Kerangka Konsep Latar Belakang

hasil penelitian ini berasal dari informan yaitu Bu Diana salah satu warga Kecamatan Johor Kota Medan yang mengatakan bahwa dari pengetahuan beliau sudah mengetahui tentang Demam Berdarah Dengue DBD, tetapi dalam hal sikap dan tindakan perilaku beliau tidak sesuai dengan pengetahuan beliau. Bu Diana masih sering menggantungkan pakaian yang sudah dipakai seharian, menggantung handuk lembab di kamar, jarang menguras bak mandi kamar mandi, dan rumah beliau juga lembab. Untuk kebersihan lingkungan sekitar, Bu Diana beranggapan bahwa untuk pencegahan Demam Berdarah Dengue DBD hanya dengan menjaga kebersihan rumah, tidak adanya sampah yang berserakan disekitar rumah. Tetapi Bu Diana kurang mengetahui bahwa botol gelas plastik yang tidak dipakai dapat menjadi tempat peristirahatan vektor Demam Berdarah Dengue DBD. Selain itu keluarga Bu Diana juga dalam hal mencegah gigitan nyamuk dengan menggunakan lotion anti nyamuk, anti nyamuk listrik, dan bakar. Perilaku beliau salah satu mencegah terjadinya Demam Berdarah Dengue DBD, tetapi bisa berdampak pada kesehatan keluarga Bu Diana.

2.9 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori diatas, banyak hal yang menjadi faktor penyebab Demam Berdarah Dengue DBD seperti perilaku, lingkungan sekitar, iklim daerah tersebut. Dalam penelitian ini faktor perilaku dan lingkungan sekitar merupakan faktor pendukung dan tidak menjadi variabel dalam penelitian. Universitas Sumatera Utara Maka disusun kerangka konsep dibawah ini berdasarklan variabel-variabel yang diteliti. Variabel dependen adalah kejadian Demam Berdarah Dengue DBD. Variabel independen terdiri atas curah hujan, kecepatan angin, kelembaban udara, dan temperatur udara. Kondisi alam tersebut merupakan kondisi alam yang memengaruhi kejadian Demam Berdarah Dengue DBD. Berdasarkan kerangka konsep dan keterbatasan data yang ada, maka kerangka konsep dalam penelitian ini sebagai berikut: Variabel Independen Variabel Dependen Curah Hujan Kecepatan Angin Kejadian Demam Berdarah Dengue DBD Kelembaban Udara Temperatur Udara Gambar 2.3 Kerangka Konsep Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue DBD merupakan salah satu penyakit menular yang hingga saat ini masih banyak terjadi di Indonesia, dan jumlah kasusnya masih tinggi. Bahkan jumlah penderita Demam Berdarah Dengue semakin banyak dan menimbulkan Kejadian Luar Biasa KLB yang menyebabkan kepanikan dan keresahan dimasyarakat. Demam Berdarah DengueDengue hemorrhagic fever DHF disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti yang banyak ditemukan di daerah beriklim tropis dan subtropis Rahayu dkk, 2012. Demam Berdarah Dengue adalah penyakit demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih manifestasi seperti sakit kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan, leukopenia, trombositopenia 100.000 sel per mm3 atau kurang WHO, 2004. Epidemi pertama dengue tercatat tahun 1965 di wilayah India Barat dan Perancis, walaupun penyakit ini serupa dengan dengue telah dilaporkan terjadi di Cina semenjak awal 922 SM. Kejadian Luar Biasa KLB penyakit dengue serupa dengan DHF yang dicatat pertama kali terjadi di Australia tahun 1897. Penyakit pendarahan serupa juga dicatat pada tahun 1928 saat terjadi epidemi di Yunani dan kemudian Taiwan tahun 1931. Selanjutnya KLB besar DHF yang mengakibatkan banyak terjadi