh para informan atau tukang cerita bersifat tidak kasat mata. Tokohnya ada, yakni bhatara-bhataridewa-dewi sehingga penokohannya dilukiskan secara implisit. Oleh karena itu, pelukisan tokoh dan perwatakannya tidak dipandang dari langsung atau tidak langsung, namun dilakukan secara terpadu dan lebih banyak menggali perilaku serta nilai-nilai semiologis tokoh utama. Dari kedua versi wacana mitos RK, tokoh nyata yang menjadi tokoh utama, keduanya bersifat implisit karena diyakini merupakan reinkarnasi dewa-dewi Hindu, orang suci yang menjadi panutan semasa hidupnya. Beliau-beliau dipandang memiliki kepedulian terhadap sumber-sumber air dan pemberi berkah kehidupan, berada di alam yang tidak kasat mata. Keberadaan dan pemunculan tokoh dimaksud hanyalah melalui petunjuk paranormal dan para penekun spiritual. Walaupun tokohnya tidak nyata, namun karakternya akan dilihat dari fungsi dan pesan yang diwacanakan melalui para informan. 142 Tokoh Soekarno dan RK juga merupakan tokoh yang bersifat implisit tidak nyata karena dalam pemaparan dipandang sebagai ‘roh’. Namun demikian, kedua tokoh tersebut dapat dikenali dari sifat dan karakter semasa hidupnya terutama tentang Soekarno. Sedangkan RK hanyalah nama untuk julukan dari penguasa dan penjaga lautan bagian Selatan yang juga dinyatakan sebagai ‘roh’ dengan sengaja dihidupkan oleh Tuhan dan dipercaya membantu menyelesaikan segala permasalahan duniawi Miyasa, 4 Juli 2015. Mengingat perlunya pembahasan tentang tokoh dan perwatakan, maka di dalam penelitian ini kedua versi hanya membahas secara terbatas tokoh utama yang nyata, yakni, tokoh Kanjeng Ratu Kidul KRK dan Bung Karno BK, walaupun keduanya tetap bersifat implisit. A. Kanjeng Ratu KidulBunda RatuRatu Kidul Tokoh Kanjeng Ratu Kidul selalu kontroversial dan misteri. Pencitraan dan penceritaan terhadap tokoh ini seringkali menimbulkan pertentangan terutama di kalangan masyarakat biasa awam. Di Jawa, ada yang mengidentikkan dengan tokoh sesat, sosok Nyai Blorong, yaitu seorang tokoh yang menjanjikan kejayaan dunia dan materi, namun menyakitkan karena adanya imbalan berupa tumbal. Ada juga yang menggambarkan sebagai Nyai Rara Kidul atau Nyi Lara Kidul, yakni sosok tokoh jin yang dipercaya sebagai salah satu penguasa laut Selatan sosok yang mendatangkan rasa sakit dari Selatan. Dari sudut pandang istilah julukan, kedua tokoh tersebut menunjukkan watak yang antagonis serta menimbulkan citra yang negatif. Tokoh KRK digambarkan sebagai sosok agung dan anggun, welas asih berwibawa, namun 143 bersifat gaib, memiliki kekuasaan dan citra positif yang dipengaruhi oleh kata ‘kanjeng’ sebagai gelar kehormatan wawancara dengan Laksana, 6 Juni 2014. Di Jawa, ada 110 nama yang dijuluki sebagai Kanjeng Ratu Kidul. Dari nama- nama tersebut terdapat banyak keterangan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain dalam hal memberikan julukan serta maknanya terhadap tokoh tersebut Sholikhin, 2009:111-113. Di Bali tokoh RK juga dipandang sebagai tokoh yang keberadaannya tidak terlepas dari kekuatan alam supranatural alam halus sehingga diberi nama atau julukan berbeda-beda antara lain, seperti: Bunda Ratu, Kanjeng Ratu Gede Kencanasari Sekaring Jagat, Ratu Biyang Sakti, Ratu Nyang Sakti, Ratu Ayu Subandar, Dewi Kwan Im, Dewi Danuh, Ibu Dewi Parwati, Dewi Gangga, Ratu Ayu Mas Manik Tirta, Ratu Ayu Mas Kentel Gumi, Ratu Ring Tengahing Segara, Ratu Hyang Giri Putri, Ratu Ayu Manik Macorong Dane Gusti Blembong, Ratu Sawang Dalem, Ratu Sang Kala Sunya, dan beberapa nama lain yang tidak disebutkan dalam