Kelembaban udara tertinggi terjadi di tahun 2010 yaitu 81,83, sedangkan kelembaban udara terendah terjadi pada tahun 2012 yaitu 75,46.
4.7 Analisa Normalitas Data
Uji normalitas pada sebuah data dimaksudkan untuk menguji apakah data berdistribusi normal atau tidak, sehingga dapat menentukan jenis uji statistik yang
dapat digunakan dalam analisis bivariat. Suatu data berdistribusi normal apabila dalam uji normalitas Shapiro-Wilk menunjukan Sunyoto, 2011 :
a. Distribusi data normal apabila nilai signifikansi p 0,05 b. Distribusi data tidak normal apabila nilai signifikansi p 0,05.
Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Data Variabel-Variabel Penelitian Per Bulan Selama Tahun 2010-2014.
VAriabel Hasil Uji
Keterangan
Kasus DBD 0,634
Normal Curah Hujan
0,820 Normal
Kecepatan Angin 0,265
Normal Temperatur Udara
0,789 Normal
Kelembaban Udara 0,516
Normal Tabel 4.6 menunjukkan bahwa variabel per bulan dari tahun 2010-2014 yang
terdistribusi normal yaitu Kasus DBD, kecepatan angin, temperatur udara, dan kelembaban udara. sedangkan curah hujan tidak terdistribusi normal.
Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Data Variabel-Variabel Penelitian Per Tahun Selama Tahun 2010-2014.
VAriabel Hasil Uji
Keterangan
Kasus DBD 0,423
Normal Curah Hujan
0,365 Normal
Kecepatan Angin 0,710
Normal Temperatur Udara
0,320 Normal
Kelembaban Udara 0,282
Normal Tabel 4.6 menunjukkan bahwa variabel per tahun dari tahun 2010-2014 yang
terdistribusi normal yaitu Kasus DBD, kecepatan angin, temperatur udara, dan kelembaban udara. sedangkan curah hujan tidak terdistribusi normal.
Universitas Sumatera Utara
4.8 Analisis Korelasi Data
Tabel 4.9 Uji Korelasi Data Variabel-Variabel Penelitian Per Bulan Tahun 2010- 2014.
Variabel Independen
Variabel Dependen
r Nilai
p Keterangan
Curah Hujan Kasus
DBD 0,225
0,482 Tidak berkorelasi signifikan
Kecepatan angin 0,843
0,001 Berkorelasi kuat signifikan
Temperatur Udara -0,897
0,000 Berkorelasi kuat signifikan
Kelembaban Udara 0,732
0,007 Berkorelasi kuat signifikan
H
asil uji korelasi data curah hujan, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin dengan kasus DBD perbulan di Kota Medan dari tahun 2010 sampai 2014
dapat dilihat pada tabel 4.8. Berdasarkan klasifikasi nilai hubungan dapat disimpulkan bahwa variabel kecepatan angin, temperatur udara, dan kelembaban
berkorelasi kuat signifikan terhadap kasus DBD di Kota Medan karena nilai p0,05, dimana variabel temperatur udara paling tinggi nilai korelasinya r= -
0,897. Sementara variabel curah hujan tidak berkorelasi signifikan dan memiliki nilai korelasi yang lemah dengan kasus DBD karena p 0,05
Grafik 13. Hubungan Rata-rata Kecepatan Angin dengan Kasus DBD Perbulan di Kota Medan Tahun 2010-2014.
Grafik 13 menunjukkan hubungan kecepatan angin dengan kejadian DBD di Kota Medan tahun 2010-2014. Dari grafik diatas dapat adanya hubungan kecepatan
Universitas Sumatera Utara
angin dengan kejadian DBD, hal ini dilihat dari grafik yang menunjukkan bahwa semakin besar kecepatan angin maka kasus DBD akan meningkat. Secara statistik
kecepatan angin berkorelasi kuat terhadap kejadian DBD di Kota Medan r= 0,843.
Menurut Achmadi 2011, kecepatan arah angin, curah hujan dan suhu lingkungan harus diperhatikan karena bisa berperan dalam rangka perkembangbiakan nyamuk
terutama Aedes di perkotaan. Tetapi demikian kecepatan di Indonesia masih relatif nyaman untuk nyamuk berkembangbiak.