kematian di sebagian besar negara Asia. Universitas Sumatera Utara 2 KLB terakhir dengue yang cukup bermakna pada lima dari enam wilayah WHO, dengan wilayah Eropa di wilayah Eropa merupakan satu-satunya pengecualian. Akan tetapi, ada beberapa negara di wilayah Eropa yang melaporkan penemuan kasus dengue impor. Populasi dunia yang diperkirakan beresiko terhadap penyakit ini mencapai 2,5 sampai 3 miliar orang yang tinggal daerah perkotaan di wilayah beriklim tropis dan subtropis. Akan tetapi, pada saat dengue diperkirakan hanya sebagai masalah yang timbul di daerah perkotaan, terrnyata dibeberapa wilayah pedesaan Asia Tenggara masalah ini menjadi masalah yang signifikan. Menurut hasil perkiraan terdapat sedkitnya 100 juta kasus demam dengue terjadi setiap tahunnya dan 500.000 kasus DHF yang memerlukan rawat inap. Dari 500.000 kasus DHF tersebut, 90 diantaranya merupakan anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun WHO, 2004. Kasus Demam Berdarah Dengue di Indonesia, tercatat masih tinggi bahkan paling tinggi dibanding negara lain di ASEAN. Di wilayah pengawasan WHO Asia Tenggara, Indonesia termasuk peringkat kedua berdasarkan jumlah kasus DBD yang dilaporkan. Sejak tahun 1980 jumlah kasus yang dilaporkan lebih dari 10.000 setiap tahunnya. Jumlah penderita cenderung meningkat dan penyebarannya semakin luas menyerang tidak hanya anak-anak tetapi juga golongan umur yang lebih tua Soegijanto, 2006. Negara Indonesia sebagai negara dengan kasus Demam Berdarah tertinggi di Asia Tenggara. Dari jumlah keseluruhan kasus tersebut, sekitar 95 terjadi pada anak di bawah 15 tahun. Tahun 2007 jumlah kasus DBD di Indonesia sebanyak Universitas Sumatera Utara 158.115, tahun 2008 sebanyak 137.469 kasus, tahun 2009 sebanyak 158.912 kasus dengan kota terjangkit sebanyak 382 kota. Berdasarkan data dari Ditjen PPPL Kemenkes RI tahun 2014, menyatakan jumlah penderita DBD yang dilaporkan sebanyak 100.347 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 907 orang IR angka kesakitan= 39,8 per 100.000 penduduk dan CFR angka kematian = 0,9. Dibandingkan dengan tahun 2013 dengan kasus sebanyak 112.511 serta IR 45,85 terjadi penurunan kasus pada tahun 2014. Untuk provinsi dengan angka kesakitan DBD tertinggi tahun 2014 yaitu Bali sebesar 204,22, Kalimantan Timur sebesar 135,46, dan Kalimantan Utara sebesar 128,51 per 100.000 penduduk. Provinsi Sumatera Utara termasuk tinggi dalam kasus DBD selama Tahun 2014 yaitu sebesar 39,75 kasus. Kasus DBD di Kota Medan berdasarkan tahun 2010 masih tinggi. Provinsi Sumatera Utara yang merupakan daerah endemis DBD adalah: Kota Medan, Demi Serdang, Binjai, Langkat, Asahan, tebing tinggi, Pematang Siantar, dan Kabupaten Karo. Sedangkan untuk daerah sporadis DBD adalah kota Sibolga, Tanjung Balai, Simalungun, Tapanuli Selatan, Labuhan Batu, Humbang Hasundutan, Serdang Berdagai, dan Kabupaten Samosir. Kota Medan merupakan kota yang kejadian DBD paling tinggi, hal ini dibuktikan dengan tercatatnya kasus DBD tiap puskesmas Medan yaitu : Medan Tuntungan 180 kasus, Medan Johor 170 kasus, Medan Selayang 114 kasus, Medan Sunggal 244 kasus. Berdasarkan data surveilans Dinas Kesehatan Kota Medan, pada tahun 2014 terdapat 1699 kasus Demam Berdarah Dengue DBD, dengan jumlah kematian 15 orang, IR=77,5 per 100.000 penduduk dan CFR Case Fatality Rate = 0,9. Universitas Sumatera Utara Jumlah kasus tertinggi