Walaupun  secara  statistik  curah  hujan  tidak  berhubungan  dengan  kejadian DD di Kota Medan tahun 2010-2014.
12. Ada  hubungan  yang  signifikan  dan  hubungan  sangat  tinggi,  berpola  positif
antara  variabel  kecepatan  angin  dengan  kejadian  DBD  pertahun  di  Kota Medan Tahun 2010-2014.
13. Ada  hubungan  yang  signifikan  dan  hubungan  sangat  tinggi,  berpola  positif
antara  variabel  temperatur  udara  dengan  kejadian  DBD  pertahun  di  Kota Medan Tahun 2010-2014.
14. Hubungan yang signifikan dan hubungan sangat  tinggi, berpola positif antara
variabel  kelembaban  udara  dengan  kejadian  DBD  pertahun  di  Kota  Medan Tahun 2010-2014.
6.2 Saran
1.  Dinas  Kesehatan  seharusnya  melakukan  antisipasi  dengan  kejadian  DBD  di Kota  Medan  sebelum  bulan  November  yaitu  dibulan  Oktober  hingga  Januari.
Karena pada saat kasus DBD tertinggi. Antisipasi dilakukan dengan kegiatan yang penyuluhan PSN  Pemberantasan Sarang Nyamuk, atau fooging yang dilakukan
sebelum musim penghujan yaitu bulan Oktober hingga akhir bulan Januari. Selain itu, PSN juga dilakukan sebelum bulan Februari karena dengan curah hujan yang
rendah tetapi jumlah kasus DBD tinggi. 2. Kegiatan PSN Pemberantasan Sarang Nyamuk rutin dilakukan di Kecamatan-
kecamatan  dengan  jumlah  kasus  DBD  yang  tinggi  seperti  Kecamatan  Johor, Sunggal, dan Helvetia.
Universitas Sumatera Utara
3.  Dinas  Kesehatan  melakukan  penyuluhan  tentang,  sanitasi  lingkungan,  cara mencegah  penyakit  DBD  kepada  masyarakat  sebagai  tindakan  preventif    DBD,
dan  pemberitahuan  kepada  masyarakat  untuk  bersiaga  dan  melalukan  gotong royong dibulan Oktober hingga Januari karena kasus DBD tinggi,
4. Bagi masyarakat diharapkan selalu menjaga kebersihan rumah dan lingkungan seperti  menguras  bak  mandi  seminggu  sekali,  mengubur  barang  bekas,  tidak
menggantung  pakaian,  serta  melakukan  abatisasi  jika  terdapat  jentik.  Kegiatan tersebut diharapkan rutin dilakukan terkhusus awal musim penghujan.
5.  Masyarakat  membuat  kegiatan  gotong  royong  rutin  untuk  mencegah  nyamuk berkembangbiak . jika perlu membentuk tim pemantau jentik yang berguna untuk
memantau jentik di bak mandi masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah Dengue DBD 2.1.1 Definisi
Menurut  WHO  2005,  definisi  Demam  Berdarah  Dengue  adalah  penyakit demam  akut  selama  2-7  hari  dengan  dua  atau  lebih  manifestasi  seperti  sakit
kepala,  nyeri  retro-orbital,  mialgia,  atralgia,  ruam  kulit,  manifestasi  perdarahan, leukopenia, trombositopenia 100.000 sel per mm3 atau kurang.
Menurut Depkes 2005, Demam Berdarah  Dengue DBD adalah penyakit yang disebabkan  virus  dari  golongan  Arbovirus  yang  ditandai  dengan  demam  tinggi
mendadak  tanpa  sebab  yang  jelas  berlangsung  terus  menerus  selama  2-7  hari manifestasi  perdarahan  peteke,  purpura,  perdarahan  konjungtiva,  epistaksis,
perdarahan  mukosa,  perdarahan  gusi,  hematemesis,  melena,  hematuri  termasuk uji  tourniquet  Rumple  leede  positif,  trombositopeni
jumlah  trombosit  ≤ 100.000μl, hemokonsentrasi peningkatan hematokrit ≥ 20 disertai atau tanpa
pembesaran hati hepatomegali.
2.1.2 Sejarah Demam Berdarah
Menurut  Rezeki  2004,  pada  tahun  1779,  David  Bylon  pernah  melaporkan terjadinya  letusan  demam  dengue  dengue  fever  DF  di  Batavia.  Penyakit  ini
disebut  penyakit  demam  5  hari  yang  dikenal  dengan  knee  trouble  atau  knokkel koortz.  Wabah  demam  dengue  terjadi  pada  tahun  1871-  1873  di  Zanzibar
kemudian di pantai Arab dan terus menyebar ke Samudera India. Quointos  dkk,  pada  tahun  1953  melaporkan  kasus  demam  berdarah  dengue  di
Philipina,  kemudian  disusul  negara-negara  lain  seperti  Thailand  dan  Vietnam
Universitas Sumatera Utara
10
. Pada dekade enam puluhan penyakit ini mulai menyebar ke negara-negara Asia Tenggara, antara lain: Singapura, Malaysia, Srilanka, dan Indonesia. Pada dekade
ketujuh menyebar ke Polinesia hingga menyebar ke Kuba pada tahun 1981. Di  indonesia,  demam  berdarah  DBD  pertama  kali  dicurigai  di  Surabaya  pada
tahun  1968,  tetapi  konfirmasi  virologis  baru  diperoleh  pada  tahun  1970.  Di Jakarta, kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD berturut-turut
dilaporkan di Bandung dan Yogyakarta 1972. Epidemi pertama DBD dilaporkan berasal  dari  luar  pulau  Jawa  yaitu  Sumatera  Barat  dan  Lampung.  Berdasarkan
kasus DBD, Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand Hindra, 2004. Pada  awal  terjadinya  wabah  disuatu  negara,  distribusi  umur  memperlihatkan
jumlah penderita terbanyak dari golongan anak berumur kurang dari 15 tahun 86- 95.  Namun,  pada  wabah-wabah  selanjutnya,  jumlah  penderita  yang
digolongkan  dalam  golongan  usia  dewasa  muda  meningkat.  Di  indonesia penderita DBD terbanyak ialah anak berumur 5-11 tahun Hindra, 2004
Tahun  1968-  1995  pengaruh  musim  di  Indonesia  terhadap  kejadian  DBD  tidak begitu jelas, tetapi dalam garis besar dapat dikemukakan bahwa jumlah penderita
meningkat  antara  bulan  September  sampai  Februari  yang  mencapai  puncaknya pada  bulan  Januari.  Di  daerah  urban  berpenduduk  padat  puncak  penderita  ialah
bulan Juni Juli bertepatan dengan awal musim kemarau Hindra, 2004.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Epidemiologi Demam Berdarah Dengue
Menurut  Susanna  2011  ,  dengue  adalah  suatu  penyakit  yang  disebabkan  virus genus  flavivirus  famili  Flaviviridae  dan  vektornya  adalah  nyamuk  Aedes  dari
subgenus  Stegomya  spesies  Ae.  Aegypti.  Flaviviridae  adalah  virus  berselubung kecil  40-50  nm  dengan  untai  tunggal,  genom  RNA+  sense,  simetri  kapsidnya
tidak  dapat  diidentifikasi.  Spesies  yang  berperan  sebagai  vektor  sekunder  yakni Ae.  Albopictus,  Ae.  Polynesiensis,  dan  Ae.  finlaya  neveus,  yang  dapat
menyebabkan  Demam  Dengue  DD,  Demam  Berdarah  Dengue  DBD,  dan Syndrome Shock Dengue SSD.
