antisense RNA negatif sebagai cetakan. Virus baru yang terbentuk kemudian meninggalkan sel hospes dengan proses budding Soegijanto, 2006.
2. Patofisiologi
Menurut WHO 2004, Patofisiologi Demam Berdarah Dengue ada dua perubahan yang terjadi yaitu :
a. Meningkatnya permeabilitas pembuluh darah mengakibatkan kebocoran plasma, hipovolemia dan syok. Demam Berdarah Dengue memiliki ciri yang unik
karena kebocoran plasma khusus ke arah rongga pleura dan peritoneum selain itu periode kebocoran cukup singkat 24-48 jam.
b. Hemostasis abnormal terjadi akibat vaskulopati, trombositopenia sehingga terjadi berbagai jenis manifestasi perdarahan.
2.2.8 Gambaran Klinis
Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas tiga fase yaitu fase febris, fase kritis dan fase pemulihan.
a. Fase Febris : demam mendadak tinggi 2-7 hari, disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada
beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, infeksi faring dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan
seperti petekie, perdarahan mukosa walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.
b. Fase Kritis : terjadi pada hari 3-7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma
yang biasanya berlangsung selama 24-48 jam. Kebocoran plasma sering didahului
Universitas Sumatera Utara
oleh lekopeni progresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.
c. Fase Pemulihan : bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya.
Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali, hemodinamik stabil dan diuresis membaik Sudjana, 2010.
2.2.9 Pengendalian Vektor Demam Berdarah DBD
Menurut Soegijanto 2006, untuk mengatasi penyakit DBD sampai saat ini masih belum ada cara yang efektif, karena pada saat ini masih belum ditemukan obat
anti virus dengue yang efektif maupun vaksin yang dapat melindungi diri terhadap infeksi baru dengue. Oleh karena itu perlu dipirkan cara penanggulangan penyakit
DBD dengan melalui pegendalian terhadap nyamuk Aedes aegypti. Tujuan pengendalian vektor utama adalah upaya untuk menurunkan kepadatan
populasi nyamuk Aedes aegypti sampai serendah mungkin sehingga kemampuan sebagai vektor menghilang.
Secara garis besar ada 4 cara pengendalian vektor yaitu dengan cara 1 kimiawi, 2biologis, 3radiasi, 4mekanik pengelolaan lingkungan.
1 Pengendalian cara kimiawi
Pada pengendalian ini menggunakan insektisida yang dapat ditujukan terhadap nyamuk dewasa atau larva. Insektisida yang dapat digunakan terhadap nyamuk
dewasa Aedes aegypti dari golongan organochlorine, organophosphor, carbamate, dan pyrethroid.
Universitas Sumatera Utara
Bahan-bahan insektisida tersebut dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan spray terhadap rumah-rumah penduduk. Insektisida yang dapat digunakan
terhadap larva Aedes aegypti yaitu dari golongan organophosphor Temesphos dalam bentuk sand granules yang dilarutkan dalam air di tempat perindukannya
abatisasi. 2. Pengendalian cara radiasi
Nyamuk dewasa jantan diradiasi dengan bahan radioaktif dengan dosis tertentu sehingga menjadi mandul. Kemudian nyamuk jantan yang telah diradiasi ini
dilepaskan ke alam bebas. Meskipun nanti akan berkopulasi dengan nyamuk betina tapi nyamuk betina tidak akan dapat menghasilkan telur yang fertil.