penelitian ini. Masing-masing informan memahami tokoh ini secara berbeda-beda. Ada yang mengatakan ‘roh’ manusia yang telah mengalami reinkarnasi berulang- ulang, dan ada pula yang memandang tokoh RK tidak pernah hidup sebagai manusia, namun tetap merupakan ‘roh’ yang berada hidup di alam Dewata. Nama apa pun yag dijuluki merupakan fakta semiotik dari persepsi masyarakat, bahwa wacana terhadap RK di pesisir Bali Selatan dapat diresepsi. Nama-nama yang diberikan kepada RK berdasarkan keadaan, kepribadian, kekuasaan, serta fungsi dan tugasnya sebagai pengemban amanah dari Tuhan Yang Mahaesa dalam perspektif spiritual. Oleh karena itu, lukisan RK, palinggihgedong, 144 patung, dan berbagai wujud lain menjadi simbol, peran, dan kepribadiannya. Misalnya, pada saat murka, maka lukisannya terlihat menyeramkan, juga pada saat berperan sebagai seorang ibu yang pengasih, penyayang dan pemberi berkah, terlihat lukisannya cantik dan anggun, berpakaian serba hijau dengan mahkota di kepalanya, mengendarai kereta kencana di atas gulungan ombak. Dalam konteks wacana ini dapat di lihat pada kutipan berikut. Kutipan 28: “ Setelah memasuki candi bentar Pura, menuju madya mandala, di sebelah selatan terdapat palinggih Ratu Sang Kala Sunya namun tertulis di sana palinggih Kanjeng Ratu Kidul. Palinggih itu dipercaya merupakan aspek sakti dari bhatara Waruna yang menguasai daerah kutub selatan.”Soma, informan 23 Demikian juga, wacana melalui mimpi sebagai berikut. Kutipan 29: “ Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul dulu adalah seorang penari keraton yang sangat cantik dan anggun, berpakaian serba hijau dengan mahkota, namun sayang kisah cintanya dengan pangeran tidak direstui oleh raja. Karena itu ia menceburkan diri menjadi penguasa di laut selatan dan membantu memberi berkah kepada para nelayan.”Meme Bukit, informan 26 Kutipan di atas menunjukkan bahwa nama Ratu Sang Kala Sunya disejajarkan dengan nama Kanjeng Ratu Kidul dan disamakan pula dengan Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul. Fakta semiotiknya dapat dilihat seperti pada foto di bawah ini. Foto: Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul inspirasi mimpi ‘Meme Bukit’Dok: Yudari,2014. 145 Penyebutan atau pemberian nama yang berbeda-beda untuk tokoh RK disesuaikan dengan karakter, fungsi, dan tugasnya. Oleh sebab itu, menurut keyakinan umat Hindu di Bali, nama terhadap dewa yang dipuja tidak dipermasalahkan, seberapapun kemampuan menyebutnya yang terpenting tidak ke luar dari tiga dewa utama Tri Murti. Pada kutipan di atas disebutkan bahwa KRK merupakan aspek sakti dewa Waruna yang merupakan manifestasi dari dewa Vishnu. Demikian juga pada paragraf berikutnya menunjukkan asal usul serta karakter RK yang sebenarnya diketahui melalui mimpi. Nama adalah ungkapan yang paling pendek dengan makna yang dalam. Istilah ini dikenal dengan Sahasra Nama seribu nama suatu dewata, merupakan pengembangan yang lebih luas dari nama Ketuhanan, yang paling populer dan bentuk suci dari keberadaan Tuhan. Setiap nama atau Stotra menyangkut keberadaan Tuhan merupakan suatu doa pemujaan kepada dewata tertentu, seperti: Vishnu, Siva, Ganesa, dan seterusnya. Nama itu tergetar bersama-sama ke dalam sloka, menandai adanya penuntasan atribut dan kemuliaan dewata. Kemuliaan Tuhan menjelmakan Diri dengan banyak cara melalui perasaan dan tidak berperasaan. Dengan melantunkan nama itu, pemuja menunjukkan bhakti mereka, karena nama dapat menciptakan mata rantai yang suci dengan pencipta mereka. Jadi, pemilihan nama merupakan cermin dari betapa besarnya keagungan kegiatan Beliau. Dari pemahaman para informan, tokoh RK atau KRK adalah ‘roh’ yang telah bereinkarnasi secara berulang. 