Aedes  aegypti  adalah  spesies  nyamuk  tropis  dan  subtropis  yang  ditemukan  di bumi biasanya antara garis lintang 35 Utara dan 35 Selatan kira-kira berhubungan
dengan  musim  dingin  isoterm  10°C  WHO,  1999.  Ae.  aegypti  tersebar  luas  di wilayah  Asia Tenggara dan terutama di daerah perkotaan. Di wilayah  yang  agak
kering  misalnya  India,  Ae.  aegypti  merupakan  vektor  perkotaan  dan  populasinya secara khas berfluktuasi bersama air hujan dan kebiasaan penyimpanan air. Pada
negara  lain  di  Asia  Tenggara  yang  curah  hujannya  melebihi  200  mmtahun, populasi  Ae.  aegypti  ternyata  lebih  stabil  dan  ditemukan  di  daerah  perkotaan,
pinggiran  kota  dan  daerah  pedesaan  karena  kebiasaan  penyimpanan  air  secara tradisional  di  Indonesia,  Myanmar  dan  Thailand  kepadatan  nyamuk  mungkin
lebih tinggi di daerah pinggiran kota daripada di daerah perkotaan WHO, 2004. Distribusi Ae. aegypti juga dibatasi oleh ketinggian. Ketinggian merupakan faktor
yang  terpenting  untuk  membatasi  penyebaran  nyamuk  Ae.  aegypti.  Ini  biasanya ditemukan di atas ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Ketinggian yang
Universitas Sumatera Utara
rendah  kurang  dari  500  meter  memiliki  tingkat  kepadatan  nyamuk  sedang sampai  berat.  Sementara  daerah  pegunungan  di  atas  500  meter  memiliki
populasi nyamuk  yang rendah. Di negara-negara  Asia Tenggara ketinggian 1000 sampai 1500 meter di atas permukaan laut merupakan batas bagi penyebaran  Ae.
aegypti.  Di  bagian  dunia  lain  spesies  ini  dapat  ditemukan  di  wilayah  yang  jauh lebih tinggi misalnya di Colombia sampai mencapai 2200 meter WHO, 2004.
Ae. aegypti adalah salah satu vektor nyamuk yang paling efisien untuk arbovirus arthropod-borne viruses karena nyamuk ini sangat antropofilik dan hidup dekat
manusia  dan  sering  hidup  di  dalam  rumah.  Wabah  dengue  juga  telah  disertai dengan  Aedes  albopictus,  Aedes  polynesiensis  dan  banyak  spesies  kompleks
Aedes  scutellaris.  Setiap  spesies  mempunyai  distribusi  geografisnya  masing- masing namun mereka adalah vektor epidemik yang kurang efisien dibanding  Ae.
aegypti.  Faktor penyulit pemusnahan vektor adalah bahwa telur-telur Ae. aegypti dapat  bertahan  dalam  waktu  lama  terhadap  desikasi  pengawetan  dengan
pengeringan, kadang selama lebih dari satu tahun WHO, 2005. Demam  dengue  dapat  terjadi  di  daerah  perkotaan  maupun  pedesaan.  Di  daerah
perkotaan  yang  bertindak  sebagai  vektor  utama  adalah  nyamuk  Ae.  aegypti sedangkan  di  daerah  pedesaan  nyamuk  Aedes  albopictus  namun  tidak  jarang
kedua  spesies  tersebut  dijumpai  baik  di  daerah  pedesaan  maupun  perkotaan. Hewan  primata  merupakan  sumber  infeksi  Dengue  di  daerah  hutan
Soedarto,2007. Ae.  Aegypti  tersebar  luas  di  wilayah  tropis  dan  subtropis  Asia  Tenggara  dan
terutama di sebagian besar wilayah perkotaan. Penyebaran Ae.aegypti di pedesaan
Universitas Sumatera Utara
akhir-akhir  ini  relatif  sering  terjadi  yang  dikaitkan  dengan  pembangunan  sistem persediaan air pedesaan dan perbaikan sistem transportasi
Di  wilayah  yang  agak  kering,  misalnya,  India,  Ae.  aegypti  merupakan  vektor perkotaan  dan  populasinya  secara  khas  berfluktuasi  bersama  air  hujan  dan
kebiasaan  penyimpanan  air.  Pada  negara  lain  di  Asia  Tenggara  yang  curah hujannya  melebihi  200  cm  per  tahun,  populasi  Ae.  aegypti  ternyata  lebih  stabil
dan ditemukan di daerah perkotaan, pinggiran kota, dan daerah pedesaan. Karena kebiasaan  penyimpanan  air  secara  tradisional  di  Indonesia,  Myanmar  dan
Thailand  kepadatan  nyamuk  mungkin  lebih  tinggi  di  daerah  pinggiran  kota daripada di daerah perkotaan. WHO, 2004
Urbanisasi cenderung menambah jumlah habitat yang sesaui untuk Ae. aegypti. Di beberapa  kota  yang  banyak  sekali  tumbuhan,  baik  Ae.  aegypti  maupun  Ae.
albopictus dapat ditemukan, tetapi Ae. aegypti umumnya merupakan spesies yang dominan,  bergantung  pada  ketersediaan  dan  tipe  habitat  larva  dan  tingkat
urbanisasi  yang  ada.  Di  Singapura,  misalnya,  indeks  taksiran  tertinggi  untuk  Ae. aegypti ternyata berada di rumah  yang kumuh, rumah toko ruko, dan di rumah
susun  dengan  banyak  kamar.  Ae.  albopictus,  di  sisi  lain,  tampaknya  tidak berkaitan dengan tipe perumahan, tetapi lebih banyak ditemukan di ruang terbuka
dan bertumbuhan. WHO, 2004 Menurut  Rezeki  2004,  Di  Indonesia  demam  berdarah  dengue  DBD  pertama
kali  dicurigai  di  Surabaya  pada  tahun  1968,  tetapi  konfirmasi  virologis  baru diperoleh    pada  tahun  1970.  Di  Jakarta,  kasus  pertama  dilaporkan  pada  tahun
1969.  Kemudian  DBD  berturut-turut  dilaporkan  di  Bandung  dan  Yogyakarta
Universitas Sumatera Utara
1972.  Epidemi  pertama  di  luar  Jawa  dilaporkan  pada  tahun  1972  di  Sumatera Barat  dan  Lampung,  disusul  oleh  Riau,  Sulawesi  Utara  dan  Bali  1973.  Pada
tahun  1974,  epidemi  dilaporkan  Kalimantan  Selatan  dan  Nusa  Tenggara  Barat. Pada tahun 1994 DBD telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia.