Grafik 14. Hubungan Rata-rata Temperatur Udara Suhu dengan Kasus DBD Perbulan di Kota Medan Tahun 2010-2014.
Grafik 14 menggambarkan tentang hubungan temperatur udara suhu terhadap
kejadian DBD di kota Medan. Dari grafik 14 dapat dilihat bahwa semakin rendah suhu maka akan menaikkan kasus DBD. Temperatur udara berkorelasi tinggi
terhadap kejadian DBD dikota Medan r= -0,897. Artinya semakin meningkat suhu udara maka menurunkan kasus DBD begitu sebaliknya. Walaupun demikian
suhu udara di Indonesia merupakan suhu udara yang relatif sama dan tidak bisa dilihat perubahan suhu yang signifikan. Selain itu suhu udara di Indonesia adalah
suhu yang optimum untuk vektor nyamuk berkembangbiak 20-28°C.
Universitas Sumatera Utara
Grafik 15. Hubungan Rata-rata Kelembaban dengan Kasus DBD Perbulan di Kota Medan Tahun 2010-2014.
Grafik 15 menggambarkan hubungan kelembaban udara perbulan terhadap
kejadian DBD dikota Medan. Dari grafik ini dapat dilihat bahwa semakin tinggi kelembaban maka semakin tinggi kasus DBD di Kota Medan. Kelembaban di kota
Medan merupakan kelembaban yang masih relatif optimum untuk nyamuk meletakkan telurnya. Kelembaban udara perbulan terhadap kejadian DBD di Kota
Medan berhubungan cukup tinggi r= 0,732. Kasus DBD tertinggi terjadi ketika kelembaban diatas 80.
Menurut Gobler dalam Awida Roose 2008, kelembaban udara yang diatas 60 membuat umur nyamuk Ae. aegypti menjadi panjang serta potensial untuk
perkembangbiakan nyamuk Ae. aegypti.
Universitas Sumatera Utara
Grafik 16. Hubungan Rata-rata Curah Hujan dengan Kasus DBD Perbulan di Kota Medan Tahun 2010-2014.
Grafik 16 menunjukkan hubungan curah hujan terhadap kejadian DBD di Kota
Medan tahun 2010-2014. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi curah hujan maka kasus DBD akan semakin meningkat. Secara statistik variabel
curah hujan tidak berhubungan dengan kasus DBD di Kota Medan, karena nilai p0,05 p= 0,482 dan berkorelasi rendah. Tetapi jika dilihat dari univariat ada
hubungan curah hujan dengan kejadian DBD di kota Medan. Hal ini dapat dilihat dengan rata-rata curah hujan lebih dari 300 mm, rata-rata kasus DBD lebih dari
250 kasus. Menurut Majidah 2010 dalam Rohimat 2002 menyatakan bahwa curah hujan
bulanan yang melampaui 300 mm akan meningkatkan kasus DBD sebesar 120. Hal ini dapat dibuktikan dari data kasus DBD yang tinggi dibulan November
263,8 kasus dan curah hujan tertinggi dibulan Oktober 335,7 mm. Hal ini dapat menjelaskan bahwa curah hujan di Kota Medan yang terjadi dibulan
Oktober berkorelasi terhadap kejadian DBD di bulan November, karena selama masa inkubasi 7-14 hari dari bulan Oktober sampai November adalah waktu
vektor nyamuk Ae. aegypti menetaskan telur dan menyebabkan kasus DBD tinggi dan dipengaruhi juga dengan curah hujan yang optimum untuk nyamuk
menetaskan telurnya.