146 B. SoekarnoBung Karno Terlepas dari seorang mantan penguasa, Soekarno atau Bung Karno panggilan akrabnya, sejak kecil digembleng ‘laku’ kebatinan Jawa laku spiritual oleh gurunya, yakni Kyai Santri KPH. Djoyo Koesoema yang berteman dengan Ronggowarsito Mangkunegoro IV bersama beberapa nama terkenal lain. Beliau senang mengkaji, mendalami, dan melakoni ilmu kebatinan. Dalam perjalanan hidup yang dirasanya penuh ketidakadilan justru menjadi semangat untuk bangkit dan mencari sumber keadilan yang hakiki. Perjalanan spiritualnya bahkan mampu menghadirkan KRK sebagai guru spiritual. Kyai Santri selalu mengajarkan bagaimana manusia mampu kembali menjadi manusia yang sebenarnya asalnya yang dalam budaya Jawa disebut sangkan paraning dumadi. Hal ini dapat dilakukan dengan menyelaraskan batin, pikiran, ucapan, dan perbuatan. Hakikat kehidupan manusia sama dengan ciptaan lainnya menurut hukum ekosistem, dikenal dengan cakra manggilingan wawancara dengan Andre Mujiarto, 2013. Soekarno mempunyai karakter dan pendirian yang teguh, tidak mau menyerah apa yang sudah dimilikinya, dengan keyakinan bahwa keadilan harus ditegakkan. Bung Karno BK juga menempatkan agama sebagai kekuatan revolusioner. Konsep tentang ‘pantheisme’ membawanya lebih mencintai alam, karena manusia tidak mungkin mengenal Tuhan tanpa alam semesta, termasuk di dalamnya dunia manusia. Soekarno adalah salah satu bapak bangsa yang pemikirannya perlu ditelaah sekaligus sebagai cermin untuk memahami dan mencari jalan ke luar terhadap kemelut 147 hubungan antar etnis dan antar agama. Ada satu pernyataan yang pernah dilontarkannya seperti pada kutipan kalimatparagraf berikut. Kutipan 30: “ Tubuh bisa ditiadakan, tetapi roh tidak” dan Katakanlah sekarang tentang apa yang telah saya katakan sewaktu dulu Andre Mujiarto, informan 4. Kutipan di atas bermakna bahwa, BK mempunyai karakter yang teguh dan revolusioner. Walaupun BK telah tiada tetapi roh, bahasa, dan spiritnya masih hidup, tidak bisa ditiadakan atau dibiarkan berlalu tanpa tarikan empati, lebih-lebih di masa sekarang. Di tengah krisis yang melanda dunia pada saat ini, roh Soekarno seakan hidup kembali. Untuk itu diperlukan wacana yang membawa manusia kepada proses penyadaran, pencerahan, dan berpikir serta berimajinasi. 4 Latar atau Pelataran Latar adalah tempat, keadaan, dan waktu terjadinya peristiwa dalam cerita. Tarigan 1983:157 menyebutkan, latar sangat penting dalam memberi sugesti terhadap tokoh untuk menciptakan suasana tertentu. Latar merupakan salah satu unsur wacana yang melukiskan tentang keadaan lingkungan, waktu dan tempat yang mendukung peristiwa. Latar lingkungan berupa pelukisan tentang situasi atau keadaan sekitar, tempat peristiwa terjadi. Latar waktu berupa pelukisan tentang waktu atau saat peristiwa itu terjadi. Latar tempat berupa pemaparan tentang lokasi dari peristiwa yang dituturkan Nurgiyantoro, 2007:219. Dalam wacana ini pelukisan tentang latar tidak selengkap seperti dalam fiksi modern. Hal ini tidak berarti mengurangi arti aspek pelataran dalam teks, karena pelataran merupakan hal yang penting untuk menunjang simbol-simbol religius 148 kehidupan masyarakat dalam teks. Oleh karena itu, latar yang terlukis dalam teks disebut latar spiritual spiritual setting. Artinya, nilai-nilai yang melingkupi dan terkandung di dalamnya lebih menekankan pada unsur religius Mahardika, 2012:315. Pentingnya kajian latar