Berdasarkan  penelitian  sebelumnya,  kasus  Demam  Berdarah  Dengue  DBD  di Kota  Medan  yang  ditularkan  melalui  Ae.  aegypti  di  tiga  kecamatan  yaitu
Kecamatan  Medan  Barat,  Medan  Perjuangan  dan  Medan  Tuntungan  merupakan kategori wilayah yang rendah, sedang dan tinggi kasus DBD secara berturut-turut
selama  tiga  periode  Januari  2010  sampai  Desember  2012. Kasus  Demam
Berdarah  Dengue  pada  tahun  2012  di  Kecamatan  Medan  Perjuangan  dengan Incidance Rate  berada  di  warna  kuning  range  IR  5  sampai  1010.000  penduduk,
Kecamatan  Medan  Barat  berada  pada  warna  biru  range  IR  11  sampai  1610.000 penduduk, Kecamatan Medan Tuntungan berada pada warna merah dengan range
IR 16 sampai 3710.000 penduduk.
2.2 Vektor Penularan DBD
Di  Indonesia  nyamuk  penular  vektor  penyakit  demam  berdarah  dengue  DBD yang penting adalah Aedes aegypti, Ae. albopictus dan Ae. scutellaris, tetapi saat
ini yang menjadi vektor utama dari penyakit DBD adalah Ae. aegypti. Nyamuk  Ae.  aegypti  dikenal  dengan  sebutan  black  white  mosquito  atau  tiger
morquito  karena  tubuhnya  memiliki  ciri  yang  khas  yaitu  adanya  garis-garis  dan bercak-bercak  putih  keperakan  di  atas  dasar  warna  hitam.  Sedangkan  yang
menjadi  ciri  khas  utamanya  adalah  ada  dua  garis  lengkung  yang  berwarna  putih
Universitas Sumatera Utara
keperakan  di  kedua  sisi  lateral  dan  dua  buah  garis  putih  sejajar  di  garis  median dari puggungnya yang berwarna dasar hitam lyne shaped marking.
Dalam  siklus  hidupnya,  Ae.  aegypti  mengalami  empat  stadium  yaitu  telur,  larva pupa, dan dewasa. Stadium telaur, larva, dan pupa hidup di dalam air tawar yang
jernih  serta  tenang.  Genangan  air  yang  disukai  sebagai  tempat  perindukannya breeding  place  adalah  genangan  air  yang  terdapat  di  dalam  suatu  wadah  atau
container,  bukan  genangan  air  di  tanah.  Tempat-tempat  perindukan  yang  paling potensial adalah tempat penampungan air TPA yang digunakan untuk keperluan
sehari-hari: drum, bak mandi, bak WC, gentong tempayan, ember, dan lain-lain. Tempat  perindukan  lainnya  yang  non-TPA  adalah  vas  bunga,  pot  tanaman  hias,
ban  bekas,  kaleng  bekas,  botol  bekas,  tempat minum  burung,  dan  lain-lain,  serta tempat  penampungan  air  alamiah:  lubang  pohon,  pelepah  daun  pisang,  pelepah
daun  keladi,  lubang  batu,  dan  lain-lain.  Tempat  perindukan  yang  paling  disukai adalah  yang  berwarna  gelap,  terbuka  lebar  dan  terlindung  dari  sinar  matahari
langsung Soegijanto, 2006.
2.2.1 Karakteristik Nyamuk Aedes aegypti
a. Sayap dan  badannya belang-belang atau bergaris-garis putih, b. Berkembangbiak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi,
WC, tempayan drum, barang-barang penampung air seperti kaleng, ban bekas, pot tanaman air, tempat minum burung dan lain-lain,
c. Jarak terbang ± 100 meter, d. Nyamuk betina bersifat „multiple biters„ menggigit beberapa orang karena
sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat,
Universitas Sumatera Utara
e. Tahan dalam suhu panas dan kelembaban tinggi Widoyono, 2008.
2.2.2 Taksonomi dan Morfologi 1.  Taksomoni
Nyamuk Ae. aegypti L. Diptera: Culcidae disebut black-white mosquito, karena tubuhnya  ditandai  dengan  pita  atau  garis-garis  putih  keperakan  di  atas  dasar
hitam.  Di  Indonesia  nyamuk  ini  sering  disebut  sebagai  salah  satu  dari  nyamuk- nyamuk rumah.
Menurut Richard dan Davis 1977 dalam Soegijanto 2006, kedudukan nyamuk Ae. aegypti dalam klasifikasi animalia adalah sebagai berikut :
Filum : Arthropoda Kelas : Insecta
Bangsa : Diptera Suku : Culicidae
Marga : Aedes Jenis : Ae. aegypti L.
2. Morfologi
1. Telur Telur nyamuk Aedes aegypti  berbentuk ellips atau oval memanjang, warna hitam,
ukuran  0,5-0,8  mm,  permukaan  poligonal,  tidak  memiliki  alat  palmpung,  dan diletakkan  satu  per  satu  pada  benda-benda  yang  terapung  atau  pada  dinding
bagian  dlam  tempat  penampungan  air  TPA  yang  berbatasan  langsung  dengan permukaan air. Dilaporkan bahwa dari telur yang dilepas, sebanyak 85 melekat
di dinding TPA, sedangkan 15 lainnya jatuh ke permukaan air.
Universitas Sumatera Utara
2. Larva Larva  nyamuk  Aedes  aegypti  tubuhnya  memanjang  tanpa  kaki  dengan  bulu-bulu
sederhana  yang  tersusun  bilateral  simetris.  Larva  ini  dalam  pertumbuhan  dan perkembangannya  mengalami  4  kali  pergantian  kulit  ecdysis,  dan  larva  yang
terbentuk  berturut-turut  disebut  larva  instar  I,  II,  III,  dan  IV.  Larva  instar  I, tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang 1-2 mm, duri- duri spinae pada
dada  thorax  belum  begitu  jelas,  dan  corong  pernafasan  siphon  belum menghitam. Larva instar II bertambah besar, ukuran 2,5-3,9 mm, duri dada belum
jelas, dan corong pernafasan sudah berwarna hitam. Larva instar IV telah lengkap struktur anatominya dan jelas tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala chepal,
dada thorax, dan perut abdomen. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antena tanpa duri-
duri, dan alat –alat mulut tipe pengunyah chewing. Bagian dada tampak paling
besar dan terdapat bulu-bulu yang simetris. Perut tersusun atas 8 ruas. Ruas perut ke-8, ada alat untuk bernafas yang disebut corong pernafasan. Corong pernafasan
tanpa  duri-duri,  berwarna  hitam,  dan  ada  seberkas  bulu-bulu    tuft.  Ruas  ke-8 juga dilengkapi dengan seberkas bulu-bulu sikat brush dibagian ventral dan gigi-
gigi sisir comb yang berjumlah 15-19 gigi yang tersusun dalam satu baris. Gigi- gigi  sisir  dengan  lekungan  yang  jelas  membentuk  gerigi.  Larva  ini  tubuhnya
langsing dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaksisnegatif, dan waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus dengan bidang permukaan air.