Tabel 4.10 Uji Korelasi Data Variabel-variabel Penelitian Per Tahun 2010- 2014
Variabel Independen
Variabel Dependen
r Nilai
p Keterangan
Curah Hujan Kasus DBD
0,795 0,108
Tidak berkorelasi signifikan Kecepatan angin
0,961 0,009
Berkorelasi kuat signifikan Temperatur Udara
0,935 0,020
Berkorelasi kuat signifikan
Universitas Sumatera Utara
Kelembaban Udara 0,958
0,010 Berkorelasi kuat signifikan
Hasil uji hubungan data curah hujan, temperatur udara, kelembaban udara dan kecepatan angin dengan kasus DBD pertahun di Kota Medan dari tahun 2010
sampai 2014 dapat dilihat pada tabel 4.10. Berdasarkan klasifikasi nilai hubungan dapat disimpulkan bahwa variabel kecepatan angin, temperatur udara, dan
kelembaban udara berkorelasi kuat signifikan terhadap kasus DBD di Kota Medan dimana p0,05, dimana variabel kecepatan angin nilai korelasinya paling tinggi
r= 0,961. Sedangkan variabel curah hujan tidak berkorelasi signifikan karena nilai p0,05.
Grafik 17. Hubungan Rata-rata Kelembaban dengan Kasus DBD Pertahun di Kota Medan Tahun 2010-2014.
Grafik 18. Hubungan Rata-rata Kecepatan Angin dengan Kasus DBD Pertahun di Kota Medan Tahun 2010-2014.
Universitas Sumatera Utara
Grafik 19. Hubungan Rata-rata Temperatur Udara suhu dengan Kasus DBD Pertahun di Kota Medan Tahun 2010-2014.
Grafik 20. Hubungan Rata-rata Curah Hujan dengan Kasus DBD Pertahun di Kota Medan Tahun 2010-2014.
4.9 Analisis Regresi Linear Sederhana
Analisis bivariat dilakukan untuk mencari hubungan variabel independen terhadap
variabel dependen. Pengujian ini menggunakan uji korelasi dan uji regresi linier.
Analisis Bivariat secara statistik digunakan untuk melihat hubungan antara iklim curah hujan, kecepatan angin, kelembaban, temperatursuhu udara dengan kasus
DBD di Kota Medan selama lima tahun 2010-2014.
Universitas Sumatera Utara
Uji regresi linier ini menggunakan metode enter. Untuk menentukan suatu persamaan dikatakan layak untuk digunakan jika nilai p 0,05 dengan demikian
persamaan linear tersebut layak digunakan Silitonga, 2011. Berikut adalah hasil analisis regresi linier sederhana variabel curah hujan, suhu
udara dan kelembaban udara dengan kasus diare dilihat perbulan selama tahun 2010-2014.
Tabel 4.11 Hasil Analisis Hubungan Iklim Curah Hujan, Temperatur Udara, Kelembaban, dan Kecepatan Angin perbulan Terhadap Kejadian
DBD di Kota Medan Tahun 2010-2014.
VAriabel r
R² Persamaan Garis
P Value
Curah Hujan 0,225
0,051 Y= 121,969+0,130 Curah Hujan
0,482 Kelembaban
0,732 0,536
Y= -1456,019+20,057 Kelembaban 0,007
Kecepatan Angin 0,843
0,710 Y= -48,103+106,541Kecepatan Angin
0,001 Temperatur Udara -0,897 0,805
Y= 2434,972-83,063 Suhu Udara 0,0001
Berdasarkan tabel 4.11 diatas, diketahui bahwa tidak ada hubungan curah hujan perbulan terhadap kejadian DBD di Kota Medan tahun 2010-2014 karena nilai
p0,05 p= 0,482. Hubungan curah hujan dengan kejadian DBD menunjukkan hubungan yang rendah r = 0,225 dan berpola positif, artinya peningkatan curah
hujan sebesar 1 mm meningkatkan kasus DBD sebesar 0,130 dan nilai R square 0,051, artinya 5,1 variasi curah hujan dapat menjelaskan kasus DBD.
Berdasarkan hasil regresi analisis sederhana tersebut diketahui bahwa ada hubungan kelembaban perbulan terhadap kejadian DBD di Kota Medan tahun
2010-2014 karena nilai p0,05 p = 0,007. Hubungan kelembaban dengan kejadian DBD menunjukkan hubungan yang tinggi r = 0,732 dan berpola positif,
artinya peningkatan kelembaban 1 meningkatkan kasus DBD sebesar 20,057
Universitas Sumatera Utara
dan nilai R square 0,536, artinya 53,6 variasi kelembaban dapat menjelaskan kasus DBD.