pada wacana mitos RK dari sudut pandang tertentu, karena teks dapat memberikan tanda-tanda semiologis, yang berkaitan dengan bentuk naratif dari sebuah konsep tentang ke-Tuhanan. Oleh karena itu, dalam mengkaji latar ada tiga komponen yang menjadi unsurnya, yakni: waktu, tempat, dan lingkungan. Namun ada kemungkinan tidak semua komponen latar muncul dalam teks mitos RK. Di dalam penelitian ni tidak dilakukan secara berdiri sendiri untuk masing-masing unsur latar, tetapi secara terpadu karena satu komponen dengan komponen lainnya saling terkait. Wacana mitos RK cenderung pemaparannya dalam suasana yang bernuansa filosofis, religius, dan misteri, karena itu nilai-nilai magis mempengaruhi latar cerita. Dari kedua versi wacana RK masing-masing memiliki latar tempat. Misalnya, versi 1 latar tempatnya lebih menunjukkan alam lautan pesisir Bali Selatan dengan tempat suci palinggihgedong yang berdekatan dengan pura yang berstatus Dang Kahyangan dan keberadaannya di pinggir laut. Masing-masing tempat dimaksud memiliki sumber mata air dan secara khusus difungsikan sebagai tempat untuk memohon penyucian diri lahir dan batin malukat. Dengan melakukan ritual malukat, diharapkan segala noda dan dosa dapat diminimalisir, bahkan dihapuskan asalkan selalu disertai dengan pikiran, perkataan 149 dan perbuatan yang baik dalam menjalani kehidupan. Oleh karena itu, latar suasana dan lingkungan menunjukkan keadaan yang religius-magis. Di dalam versi 2, latar tempat menunjukkan hotel ternama dan tertua, yaitu Hotel BB Sanur pada saat ini bernama Inna Grand Bali Beach IGBB. Latar suasana dan lingkungannya bernuansa magis dan politis akibat terjadinya kebakaran di awal tahun 1992. Dari hasil terawangan melibatkan nama Soekarno dan KRK, telah meminta disiapkan sebuah kamar suci untuk kegiatan bermeditasi. Ibaratnya sebagai tempat persinggahan sewaktu-waktu apabila berada di Bali. Mengenai latar tempat dari kedua versi teks dapat dilihat pada kutipan berikut. Kutipan 31: “Ketika ia pasrah dan putus asa menderita gagal ginjal, lalu mendapat pawisik untuk membangun parahyangan. Di sana, di pinggir pantai Padang Galak ia menemukan sebatang kayu besar yang mengeluarkan asap dan api, menurutnya sebagai pertanda adanya kebesaran Tuhan. Lokasi tempat penemuan kayu itu dijadikan letak Pura Campuan Windhu Segara. Dan kini pura tersebut menjadi tempat melukat dan olah bathin yang paling ramai dikunjungpara pemedek.” Alit Adnyana, inform 21 Kutipan 32: “Akhirnya terjadilah peristiwa kebakaran di tahun 1992 selama tiga hari tiga malam api tidak kunjung padam melumat semua kamar hotel Bali Beach Sanur. Peristiwa yang menghebohkan itu disertai keanehan bin keajaiban, karena satu-satunya kamar yang bernomor 327 tidak terbakar ketika hotel dilalap si jago merah. Walhasil, dari penglihatan bathin dan terawangan gaib paranormal diperoleh petunjuk bahwa, kamar yang dimaksud itu adalah hadiah dari Kanjeng Ratu Kidul kepada Soekarno untuk tempat bermeditasi.”Wirya, informan 1 Kutipan 31 menunjukkan adanya latar tempat, yakni laut dan lebih menonjolkan ajaran mengenai etika pengelolaan lingkungan khususnya laut sebagai sumber air terbesar. Air laut berguna untuk pengobatan segala macam penyakit khususnya penyakit kulit. Apalagi air laut bertemu dengan air sungai yang disebut campuhan, diyakini dapat menghilangkan segala kotoran lahir dan bathin. Oleh 150 karena itu, munculnya tradisi malukat yang berupa penyucian fisik dan psikhis manusia agar terhindar dari noda dan dosa dalam melaksanakan ajaran agama Hindu Tri Kaya Parisudha. Pada kutipan 32, latar di Hotel BB Sanur yang suasananya sedang dalam kemelut karena mengalami musibah kebakaran. Kebakaran di hotel itu memunculkan berbagai versi cerita tentang ‘roh’ Soekarno seolah-olah sebagai abdi dari KRK, sehingga latar suasana terkesan ada unsur ideologi dan politik. 