3. Pupa
Universitas Sumatera Utara
Pupa  nyamuk  Aedes  aegypti  bentuk  tubuhnya  bengkok,  dengan  bagian  kepala- dada  cephalothorax  lebih  besar  bila  dibandingkan  dengan  bagian  perutnya,
sehingga tampak seperti tanda bac a” koma”. Pada bagian punggung dorsal dada
terdapat alat bernafas seperti terompet. Pada ruas perut ke-8 tidak bercabang. Pupa adalah  bentuk  tidak  makan,  tampak  gerakannya  lebih  lincah  bila  dibandingkan
dengan larva. Waktu istirahat posisi pupa sejajar dengan bidang permukaan air. 4. Dewasa
Nyamuk Aedes aegypti tubuhnya tersusun atas tiga bagian, yaitu kepala, dada, dan perut.  Pada  bagian  kepala  terdapat  sepasang  mata  majemuk  dan  antena  yang
berbulu. Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk- pengisap piercing-sucking dan termasuk  lebih  menyukai  manusia  anthropophagus,  sedangkan  nyamuk  jantan
bagian mulut lebih lemah sehingga tidak mampu menembus kulit manusia, karena itu  tergolong  lebih  menyukai  cairan  tumbuhan  phytophagus.  Nyamuk  betina
mempunyai antena tipe-pilose, sedangkan nyamuk jantan plumose. Dada nyamuk ini tersusun atas 3 ruas,  porothorax,  mesothorax,  dan  metathorax.
Setiap  ruas  dada  sepasang  kaki  yang  terdiri  dari  paha  femur,  betis  tibia,  dan tampak tarsus. Pada ruas-ruas kaki ada gelang-gelang putih, tetapi pada bagian
tibia  kaki  belakang  tidak  ada  gelang  putih.  Pada  bagian  dada  juga  terdapat sepasang  sayap  tanpa  noda-noda  hitam.  Bagian  punggung  ada  gambaran  garis-
garis  putih  yang  dapat  dipakai  untuk  membedakan  dengan  jenis  lain.  Gambaran punggung  nyamuk  Aedes  aegypti  berupa sepasang  garis  lengkung  putih  bentuk:
lyre pada tepinya dan sepasang garis submedian di tengahnya.
Universitas Sumatera Utara
Perut  terdiri  dari  8  ruas  dan  pada  ruas-ruas  tersebut  terdapat  bintik-bintik  putih. Waktu  istirahat  posisi  nyamuk  Aedes  aegypti  tubuhnya  sejajar  dengan  bidang
permukaan  yang  dihinggapinya  Soegijanto,  2006.  Pertumbuhan  dari  telur sampai menjadi dewasa memerlukan waktu sekitar 9 hari Sutanto,2008.
2.2.3 Siklus Hidup Nyamuk
Pada  dasarnya  siklus  hidup  nyamuk  berawal  dari  peletakan  telur  nyamuk  oleh nyamuk betina, kemudian fase selanjutnya setelah telur berkembang di dalam air
menjadi  larva  yang  terus  berkembang  melalui  empat  tahap  dengan  bertambah ukuran sehingga larva berubah menjadi pupa nyamuk dewasa dan membentuk diri
sebagai betina atau jantan dan tahap munculnya berawal dari pecahan dibelakang kulit  pupa.  Nyamuk  dewasa  makan,  kawin  dan  nyamuk  betina  dewasa
menghasilkan  telur  untuk  melengkapi  siklus  dan  memulai  generasi  yang  baru. Pertumbuhan  nyamuk  satu  generasi  dalam  setahun  mampu  menghasilkan
beberapa  generasi  tergantung  dari  kondisi  iklim  yang  memengaruhinya  seperti suhu, curah hujan, kelembaban, dan lain-lain.
Genangan-genangan  air  biasanya  dimanfaatkan  oleh  nyamuk  Ae.aegypti  betina untuk  meletakkan  telur-telurnya.  Telur  Ae.aegypti  yang  belum  sempat  menetas
pada musim penghujan sanggup bertahan terhadap kekeringan pada musim panas selama beberapa bulan. Pada awal musim penghujan telur-telur ini akan digenangi
air  kemudian  menetas  menjadi  larva  yang  mengakibatkan  peningkatan  kasus Demam Berdarah Dengue sering terjadi pada awal musim penghujan.
Menurut Soegijanto 2006 telur nyamuk Aedes aegypti didalam air dengan suhu 20-40°  C  akan  menetas  menjadi  larva  dalam  waktu  1-2  hari  Anonim,1983.
Universitas Sumatera Utara
Kecepatan  pertumbuhan  dan  perkembangan  larva  dipengaruhi  oleh  beberapa faktor, yaitu temperatur, tempat, keadaan air kandungan zat makanan yang ada di
dalam tempat perindukan. Pada kondisi optimum, larva berkembang menjadi pupa dalam waktu 4-9 hari, kemudian pupa menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2-3
hari.  Jadi  pertumbuhan  dan  perkembangan  telur,  larva,  pupa,  sampai  dewasa memerlukan waktu kurang lebih 7-14 hari Anonim, 1990.
Suhu dapat mempengaruhi tingkat perkembangan dan ketahanan hidup parasit dan vector  nyamuk  Zhuo  et  al,  2003.  Suhu  optimum  dalam  perkembangbiakan
nyamuk berkisar 20-30° C. Pada suhu hangat periode larva sekitar 4-7 hari dan di daerah tropis periode kepompong pupa sekitar 1-3 hari Rozendal, 1997. Secara
umum suhu yang lebih panas dengan kelembaban yang tinggi merupakan stimulus perluasan  secara  geografis  dan  musim  bagi  vektor  penyakit  seperti  insecta,  tikus
dan siput Wawolumayo dan Irianto, 2004. Berikut gambar siklus hidup nyamuk Ae. aegypti :
Gambar 2.1. Siklus Hidup Nyamuk Ae. aegypti Soegijanto, 2006 2.2.4 Etiologi
Universitas Sumatera Utara
Virus dengue adalah RNA virus  yang merupakan anggota famili  flaviviridae dan genus  flavivirus.  Ada  68  anggota  flalvivirus  yang  dibagi  berdasarkan
perbedaanpersamaan serologis dan yang terakhir berdasarkan sekuensi genomnya Soegijanto, 2006.