terdapat di Kecamatan Sunggal yaitu 171 kasus dengan memiliki CFR Case Fatality Rate yaitu 0 dengan jumlah kematian 0 orang. Kemudian kecamatan dengan kasus DBD tertinggi kedua di Kota Medan adalah Kecamatan Helvetia yaitu 158 kasus dengan CFR Case Fatality Rate 1,3 dan jumlah kematian 2 orang Dinkes Kota Medan, 2014. Berdasarkan data Profil Dinas Kesehatan Kota Medan 2014, kasus Demam Berdarah Dengue DBD menurut jenis kelamin tertinggi di kecamatan Helvetia dengan kasus 158 terdiri atas laki-laki 89 orang dan perempuan 69 orangdengan CFR 1,3, setelah itu tertinggi kedua Kecamatan Medan Selayang dengan jumlah kasus laki-laki 56 orang dan perempuan 65 orang dengan CFR 0,8. Kasus Demam Berdarah Dengue tertinggi ketiga di Kecamatan Medan Johor sebanyak 109 kasus dengan jumlah laki-laki 56 orang dan perempuan 53 orang dengan CFR 0,9. Jumlah kasus tertinggi berikutnya di Kecamatan Sunggal dengan jumlah kasus 107 kasus dengan jumlah laki-laki 46 orang dan perempuan 61 orang dengan CFR 0. Kasus tertingi berikutnya di Kecamatan Amplas sebanyak 95 kasus dengan laki-laki 57 orang dan perempuan 38 orang dengan CFR 0. Banyak faktor yang mempengaruhi DBD antara lain faktor hospes host, lingkungan environtment dan faktor virus itu sendiri. Faktor hospes yaitu kerentanan susceptability dan respons imun. Faktor lingkungan meliputi kondisi geografis ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, kondisi demografis kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk, jenis dan kepadatan nyamuk sebagai vektor penular penyakit Universitas Sumatera Utara Soegijanto, 2006. Iklim dan musim merupakan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya penyakit infeksi. Iklim dan variasi musim dapat mempengaruhi kehidupan agen penyakit, reservoir dan vektor Chandra, 2005. Menurut Chandra 2012 variasi musim juga memengaruhi penyebaran penyakit melalui arthropoda. Contoh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes selama musim penghujan karena musim tersebut merupakan saat terbaik bagi nyamuk untuk berkembang biak. Wabah penyakit dengue terjadi diakhir tahun sampai awal tahun depan yaitu September sampai Maret. Habitat vektor DBD di Indonesia dipengaruhi oleh musim penghujan dan tersedianya air di pemukiman. Musim hujan dengan frekuensi hujan yang tinggi akan meningkatkan jumlah habitat vektor. Sehingga pada musim hujan kemungkinan jumlah kasus penyakit DBD akan meningkat Fathi dkk, 2005. Menurut Wijayanti 2008, diperkirakan suhu akan meningkat 3°C pada tahun 2100, maka akan terjadi peningkatan proses penularan penyakit oleh nyamuk dua kali lipat. Peningkatan penyebaran penyakit terkait dengan perubahan iklim terjadi karena semakin banyak media, lokasi dan kondisi yang menduung perkembangbiakan bibit penyakit dan media pembawanya. Selain suhu, curah hujan yang lebat juga meningkat hingga 3 per tahun. Perubahan tersebut mempengaruhi pola kehidupan nyamuk Ae.aegypti dan Ae.albopictus yaitu masa perkembangbiakan nyamuk dewasa menjadi lebih lama. Berdasarkan data BPS 2012, curah hujan dan banyaknya hari hujan di Kota Medan tahun 2011 berdasarkan stasion Sampali 2610 mm dengan hari hujan 199 hari. Suhu udara di stasiun Sampali medan dengan rata-rata minimum 24,10- Universitas Sumatera Utara 31,48° C. Kelembaban udara berdasarkan stasiun Sampali 84tahun. Kecepatan angin 1,8 msec per tahun.

1.2 Rumusan Masalah