5 Sudut Pandang Sudut pandang merupakan cara atau pandangan yang digunakan dalam membangun wacana. Sudut pandang juga sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang mendukung wacana. Cara semacam ini merupakan strategi, teknik, siasat, yang sengaja dipilih informan dan tukang cerita dalam mengemukakan ide-ide yang disampaikannya. Ada keterlibatan para informan pada wacana yang disampaikannya, apakah sebagai orang yang berada di luar yang diwacanakan objektif atau terlibat langsung dengan apa yang diwacanakannya subjektif. Menurut Nurgiyantoro 2007:251, sudut pandang mempunyai hubungan psikologis dengan pembaca selaku penyambut wacana. Pembaca membutuhkan persepsi yang jelas tentang sudut pandang, sehingga aspek ini dapat merupakan sarana terjadinya koherensi dan kejelasan cara penyajiannya. Sudut pandang tidak hanya dianggap sebagai cara pembatasan dramatik, tetapi lebih jauh merupakan teknik penyajian definisi tematik, karena menawarkan nilai- 151 nilai, sikap dan pandangan hidup. Aspek-aspek tersebut disajikan dengan siasat, dikontrol dengan sarana sudut pandang. Dengan sarana tersebut dapat difungsikan sebagai cara untuk mencurahkan berbagai sikap dan pandangan melalui tokoh-tokoh yang ditampilkan. Wacana tentang sudut pandang dalam mitos RK di pesisir Bali Selatan dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut. Kutipan 33: “ Tempat artefact lingga yang akan dikunjungi masih harus menempuh 8 delapan km lagi jalan tanah menuju ke arah barat dari Pura Segara Rupek induk. Ketika sampai di tempat tujuan, karuan saja disambut dan dikerumuni oleh ribuan lalat hijau buyung bangke yang besar-besar. Menurut Gusti Mangku, hal itu merupakan pertanda bahwa beliau Kanjeng Ratu....red menerima kedatangan kami, sedangkan lalat hijau itu dikatakan sebagai pengawal beliau.”Laksana, informan 7 Kutipan 34: “Menurut beberapa paranormal, Ratu Kidul selalu ditemukan bersama-sama Bung Karno kemanapun dan dimanapun berada. Di Bali RK diwacanakan dalam bentuk kepercayaan, bukan cerita-cerita legenda, karena memang tidak ada tercantum pada ‘Dewata Nawasanga’ atau di dalam lontar apapun tidak bakalan ditemukan.”Miyasa, informan 6 Kutipan 35: “ Belum sempat menikmati dan menempati kamar hotel yang dimaksud, karena memang belum waktunya untuk diresmikan, tiba-tiba saja terjadi konflik G.30.SPKI tahun 1965 yang berkecamuk di seluruh Indonesia dan berbuntut pada runtuhnya kepemimpinan Soekarno bahkan sampai akhirnya beliau meninggal dunia. Karena itulah pada tahun 1966 hotel Bali Beach diresmikan oleh Sultan Hamengku Buwono IX yang saat itu menjadi Wakil Presiden dari pemerintahan Soeharto.” Sudarsana, informan 3 Kutipan 33 menunjukkan bahwa wacana dengan teknik proposisi persona ketiga sudut pandang orang ketiga dapat membangun tokoh yang mengemban visi dan misi religius untuk melestarikan kehidupan alam beserta isinya. Wacana yang asli diterjemahkan, ditafsir atau diinterpretasi, direkonstruksidiformulasi dan dimaknai kembali oleh peneliti sesuai sudut pandang masing-masing. Apabila kutipan 33 152 dikaitkan dengan teknik sudut pandang, maka tokoh-tokoh dalam wacana berposisi sebagai proposisi persona ketiga, “beliau.” Wacana mitos dan tradisi RK menerapkan sudut pandang author-observer. Artinya, teknik