Secara antigenik terdapat empat serotipe dari virus Dengue, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. DEN-1 adalah strain yang paling sering terisolasi dari semua
isolat.  Keempat  serotipe  virus  dapat  ditemukan  diberbagai  daerah  di  Indonesia. Serotipe  Den-3  merupakan  serotipe  yang  dominan  dan  diasumsikan  banyak
menunjukkan  manifestasi  klinik  yang  berat.  Setiap  strain  mempunyai  perbedaan daya  virulensinya.  Oleh  karena  itu  sulit  dibedakan  diantara  strain  hanya
berdasarkan  pada  gejala  klinis  dan  patologis  tetapi  dapat  dibedakan  dengan  tes netralisasi  menggunakan  antibodi  monoklonal  dan  Polymerase  Chain  Reaction
PCR. Flavivirus  berbentuk  sferis  dengan  ukuran  diameter  40-60  nm.  Nukleokapsid
berbentuk  sferis  dengan  diameter  30  nm  dan  dikelilingi  oleh  lipid  bilayer. Komposisi virionnya terdiri atas 6 RNA, 66 protein, 9 karbohidrat, dan 17
lipid.
2.2.5 Manifestasi Klinis DBD
Masa inkubasi dengue pada manusia sekitar 4-5 hari. Gejala keluhan awal dengue tidak spesifik berlangsung sekitar 1-5 hari berupa demam ringan, sakit kepala dan
malaise.  Demam  yang  terjadi  berlangsung  secara  mendadak  kemudian  dalam waktu  2-7  hari  menuju  suhu  normal.  Bersamaan  dengan  berlangsungnya  demam
Universitas Sumatera Utara
gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia, nyeri punggung, nyeri tulang dan sendi, rasa lemah dan nyeri kepala dapat menyertainya Soedarto, 2003.
Kasus  khas  DHF  ditandai  oleh  empat  manifestasi  klinis  mayor  yaitu  demam tinggi,  fenomena  hemorragis,  sering  hepatomegali  dan  kegagalan  sirkulasi.
Trombositopenia sedang sampai nyata dengan hemokonsentrasi secara bersamaan adalah  temuan  laboratorium  klinis  khusus  dari  DHF  WHO,  1999.  Walaupun
umurnya  pendek  yaitu  kira-kira  10  hari  Ae.  aegypti  dapat  menularkan  virus dengue yang masa inkubasinya 3-10 hari Sutanto, 2008.
Menurut Rezeki 2004 manifestasi klinis utama DBD yaitu: 1.
biasanya  ditandai  oleh  4  manifestasi  klinis  utama    demam  tinggi,  fenomena pendarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi
2. trombositopenia  ringan  sampai  nyata  bersamaan  dengan  hemokonsentrasi
adalah gejala  laboratoris yang spesifik 3.
perbedaan  utama  dengan  demam  dengue  adalah  adanya  kebocoran  plasma yang ditandai dengan peningkatan Ht, efusi paru atau hipoproteinemia
4. DBD  pada  anak  biasanya  ditandai  dengan  kenaikan  suhu  mendadak,  disertai
facial  flush  dan  tanda  lain  yang  menyerupai  DD  anoreksia,  muntah,  sakit kepala serta nyeri tulang otot. Nyeri epigastrium, ketegangan pada batas kosta
kanan dan nyeri abdomen menyeluruh juga sering ditemukan 5.
Suhu biasanya  39°C 6.
Fenomena  pendarahan  yang  sering  terjadi  adalah  uji  tourniquest  +,  petekie, ekimosis, pada ekstremitas, muka dan palatum. Epiktasis dan pendarahan gusi
juga dapat terjadi.
Universitas Sumatera Utara
7. Hati  biasanya  teraba  pada  fase  demam,  lebih  sering  ditemukan  pada  kasus
DBD dengan syok.
2.2.6 Mekanisme Penularan
Penyakit  demam  berdarah  dengue  DBD  adalah    penyakit  menular  yang disebabkan  oleh  virus  dengue  dan  ditularkan  melalui  gigitan  nyamuk  Aedes
aegypti.  Penyakit  ini  dapat  menyerang  semua  orang  dan  dapat  mengakibatkan kematian terutama pada anak, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa atau
wabah.Penyakit  ini  ditularkan  orang  yang  dalam  darahnya  terdapat  virus  dengue Rezeki, 2004.
Menurut  riwayatnya  nyamuk  penular  penyakit  demam  berdarah  yang  disebut Aedes  aegypti  itu,  pada  awal  mulanya  berasal  dari  Mesir  yang  kemudian
menyebar  ke  seluruh  dunia,  melalui  kapal  laut  dan  udara.  nyamuk  hidup  subur dibelahan dunia dengan iklim tropis dan subtropis seperti Asia, Afrika, Australia,
dan  Amerika.  Nyamuk  Aedes  aegypti  hidup  dan  berkembang  biak  pada  tempat- tempat  penampungan  air  bersih  yang  tidak  langsung  berhubungan  dengan  tanah
seperti  :  bak  mandi,wc,  minuman  burung,  air  tandon,  air  tempayangentong, kaleng, ban bekas, dan lain-lain. Di indonesia nyamuk ini tersebar luas diseluruh
pelosok  tanah  baik  di  kota-kota  maupun  di  desa-desa,  kecuali  di  wilayah  yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut Rezeki, 2004.
Nyamuk  Aedes  aegypti  betina  biasanya  akan  terinfeksi  virus  dengue  saat menghisap  darah  dari  penderita  yang  berada  dalam  fase  demam  viremik  akut
penyakit.  Setelah  masa  inkubasi  ekstrinsik  selama  8-10  hari,  kelenjar  air  liur nyamuk  menjadi  terinfeksi  dan  virus  disebarkan  ketika  nyamuk  yang  terinfeksi
Universitas Sumatera Utara
menggigit  dan  menginjeksikan  air  liur  ke  luka  giggitan  pada  orang  lain.  Setelah pada  masa  inkubasi  pada  tubuh  manusia  selama  3-14  hari  rata-rata  4-6  hari,
sering  kali  terjadi  awitan  mendadak  penyakit  ini,  yang  ditandai  dengan  demam, sakit  kepala,  mialgia,  hilang  nafsu  makan,  dan  berbagai  tanda  serta  gejala
nonspesifik lain termasuk mual, muntah, dan ruam kulit WHO, 2004. Viremia  biasanya  ada  pada  saat  atau  tepat  sebelum  gejala  dan  akan  berlangsung
selama rata-rata 5 hari setelah awitan penyakit. Ini merupakan masa yang  sangat kritis  karena  pasien  berada  pada  tahap  yang  paling  infektif  untuk  nyamuk  Aedes
aegypti akan berkontribusi dalam mempertahankan siklus penularan jika penderita tidak dilindung dari gigitan nyamuk WHO, 2004.