3. Pengendalian lingkungan Dapat digunakan beberapa cara antara lain dengan mencegah nyamuk kontak
dengan manusia yaitu memasang kawat kasa pada lubang ventilasi rumah, jendela, dan pintu. Sekarang yang lagi digalakkan yaitu gerakan 3M: 1 menguras
tempat-tempat penampungan air dengan menyikat dinding bagian dalam dan dibilas paling sedikit seminggu sekali, 2 menutup rapat tempat penampungan air
sedemikian rupa sehingga tidak dapat diterobos oleh nyamuk dewasa, 3 menanam menimbun dalam tanah barang-barang bekas atau sampah yang dpaat
menampung air hujan. Ada cara lain lagi yang disebut autocidal ovitrap. Disini digunakan suatu tabung
silinder warna gelap dengan garis tengah ±10 cm, slaah satu ujung tertutup rapat dan ujung yang lain terbuka. Tabung ini diisi air tawar kemudian ditutup dengan
tutup kasa nylon. Nyamuk Aedes aegypti akan bertelur disini dan telur akan
Universitas Sumatera Utara
menetas menjadi larva dalam air tadi. Bila larva menjadi nyamuk dewasa, maka akan terperangkap di dalam tabung. Secara periodik air dalam tabung ditambah
untuk mengganti penguapan yang terjadi. Dari semua cara pengendalian tersebut diatas tidak ada satu pun yang paling
unggul. Untuk menghasilkan cara yang efektif maka dilakukan kombinasi dari beberapa cara tersebut. Tetapi yang paling penting, semua cara tersebut adalah
menggugah dan meningkatkan keadaan masyarakat agar mau memperhatikan kebersihan lingkungan dan memahami tentang mekanisme terjadinya penularan
penyakit DBD, sehingga dapat berperan secara aktif menanggulangi penyakit DBD.
4. Pengendalian genetik Pengendalian genetik telah banyak dilakukan dalam percobaan tetapi belum
pernah ditetapkan dilapangan. Salah satu cara pengendalian genetik adalah dengan teknik jantan mandul, yaitu melepas sejumlah besar nyamuk-nyamuk jantan yang
sudah dimandulkan. Nyamuk-nyamuk betina hanya kangen satu kali, seumur hidup, sehingga jika nyamuk betina dikawinkan dengan nyamuk jantan mandul
tadi, maka tidak akan menghasilkan keturunan. 5. Pengendalian hayati
Pengendalian hayati atau sering disebut dengan pengendalian biologis dilakukan dengan menggunakan kelompok hidup, baik dari golongan mikroorganisme,
hewan invertebrata atau hewan vertebrata. Sebagai pengendalian hayati, dapat berperan sebagai patogen, parasit, atau pemasangan. Beberapa jenis ikan, seperti
ikan kepala timah Punchaxpanchax, ikan gabus Gambusia affinis adalah
Universitas Sumatera Utara
pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk. Beberapa jenis golongan cacing Nematoda, seperti Romanomarmis iyengari dan R. Culiforax merupakan parasit
pada larva nyamuk. Sebagai patogen, seperti dari golongan virus, bakteri, fungi atau protozoa dapat dikembangkan sebagai pengendalian hayati larva nyamuk di
tempat perindukannya. Dari cara-cara pendendalian vektor DBD tersebut ternyata tidak satu pun cara
yang 100 memuaskan. Karena itu konsep pengendalian terpadu melibatkan semua cara dapat diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi biologis, bionomis,
ekologis vektornya, serta mempertimbangkan keuntungan dan kerugiannya baik dari segi biaya dan terhadap kualitas lingkungan hidup Soegijanto, 2006.
2.3 Ekologi Vektor
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara organisme dengan habitat lingkungannya. Penyakit DBD melibatkan tiga organisme yaitu
virus dengue, nyamuk Ae. aegypti dan host manusia. Untuk memahami penyakit yang ditularkan vektor dan untuk pengendalian penyakit sebagai ekosistem alam
dimana subsistem yang terkait dalam ekosistem ini adalah virus, nyamuk Ae. aegypti, manusia, lingkungan fisik dan lingkungan biologi Depkes, 2007.
a. Virus dengue. Virus ini termasuk dalam genus Flavivirus dari family Flaviviridae terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4.
b. Nyamuk Ae. aegypti merupakan vektor yang menularkan virus dengue melalui gigitan nyamuk dari orang sakit ke orang sehat.
Universitas Sumatera Utara