yang memposisikan para informan tidak pada posisi luluh atau tidak ada sangkut pautnya dengan yang diwacanakan, kecuali sebagai peninjau sehingga informan tidak dapat mengetahui jalan pikiran tokoh-tokoh yang disebutkan. Informan secara utuh berada di luar wacana atau menyampaikan apa yang diketahuinya dari orang lain sumber cerita. Sudut pandang auther-observer bersifat objektif, para informan tidak terlibat dan tidak dapat memberikan komentar serta penilaian yang subjektif terhadap peristiwa, tindakan, atau tokoh-tokoh yang diceritakan. Para informan hanya sebagai observer sehingga posisinya sama dengan pembaca, yakni secara utuh berada di luar cerita. Penerapan sudut pandang ini merujuk pada peristiwa-peristiwa yang diciptakan oleh para tokoh dalam cerita yang cenderung bersifat religius-magis. Ini dimaksudkan, yakni setiap tahap peristiwa diperlukan pemaknaan yang mendalam untuk memperoleh petunjuk yang jelas tentang konsep-konsep ajaran ke-Tuhanan Mahardika, 2012: 185. Pada kutipan 34 dan 35 juga menunjukkan suatu sudut pandang orang ketiga. Isi kutipan tersebut disampaikan dan diceritakan oleh informan sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Wacana pada versi ini bersifat subjektif, posisi para informan seolah-olah berada dalam teks. Informan hanya memerlukan nilai-nilai kerohanian-spiritual dalam rangka penempaan kepribadian. Jadi, sudut pandang yang 153 diterapkan dalam wacana mitos RK kutipan 34 dan 35 versi 2, merupakan tanda bagi kemurnian nilai spiritual dalam teks, sehingga tokoh-tokoh yang diwacanakan seolah-olah berfungsi untuk menyebarkan nilai secara utuh yakni nilai yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. 6 Amanat Amanat merupakan pesan-pesan moral yang tertuang dalam sebuah wacana atau teks. Amanat juga dikatakan sebagai gagasan yang sengaja diciptakan oleh pengarang atau tukang cerita dalam bentuk pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia, bahkan dalam mempertahankan suatu wilayah tertentu. Pesan moral tersebut pada hakikatnya bersifat universal, artinya pesan tersebut diyakini kebenarannya oleh manusia sejagat Nurgiyantoro, 2007:322. Amanat yang tertuang dalam wacana mitos RK diungkapkan melalui dua sudut, yaitu secara implisit dan eksplisit. Secara implisit digali melalui pergerakan yang diciptakan oleh para tokoh dalam wacana tersebut. Secara eksplisit dapat dibuktikan dari tuturan para informan yang mengalami langsung atau melalui petunjuk paranormal dan ada juga melalui mimpi tentang sebuah peristiwa dengan para tokoh dalam wacana. Amanat dalam wacana mitos RK dapat dilihat pada kutipan paragraf berikut. Kutipan 36: “ Saya bukanlah putri raja, tetapi Tuhan menciptakan saya sebagai Dewi Penguasa Dasar Lautan, bersama-sama Dewa Wisnu ada di atas saya dan banyak diberikan pengawal berupa jin yang siap memberikan kekayaan, kesuksesan, dan berkah yang ada di dasar lautan kepada manusia atas seijin Dewi Dasar Lautan Ratu 154 Kanjeng Kidul.” Armeli, informan 5 Kutipan 37: “ Pada hari tertentu yaitu malam 1 Suro 1 Muhharam, pihak manajemen hotel melaksanakan ritual labuhan larung sesaji. Pada malam itu banyak pihak berdatangan terutama yang berprofesi paranormal membawa peralatan berupa keris, batu permata, tongkat, dan lain-lain yang digunakan menjalankan profesinya. Tujuannya agar alat tersebut mendapat berkah serta bertuah dan tajam deteksinya. Sementara sesaji yang dilarung dari kamar suci 2401 menuju laut adalah sejenis tumpengan serta beberapa peralatan yang menjadi kesukaan Kanjeng Ratu.”Okawati, informan 2 