Menurut  Soegijanto  2006,  virus  ditularkan  ke  manusia  melalui  kelenjar  saliva nyamuk  kemudian  virus  bereplikasi  dalam  organ  target,  virus  menginfeksi  sel
darah  putih  dan  jaringan  limfatik,  virus  dilepaskan  dan  bersikulasi  dalam  darah manusia, virus yang ada dalam darah tertelan nyamuk kedua virus bereplikasi atau
melipatgandakan  diri  dalam  perut  nyamuk  lainnya  menginfeksi  kelenjar  saliva
dan virus bereplikasi dalam kelenjar saliva.
Di  dalam  tubuh  manusia  virus  berkembang  biak  dalam  system  retikuloendotelial dengan target utama virus  dengue adalah APC antigen presenting cells dimana
pada  umumnya  berupa  monosit  atau  makrofag  jaringan  seperti  sel  Kupffer  dari hepar dapat juga terkena. Viremia timbul pada saat menjelang gejala klinis tampak
hingga  5-7  hari  setelahnya.  Virus  bersikulasi  dalam  darah  perifer  di  dalam  sel monositmakrofag,  sel  limfosit  B  dan  sel  limfosit  T.  Manifestasi  klinis  infeksi
virus  dengue  tergantung  pada  berbagai  faktor  yang  mempengaruhi  daya  tahan
Universitas Sumatera Utara
tubuh penderita. Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala asimtomatis, demam  dengue,  demam  berdarah  dengue  dan  sindrom  syok  dengue  Soegijanto,
2006 .
2.2.7 Patogenesis dan Patofisiologi 1.  Patogenesis
Infeksi virus dengue pada beberapa sel dapat terjadi karena adanya peletakan virus pada  Fc  dominan  antibodi  mediator  imun  seperti  monosit  mengekspresikan  Fc
reseptor.  Selain  itu  sulit  dijelaskan  infeksi  primer  pada  penderita  tanpa  antibodi dengue atau infeksi virus pada sel tanpa Fc reseptor.
Awal  virus  melekat  pada  target  sel  adalah  melalui  critical  determinant  dari  sel atau  jaringan  tropismus.  Selain  itu  juga  merupakan  hasil  dari  interaksi  antara
reseptor  molekul  ektodomain  viral  dan  konseptor  yang  diekspresikan  pada permukaan  sel  target.  Virus  dengue  menyerang  permukaan  sel  hospes  melalui
reseptor sel yang dapat terinfeksi. Virus masuk ke dalam sel melalui fusi membran atau dengan invaginasi dan pembentukan vesikel endositik. Antigen virus dengue
telah  terdeteksi  di  dalam  sel  monosit-  makrofag  dalam  organ  limfoid,  paru-paru, dan  liver.  Secara  in  vitro  virus  dengue  dapat  menginfeksi  sel  endotel  dan  epitel
Soegijanto, 2006. Bila ikatan virus dengue pada reseptor permukaan sel maka terjadi endositosis. Di
dalam  vesikel  mempunyai  pH  yang  rendah  dan  terjadi  perubahan  ireversibel bentuk  protein  envelope  dari  dimer  menjadi  trimer.  Kemudian  terjadi  fusi
sehingga  virus  dengue  dapat  melepaskan  nukleokapsidnya.  Selanjutnya  diikuti dengan proses translasi protein struktural dan nonstruktural. RNA virus membuat
Universitas Sumatera Utara
antisense  RNA  negatif  sebagai  cetakan.  Virus  baru  yang  terbentuk  kemudian meninggalkan sel hospes dengan proses budding Soegijanto, 2006.
2. Patofisiologi
Menurut WHO 2004, Patofisiologi Demam Berdarah Dengue ada dua perubahan yang terjadi yaitu :
a.  Meningkatnya  permeabilitas  pembuluh  darah  mengakibatkan  kebocoran plasma, hipovolemia dan syok. Demam Berdarah Dengue memiliki ciri yang unik
karena kebocoran plasma khusus ke arah rongga pleura dan peritoneum selain itu periode kebocoran cukup singkat 24-48 jam.
b.  Hemostasis  abnormal  terjadi  akibat  vaskulopati,  trombositopenia  sehingga terjadi berbagai jenis manifestasi perdarahan.
2.2.8 Gambaran Klinis
Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas tiga fase yaitu fase febris, fase kritis dan fase pemulihan.
a.  Fase  Febris  :  demam  mendadak  tinggi  2-7  hari,  disertai  muka  kemerahan, eritema  kulit,  nyeri  seluruh  tubuh,  mialgia,  artralgia  dan  sakit  kepala.  Pada
beberapa  kasus  ditemukan  nyeri  tenggorok,  infeksi  faring  dan  konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan
seperti petekie, perdarahan mukosa walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.
b.  Fase  Kritis  :  terjadi  pada  hari  3-7  sakit  dan  ditandai  dengan  penurunan  suhu tubuh  disertai  kenaikan  permeabilitas  kapiler  dan  timbulnya  kebocoran  plasma
yang biasanya berlangsung selama 24-48 jam. Kebocoran plasma sering didahului
Universitas Sumatera Utara
oleh  lekopeni  progresif  disertai  penurunan  hitung  trombosit.  Pada  fase  ini  dapat terjadi syok.
c.  Fase  Pemulihan  :  bila  fase  kritis  terlewati  maka  terjadi  pengembalian  cairan ekstravaskuler  ke  intravaskuler  secara  perlahan  pada  48-72  jam  setelahnya.
Keadaan  umum  penderita  membaik,  nafsu  makan  pulih  kembali,  hemodinamik stabil dan diuresis membaik Sudjana, 2010.
2.2.9 Pengendalian Vektor Demam Berdarah DBD
Menurut Soegijanto 2006, untuk mengatasi penyakit DBD sampai saat ini masih belum  ada  cara  yang  efektif,  karena  pada  saat  ini  masih  belum  ditemukan  obat
anti virus dengue yang efektif maupun vaksin yang dapat melindungi diri terhadap infeksi baru dengue. Oleh karena itu perlu dipirkan cara penanggulangan penyakit
DBD dengan melalui pegendalian terhadap nyamuk Aedes aegypti. Tujuan  pengendalian  vektor  utama  adalah  upaya  untuk  menurunkan  kepadatan
populasi nyamuk Aedes aegypti  sampai serendah mungkin sehingga kemampuan sebagai vektor menghilang.
Secara garis besar ada 4 cara pengendalian vektor  yaitu dengan cara 1 kimiawi, 2biologis, 3radiasi, 4mekanik pengelolaan lingkungan.
1 Pengendalian cara kimiawi
Pada  pengendalian  ini  menggunakan  insektisida  yang  dapat  ditujukan  terhadap nyamuk  dewasa  atau  larva.  Insektisida  yang  dapat  digunakan  terhadap  nyamuk
dewasa Aedes aegypti dari golongan organochlorine, organophosphor, carbamate, dan pyrethroid.