Berdasarkan hasil regresi linier sederhana selanjutnya diketahui bahwa ada hubungan kecepatan angin perbulan terhadap kejadian DBD di Kota Medan tahun
2010-2014 karena nilai p0,05 p = 0,001. Hubungan kecepatan angin dengan kejadian DBD menunjukkan hubungan yang sangat tinggi r = 0,843 dan berpola
positif, artinya peningkatan kecepatan angin 1 knot meningkatkan kasus DBD sebesar 106,541 dan nilai R square 0,710, artinya 71 variasi kecepatan angin
dapat menjelaskan kasus DBD. Dari tabel 4.11 diatas dapat disimpulkan bahwa ada hubungan temperatur udara
perbulan terhadap kejadian DBD di Kota Medan Tahun 2010-2014 karena nilai p0,05 p = 0,0001. Hubungan temperatur udara dengan kejadian DBD
menunjukkan hubungan yang sangat tinggi r = -0,897 dan berpola negatif, artinya peningkatan temperatur udara sebesar 1°C menurunkan kasus DBD
sebesar -83,063 begitu juga sebaliknya. Nilai R square 0,805 artinya 80,5 variasi temperatur udara dapat menjelaskan kasus DBD.
Berikut adalah hasil analisis regresi linier sederhana variabel curah hujan, suhu udara dan kelembaban udara dengan kasus diare dilihat pertahun selama tahun
2010-2014.
Tabel 4.12 Hasil Analisis Hubungan Iklim Curah Hujan, Temperatur Udara, Kelembaban, dan Kecepatan Angin pertahun Terhadap Kejadian
DBD di Kota Medan Tahun 2010-2014.
VAriabel r
R² Persamaan Garis
P Value
Curah Hujan 0,795 0,633 Y=-515,249+3,667Curah Hujan
0,108 Kelembaban
0,958 0,918 Y=-1874,977+25,925Kelembaban 0,010
Kecepatan Angin 0,961 0,923 Y=-124,377+147,993Kecepatan Angin
0,009
Universitas Sumatera Utara
Temperatur Udara 0,935 0,874 Y=-999,982+42,422Suhu Udara 0,020
Berdasarkan tabel 4.12 diatas, diketahui bahwa tidak ada hubungan curah hujan pertahun terhadap kejadian DBD di Kota Medan tahun 2010-2014 karena nilai
p0,05 p= 0,108. Hubungan curah hujan dengan kejadian DBD menunjukkan hubungan yang tinggi r = 0,795 dan berpola positif, artinya peningkatan curah
hujan sebesar 1 mm meningkatkan kasus DBD sebesar 3,667 dan nilai R square 0,633, artinya 63,3 variasi curah hujan dapat menjelaskan kasus DBD.
Berdasarkan tabel hasil regresi analisis sederhana tersebut diketahui bahwa ada hubungan kelembaban pertahun terhadap kejadian DBD di Kota Medan tahun
2010-2014 karena nilai p0,05 p = 0,010. Hubungan kelembaban dengan kejadian DBD menunjukkan hubungan yang sangat tinggi r = 0,958 dan berpola
positif, artinya peningkatan kelembaban 1 meningkatkan kasus DBD sebesar 25,925 dan nilai R square 0,918, artinya 91,8 variasi kelembaban dapat
menjelaskan kasus DBD. Dari tabel 4.12 diatas dapat disimpulkan bahwa ada hubungan temperatur udara
pertahun terhadap kejadian DBD di Kota Medan Tahun 2010-2014 karena nilai p0,05 p = 0,020. Hubungan temperatur udara dengan kejadian DBD
menunjukkan hubungan yang sangat tinggi r = -0,935 dan berpola positif, artinya peningkatan temperatur udara sebesar 1°C meningkatkan kasus DBD
sebesar 42,422 dan nilai R square 0,874 artinya 87,4 variasi temperatur udara dapat menjelaskan kasus DBD.
Universitas Sumatera Utara
79
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Kasus DBD di Kota Medan pada Tahun 2010-2014