Kutipan 38: “ Banyak cerita kesembuhan yang terjadi di Pura Campuan Windu Segara CWS, tidak ada obat khusus yang penting sering tangkil ke Pura dengan hati yang tulus dan pasrah diri. Jro Mangku istri akan ‘ngalukat’, selanjutnya orang disuruh mandi di Campuan, lalu nunas tirtha kesembuhan. Menurut Jro Mangku, rahasia kesembuhan justru terjadi sebelum matahari terbit dan umumnya orang yang memohon mencari waktu tengah malam atau menjelang pagi.”Alit Adnyana, informan 21 Kutipan 36 menunjukkan pesan tentang pentingnya penghormatan melalui pemujaan kepada roh leluhur agar tidak tulah kuwalat. Pengetahuan tentang kisah masa lalu seperti sejarah atau babad, sering memiliki maksud tersembunyiterselubung dan jarang dipahami oleh pembaca, jika hanya melihat atau mempelajari bentuk fisiknya tanpa mengupas pesan yang dikandungnya. Oleh karena itu, penting mempelajari pola kehidupan dan kualitas pengetahuan spiritualitas yang tinggi dari yang ditokohkan dewa-dewi penguasa sumber air. Kesalahan tafsir terhadap tokoh linuwih nan agung dalam wacana, sastra, dan sejarah atau babad serta agama dapat menyebabkan sejarah asli semakin terkubur. Penyadaran dan peringatan kepada generasi muda perlu terus dipupuk agar tidak melupakan sejarah dan selalu melakukan penghormatan kepada leluhur. Penghormatan dilakukan karena telah berjasa menciptakan berbagai kearifan lokal, 155 menata, serta melestarikan alam lingkungan dengan pola kehidupan yang bermartabat untuk tercapainya keharmonisan dalam hidup. Munculnya wacana mitos RK mempunyai tujuan atau visi utama yaitu memperbaiki lingkungan spiritual kehidupan masyarakat Bali yang dikemas dalam bentuk tuntunan, dan ajaran kaweruh ilmu rahasia keparamarthan untuk mencapai moksa. Masyarakat kejawen mengenalnya sebagai ajaran manunggaling kawula lan gusti. Implementasi ajaran tersebut dikenal dengan konsep Tri Hita Karana Bali dan mamayu hayuning bawana Jawa. Masyarakat juga dituntun untuk memahami arti penting penghormatan kepada Tuhan dengan segala manifestasinya melalui ciptaan-Nya, yaitu alam semesta serta isinya terutama terhadap laut dan gunung segara-giri. Dengan menyeimbangkan kondisi antara laut dengan gunung yang merupakan simbol perwujudan ibu-bapa itulah yang disebut sebagai leluhur. Para leluhur telah mengajarkan arti penting hubungan yang harmonis dalam kehidupan. Kutipan 37 menunjukkan pesan untuk penghormatan kepada laut yang dipersonifikasikan sebagai ibu alam semestaibu pertiwi, yaitu tempat berpijak serta menjalani segala aktivitas dan masalah kehidupan. Hal ini diartikan sebagai pertanda bahwa pada saat suatu wilayahpemerintah mengalami masa sulit, seperti: bencana alam, konflik politik, sosial, dan ideologi akan dapat mengakibatkan perubahan zaman. Setiap manusia dalam komunitasnya harus mampu mencari jalan ke luar solusi dari setiap musibah atau masalah yang dialami. Solusi yang diharapkan 156 adalah yang terbaik bagi semua orang dengan tidak hanya mementingkan pribadikelompok. Pernyataan ini merupakan pesan yang tidak saja untuk direnungkan, tetapi harus ditindak lanjuti serta diimplementasikan oleh masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi alam semesta, baik terhadap gunung, daratan maupun lautan. Kerusakan lingkungan akibat ulah manusia yang tidak manusiawi sudah tidak dapat ditolerir lagi karena dampak yang ditimbulkannya dapat merusak masa depan atau nasib manusia secara berkesinambungan. Oleh sebab itu, dalam teologi Pantheisme dinyatakan bahwa alam semesta itulah personifikasi dari Tuhan. Hubungan Tuhan, manusia, dan