Universitas Sumatera Utara
Bahan-bahan insektisida tersebut dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan spray  terhadap  rumah-rumah  penduduk.  Insektisida  yang  dapat  digunakan
terhadap  larva  Aedes  aegypti  yaitu  dari  golongan  organophosphor  Temesphos dalam  bentuk  sand  granules  yang  dilarutkan  dalam  air  di  tempat  perindukannya
abatisasi. 2. Pengendalian cara radiasi
Nyamuk  dewasa  jantan  diradiasi  dengan  bahan  radioaktif  dengan  dosis  tertentu sehingga  menjadi  mandul.  Kemudian  nyamuk  jantan  yang  telah  diradiasi  ini
dilepaskan  ke  alam  bebas.  Meskipun  nanti  akan  berkopulasi  dengan  nyamuk betina tapi nyamuk betina tidak akan dapat menghasilkan telur yang fertil.
3. Pengendalian lingkungan Dapat  digunakan  beberapa  cara  antara  lain  dengan  mencegah  nyamuk  kontak
dengan  manusia  yaitu  memasang  kawat  kasa  pada  lubang  ventilasi  rumah, jendela, dan pintu. Sekarang yang lagi digalakkan yaitu gerakan 3M: 1 menguras
tempat-tempat  penampungan  air  dengan  menyikat  dinding  bagian  dalam  dan dibilas paling sedikit seminggu sekali, 2 menutup rapat tempat penampungan air
sedemikian  rupa  sehingga  tidak  dapat  diterobos  oleh  nyamuk  dewasa,  3 menanam  menimbun  dalam  tanah  barang-barang  bekas  atau  sampah  yang  dpaat
menampung air hujan. Ada cara lain lagi yang disebut  autocidal ovitrap. Disini digunakan suatu tabung
silinder warna gelap dengan garis tengah ±10 cm, slaah satu ujung tertutup rapat dan ujung yang lain  terbuka. Tabung ini diisi air tawar kemudian ditutup dengan
tutup  kasa  nylon.  Nyamuk  Aedes  aegypti  akan  bertelur  disini  dan  telur  akan
Universitas Sumatera Utara
menetas  menjadi  larva  dalam air  tadi.  Bila  larva  menjadi  nyamuk  dewasa,  maka akan  terperangkap  di  dalam  tabung.  Secara  periodik  air  dalam  tabung  ditambah
untuk mengganti penguapan yang terjadi. Dari  semua  cara  pengendalian  tersebut  diatas  tidak  ada  satu  pun  yang  paling
unggul.  Untuk  menghasilkan  cara  yang  efektif  maka  dilakukan  kombinasi  dari beberapa  cara  tersebut.  Tetapi  yang  paling  penting,  semua  cara  tersebut  adalah
menggugah  dan  meningkatkan  keadaan  masyarakat  agar  mau  memperhatikan kebersihan  lingkungan  dan  memahami  tentang  mekanisme  terjadinya  penularan
penyakit  DBD,  sehingga  dapat  berperan  secara  aktif  menanggulangi  penyakit DBD.
4. Pengendalian genetik Pengendalian  genetik  telah  banyak  dilakukan  dalam  percobaan  tetapi  belum
pernah ditetapkan dilapangan. Salah satu cara pengendalian genetik adalah dengan teknik jantan mandul, yaitu melepas sejumlah besar nyamuk-nyamuk jantan yang
sudah  dimandulkan.  Nyamuk-nyamuk  betina  hanya  kangen  satu  kali,  seumur hidup,  sehingga  jika  nyamuk  betina  dikawinkan  dengan  nyamuk  jantan  mandul
tadi, maka tidak akan menghasilkan keturunan. 5. Pengendalian hayati
Pengendalian  hayati  atau  sering  disebut  dengan  pengendalian  biologis  dilakukan dengan  menggunakan  kelompok  hidup,  baik  dari  golongan  mikroorganisme,
hewan  invertebrata  atau  hewan  vertebrata.  Sebagai  pengendalian  hayati,  dapat berperan  sebagai  patogen,  parasit,  atau  pemasangan.  Beberapa  jenis  ikan,  seperti
ikan  kepala  timah  Punchaxpanchax,  ikan  gabus  Gambusia  affinis  adalah
Universitas Sumatera Utara
pemangsa  yang  cocok  untuk  larva  nyamuk.  Beberapa  jenis  golongan  cacing Nematoda,  seperti  Romanomarmis  iyengari  dan  R.  Culiforax  merupakan  parasit
pada  larva  nyamuk.  Sebagai  patogen,  seperti  dari  golongan  virus,  bakteri,  fungi atau  protozoa  dapat  dikembangkan  sebagai  pengendalian  hayati  larva  nyamuk  di
tempat perindukannya. Dari  cara-cara  pendendalian  vektor  DBD  tersebut  ternyata  tidak  satu  pun  cara
yang  100  memuaskan.  Karena  itu  konsep  pengendalian  terpadu  melibatkan semua cara dapat diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi biologis, bionomis,
ekologis  vektornya,  serta  mempertimbangkan  keuntungan  dan  kerugiannya  baik dari segi biaya dan terhadap kualitas lingkungan hidup Soegijanto, 2006.
2.3 Ekologi Vektor
Ekologi  adalah  ilmu  yang  mempelajari  hubungan  timbal  balik  antara  organisme dengan  habitat  lingkungannya.  Penyakit  DBD  melibatkan  tiga  organisme  yaitu
virus dengue, nyamuk  Ae. aegypti  dan host manusia. Untuk memahami penyakit yang  ditularkan  vektor  dan  untuk  pengendalian  penyakit  sebagai ekosistem  alam
dimana  subsistem  yang  terkait  dalam  ekosistem  ini  adalah  virus,  nyamuk  Ae. aegypti, manusia, lingkungan fisik dan lingkungan biologi Depkes, 2007.
a.  Virus  dengue.  Virus  ini  termasuk  dalam  genus  Flavivirus  dari  family Flaviviridae terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4.
b. Nyamuk Ae. aegypti merupakan vektor yang menularkan virus dengue melalui gigitan nyamuk dari orang sakit ke orang sehat.
Universitas Sumatera Utara
c.  Manusia  merupakan  sebaran  inang  organisme  dimana  parasit  hidup  dan mendapatkan makanan untuk penyakit DBD.
d. Lingkungan fisik meliputi : 1 Tempat Penampungan Air TPA baik di dalam maupun di luar rumah sebagai
tempat perindukan nyamuk Ae. aegypti. 2 Ketinggian tempat, dengan ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut tidak
ditemukan nyamuk Ae. aegypti. 3  Curah  hujan  menambah  genangan  air  sebagai  tempat  perindukan  dan
kelembaban udara terutama untuk daerah pantai. 4  Kecepatan  angin  juga  mempengaruhi  pelaksanaan  pemberantasan  vektor
dengan cara fogging. 5  Suhu  udara  mempengaruhi  perkembangan  virus  di  dalam  tubuh  nyamuk
Depkes, 2007.