alam harus seimbang. Paling tidak, sebagai masyarakat yang peduli terhadap lingkungan harus sudah mulai bertindak untuk meminimalkan kerusakan dan pencemaran yang telah terjadi demi generasi mendatang. Tujuan penyeimbangan tersebut untuk menemukan hubungan yang harmonis antara unsur-unsur alam agar dapat diperoleh kemakmuran dan kesejahteraan lahir dan bathin serta untuk kestabilan Pulau Bali pada khususnya. Tradisi ritual RK yang dilaksanakan di Hotel Inna Grand BB seperti ‘labuhan’ larung identik dengan kegiatan bermeditasi sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa melalui personifikasinya. Wacana ini seolah-olah menggambarkan tokoh KRK sebagai tokoh penting dan sengaja ‘dihidupkan’ karena dapat ‘menghidupi’ serta dianggap sebagai personifikasi Tuhan Yang Maha Kuasa. 157 Dengan konsep filosofi manunggaling kawula lan gusti yang dalam implementasinya dijabarkan melalui kearifan lokal mamayu hayuning bawana, diharapkan agar kondisi lingkungan alam semesta dapat terjaga kelestariannya. Walaupun pada akhirnya tergantung dari cara manusia dalam menyikapi dan menanggapinya. Kutipan 38, menunjukkan adanya simbol-simbol yang bernuansa ideologis dalam ajaran Hindu di Bali untuk mengatasi berbagai masalah hidup, baik yang diakibatkan oleh manusia maupun oleh alam. Hal ini dapat ditempuh dengan cara mulat-sarira kontemplasi, yaitu kearifan lokal untuk introspeksi diri dengan melakukan pendekatan diri kepada Yang Maha Kuasa, memohon petunjuk serta pengampunannya agar semua keinginan dilancarkan. Sebelum mendekatkan diri kepada-Nya, hendaknya pikiran, perkataan, dan perbuatan tri kaya parisudha dalam diri masing-masing dilakukan pembersihan dan penyucian secara lahir dan bathin melalui ritual yang dikenal dengan malukat ruwatan. Keberadaan alam semesta dan penyucian diri secara lahir dan bathin juga merupakan simbol penyucian buana agung makrokosmos dan buana alit mikrokosmos. Dengan ruwatan diperoleh ketenangan, kenyamanan, ketenteraman. Apabila tubuh atau badan telah merasa nyaman, tenang dan damai, akan berpengaruh terhadap ketenangan dan ketenteraman pikiran. Seorang yang berpikir tenang dan berperilaku bijak adalah orang yang sehat secara fisiklahir maupun bathinnya. Malukat ruwatan merupakan salah satu bentuk kearifan lokal bidang pengobatan tradisional atau salah satu bentuk terapi air secara Hindu. Adapun tempat 158 yang baik untuk melakukan ritual malukat adalah pada sumber-sumber mata air, seperti: danau, sungai, dan laut serta pada pertemuan aliran air sungai dengan air laut yang di Bali dikenal dengan nama Campuhan. Sumber mata air seperti itu harus disakralkan dengan mendirikan bangunan suci dan memberikan ritual sesaji agar selalu dalam kondisi bersih, sehat, nyaman, tenang dan bebas dari pencemaran serta aura negatif. Harapan ini telah tertuang dalam konsep Tri Hita Karana sebagai tiga penyebab hubungan untuk mencapai keseimbangan dan keharmonisan. Oleh karena itu, tempat-tempat seperti di atas diminati para penekun spiritual dan paranormal untuk bermeditasi dan olah bathin agar dapat menyatu dengan Tuhan Sang Maha Pencipta alam semesta, yang dalam konsep Hindu disebut Jiwan MuktiMoksa yang merupakan tujuan akhir kehidupan manusia. Pada versi ini, RK disebut dengan nama yang berbeda-beda sahasra-nama sesuai kemampuan menyebutkannya sebagai dewa-dewi yang menjadi keyakinan masyarakat Hindu-Bali. Penamaan yang berbeda-beda tidak menyurutkan niat masyarakat untuk selalu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

5.2.2 Aspek Ekstrinsik A. Unsur Geografis