2.3.1 Faktor Host Pejamu
Virus  dengue  menginfeksi  manusia  dan  beberapa  spesies  primata  yang  lebih rendah. Manusia merupakan resevoir utama virus di wilayah perkotaan. Penelitian
yang  dilakukan  di  Malaysia  dan  Afrika  menunjukkan  bahwa  bangsa  kera  juga dapat  terinfeksi  dan  kemungkinan  merupakan  pejamu  reservoir  walaupun
signifikansi  epidemiologik  dan  observasi  tersebut  tetap  dibuktikan.  Strain  virus dengue dapat tumbuh dengan baik pada kultur jaringan serangga dan sel mamalia
setelah diadaptasikan WHO, 2005.
2.3.2 Faktor Lingkungan
Universitas Sumatera Utara
Lingkungan adalah kondisi atau faktor yang berpengaruh yang bukan bagian dari agen  maupun  penjamu  tetapi  mampu  menginfeksi  agen  penjamu.  Lingkungan
dalam  penelitian  ini  meliputi  lingkungan  fisik  curah  hujan,  kecepatan  angin, kelembaban  dan  temperatursuhu  udara.  Kualitas  dan  kuantitas  berbagai
komponen  lingkungan  yang  utamanya  berperan  sebagai  faktor  yang  menentukan terjadinya atau tidak terjadinya transmisi agen ke host Soemirat, 2005.
Nyamuk Aedes aegypti bersifat urban hidup di perkotaan dan lebih sering hidup di dalam  dan  sekitar  rumah  domestik  dan  snagat  erat  hubungannya  dengan
manusia.  Jangkauan  terbang  flight  range  rata-rata  nyamuk  Ae.  aegypti  adalah sekitar  100  m  tetapi  pada  keadaan  tertentu  nyamuk  ini  dapat  terbang  sampai
beberapa  kilometer  dalam  usahanya  untuk  mencari  tempat  perindukan  untuk meletakkan telurnya Soegijanto, 2006.
2.4 Bionomik Vektor
Bionomik  adalah  ilmu  biologi  yang  menerangkan  hubungan  organisme  dengan lingkungannya.  Bionomik  nyamuk  meliputi  perilaku  bertelur,  larva,  pupa  dan
dewasa. Misalnya perilaku menggigit, tempat dan waktu kapan bertelur, perilaku perkawinan.  Iklim  dalam  hal  ini  berperan  besar  dalam  menentukan  bionomik
nyamuk Achmadi, 2008. 1
Perilaku Makan Aedes aegypti sangat antrofilik, walaupun ia juga bisa makan dari hewan berdarah
panas  lainnya.  Sebagai  hewan  diurnal,  nyamuk  betina  memiliki  dua  periode aktifitas  menggigit,  pertama  dipagi  hari  selama  beberapa  jam  setelah  matahari
terbit  dan  sore  hari  selama  beberapa  jam  sebelum  gelap.  Puncak  aktifitas
Universitas Sumatera Utara
menggigit  yang  sebenarnya  dapat  beragam  bergantung  lokasi  dan  musim.  Jika masa  makannya  terganggu,  Ae.  aegypti  dapat  menggigit  lebih  dari  satu  orang.
Perilaku  ini  semakin  memperbesar  efisiensi  penyebaran  epidemi.  Dengan demikian,  bukan  hal  yang  luar  biasa  jika  beberapa  anggota  keluarga  yang  sama
mengalami  awitan  penyakit  yang  terjadi  dalam  24  jam,  memperlihatkan  bahwa mereka terinfeksi nyamuk infektif yang sama.
Kebiasaan  menggigit  Ae.  aegypti  pada  pagi  hari  hingga  sore  yaitu  pukul  08.00  - 10.00 dan pukul 15.00 -17.00.  Lebih banyak menggigit di dalam rumah daripada
di  luar  rumah.  Ae.  aegypti  biasanya  tidak  menggigit  di  malam  hari,  tetapi  akan menggigit saat malam di kamar yang terang WHO, 2004.
2 Perilaku Istirahat
Aedes aegypti suka beristirahat ditempat yang gelap, lembab, dan tersembunyi di dalam rumah atau bangunan, termasuk di dalam kamar tidur, kamar mandi, kamar
kecil,  maupun  di  dapur.  Nyamuk  ini  jarang  ditemukan  di  luar  rumah,  di tumbuhan,  atau  ditempat  terlindung  lainnya.    Di  dalam  ruangan,  permukaan
istirahat  yang  mereka  sukai  adalah  dibawah  furnitur,  benda  yang  tergantung seperti baju dan gorden, serta di dinding WHO, 2004.
3 Jarak terbang
Penyebaran  nyamuk  Aedes  aegypti    betina  dewasa  dipengaruhi  oleh  beberapa faktor termasuk ketersediaan tempat bertelur dan darah, tetapi tampaknya terbatas
sampai jarak 100 meter dari lokasi kemunculan. Akan tetapi, penelitian terbaru di Puerto  Rico  menunjukkan  bahwa  nyamuk  ini  dapat  menyebar  sampai  lebih  dari
Universitas Sumatera Utara
400  meter  terutama  untuk  mencari  tempat  bertelur.  Transportasi  pasif  dapat berlangsung melalui telur dan larva yang ada dalam penampung WHO, 2004
4 Lama Hidup
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki rata-rata lama hidup hanya delapan hari. Selama musim hujan, saat masa bertahan hidup lebih panjang resiko penyebaran
virus semakin besar. Dengan demikian, diperlukan lebih banyak penelitian untuk mengkaji  survival  alami  Ae.  aegypti  dalam  berbagai  kondisi  lingkungan  WHO,
2004.
5 Kepadatan Musiman
Faktor  terpenting  yang  menentukan  kepadatan  populasi  nyamuk  dewasa  adalah produksi  larva  seperti  keberadaan  habitat  air  dan  makanan  larva.  Suhu  dan
kelembaban  juga  menguntungkan  pertahanan  hidup  nyamuk  dewasa  untuk menjadi  padat  Achmadi  2011.  Nyamuk  merupakan  hewan  berdarah  dingin,
proses metabolisme dan siklus hidupnya  tergantung pada suhu lingkungan. Suhu rerata  optimum  untuk  perkembangannya  adalah  25-30°C  dengan  kelembaban
rerata  60-80.  Pertumbuhan  nyamuk  akan  terhenti  bila  suhu  kurang  dari  10°C dan  lebih  dari  40°C.  Toleransi  terhadap  suhu  tergantung  pada  spesies  nyamuk
umumnya  di  atas  5-6°C  batas  dimana  spesies  secara  normal  dapat  beradaptasi Depkes,2005. Tergantung dari iklim, beberapa nyamuk bereproduksi sepanjang
tahun.  Sebagian  besar  cenderung  menghabiskan  masa  hidup  pada  kondisi  yang
Universitas Sumatera Utara
berlawanan pada musim dingin atau selama musim kemarau dalam keadaan tidur atau istirahat Achmadi, 2011.
2.5 Nyamuk Sebagai Vektor